Anda di halaman 1dari 48

NINDYO PRAMONO

MAGISTER HUKUM BISNIS FH UGM


31 Agustus 2019
YOGYAKARTA
 Business Judment Rule ( BJR ) : “ the rule shields
directors and officers from liability for
unprofitable or harmful corporate transactions if
the transactions were made in good faith, with
due care and within the directors or officers
authority “.
 Jadi BJR adalah perlindungan hukum bagi direktur
dan jajarannya dari pertanggung jawaban atas
setiap kebijakan atau keputusan bisnis atau
transaksi yang mengakibatkan kerugian bagi
perusahaan , selama kebijakan atau keputusan
bisnis atau transaksi bisnis tersebut dilakukan
dengan itikad baik , penuh kehati-hatian sejalan
dengan tanggung jawab dan wewenangnya.
 BJR dipergunakan untuk melindungi direksi dan
jajarannya dari setiap kebijakan atau keputusan
bisnis atau transaksi bisnis yang dilakukan untuk
kepentingan perseroan sesuai dengan maksud
dan tujuan perseroan , dengan catatan : selama
kebijakan atau keputusan bisnis atau transaksi
bisnis tersebut dilaksanakan sejalan dengan
wewenangnya , untuk kepentingan perusahaan
dan dengan mengedepankan prinsip kehati-
hatian ( prudent ), itikad baik ( goodfaith ) dan
penuh tanggung jawab ( accountable/responsible
) ( Bandingkan : Ps 92 (1) dan (2) jo Ps 97 (1) dan
(2) UUPT ).
 Ps 92(1) UUPT : Direksi menjalankan
pengurusan Perseroan untuk kepentingan
Perseroan dan sesuai dg maksud dan tujuan
Perseroan.
 Ps 92(2) UUPT : Direksi berwenang
menjalankan pengurusan sbgmn dimaksud
pd ayat (1) sesuai dg kebijakan yg dipandang
tepat, dlm batas yg ditentukan dlm UU ini
dan/atau AD.
 Ps 97 (1) UUPT : Direksi bertg jwb ats
pengurusan Perseroan sbgmn dimaksud Ps 92
(1).
 Ps 92 (2) UUPT : Pengurusan sbgmn dimaksud pd
ay (1) wajib dilaksanakan setiap anggota Direksi
dg itikad baik dan penuh tg jawab ( good faith
and responsible ).
 Ps 92 (3) UUPT : Setiap anggota Direksi bertg jwb
penuh sec pibadi atas kerugian Perseroan apabila
ybs bersalah atau lalai menjalankan tugasnnya
sesuai dg kktuan sbgmn dimaksud pd ay (2).
 Tindakan Direksi adalah tindakan kolektif
kolegial.
 Ketika seorang Direktur melakukan perbuatan
hukum , maka tindakan tersebut dianggap
diakui dan disetujui oleh direktur yang lain.
 Ketika Direktur lain tdk setuju dan tidak
mengakui , pertanyaannya : Apakah
Perseroan bertg jwb ?.
 Contoh kasus : Freeman and Lckyer vs
Buckhurst Park Properties ( Mangal ) Ltd.
 Piercing the Corporate Veil ( PVC ) atau
menerobos tabir perseroan. Menurut Black’s Law
Dictionary, pengertian piercing the corporate veil
adalah suatu proses peradilan di mana
pengadilan akan mengabaikan kekebalan yang
biasa dari pengurus perseroan (officers) atau
badan (entities), dari tanggung jawab atau
kesalahan atau pelanggaran dalam melakukan
kegiatan perseroan, dan tanggung jawab pribadi
dikenakan kepada pemegang saham, para
direktur, dan para pejabat perseroan ( Ps 97 (3)
jo Ps 3 (2) UUPT.
 Anggota Direksi tdk dpt dipertg jwbkan atas
kerugian sbmgn dimaksud ay (3) bila dpt
membuktikan : (a). Kerugian tsb bkn krn
kesalahan atau kelalaiannya; (b). Telah melkkan
pengurusan dg itikad baik ( good faith ) dan
kehatian-hatian ( prudent ) utk kepentingan dan
sesuai dg maksud dan tujuan Perseroan;©. Tdk
mempunyai benturan kepentingan baik lsg
maupun tdk lsg atas tindakan pengurusan yg
mengakibatkan kerugian; dan (d). Telah
mengambil tindakan utk mencegah timbul atau
berlanjutnya kerugian tsb.
 PS PT tdk bertg jwb sec pribadi ats perikatan yg
dibuat atas nama PT dan tdk ber tg jwb atas
kerugian PT melebihi saham yg dimiliki ( Ps 3 ).
 Kttn tsb tdk berlaku : a. persyaratan PT sbg BH
blm atau tdk terpenuhi; b. PS ybs baik lsg
maupun tdk lsg dg itikad buruk memanfaatkan
PT utk kepentingan pribadi; c. PS ybs terlibat dlm
PMH yg dilakukan PT; atau d. PS ybs baik lsg/tdk
lsg sec mlwn hkm gunakan kekayn PT yg
akibatkan tdk cukup utk melunasi utang PT.
 Doktrin ini mrpkn rule exception atas prinsip
limited liability. Doktrin ini merupakan upaya
menghapuskan imunitas PS atas PMH PT.
 Pengadilan dpt memutuskan bhw Induk
Perusahan bertg jwb atas tindakan anak
pershn. Jika induk adl PS dlm PT Anak, maka
teori Piercing dpt diterapkan melalui tiga cara
atau test utk menerapkan doktrin Piercing ini.
 Test pertama : mere instrumentality test utk
mengetahui apakah anak persh sepenuhnya
berada di bawah kendali dan dominasi induk;
 Test kedua : fraud or wrong or injustice test
untuk mengetahui apakah pengendalian
induk thp anak persh dpt digunakan utk
mekalkan kecurangan, kesalahan atau
tindakan tdk adil thp penggugat; Test ketiga :
unjust lost injury utk mengetahui apakah
penggugat nyata2 telah dirugikan sbg akibat
perbtn hkm tergugat.
 Dlm praktek Hakim lebih mengedepankan
tercapainya kepastian hkm, dg menggunakan
pendekatan PT sbg BH mandiri. Antara Induk
dan anak adl entitas hkm mandiri.
 Jika ini dikaitkan dg posisi PS , maka posisi PS
dg PT adalah adl subyek hukum yg berbeda
dan mandiri.
 Jika PS melanggar posisinya sbg PS, maka
doktrin piering dpt diterapkan.
 Contoh kasus : Putusan MARI No.
2810.K/Pdt/1989 pada kasus antar
PT.Ometraco Corporation Tbk melawan Bank
Chinese Banking Corporation Limited, Royal
Bank of Canada etc.
 MA menyatakan bhw mmg dlm kegiatan
bisnis masa kini maupun masa yad,
berkembang group company dg sejumlah
subsidiary. Namun antara induk dan anak
dipandang sbg entitas mandiri.
 BJR dalam tradisi Common Law dipakai
sebagai salah satu aturan main dalam
penerapan Good Corporate Governance ( Vide
Case Gries Sports Enterprises , Inc v
Cleveland Browns Football Co., Inc 496 NE 2nd
959 ( Ohio 1986 ) ; Lewis D Salomon, Donald
E Schwart, Jeffry D Bauman and Elliot J Weiss :
Corporations Law and Policy Materials and
Problems, 4th ed, St.Paul Minn, West
Group,1998, hal.685 ).
 Artinya barangsiapa yang menyangkal
berlakunya business judment rule , hal itu
tidak berlaku untuk direksi dalam sebuah
keputusan bisnis tertentu atas nama
perseroan. Pembuktian dibebankan kepada
pihak ketiga yang mendalilkan adanya
pelanggaran business judment rule tersebut.
 Yang harus dibuktikan adalah bahwa direksi
dalam mengambil keputusan bisnis telah
melanggar wewenangnya, beritikad buruk (
bad faith ), tidak didasarkan pada
kepentingan perseroan dan tidak
mengedepankan prinsip kehati-hatian (
prudent ) untuk kepentingan dan sesuai
dengan maksud dan tujuan perseroan.
 Kesimpulannya dalam menjalankan perbuatan
pengurusan dan penguasaan ( berheer en
beschikkingdaden ) direksi dilindungi oleh
prinsip business judment rule.
 Beheer ( act of administration ) ): Tiap perbuatan
yang perlu atau termasuk golongan perbuatan
yang biasa dilakukan untuk mengurus atau
memelihara partnership.
 Beschikkingsdaad (act of disposition ) ): Perbuatan
yang mengakibatkan perubahan2 yang tidak
khusus diperlukan tergantung keadaan senyatanya
atau faktanya. Perbuatan ini baik secara diam2 atau
terang2an harus mendapat persetujuan bulat dari
para sekutu, sedangkan untuk perbuatan beheer
tidak diperlukan , asal jujur ( Ps 1636 (1)
KUHPerdata ).
 Oleh karenanya tidak ada pihak manapun
yang dapat mempertanyakan keputusan
bisnis yang diambil oleh direksi yang
dilakukan sesuai dengan wewenangnya.
 BJR adalah standard of conduct yang
menjelaskan apa dan bagaimana direksi
harus bertindak mewakili perseroan dalam
keadaan tertentu atau untuk memutuskan
suatu hal tertentu dalam perbuatan
pengurusan dan penguasaan ( beheer en
beschikkingdaden ).
 Untuk menilai ada atau tidak pelanggaran BJR
harus ada standard of review.
 Dalam hukum perseroan Schilfgaarde menyebut
standar penilaian tersebut adalah kriteria
manajemen ( Schlfgaarde, 1990., van de BV en de
NV , Achtste Druk, Gouda Quint, BV, Arhem ).
Otonomi direksi itu dibatasi oleh kepantasan
dan/atau kelayakan atau kewajaran ( Nindyo
Pramono, 1997., Sertifikasi Saham PT Go Public
dan Hukum Pasar Modal Indonesia, Citra Aditya
Bakti, Bandung, hal.122; Grinten, Sukardono,
Rudhy Prasetya, berpandangan sama. Dalam
hukum bisnis ukurannya adalah wajar, pantas,
layak, tidak ada benturan kepentingan, tidak
ultra vires.
 Keputusan Direksi PT sesuai dg standart of conduct (
prudent ) atau di atas standart fo conduct = Direksi
tdk bisa dimintai pertg jwban pribadi, sebaliknya
direksi bertg jwb bila keputusan bisnisnya berada di
bawah standar of conduct.
 Penilaian Standart of review dan Standart of conduct
hrs dilakukan oleh pihak independen a.l. Pengadilan,
Arbitrase
 Di Belanda, bahkan Hakim dpt mendelegasikan
kewenangan tsb kpd Board of Supervisor /Komisaris
yg independen , spt Kasus Versatel ( Neill Andre de La
Porte, Hans Urlus, 2006., Minority Shareholder
Protection Granted by Setting Aside Management and
Versatel Attempt to Exclude Corporate Govermance
Rule, GreenBerg Traurig, LLP, Amsterdam.
 BJR di Australia ( Corporation Act, 2001 ) : a
director or other officer of a corporation who
makes a business judgment is taken to meet the
requirement of subsection (1), and their
equivalent duties at common law and in equity,
in respect of the judgment if they : (a). Make
judgment in good faith for a proper purpose; and
(b). Do not have a material personal interest in te
subject matter of the judgment; and ©. Inform
themsleves about the subject matter of the
judgment to the extent they reasonably believe
to be appropriate; and (d). Rationaly believe that
the judgment is in the best interest of the
corporation.
 Standart ini dipakai Hakim Australia utk
menerapkan Standart of Review thp BJR yg
diduga dilanggar oleh Direksi.
 Annete Greenhow : menggabungkan standart
BJR dg Duty of Care yg dimiliki Direksi sbg
poin utama dlm menilai BJR. Di Ausi sblm
melihat BJR, hrs terlebih dahulu dilihat ada
atau tdknya duty of care dr Direksi Perseroan.
 Apakah Direksi punya Duty of Care ?. Bila
jawabnya : ya, selanjutnya perlu dikaji : ….
 …Apakah Direksi membuat keputusan bisnis ?.
Bila jawabnya : ya , maka perlu dilihat lebih lanjut
: Apakah syarat-syarat dlm Psl 180 (1) CA Ausi
terpenuhi ?. Bila jawabanya : ya, maka DIREKSI
DILINDUNGI OLEH BJR.
 Ps 180 (1) CA Ausi : ( a). Perusahaan dalam
keadaan normal; (b). Posisi dan tg jwb Direksi
dlm keadaan normal; ©. Pengalaman ( experience
) Direksi Perusahaan.
 Ketiga hal ini yg menjadi pertim bangan Hakim
dlm menerapkan standart Duty of Care.
 Kesimpulannya : BJR akan berlaku bagi
Direksi, bila : (1). Ada keputusan bisnis; (2).
Dibuat oleh Direksi; (3). Direksi mempunyai
Duty of Care thp Perseroan ( Robert Prayoko,
2015., Doktrin Business Judgment Rule ,
Aplikasinya dalam Hukum Perusahaan
Modern, Graha Ilmu, Yogyakarta ).
 Contoh Case : Kasus AWA di Australia.
 Standart of Review lebih sulit utk dinilai krn
sifatnya subyektif. Jika kualitas Hakim tdk
memadai dalam pengetahuan Hukum Bisnis
dlm memutuskan terjadi atau tdknya
pelanggaran BJR, maka keputusannya akan
tdk berkualitas.
 Sulit dibedakan antara keptusan bisnis yang
tepat dan keptusan bisnis yang tidak tepat,
karena setiap keputusan bisnis mempunyai
risiko yang berbeda-beda.
 Oki, Direksi dalam mengambil keptusan bisnis, idelanya
mempunyai informasi yg cukup dan reasonable tentang : (a).
Alasan keputusan bisnis diambil; (b). Akibat bagi Shareholder
atas keptusan bisnis yg diambil direksi utk terlibat dalam suatu
transaksi; ©. Sudut pandang BOD thd harga dan faktor yg
mememngaruhi harga termasuk perkiraannya; (d). Fairness dri
transaksi tersebut ( Lihat dan bandingkan : Andrew Hick dan SH
Goo, 2001, Case and Material Company Law ( Fourt Edition )
Blackstone Press Limited, United Kingdom, page 366 : “ The
second option we discussed was for a Director to owe a duty to
his company to exersice the care, diligence and skill that would
be exercised by reasonable person in the same circumstancea
Hving both : (a). The knowlegde and experience that may
reasonably be expected of a prson in the sama posistion as the
Director; (b). The Director,s knowlegde an experience. This
requires the conduct of Directors to be judged both objectively
and subjectively by reference ti their own personal
characteristics.
 Keputusan bisnis tdk dpt hanya mendasarkan
pd suatu permasalahan untung rugi persh
saja, tetapi juga harus mempertimbangkan
keberlangsungan hidup pershaan.
 Contoh kasus : SHLENSKY VS WRIGLEY di USA.
 Kasus Kamin vs American Express Company
di USA.
 Ada dua tugas pokok dan utama dari
Komisaris . Tugas tersebut intinya adalah
melakukan pengawasan atas kebijakan
pengurusan, jalannya pengurusan pada
umumnya yang dilakukan oleh Direksi, baik
mengenai Perseroan maupun usaha Perseroan
dan memberi nasihat kepada Direksi
 Pengawasan dan pemberian nasihat itu
dilakukan untuk kepentingan Perseroan
sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan
dan bukan untuk kepentingan Pemegang
Saham, meskipun dalam faktanya beberapa
komisaris diusulkan atau bahkan mempunyai
hubungan afiliasi dengan pemegang saham
Perseroan termaksud.
 Cara yang pertama dengan jalan undang-
undang atau anggaran dasar mensyaratkan
sebelum Direksi menjalankan perbuatan
tertentu, harus terlebih dahulu mendapatkan
persetujuan Komisaris. Atau kedua dengan
cara, dokumen yang bersangkutan selain
ditandatangani oleh Direksi, ikut pula
ditandatangani oleh Komisaris atau dengan
cara yang ketiga, yaitu Komisaris
menerbitkan surat persetujuan tersendiri.
 Komisaris lazimnya dan memang demikian
sebaiknya beranggotakan lebih dari satu orang.
