Anda di halaman 1dari 30

TANAMAN YANG BERKHASIAT SEBAGAI ANTIDIARE

Yogi Rahman Nugraha


5417221101

PROGRAM MAGISTER FARMASI FAKULTAS FARMASI


UNIVERSITAS PANCASILA
JAKARTA
2019
LATAR BELAKANG
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan yang masih
merupakan masalah kesehatan terbesar di Indonesia. Diare merupakan penyakit
berbahaya karena dapat mengakibatkan kematian dan dapat menimbulkan kejadian luar
biasa (KLB).

Penyebab utama kematian pada diare adalah dehidrasi yaitu sebagai


akibat hilangnya cairan dan garam elektrolit pada tinja diare (Depkes
RI, 1998). Keadaan dehidrasi kalau tidak segera ditolong 50-60%
diantaranya dapat meninggal.

Peran orang tua yang paling penting. Tingkat pengetahuan orang tua
tentang diare pada balita sangat berpengaruh terhadap penatalaksanan dan
pencegahan terhadap diare.
DIARE

Menurut WHO (1999) secara klinis diare didefinisikan


sebagai bertambahnya defekasi (buang air besar) lebih dari
biasanya/lebih dari tiga kali sehari, disertai dengan
perubahan konsisten tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa
darah. Secara klinik dibedakan tiga macam sindroma diare
yaitu diare cair akut, disentri, dan diare persisten.

Sedangkan menurut menurut Depkes RI (2005), diare


adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya
perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang
melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi
buang air besar biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari.
PENYEBAB DIARE
1 • Infeksi oleh bakteri pathogen, misalnya bakteri E.Colie

2 • Infeksi oleh kuman thypus (kadang-kadang) dan kolera

3 • Infeksi oleh virus, misalnya influenza perut dan ‘travellers diare’

4 • Akibat dari penyakit cacing (cacing gelang, cacing pita)

5 • Keracunan makanan dan minuman

6 • Gangguan gizi
• Pengaruh enzim tertentu
7

8 • Pengaruh saraf (terkejut, takut, dan lain sebagainya)


PENULARAN DIARE
Kontak langsung dengan tinja yang terinfeksi :

Makanan dan Sumber air yang


Mencuci dan
Minuman tercemar
memakai botol
susu yang tidak
Mainan yang bersih Mencuci tangan
terkotaminasi tidak bersih
Jenis Diare
 Diare akut: yaitu diare yang berlangsung kurang dari empat belas

hari (umumnya kurang dari tujuh hari).


 Disentri; yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya.

 Diare persisten; yaitu diare yang berlangsung lebih dari empat belas

hari secara terus menerus.


 Diare dengan masalah lain; anak yang menderita diare (diare akut

dan persisten) mungkin juga disertai penyakit lain seperti demam,


gangguan gizi atau penyakit lainnya.

Departemen Kesehatan RI (2000)


Gejala dan Akibat Diare

1. Gejala Diare
 Bayi atau anak menjadi cengeng dan gelisah yang disertai
dengan suhu tubuhnya meningkat.
 Tinja bayi encer, berlendir, atau berdarah.
 Warna tinja kehijauan akibat bercampur dengan cairan
empedu.
 Anusnya lecet.
 Gangguan gizi akibat intake (asupan) makanan yang kurang.
 Muntah sebelum atau sesudah diare.
 Hipoglikemia (penurunan kadar gula darah).
 Dehidrasi (kekurangan cairan).
2. Akibat Diare

Gangguan
Dehidrasi
Pertumbuhan
Pencegahan Diare
 Penyiapan makanan yang higienis

 Penyediaan air minum yang bersih

 Sanitas air yang bersih.

 Kebersihan perorangan.

 Cucilah dengan sabun sebelum dan makan

 Biasakan buang air besar pada tempatnya (WC, toilet, jamban)

 Tempat buang sampah yang memadai

 Berantas lalat agar tidak menghinggapi makanan.

 Lingkungan hidup yang sehat.


Patofiologi
Diare Inflamasi
Invasi bakteri
Sitotoksin
Diare non inflamasi
Enterotoksin
Osmotik
• Bahan yang tidak diserap mengakibatkan
osmolaritas dalam lumen
Sekretorik
• Gangguan tranfor elektrolit
Eksudatif
• Inflamasi kerusakan mukosa usus
Motilitas
• Pencernaan usus/ transit di usus lebih
cepat
Pengobatan Diare

Kemoterapi Obstipansia Probiotik


Spasmolitik

• Sulfonamide • Loperamid • Atropin sulfat • Lactobacillus


• Tannin • Bifidobacteri
• Kaolin a
Tanaman Daun Beluntas

Kingdom : Plantae
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Asteridae
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae
Genus : Pluchea
Spesies : Pluchea indica (L.) Less.
(Damilarta, 1999)
Pembahasan

Golongan senyawa aktif dalam daun beluntas antara lain fenol


hidrokuinon, tanin, alkaloid, steroid dan minyak atsiri. Senyawa
tanin bersifat sebagai astringent, dengan menciutkan permukaan
usus atau zat yang bersifat proteksi terhadap mukosa usus dan
dapat menggumpalkan protein. Oleh Karena itu senyawa tanin dapat
membantu menghentikan diare. Daun beluntas juga mempunyai
aktivitas farmakologi antiseptik terhadap bakteri penyebab diare yaitu
Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan Salmonella typhimurium
Tabel 1. Hasil Analisis Kimia Bubuk Daun Beluntas

Parameter Hasil Analisis

Tannin 20180.04 ppm

Fenol 2124.48 ppm GAE

Rendemen 26.47
Analisis Ekstrak Daun Beluntas
Kadar Tanin

Tanin merupakan senyawa golongan polifenol yang bersifat polar. Metode uji
kuantitatif tanin menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan panjang
gelombang 620 nm.
Tabel 2. Rerata Pengaruh Perlakuaan Metode Ekstraksi Serta Rasio Bahan
Dengan Pelarut Terhadap Kadar Tanin Ekstraksi Daun Beluntas
Jenis Tepung Rasio Bahan dengan Kadar Tanin (ppm) BNT 5%
Pelarut (b/v)
Maserasi 1:5 65212.84 ± 567.78 a 2461.70
1:7.5 70381.20 ± 2520.11 b
1:10 80329.58 ± 1463.83 c
Infusa 1:5 37989.13 ± 107.27 a 2461.70
1:7.5 40506.58 ± 865.67 b
1:10 50273.48 ± 1381.93 c
Total Fenol
Senyawa fenol adalah kelompok metabolit sekunder yang
ditemukan dalam jaringan tanaman. Pengukuran total fenol
menggunakan metode pewarnaan dengan reagen Folin Ciocalteu
yang didasarkan pada kekuatan reduksi gugus hidroksil aromatik dengan komplek
fosfomolibdat dari reagen Folin Ciocalteu.
Tabel 3. Rerata Pengaruh Perlakuan Metode Ekstraksi Serta Rasio Bahan dengan Pelarut
Terhadap Total Fenol Ekstrak Daun Beluntas

Jenis Tepung Rasio Bahan dengan Total Fenol (ppm BNT 5%


Pelarut (b/v) GAE)

1:5 4717.90 ± 40.41 a


Maserasi 1:7.5 4899.02 ± 18.58 b 64.72
1:10 5104.08 ± 18.39 c
1:5 3135.65 ± 37.15 a
Infusa 1:7.5 3306.50 ± 12.52 b 64.72
1:10 3541.86 ± 63.91 c
Keterangan: Angka didampingi huruf yang tidak sama menunjukkan berbeda nyata
(α=0.05)
Rendemen
Rendemen ekstrak dihitung dengan membagi berat (gram)
ekstrak yang diperoleh dengan berat (gram) bahan kering yang di
ekstrak dikalikan 100%.

Tabel 4. Rerata Pengaruh Perlakuan Metode Ekstraksi Serta Rasio Bahan dengan Pelarut
Terhadap Rendemen Ekstrak Daun Beluntas
Jenis Tepung Rasio Bahan dengan Pelarut Total Fenol (ppm GAE) BNT 5%
(b/v)
1:5 7.56 ± 0.30 a
Maserasi 1:7.5 9.21 ± 0.20 b 0.69
1:10 12.19 ± 0.20 c
1:5 14.18 ± 0.61a
Infusa 1:7.5 16.05 ± 0.26 b 0.69
1:10 18.55 ± 0.52 c
Keterangan: Angka didampingi huruf yang tidak sama menunjukkan berbeda nyata
(α=0.05)
Uji Antibakteri
Uji antibakteri dilakukan untuk mengetahui penghambatan
terhadap bakteri patogen, bakteri patogen yang digunakan
adalah Salmonella typhimurium. Metode yang digunakan dalam uji antibakteri
ekstrak daun beluntas ini adalah metode difusi cakram.

Tabel 5. Diameter Zona Hambat Pertumbuhan Salmonella typhimurium

Perlakuan Daun Beluntas (mm)


Kontrol (-) -
Kontrol (+) amoxilin 1% 13.15
Ekstrak 5% 6.85
Ekstrak 10% 7.55
Ekstrak 15% 9.45
Pengujian Efek Antidiare Secara In
vivo

Tabel 6. Saat Mulai Terjadi Diare

Perlakuan Saat Mulai Terjadi Diare (menit)

Kontrol negatif (mencit tidak mengalami diare) 0a

Kontrol positif ( diare tanpa perlakuan) 81.25 ± 13.15 b

Kontrol obat (diare dengan perlakuan) 82 ± 12.35 b

P1 (diare dengan perlakuan dosis 150 mg/kg bb) 82.5 ± 10.41 b

P2 (diare dengan perlakuan dosis 300 mg/kg bb) 87.5 ± 14.43 b

P3 (diare dengan perlakuan dosis 600 mg/kg bb) 81.5 ± 8.74 b

Keterangan: Angka didampingi huruf yang tidak sama menunjukkan berbeda nyata (α=0.05)
Penentuan Konsistensi Feses
Dalam penentuan konsistensi feses dilakukan dengan melihat bentuk
feses yang terjadi, dapat dikategorikan menjadi 3 kelompok,
yaitu konsistensi feses berlendir atau berair, konsistensi feses lembek, dan
konsistensi feses normal.
Tabel 7. Konsistensi Feses Berlendir atau Berair
Perlakuan Lama Terjadinya Berat Feses (g) Diare DiameterSerapan Air (cm)
(menit)
Kontrol negatif (mencit tidak mengalami 0a0a 0.058 ± 0.008 a
diare)
Kontrol positif ( diare tanpa perlakuan) 230 ± 8.16 d 1.6 ± 0.258 b 0.174 ± 0.008 b

Kontrol obat ( dengan obat loperamid) 190 ± 15.81 b 1.5 ± 0.182 b 0.166 ± 0.009 b

P1 (diare dengan perlakuan dosis 150 232.5 ± 2.89 d 1.7 ± 0.141 b 0.169 ± 0.153 b
mg/kg bb)
P2 (diare dengan perlakuan dosis 300 212.5 ± 6.45 c 1.55 ± 0.129 b 0.171 ± 0.120 b
mg/kg bb)
P3 (diare dengan perlakuan dosis 600 193.75 ± 4.79 b 1.47 ± 0.170 b 0.165 ± 0.115 b
mg/kg bb)

Keterangan: Angka didampingi huruf yang tidak sama menunjukkan berbeda nyata (α=0.05)
Konsistensi Feses Lembek
Parameter yang dilihat dari kategori ini yaitu lama terjadinya
diare, diameter serapan air, dan berat feses. Hasil yang diperoleh
dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Konsistensi Feses Lembek


Perlakuan Lama Terjadinya Berat Feses (g) Diare DiameterSerapan Air (cm)
(menit)
Kontrol negatif (mencit tidak mengalami 0a0a 0.052 ± 0.007 a
diare)
Kontrol positif ( diare tanpa perlakuan) 577.5 ± 41.13 d 0.4 ± 0.141 b 0.111 ± 0.010 b

Kontrol obat ( dengan obat loperamid) 325 ± 14.72 b 0.37 ± 0.096 b 0.111 ± 0.006 b

P1 (diare dengan perlakuan dosis 150 402.5 ± 6.45 c 0.45 ± 0.058 b 0.107 ± 0.008 b
mg/kg bb)
P2 (diare dengan perlakuan dosis 300 372.5 ± 6.45 c 0.47 ± 0.126 b 0.115 ± 0.014 b
mg/kg bb)
P3 (diare dengan perlakuan dosis 600 321.25 ± 6.29 b 0.37 ± 0.096 b 0.108 ± 0.139 b
mg/kg bb)

Keterangan: Angka didampingi huruf yang tidak sama menunjukkan berbeda nyata (α=0.05)
Konsistensi Feses Normal
Parameter yang dilihat dari kategori ini yaitu lama terjadinya
diare, diameter serapan air, dan berat feses. Hasil yang diperoleh
dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Konsistensi Feses Normal


Perlakuan Lama Terjadinya Berat Feses (g) Diare DiameterSerapan Air (cm)
(menit)
Kontrol negatif (mencit tidak mengalami 0a0 0.055 ± 0.009 a
diare)
Kontrol positif ( diare tanpa perlakuan) 853.75 ± 47.85 e 0.048 ± 0.010 a

Kontrol obat ( dengan obat loperamid) 433.25 ± 22.26 b 0.053 ± 0.008 a

P1 (diare dengan perlakuan dosis 150 520 ± 7.50 d 0.055 ± 0.006 a


mg/kg bb)
P2 (diare dengan perlakuan dosis 300 490 ± 10.90 c 0.059 ± 0.009 a
mg/kg bb)
P3 (diare dengan perlakuan dosis 600 435 ± 17.79 b 0.053 ± 0.012 a
mg/kg bb)

Keterangan: Angka didampingi huruf yang tidak sama menunjukkan berbeda nyata (α=0.05)
Rentang Waktu Diare
Rentang waktu diare untuk mengetahui berapa lama diare terjadi
setalah penginduksian bakteri Salmonella typhimurium sampai
feses kembali normal. Dalam mengamati rentang waktu diare, dihitung pada waktu
terbentuknya feses kembali normal dikurangi waktu saat mulai terjadinya diare.
Tabel 10. Rentang Waktu Diare

Perlakuan Total Rentang Waktu Diare (menit)

Kontrol negatif (mencit tidak mengalami diare) 0

Kontrol positif ( diare tanpa perlakuan) 772.5

Kontrol obat (diare dengan perlakuan loperamid) 351.25

P1 (diare dengan perlakuan dosis 150 mg/kg bb) 437.5

P2 (diare dengan perlakuan dosis 300 mg/kg bb) 402.5

P3 (diare dengan perlakuan dosis 600 mg/kg bb) 353.5


KESIMPULAN

 Metode ekstraksi yang sesuai untuk ekstraksi senyawa tanin adalah metode
maserasi menggunakan pelarut etanol 96% dengan rasio bahan dengan
pelarut 1:10 (b/v).
 Ekstrak daun beluntas memiliki efek antibakteri terhadap bakteri Salmonella
typhimurium dengan zona penghambatan konsentrasi minimal 5% dan
mempunyai daya hambat paling baik yaitu dengan konsentrasi 15%.
Perlakuan dosis 3 (dosis 600 mg/kg bb) merupakan dosis ekstrak daun
beluntas yang mempunyai efek sebanding dengan loperamid HCl
DAFTAR PUSTAKA
 Anonim, 1991, Penapisan Farmakologi, Pengujian Fitokimia dan Pengujian Klinik,
23-26, Yayasan Pengembangan Bahan Alam, Jakarta.
 Anonim, 2003, Pemberantasan Penyakit Diare, Profil Kesehatan Propinsi Jawa
 Tengah, 1-3, Pemerintah Propinsi Jawa Tengah.
 Anwar, J., 2000, Farmakologi dan Terapi Obat-Obat Saluran Cerna, 511-562,
 Hipocrates, Jakarta.
 Bicher, J., dan Lotterer, E., 1993, Kumpulan Data Klinik Farmakologi,
diterjemahkan Oleh Widodo U., 305-306, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
 Hargono, D., 1999, Mengikuti Jalannya Upaya Pengembangan Obat Tradisional,
 Media Litbangkes,8 (3&4), 22-26.
 Hutapea, J. R., dan Syamsuhidayat, S. S., 1991, Inventaris Tanaman Obat Indonesia
(1), 490, Departemen Kesehatan Republik Indenesia, Jakarta.
 Jamal, S., dan Suhardi, 1999, Penggunan Obat Tradisional Oleh Anggota Rumah.
 Marcellus, K. S., 2001, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Ketiga, 179-191,
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indenesia, Jakarta.
 Marcellus, K. S., dan Ari, F. S., 2004, Diagnosis dan Penatalaksanaan Diare Kronik
Divisi Gastroenterologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI RSU PN dr. Cipto
Mangunkusumo, Volume 36 (4) 236-245, Jakarta.
 Ngatidjan, 1997, Metode Laboratorium dalam Toksikologi, 32-35, Pusat Antar
 Universitas Bioteknologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
 Sastroamidjojo, S., 2001, Obat Asli Indonesia, 77-78, Dian Rakyat, Jakarta.
 Sunoto,1996, Peran Obat dalam Tatalaksana Diare, Majalah Kesehatan Masyarakat
Indonesia, 24 (6) 359-365.
 Supandiman, I., Jusuf, H., Sudjana, P., Sujatno, M., Rosalia, J., Triani, P., 1997, Uji
Klinik Sediaan yang Mengandung Psidii Folium Extractum, Curcuma Domestica
Rhizoma Extractum dan Attapulgite pada Penderita Diare Akut Non Spesifik,
Majalah Kedokteran Indonesia, 47 (4) 156-161.
 Tjay, T. H., dan Rahardja, K., 2002, Obat-Obat Penting, Khasiat, Penggunaan dan

Efek Sampingnya, Edisi Kelima, 270-279, Efek Media Komputindo, Jakarta.

 Van Steenis, C.G.G.J., 1987, Flora, Diterjemahkan oleh Moeso S., 307-308, Pradnya

Paramita, Jakarta.

 Voigt, R., 1984, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, diterjemahkan oleh Noerono, S.,

Edisi Kelima, 564-575, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

 Yin-Fang, Dai., dan Liu, Cheng-Jun, 2002, Pengobatan Hemat dan Aman dengan

 Ribuan Resep Cina Tradisional, Terapi Buah, 23-25, Prestasi Pustaka, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai