Anda di halaman 1dari 38

Total atrioventricular block :

A case series with review of


the literature
dr. Roy Vanesta Butarbutar

Narasumber: Pembimbing:
dr. Priyandini Wulandiri, Sp.JP dr. Ade Fitra
dr. Putri Maulina
PENDAHULUAN
Atrioventrikular Blok (AV Blok)
Atrioventrikular blok (AV blok) Gangguan system konduksi dari AV
didefinisikan sebagai gangguan atau node akan menyebabkan penurunan
hambatan pada konduksi listrik frekuensi jantung dan menjadi
jantung dari atrium ke ventrikel ireguler, hal ini akan menyebabkan
akibat adanya abnormalitas sistem penurunan cardiac output, dan akan
konduksi pada AV node ataupun timbul berbagai gejala akibat
serabut purkinje. penurunan cardiac output seperti:
- Sinkop atau pre-sinkop
- Pusing, rasa berat di kepala, atau
vertigo
- Sesak nafas, nyeri dada atau gejala
gagal jantung
- Lemas, sindrom fatique atau
gangguan beraktivitas
- Penurunan kesadaran
Berdasarkan etiologi, AV blok
dibedakan menjadi idiopatik
dan didapat (acquired).
Atrioventrikular blok idiopatik
adalah AV blok yang
penyebabnya adalah
kongenital.

Sedangkan AV blok yang


didapat adalah AV blok yang
disebabkan oleh beberapa
keadaan yang mengganggu
konduksi jantung yang
penyebabnya dapat dibedakan
menjadi penyebab ekstrinsik
dan intrinsik.

J. Vogler, Gunter B., and Lars E. Bradyarrhythmias and Conduction Blocks Rev Esp Cardiol. 2012;65(7):656–667
Modalitas utama penegakan Berdasarkan EKG, AV blok dibagi
diagnosa AV blok adalah EKG menjadi 3 derajat yaitu :
12 lead.  Derajat 1
 Derajat 2, dibagi menjadi
Pemeriksaan EKG 12 lead - Derajat 2 tipe 1
pada kasus AV blok dapat (Mobitz1/Wenckebach)
menegakkan diagnosa
sekaligus dapat menentukan -Derajat tipe 2 (Mobitz 2)
derajat dari AV blok.  Derajat 3 atau total AV blok
AV blok derajat 1

Kriteria EKG:
 Irama sinus
 Regular
 PR interval >0.20 detik
 Kompleks QRS normal (0.06-0.10 sec)5,8

www.emedicine.Medscape.com Atrioventricular block


AV blok derajat 2
tipe 1 (Mobitz 1/ Wenckebach)

Kriteria EKG:
 PR interval memanjang secara progresif sampai
terjadi drop beat (kompleks QRS yang hilang).
 Kompleks QRS biasanya normal (0.06-0.10 sec)

www.emedicine.Medscape.com Atrioventricular block


AV blok derajat 2
tipe 1 (Mobitz 2)

Kriteria EKG:
 PR interval normal atau memanjang tetapi
konstan, dan dijumpai drop beat.
 Kompleks QRS biasanya lebar (0.10 sec)
www.emedicine.Medscape.com Atrioventricular block
AV blok derajat 3
QRS QRS QRS QRS

P P P P

Kriteria EKG
- Gelombang P dan gelombang QRS saling tidak ada
hubungan
- Kompleks QRS bisa sempit dan lebar

www.emedicine.Medscape.com Atrioventricular block


Prinsip tatalaksana
AV blok
 Untuk tatalaksana awal,
seluruh derajat AV blok
ditatalaksana sesuai
algoritma ACLS untuk
bradiaritmia dengan
nadi.
 AV blok derajat 1 dan
derajat 2 tipe 1 biasanya
asimtomatik sehingga
tidak memerlukan
pemasangan pacemaker,
tetapi jika bergejala
tetap memerlukan
pemasangan pace maker.
KASUS 1
Laki-laki, 74 tahun, datang dengan keluhan sesak nafas
dan lemas sejak hari SMRS terjadi tiba-tiba.
Dari riwayat penyakit sekarang dijumpai batuk berdahak dan demam.
Tidak dijumpai keluhan sindrom koroner akut. Dari riwayat penyakit
terdahulu diketahui pasien menderita hipertensi dan rutin berobat.
Tidak sedang mengkonsumi obat selain obat hipertensi.
Dari pemeriksaan fisik dijumpai kesadaran apatis, tekanan darah160/80
mmHg, frekuensi jantung 38x/I, frekuensi nafas 32x/I dan saturasi
oksigen 93%.
Pada pemeriksaan fisik paru dijumpai suara nafas tambahan berupa
ronchi basah di kedua lapangan paru dan pemeriksaan fisik lain dalam
batas normal.
Dari pemeriksaan darah dijumpai kadar Hb 10.7 g/dl, leukosit
13.540/uL. Dilakukan pemeriksaan foto thorax tampak
gambaran kardiomegali. Dari pemeriksaan EKG dijumpai tidak
adanya hubungan antara gelombang P dan kompleks QRS.
Dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
yang dilakukan, pasien didagnosa dengan TAVB dan
bronkopneumonia.
Pasien ditatalaksana dengan pemberian sulfas atropin sampai dosis
maksimal 3 mg, kemudian pemberian dobutamin dosis mulai 2
mcg/kgbb/menit, infus Nacl 0.9% 500cc/12 jam serta pengobatan untuk
bronkopnemumonia.
Selain terapi medikamentosa, pada pasien ini juga direncanakan untuk
pemasangan temporary pace maker (TPM) menunggu perbaikan kondisi
imbalans elektrolit pada pasien
Pada hari rawatan ke-3, dilakukan pemasangan TPM pada pasien,
setelahnya didapatkan kontak yang sudah membaik dari pasien dan
tingkat kesadaran menjadi komposmentis.
Pada hari rawatan ke-5 pasien gelisah dan didapatkan gambaran EKG
di monitor lost capture, saat dinilai ulang, terjadi pergeseran posisi
TPM lalu dilakukan reposisi TPM dan setelah reposisi keadaan umum
pasien kembali membaik

Pada hari rawatan ke-7, setelah keadaan umum pasien membaik,


dilakukan pemasangan permanent pace maker (PPM) pada pasien, tipe
pace maker yang dipasang adalah tipe ventrikel (VVI) dengan sensor
mode. Pertimbangan pemilihan mode sensor pada pasien ini adalah
usia pasien yang sudah tergolong lanjut usia. Setelah pemasangan
pace maker keadaan umum pasien semakin membaik sampai pasien
bisa dirawat jalan dengan total lama perawatan selama 10 hari.
KASUS 2
Perempuan, 68 tahun, datang dengan keluhan sesak nafas
sejak 1 minggu SMRS, sesak nafas memberat dengan aktifitas
Tidak dijumpai keluhan batuk dan demam pada pasien. Selain sesak
nafas pasien juga mengeluhkan lemas. Dari riwayat penyakit terdahulu
diketahui memiliki riwayat penyakit jantung dan disarankan untuk
menjalani pemasangan stent di pembuluh darah jantung tetapi pasien
menolak. Pasien juga tidak sedang mengkonsumsi obat apapun.
Dari pemeriksaan fisik dijumpai kesadaran pasien kompos mentis,
tekanan darah 190/100 mmHg, frekuensi nadi 33x/menit, frekuensi
pernafasan 24x/menit dan pemeriksaan fisik lain dalam batas normal.
Dari pemeriksaan penunjang didapatkan peningkatan ureum dan
kreatinin, hiperkalemia (6 meq/l).
Pada pemeriksaan foto thorax tampak gambaran
kardiomegali, selanjtunya dilakukan pemeriksaan EKG
dan didapatkan gambaran total AV blok.
Berdasarkan seluruh pemeriksaan tersebut, pasien didiagnosa
dengan total AV blok dengan diagnosa banding penyebabnya
adalah proses degenerative, sindrom koroner akut dan
hyperkalemia disertai diagnosa sekunder gagal ginjal akut
karena dijumpai peningkatan fungsi ginjal dan hiperkalemia.
Sebagai tatalaksana awal di ruang emergensi, pasien diberikan infus Nacl
0.9% 500 cc/12 jam, drip acetylsistein dalam 500 cc Nacl 0.9% habis dalam
6 jam , dan koreksi hyperkalemia dengan pemberian insulin disertai bolus
dextrose 40%, injeksi calcium glukonas dan Ca polystylene sulfonate
(kalitake)/8 jam per oral.
Pasien dirawat inap dengan rencana diagnostik selanjutnya pemeriksaan
troponin untuk menegakkan diagnosa banding ACS, elektrolit post koreksi
dan dikonsultasikan ke bagian penyakit dalam untuk penanganan gagal ginjal
akut pada pasien ini.
Setelah perbaikan kondisi imbalans elektrolit pasien, pada hari rawatan
keempat, dilakukan pemasangan TPM sekaligus angiografi pada pasien.
Pemasangan berjalan lancar tanpa komplikasi selama dan setelah pemasangan.
Setelah pemasangan TPM keadaan umum pasien membaik dengan sesak nafas
sudah tidak ada dan keluhan lemas berkurang.

Pada angiografi tidak ditemukan kelainan pada pembuluh darah coroner dan
hasil angiografi disimpulkan normal. Berdasarkan hasil angiografi tersebut
diagnose banding TAVB akibat penyakit jantung koroner disingkirkan.

Pada hari ke-9 rawatan dilakukan pemasangan PPM pada pasien ini. Pemasangan
PPM dengan generator model VVIR yang dilakukan pada pasien ini berjalan
lancer tanpa komplikasi selama dan setelah pemasangan. Pertimbangan
pemilihan model pacemaker VVIR pada pasien ini dikarenakan pasien masih
dalam keadaan produktif sehari-harinya.
Setelah pemasangan PPM,
kondisi pasien terus
membaik, dengan tanda
vital selalu stabil dengan
heart rate 60-130x/menit
dan evaluasi EKG yang
dilakukan setiap hari selalu
menunjukkan irama sinus
ritme sampai akhirnya
pasien boleh rawat jalan
dengan total perawatan
selama 12 hari.
DISKUSI
Dari kasus pertama dan kedua
didapatkan keluhan utama
pasien datang ke instalasi
gawat darurat adalah sesak
nafas dan lemas yang Penurunan
Cardiac
merupakan keluhan yang Output

sesuai dengan keluhan utama


pada kasus gangguan system
konduksi jantung yang salah
satunya adalah AV blok.

J. Vogler, Gunter B., and Lars E. Bradyarrhythmias and Conduction Blocks Rev Esp Cardiol. 2012;65(7):656–667
Untuk etiologi AV blok pada kedua
kasus, proses degenerative merupakan
penyebab utama yang dicurigai pada
kedua kasus diatas. Hal ini dilihat dari
usia kedua pasien yang sudah tergolong
usia lanjut, dan dari anamnesa dan
pemeriksaan yang dilakukan pada
pasien tidak mengarah ke penyebab AV
blok lainnya.
Berdasarkan penyebabnya AV blok dapat
dibedakan menjadi AV blok idiopatik
dan AV blok didapat. AV blok idiopatik
adalah AV blok yang disebabkan oleh
proses degenerative dan kongenital.
Sedangkan AV blok didapat dapat
disebabkan oleh banyak hal yang
dikelompokkan menjadi penyebab
intrinsik dan ekstrinsik.
J. Vogler, Gunter B., and Lars E. Bradyarrhythmias and Conduction Blocks Rev Esp Cardiol. 2012;65(7):656–667
Untuk penegakan diagnosa total Av blok pada pasien ini,
modalitas yang digunakan hanya pemeriksaan EKG 12 lead.

Adapun beberapa pemeriksaan lain yang dapat membantu


menegakkan diagnose AV blok adalah pemeriksaan
laboratorium, pemeriksaan radiologi, echocardiography dan
pemeriksaan elektrofisiologi jantung.
Namun, seluruh literatur menyatakan modalitas utama
penegakan diagnose AV blok adalah pemeriksaan EKG 12 lead.
Selain untuk menegakkan diagnose AV blok, pemeriksaan EKG
12 lead juga dapat menentukan derajat dari AV blok.

www.emedicine.Medscape.com Atrioventricular block


Dalam hal penatalaksanaan,
dijumpai penatalaksanaan awal
yang berbeda pada kedua kasus.
Pada kasus pertama dilakukan
penanganan awal berupa injeksi sulfas
atropine dan pemberian drip dobutamin.
Hal ini dikarenakan AV blok yang terjadi
pada pasien di kasus pertama sampai
menyebabkan ketidakstabilan
hemodinamik yang ditandai dengan
adanya penurunan kesadaran.
Sedangkan untuk pasien kasus kedua
tidak dilakukan penanganan yang sama
dikarenakan kondisi hemodinamik
pasien kedua masih stabil.
Setelah dilakukan penanganan
awal, pasien pada kedua kasus
dirawat inap untuk rencana
pemasangan pacemaker. Alasan
pemasangan pacemaker pada
kedua pasien sudah sesuai dengan
indikasi pemasangan pacemaker
pada pasien gangguan konduksi
jantung.

www.escardio.org/gudilines 2013 ESC Guidelines on cardiac pacing and cardiac resynchronization therapy
Perbedaan lain yang bisa ditemukan
pada kedua kasus diatas alah tipe
pacemaker yang digunakan oleh
kedua pasien. Kedua pasien sama-
sama menggunakan pacemaker tipe
ventrikel atau yang biasa disebut
dengan tipe VVI.
Pemilihan tipe VVI pada kedua pasien
didukung oleh literatur yang
diterbitkan oleh ESC yang berjudul
European Society of Cardiogy (ESC)
pada tahun 2013 yang berjudul ESC
Guidelines on cardiac pacing and
cardiac resynchronization therapy.

www.escardio.org/gudilines 2013 ESC Guidelines on cardiac pacing and cardiac resynchronization therapy
Setelah dilakukan pemasanagn pacemaker pada kedua
pasien. Pasien pada kasus pertama dan kasus kedua sama-
sama menunjukkan respon yang baik ditandai dengan
frekuensi jantung yang selalu berada dalam frekuensi
normal dan regular, serta keadaan umum pasien terutama
keadaan hemodinamik pasien stabil.

Respon yang baik yang ditunjukkan kedua pasien setelah


perawatan menyebabkan kondisi pasien terus stabil hingga
beberapa hari setelah pemasangan pacemaker dan
akhirnya kedua pasien dapat menjalani rawat jalan.
KESIMPULAN
 Atrioventrikular blok (AV blok) merupakan salah satu jenis bradiaritmia yang
sering dijumpai, AV blok dapat menyebabakan gangguan hemodinamik
dikarenakan penurunan cardiac ouput.
 Dalam penegakan diagnose AV blok, pemeriksaan fisik yang khas yang bisa
dijumpai adalah keadaan bradikardia yang bisa reguler ataupun ireguler.
Modalitas utama pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosa
bradikardia adalah pemeriksaan EKG.
 Tatalaksana awal pasien AV blok ditentukan dengan keadaan hemodinamik awal
pasien, jika hemodinamik tidak stabil, penanganan AV blok sesuai algoritma
tatalaksana bradiaritmia dengan nadi yaitu dengan pemberian sulfas atropine
dan golongan inotropic. Sedangkan pada pasien dengan hemodinamik stabil,
diperlukan pemasangan pace maker, tetapi harus dipastikan terlebih dahulu
bahwa penyebab AV blok pada pasien adalah penyebab yang irreversible,
karena penyebab yang reversibel tidak diindikasikan untuk pemasangan
pacemaker.
DAFTAR PUSTAKA
1. Alexander R. W., Riaz K., Sander G. E., Yang E., etc. Hypertension. Medscape.
USA. 2018.
2. Bradycardia with pulse algorithm. ACLS training centre. 2017.
3. Vogler J., Gunter B., Lars E. Bradyarrhythmias and Conduction Blocks. Rev Esp
Cardiol. Germany. 2012.
4. Overton T. D., Francisco T., Gary S., Erik D. S., Daniel J. D. Sinus bradycardia.
Medscape. USA. 2018.
5. Firdaus I., Anna U. R., A.Fauzi Y., Antonia A. L., dkk. Panduan praktik klinis (PPK)
dan clinical pathway (CP) penyakit jantung dan pembuluh darah edisi pertama.
Perhimpunan dokter spesialis kardiovaskular Indonesia. Jakarta. 2016.
6. Bradycardia with pulse algorithm. ACLS training centre. 2017.
7. Rampengan H. S. Buku praktis kardiologi. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta. 2014.
8. Sandesara M. C., Brian O., Francisco T.,Steve J. C., Jose M. D. Atrioventricular
block. Medscape. USA. 2017
9. Brignole M., Auricchio A., Gonzalo B, Pierre B., etc. ESC Guidelines on cardiac
pacing and cardiac resynchronization therapy. The eruropean society of
cardiology. Italy. 2013.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai