Koepang Tempo Doeloe adalah sebuah legenda bermakna sejarah karena peristiwa- peristiwa yang dialami penduduk pemula disuatu lokasi negeri yang sepi diliputi hutan belukar adalah sebuah peristiwa sejarah yang berproses dari masa ke masa sampai terbentuknya nama Koepang. Negeri yang sepi tersebut, awalnya hanya terdapat dua kampung tradisional yaitu kampung kaisalun dan kampung Bani Baun.
Menurut Memorie Resident Karthaus pada abad ke – 17 berturut-turut tiba
Koepang, 4 rombongan suku, yaitu : Suku Pitais yang dari Takaeb dan Pasi (Swapraja Fatuleu). Kepalanya diangkat sebagai Raja Koepang selaku Fettor. Diberi tempat kediaman di Polla (Oepura). Suku Amaabi dari Amanuban. Rombongan Amaabi diterima baik oleh Raja Koepang dan diberi tempat tingat di dekat Kebon Raja di Bonipoi (Sebelah Gereja Katolik). Kelompok ini membentuk kerajaan Amaabi Tambaring. Suku Taebenu, berasal dari pegunungan Mollo. Kepala suku diterima baik oleh Raja, diberi tempat kediaman di Baumata, kemudian membentuk kerajaan Taebenu. Suku Sonbai, diutus oleh Sonbai Besar (Di Paeneno – O’enam). Kepalanya bernama Baki Bena Sonbai. Rombongan diterima baik oleh Raja, diberi tempat di bukit sebelah Barat Benteng Portugis (Sekarang Nunhila). Kemudian pindah ke Bakunase dan membentuk kerajaan Sonbai kecil. Awalnya Koepang Tempo Doeloe, bagi orang Helong dinamakan “Kai Salun-Buni Baun”. SEJARAH PERKEMBANGAN KOTA KUPANG Untuk meningkatkan pengamanan Kota Kupang maka pada tanggal 23 April 1886 oleh Residen Creeve telah ditetapkan batas-batas Kota Kupang yang diumumkan dalam lembaran LUAS 2 Km2 Negara Nomor 171 tahun 1886 dengan luas wilayah kurang dari 2 Km2 . Oleh karena itu pada tanggal 23 April 1886 ditetapkan sebagai hari lahir Kota Kupang.
Dengan terbentuknya Kota Administratif Kupang, luas Kota
LUAS 90,45 Km2 Kupang dalam Rencana Induk Kupang (1980-1990) adalah 9.044,54 Ha. Dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1996 ditetapkan Kota Kupang men-jadi Kotamadya Daerah Tingkat II Kupang dengan luas wilayah 180,27 Km2 atau 18,027 Ha . Perkembangan ini memberikan dampak terhadap perluasan wilayah Kota Kupang yang semula terdiri dari 5 (lima) BWK menjadi 7 (tujuh) BWK.