Anda di halaman 1dari 14

 BCS atau Biopharmaceutical Klasssification System

merupakan suatu sistem yang digunakan untuk


membedakan obat berdasarkan kelarutan dan
permeabilitas. Sistem BCS merupakan hasil dari usaha
berkelanjutan dalam analisis yang berkaitan dengan
sistem kinetika dan disolusi obat dalam saluran
pencernaan
 Sistem BCS merupakan pembaharuan dalam dunia
farmasi khususnya dalam pengujian sediaan obat
dimana dengan sistem BCS membantu dalam
mengurangi sederetan tahap dalam pengujian
pengembangan obat baru baik secara langsung
maupun tidak langsung, seperti halnya mengurangi
uiji klinik yang sebenarnya tidak terlalu penting dan
merupakan tahap yang lama dalam pengujian obat
baru dan mendukung sistem penggantian
bioekivalensi dalam pengujian disolusi obat secara in
vitro. Sehingga pengujian obat secara in vivo dapat
diminimalkan.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi bioavailabilitas
suatu obat yaitu:
 1. Faktor Obat (sifat fisiko-kimia)
Sifat fisika-kimia suatu obat sangat mempengaruhi
dalam bioavalabilitas suatu obat, kestabilan zat obat
dalam proses pembuatan atau formulasi obat maupun
pada saat obat masuk kedalam tubuh. Parameter yang
mempengaruhi sifat fisika kimia sauatu obat adalah
kemampuan suatu obat untuk tetap mempertahankan
konsistensinya hingga menghasilkan efek terapi.
 2. Faktor Formulasi Sediaan
Faktor pabrik merupakan faktor yang sangat
mempengaruhi bioavailabilitas suatu obat. Bagaimana
suatu pabrik merancang dan memodifikasi suatu zat
sehingga menghasilkan suatu formulasi sediaan obat
yang memiliki bioavailabilitas yang baik dan
menghasilkan produk obat yang unggul
 3. Faktor Fisiologi dan Patologi saluran cerna.
Faktor Fisiologi saluran cerna sangat berpengaruh
terhadap biovailabilitas suatu obat. Setiap orang
memiliki respon yang berbeda terhadap suatu obat hal
ini dipengaruhi karena keadaan fisiologis patologis
pasien seperti usia, bera badan, penyakit yang
menyertai dan komplikasi terhadap penyakit yang lain
akan mempengaruhi keberhasilan suatu obat dalam
menunjukkan efek terapi.
Dalam BCS zat aktif obat dibagi menjadi beberapa
kelas yaitu:

 1. Kelas I
Permeabilitas tinggi, kelarutan tinggi
Contoh obatnya : metoprolol (antihipertensi
golongan bloker)
Metoprolol merupakan obat yang sangat mudah
diabsorbsi dan kecepatan absorbsinya lebih besar
dibandingkan ekskresinya.
2. Kelas II
Permeabilitas tinggi, kelarutan rendah
Contoh obatnya: glibenclamide (antidiabetes
golongan sulfonilurea)
3. Kelas III
Permeabilitas rendah, kelarutan tinggi
Contoh obatnya : cimetidin (golongan obat
maag/tukak lambung)
4. Kelas IV
Permeabilitas rendah, kelarutan rendah
Contoh obatnya: HCT (hidroklortiazid) (golongan
obat diuretik thiazid)
Contoh obat BCS Kelas II:
Celecoxib
Celecoxib
Rumus Kimia C17H14F3N3O2S

Rumus stuktur -

BM 381,4 g/mol

Melting point 158°C

Log P 3.5

Pka 11.1

-Praktis tidak larut dalam air


Kelarutan -Larut dalam etanol
-larut dalam DMSO

Indikasi Anti inflamasi, analgetik, dan antipiretik sehingga dapat digunakan


untuk mengobati rheumatoid arthritis, osteoarthritis, ankylosing
spondylitis, nyeri akut, dan nyeri menstruasi.
Tingkat kelarutan menurut Farmakope Indonesia

Istilah kelarutan Jumlah bagian pelarut yang diperlukan untuk


melarutkan 1 bagian zat

Sangat mudah larut <1

Mudah larut 1-10

Larut 10-30

Agak sukar larut 30-100

Sukar larut 100-1000

Sangat sukar larut 1000-10.000

Praktis tidak larut >10.000


 Celecoxib termasuk ke dalam BCS kelas II karena
memiliki kelarutan yang tidak bagus dalam air
sehingga menimbulkan masalah dalam ketersediaan
hayati dalam tubuh, sedangkan dalam permeabilitas
dari celecoxib dapat dikatakan bagus dengan nilai Log
P yaitu 3.5, obat dikatakan permeabilitas yang bagus
harus mempunyai nilai Log P >3.
 Sehingga bisa disimpulkan menurut
Biopharmaceutical Classsification System, Celecoxib
termasuk dalam kelas II, karena mempunyai Kelarutan
yang rendah, dan mempunyai Permeabilitas yang
tinggi.
 Formulasi dalam memperbaiki Kelarutan
Celecoxib
 Ada banyak upaya untuk meningkatkan tingkat
disolusi obat. Ini termasuk (a) mengurangi ukuran
partikel untuk menambah luas permukaan; (b)
menggunakan pembawa larut dalam air untuk
membentuk kompleks inklusi; (c) pelarutan dalam
sistem surfaktan; (d) menggunakan pro-narkoba dan
derivatisasi obat; dan (e) manipulasi keadaan padat
zat obat untuk meningkatkan disolusi obat yaitu
dengan mengurangi kristalinitas zat obat melalui
pembentukan dispersi padat
 Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai