Enrekang memiliki potensi wilayah sebesar 51.890 Ha, sementara yang sudah termanfaatkan baru sebesar 13.605 Ha (26,22 %), sehingga ada sekitar 38.285 Ha (73,78 %) menjadi peluang yang belum termanfaatkan sampai saat ini. Populasi sapi perah mengalami peningkatan dari tahun ke tahun yaitu tahun 2006 sebanyak 1.056 ekor menjadi 1.581 ekor pada tahun 2008, dengan peningkatan ini menunjukkan bahwa masyarakat Kabupaten Enrekang sudah melihat prospek pengembangan sapi perah yang dapat meningkatkan pendapatan dan pengembangan sapi perah di Kabupaten Enrekang mendapat perhatian khusus dari pemerintah daerah, propinsi dan pusat Usaha sapi perah di Kabupaten Enrekang Masih bersifat usaha sampingan. Masyarakat memiliki pekerjaan pokok sebagai petani dan ada juga sebagai pegawai negeri sipil. Sistem pemeliharaan sapi perah di Kabupaten Enrekang dilakukan oleh keluarga atau pemilik ternak sendiri tanpa menggunakan tenaga kerja. Budaya masyarakat kabupaten Enrekang untuk memelihara sapi perah yang tinggi dan motivasi peternak yang besar membuat usaha sapi perah bisa sukses. Di kabupeten Enrekang memelihara sapi perah sudah merupakan budaya dalam artian turun temurun. Motivasi peternak juga tinggi, mereka dalam memelihara sapi dengan sungguh-sungguh. hal-hal yang membuat sapi perah berkembang adalah bimbingan dan motivasi dari peternak itu sendiri. Sarana dan prasarana yang mendukung menjadi kekuatan dalam usaha sapi perah di kabupaten Enrekang. Salah Satu Produk Susu Sapi Perah yang paling khas di Enrekang Yaitu Dangke.
Kandungan gizi dangke susu sapi juga beragam.
Persentase kadar abu berkisar antara 1,9-2,4%, kadar lemak antara 8,8-21,6% dan kadar protein antara 15,7-33,3%. Belum adanya standarisasi pengolahan dangke di kabupaten Enrekang menyebabkan masyarakat membuat dangke sesuai dengan kebiasaan dan pengalaman masing-masing yang diperoleh secara turun menurun. Kualitas bahan baku, jenis dan level enzim penggumpal, metode pengolahan, dan penyimpanan produk akan mempengaruhi kualitas keju yang dihasilkan Kelemahan dalam usaha sapi perah di Kabupaten Enrekang adalah sumber permodalan usaha masih kurang, kelembagaan kelompok dan ketersediaan bahan baku (bibit) yang masih kurang. Sumber permodalan yang masih kurang menjadi penghambat peternak dalam melakukan usaha sapi perah, modal yang diperlukan dalam usaha sapi perah cukup tinggi. Kelembagaan kelompok yang masih lemah (Koperasi) di kabupaten Enrekang belum dilaksanakan dengan baik. Tidak adanya koperasi untuk memasarkan produk (Dangke) menjadi penghambat, pada umumnya peternak menjual langsung di rumahnya atau membawanya ke pasar. Kurangnya bahan baku (bibit) membuat peternak mengalami kesulitan dalam melakukan budidaya sapi perah, bibit yang mereka peroleh dari pulau Jawa dengan harga yang tinggi