Anda di halaman 1dari 40

Pertusis

Oleh:
Gracella Noni Taneo
102013344/C3
Rumusan masalah
 Anak 4 tahun batuk terus menerus sejak
2 minggu yang lalu yang tidak kunjung
berhenti.
Anamnesis
 Aloanamnasis

 Identitas
 RPS
 Keluhan Tambahan (Demam, BB)
 RPD
 Riwayat Pengobatan
 RPK
 Riwayat kehamilan dan persalinan
 Riwayat Imunisasi
 Riwayat Sosial Ekonomi
 Lingkungan tempat tinggal
Pemeriksaan Fisik
Head to toe

 Kesadaran
 Keadaan umum
 TTV
 Pemeriksaan thorax : inspeksi, palpasi,
perkusi dan aukultasi.
 Pemeriksaan antropometri (BB, TB, LLA)
 WD = Pertusis

 DD = - Laringotrakeobronkitis
- Bronkitis
- pneumonia
- TBC
Definisi
 Pertusis adalah infeksi saluran respiratorik
akut yang disebabkan oleh Bordetella
Perstusis, yang mengenai individu yang
rentan, ditandai oleh batuk spasmodik
yang panjang, berakhir dengan disertai
suara keras (woop) dan muntah.
Etiologi
 Penyebab pertusis adalah Bordetella
pertusis.
Faktor-faktor kevirulenan Bordetella
pertusis :
 Toksin pertussis: histamine sensitizing
factor (HSF), lymphocytosis promoting
factor, Islet activating protein (IAP).
 Adenilat siklase luarsel.
 Hemaglutinin (HA): F-HA (filamentous-
HA) , PT-HA (pertussis toxin-HA).
 Toksin tak stabil panas (heat labile toxin).
Transmisi dan Epidemiologi
Pertusis dapat ditularkan melalui udara
secara:
 Droplet
 Memegang benda yang terkontaminasi
dengan secret nasofaring.
Distribusi dan Insidens
 Hampirdi seluruh dunia
 menyerang semua umur dan terbanyak
pada penderita usia di bawah 1 tahun
 anak perempuan > anak laki-laki.
 bayi kulit lebih hitam pada usia muda
mempunyai insinden lebih tinggi
Patofisiologi
 Mekanisme patogenesis infeksi oleh
Bordetella pertusis terjadi melalui 4
tingkatan yaitu perlekatan, perlawanan
terhadap mekanisme pertahanan pejamu,
kerusakan lokal, dan akhirnya timbul penyakit
sistemik.

 Bordetella Pertusis masuk melalui saluran


pernapasan terikat pada silia epitel saluran
pernapasan,  multiplikasi dan pengeluaran
toksin  menyebabkan inflamasi dan
nekrosis trakea dan bronkus.
 Mukosa akan mengalami kongesti dan
infiltrasi limfosit dan polimorfonukleus
lekosit. Di samping itu terjadi hiperplasi dari
jaringan limfoid peribronkial  diikuti oleh
proses nekrosis yang terjadi pada lapisan
basal dan pertengahan epitel bronkus. .

 Lesi ini merupakan tanda khas pada pertusis.


Pada pemeriksaan dapat dijumpai infiltrasi
peribronkial dan pneumonia interstitial.
Manifestasi Klinik
 inkubasi pertusis 6 – 10 hari (rata – rata 7
hari)
 Berlangsungnya penyakit ini 6 – 8 minggu
atau lebih.
 Perjalanan klinis penyakit ini dapat
berlangsung 3 stadium yaitu stadium
kataralis, stadium akut paroksismal dan
stadium konvalesens.
 Stadium Katalaris (1 – 2 minggu)
- Gejala awal pilek dengan lendir yang cair dan jernih
- injeksi pada konjungtiva
- lakrimasi
- batuk ringan
- demam tidak begitu tinggi.

 Stadium Paroksimal (2 – 4 minggu)


-adanya whoop (batuk yang berbunyi nyaring).
- penderita sering sekali memuntahkan lendir kental.
- Batuki berlangsung lama.
- selama serangan : muka merah, sianosis, lakrimasi,
petechiae. Bayi : apnoe sianosis dan kejang.
 Stadium Konvalesen (1 – 2 minggu)
Ditandai dengan berhentinya whoop dan
muntah – muntah dan puncak serangan
paroksimal berangsur – angsur menurun.
Batuk biasanya menetap untuk beberapa
waktu dan akan menghilang sekitar 2 – 3
minggu.
Diagnosis
 Pada anamnesis adanya riwayat kontak
 serangan khas yaitu paroksismal dan bunyi
whoop
 riwayat imunisasi.
 Gejala klinis yang didapat pada
pemeriksaan fisik tergantung dari stadium
saat pasien diperiksa.
Pemeriksaan penunjang
 Tes darah lengkap : pemerikssan
laboratorium leukositosis 20.000 – 50.000/
Ul dengan limfositosis.
 Isolasi Bordetella pertusis dari sekret
nasofaring dipakai untuk membuat diagnosis
pertusis.
 Serologi berguna untuk stadium lanjut.
 IgG toksin pertusis merupakan tes yang
paling sensitive dan spesifik untuk
mengetahui infeksi alami.
Diagnosis Banding
1. Laringotrakeobronkitis
 Etiologi
Viral  Viral croup / laringotrakeitis akut
yang disebabkan oleh Human Parainfluenza
Virus terutama tipe 1 (HPIV–1), HPIV-2,
HPIV-3, dan HPIV-4.
Bakteri  difteri oleh Corynebacterium
diphtheriae
 Gejala klinis di awali dengan suara serak,
batuk menggonggong dan stridor inspirasi.
 Patofisisologi
Laring adalah bagian tersempit saluran
pernafasan atas sehingga sangat mudah untuk
terjadinya obstruksi.
infeksi virus/bakteri menyebabkan peradangan
difus eritema dan edema pada dinding mukosa
saluran pernapasan dan menganggu mobilitas
pita suara.
Penyempitan saluran udara ini menyebabkan
bunyi stridor inspirasi dapat didengar, dan pita
suara yang edema menyebabkan suara serak.
2. Bronkitis

Etiologi
Bronkitis dapat disebabkan oleh :
 Infeksi virus: influenza virus,respiratory syncyrial virus(RSV), adenovirus,
coronavirus.
 Infeksi bakteri: Bordatella pertusis, Bordatella parapertusis, Haemophilus
influenza, Streptococcus pneumonia, atau bakteri atipik (Mycoplasma
pneumonia, Chlamydia pneumonia, Legionella).

 Penyebab bronkitis akut yang paling sering adalah infeksi virus yakni
sebanyak 90% dan infeksi bakteri hanya sekitar <10%.
Gejala klinis
 Batuk berdahak
 Sesak napas ketika melakukan olah raga atau
aktivitas ringan
 Sering menderita infeksi pernapasan
(flu)mengi atau sesak
 Batuk biasanya merupakan tanda dimulainya
bronkitis. Pada awalnya batuk tidak berdahak,
tetapi 1-2 hari kemudian akan mengeluarkan
dahak berwarna putih atau kuning.
Selanjutnya dahak akan bertambah banyak,
berwarna kuning atau hijau.
Patofisiologi
3. Pneumonia

 Etiologi
Penyebab pneumonia bermacam-macam, virus
merupakan penyebab pada kebanyakan kasus,
seperti : adenovirus, respiratory syncytial,
parainfluenza, serta virus influenza, Mycoplasma
peneumonia, Streptococcus pneumoniae
(anak2).
Patogenesis
 Pneumonia oleh karena bakteri pada
parenkim paru menimbulkan konsolidasi bila
terjadi pada lobular paru
(bronchopneumonia), bisa terjadi pada lobar
maupun interstitial.
 Diawali tahap ”Red Hepatization” dengan
hiperemi oleh karena pembesaran pembuluh
darah, timbul eksudat intraalveolar, deposit
fibrin, infiltrasi neutrofil.
 Tahap selanjutnya ”Gray Hepatization”
didominasi oleh deposit fibrin, disintegrasi sel
inflamasi secara progresif, kemudian terjadi
resolusi (8-10 hari) dimana eksudat yang muncul
dibersihkan melalui mekanisme batuk dan
dihancurkan dengan enzym pencernaan.

 “Tahap Konsolidasi” dari jaringan paru


menurunkan lung compliance dan kapasitas vital
paru menyebabkan hypoxemia dengan
kompensasi meningkatkan aliran darah ke paru
sehingga kerja jantung menjadi meningkat. Apabila
meluas ke rongga pleura menimbulkan empyema.
 Penebalan fibrous terjadi pada tahap “resolusi”
 Manifestasi Klinis
- Gejala yang sering terlihat adalah takipneu,
retraksi, sianosis, batuk, panas, dan iritabel. khas
akan dijumpai adanya nafas cuping hidung.
- auskultasi, dapat terdengar suara pernapasan
menurun. Fine crackles (ronki basah halus)
- perkusi, vokal fremitus menurun, suara napas
menurun.
- Iritasi pleura akan mengakibatkan nyeri dada, bila
berat gerakan dada menurun waktu inspirasi anak
berbaring ke arah yang sakit dengan kaki fleksi.
Rasa nyeri, dapat menjalar ke leher, bahu, dan
perut.
4.Tuberculosis (TBC)
 Etiologi Penyebab tuberkulosis adalah
Mycobacterium tuberculosae disebut sebagai
bakteri tahan asam (BTA). Sifat lain kuman ini
adalah aerob.
 Patogenesis
 Penularan tuberkulosis paru melalui droplet
nuclei dalam udara. Bila kuman menetap
dalam jaringan paru, ia akan bertumbuh dan
berkembang biak dalam sitoplasma makrofag.
Kuman yang bersarang di jaringan paru –
paru akan berbentuk sarang pneumonia kecil
dan disebut sarang primer atau sarang
(fokus) Ghon. Bila menjalar ke pleura , maka
terjadilah efusi pleura.
 Kuman juga dapat masuk melalui saluran
gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring,
dan kulit, terjadi limfadenopati regional
kemudian bakteri masuk dalam vena dan
menjalar ke seluruh organ seperti paru,
otak, ginjal, tulang.
 Bila masuk ke arteri pulmonalis maka
terjadi penjalaran ke seluruh bagian paru
menjadi TB milier atau TB Primer. Semua
proses ini memakan waktu 3 – 8 minggu.
Tuberkulosis Post primer
(tuberkulosis sekunder)
 Tuberkulosis sekunder terjadi karena
imunitas menurun seperti malnutrisi,
alkohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS,
gagal ginjal.
 Klasifikasi Tuberkulosis
 TB paru
◦ Menyerang jaringan (parenkim paru)
◦ Tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar
pada hilus

 TB ekstra paru
Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA), TB paru
dibagi menjadi:
 Tuberkulosis paru BTA (+) adalah :
 2 dari 3 spesimen hasil BTA positif.
 satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.
 Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan
BTA positif dan biakan positif.

Tuberkulosis paru BTA (-)


 Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA
negatif, gambaran klinis dan kelainan radiologi
menunjukkan tuberkulosis tidak aktif.
 Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA
negatif dan biakan M. tuberkulosis negative .
 Diagnosis
 Gejala respiratorik
◦ batuk minimal 3 minggu
◦ batuk darah
◦ sesak nafas
◦ nyeri dada
 Gejala sistemik
◦ demam
 gejala sistemik lain : malaise, keringat malam,
anoreksia, berat badan menurun.
 Pemeriksaan fisik
 ditemukan konjungtiva mata atau kulit yang
pucat karena anemia, suhu demam
(subfebris), badan kurus atau berat badan
menurun.

 Tempat kelainan lesi TB paru yang paling


dicurigai adalah bagian apeks paru. Bila
dicurigai ada infiltrat yang agak luas, maka
didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi
suara napas bronkial.
Komplikasi pertusis
 Bronkopneumonia
 Otitis media
 Broncitis
 Atelektasis
 Emfisema pulmonnal
 Bronkietaksis
Pengobatan
 Antimikroba 
- Eritromisin 40-50 mg/kgBB/hari, 14 hari
- Azithromisin 10 mg/kgBB/hari, 5 hari
- Claritromisin 15 mg/kgBB/hari, 7 hari.
- trimethoprim-sulfamethoxazole 6-8
mg/kgBB/hari
Terapi suportif
 Lingkungan perawatan yang tenang
 Pemberian makanan, hindari makanan yang
sulit ditelan, sebaiknya diberikan makanan
yang berbentuk cair.
 Bila penderita muntah – muntah sebaiknya
diberikan cairan dan elektrolit secara
parenteral.
 Pembersihan jalan napas.
 Oksigen, terutama pada serangan batuk yang
hebat yang disertai sianosis.
Pencegahan
 Imunisasi berikan vaksin DPT dengan
dosis pada imunisasi dasar dianjurkan 12
IU dan diberikan tiga kali sejak umur 2
bulan, dengan jarak 8 minggu.
Prognosis
 Prognosis tergantung usia, anak yang lebih
tua mempunyai prognosis yang lebih baik.
Pada bayi resiko kemtaian (0,5 – 1 %)
disebabkan enselopati.
 Dubia ad bonam

Anda mungkin juga menyukai