Akad ji’alah, ju’l atau ju’liyah secara bahasa dapat diartikan sebagai sesuatu yang disiapkan untuk
diberikan kepada seseorang yang berhasil melakukan perbuatan tertentu.
Menurut para ahli hukum, akad ji’alah dapat dinamakan janji memberikan hadiah (bonus, komisi atau
upah tertentu), maka ji’alah adalah akad atau komitmen dengan kehendak satu pihak. Sedangkan menurut
syara’, akad ji’alah adalah komitmen memberikan imbalan yang jelas atau suatu pekerjaan tertentu atau
tidak tertentu yang sulit diketahui.
Ji’alah secara etimologis yaitu memberikan upah atau (ja’l) kepada orang yang telah melakukan
pekerjaan untuknya, misalnya orang mengembalikan hewan yang tersesat (dhalalah), mengembalikan
budak yang kabur, membangun tembok, menjahit pakaian, dan setiap pekerjaan yang mendapatkan upah.
LANDASAN HUKUM AKAD JI’ALAH
Menurut ulama Hanafiah, akad ji’alah tidak dibolehkan karena di dalamnya terdapat unsur penipuan
(gharar), yaitu ketidakjelasan pekerjaan dan waktunya. Hal ini diqiyaskan pada seluruh akad ijarah (sewa)
yang disyaratkan adanya kejelasan dalam pekerjaan,pekerja itu sendiri, upah dan waktunya. Akan tetapi,
mereka hanya membolehkan−dengan dalil istihsan−memberikan hadiah kepada orang yang dapat
mengembalikan budak yang lari atau kabur, dari jarak perjalanan tiga hari atau lebih, walaupun tanpa
syarat.
Sedangkan menurut ulama Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah, akad ji’alah dibolehkan dengan dalil firman
Allah dalam kisah nabi Yusuf as. bersama saudara-saudaranya.
َ َََ َ ُ ْ َ َ ْ َ َ َ ْ َ َ ُ ُ َْ ُ َ
قالوا نف ِقد صواع الم ِل ِك و ِلمن جاء ِب ِه ِحمل ب ِع ر ٍي وأنا ِب ِه ز ِعيم
“Mereka menjawab, ‘Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan
memperoleh (bahan makanan seberat) beban onta dan aku jamin itu.”(Yusuf: 72).
RUKUN DAN SYARAT JI’ALAH
1. Lafadh, hendaklah dipergunakan lafadh yang jelas dan mengandung arti izin kepada yang akan
bekerja dan juga tidak ditentukan waktunya.
2. Orang yang menjanjikan upahnya, yang menjanjikan upah itu boleh juga orang yang lain yang
mendapat persetujuan dari orang yang kehilangan.
3. Pekerjaan, yaitu mencari barang yang hilang.
4. Upah, disyaratkan keadaan upah dengan barang/benda yang tertentu.
SIGHAH AKAD JI’ALAH
Akad ji’alah adalah komitmen berdasarkan kehendak satu pihak, sehingga akad ji’alah tidak terjadi kecuali dengan
adanya shigah dari yang akan memberi upah (ja’il) dengan shigah-shigah dalam definisi di atas dan yang
sejenisnya.
• Shigah ini berisi izin untuk melaksanakan dengan permintaan yang jelas, menyebutkan imbalan yang jelas, dan
diinginkan secara umum serta adanya komitmen untuk itu memenuhinya. Apabila seseorang pelaksana akad
(‘amil) memulai pekerjaan ji’alah tanpa izin dari pemberi upah atau ia memberi izin kepada seseorang tapi
yang mengerjakannya orang lain, maka orang itu tidak berhak mendapatkan apa-apa.
• Juga tidak disayaratkan adanya ucapan qabul (penerimaan) dari ‘amil (pelaksana), sekalipun ja’il telah
mengkhususkan orang itu untuk melaksanakan akad ji’alah tersebut, karena akad ini merupakan komitmen
dari satu pihak sebagaimana telah dijelaskan di atas. Akad ji’alah diperbolehkan dikhususkan untuk orang
tertentu saja atau untuk umum. Seorang ja’il juga dibolehkan untuk memberikan bagi orang khusus imbalan
tertentu dan bagi orang lain imbalan yang berbeda.
PEMBATALAN JI’ALAH
Hikmah yang dapat dipetik adalah dengan ji’alah dapat memperkuat persaudaraan dan persahabatan,
menanamkan sikap saling menghargai dan akhirnya tercipta sebuah komunitas yang saling tolong-
menolong dan bahu-membahu. Dengan ji’alah, akan terbangun suatu semangat dalam melakukan sesuatu
bagi para pekerja.