Mereka merupakan majelis yang tidak dapat
bertindak sendiri-sendiri dalam menjalankan
fungsi pengawasan dan pemberian nasihat
kepada Direksi Perseroan. Hal ini berarti bahwa
komisaris yang lebih dari satu itu bersifat
kolegial atau sejawat, anggota atau teman
sejawat. Pada umumnya komisaris itu bertugas
mengawasi atas kebijakan pengurusan, jalannya
pengurusan pada umumnya, baik mengenai
perseroan maupun usaha perseroan dan
memberi nasehat kepada Direksi.
 Kebijakan pengurusan , jalannya pengurusan
pada umumnya dalam Pasal 108 UUPT 2007
tersebut adalah perbuatan "beheer" dalam arti
perbuatan kepengurusan sehari-hari yang
lazim dikerjakan direksi dalam menjalankan
kegiatan usaha perseroan untuk kepentingan
dan sesuai dengan maksud dan tujuan
perseroan.”
 Tugas pengawasan itu merupakan tugas
pengawasan preventif dan represif. Yang
disebut pengawasan preventif ialah
melakukan tindakan dengan menjaga
sebelumnya agar tidak terjadi hal-hal yang
tidak diinginkan yang merugikan perseroan,
seperti misalnya : komisaris selalu mengawasi
apakah untuk beberapa perbuatan direksi
yang harus dimintakan persetujuan lebih
dahulu dari komisaris atau RUPS, sudah
dilaksanakan atau belum.
 Pasal 102 Ayat (1) dan (2) UUPT yang
menentukan bahwa: ”Direksi wajib meminta
persetujuan RUPS untuk : a). Mengalihkan
kekayaan Perseroan; atau b). Menjadikan
jaminan utang atas kekayaan Perseroan; yang
merupakan lebih dari 50 % ( lima puluh
persen ) jumlah kekayaan bersih Perseroan
dalam 1 (satu) transaksi atau lebih, baik yang
berkaitan satu sama lain ataun tidak.
 Transaksi tersebut adalah transaksi
pengalihan kekayaan bersih Perseroan yang
terjadi dalam jangka waktu 1 (satu) tahun
buku atau jangka waktu yang lebih lama
sebagaimana diatur dalam anggaran dasar
Perseroan. Inilah contoh kaedah perbuatan
”pengelolaan atau pemeliharaan atau
penguasaan tersebut. Dalam hal-hal tertentu
persetujuan RUPS ini dapat didelegasikan
kepada Dewan Komisaris melalui pengaturan
dalam Anggaran dasar.
 Jika di dalam Anggaran dasar terdapat
ketentuan yang mengatur bahwa dalam
perbuatan-perbuatan tertentu selain
perbuatan pengurusan, Direksi harus
memperoleh persetujuan dari Dewan
Komisaris, maka disinilah Dewan Komisaris
mempunyai peran dalam melakukan
pengawasan dan pemberian nasehat kepada
Direksi terkait dengan pelaksanan tugas
pengurusan dan penguasaan yang dijalankan
oleh Direksi.
 Contoh konkrit dapat dikemukakan sebagai
berikut. Perseroan akan mengajukan kredit
perbankan, di mana diperlukan jaminan berupa
asset property Perseroan yang melebihi dari 50%
jumlah kekayaan bersih Perseroan dalam 1 ( satu
) transaksi atau lebih, baik yang berkaitan satu
sama lain maupun tidak dan di dalam anggaran
dasar ditentukan wajib mendapat persetujuan
Dewan Komisaris, maka sebelum
menandatangani perjanjian kredit tersebut,
Direksi perlu mendapat persertujuan dari Dewan
Komisaris.
 Di sini Dewan Komisaris dapat minta penjelasan
lebih lanjut sehubungan dengan rencana
pengajuan kredit tersebut, minta diberikan
dokumen yang berkaitan dengan aplikasi kredit ,
kemudian memeriksanya , apakah sudah sesuai
dengan ketentuan dalam UUPT dan/atau
anggaran dasar atau belum. Jika belum Komisaris
dapat memberikan nasehat agar semua prosedur
atau standart operasional prosedure yang ada
ditaati oleh Direksi agar tidak terjadi kerugian
pada perseroan di kemudian hari.
 Pengawasan represif ialah pengawasan yang
dimaksudkan untuk menguji perbuatan
direksi, apakah semua perbuatan yang telah
dilakukan itu tidak merugikan perseroan dan
tidak bertentangan dengan anggaran dasar
atau undang-undang, dan apakah semua
nasehat atau petunjuk dari RUPS atau
Komisaris telah dilaksanakan dan dipatuhi
atau belum.
 Dalam menjalankan fungsi pengawasan dan
pemberian nasihat, Komisaris diijinkan untuk
memasuki ruang kantor perseroan, meminta
penjelasan, memanggil Direksi dan/atau
karyawan Perseroan, berdiskusi untuk
mendapatkan penjelasan terkait dengan
dokumen perseroan, namun tidak dibenarkan
membawa dokumen tersebut ke luar kantor
perseroan, karena berdasarkan UU No.8 Tahun
1997 Tentang Dokumen Perushaan, yang
mempunyai wewenang untuk mengelola dan
menyimpan dokuken perusahaan adalah
Pimpinan Perusahaan yang dalam PT adalah
Direksi.
 Dengan diperkenalkannya kegiatan usaha
Perseroan yang berdasarkan prinsip Syariah,
maka selain mempunyai Dewan Komisaris, PT
wajib mempunyai Dewan Pengawas Syariah.
Dewan Pengawas Syariah terdiri atas ahli
syariah atau lebih yang diangkat oleh RUPS
atas rekomendasi majelis Ulama Indonesia.
Dewan Pengawas Syariah bertugas
memberikan nasihat dan saran kepada
Direksi serta mengawasi kegiatan Perseroan
agar sesuai dengan prinsip syariah.
 Anggota Dewan Komisaris diangkat oleh RUPS.
Untuk pertama kali seperti dalam pengangkatan
Direksi partama, anggota Dewan Komosaris
diangkat oleh Pendiri atau Promotor dalam akta
pendirian, yang menerangkan tentang nama
lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan,
tempat tinggal, kewarganegaraan anggota Dewan
Komisaris yang pertrama kali diangkat tersebut.
Anggota Dewan Komisaris diangkat untuk masa
jabatan tertentu dan dapat diangkat kembali.
 Pasal 114 UUPT, Komisaris bertanggung jawab
atas pengawasan atas kebijakan pengurusan,
jalannya pengurusan pada umumnya, baik
mengenai Perseroan maupun usaha Perseroan
dan memberi nasehat kepada Direksi. Setiap
anggota Dewan Komisaris wajib dengan itikad
baik, kehati-hatian dan bertanggung jawab
dalam menjalankan tugas pengawasan dan
pemberian nasehat kepada Direksi untuk
kepentingan Perseroan dan sesuai dengan
maksud dan tujuan perseroan.
 Setiap anggota Dewan Komisaris ikut
bertanggung jawab secara pribadi atas
kerugian perseroan apabila yang
bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan
tugas pengawasan dan pemberian nasehat
tersebut. Dalam hal Dewan Komisaris terdiri
atas 2 ( dua ) anggota atau lebih, tanggung
jawabnya berlaku secara tanggung renteng
bagi setiap anggota Dewan Komisaris.
 Anggota Dewan Komisaris tidak dapat
dipertanggung jawabkan atas kerugian
perseroan, apabila dapat membuktikan :
 telah melakukan pengawasan dengan itikad baik
dan kehati-hatian untuk kepentingan perseroan
dan sesuai dengan maksud dan tujuan
perseroan;
 tidak mempunyai kepentingan pribadi baik
langsung maupun tidak langsung atas tindakan
pengurusan Direksi yang mengakibatkan
kerugian; dan
 telah memberikan nasihat kepada Direksi untuk
mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian
tersebut.
 Atas nama Perseroan, Pemegang saham yang
mewakili paling sedikit 1/10 ( sepersepuluh )
bagian dari jumlah seluruh saham dengan
hak suara dapat menggugat anggota Dewan
Komisaris yang karena kesalahannya atau
kelalaiannya menimbulkan kerugian pada
perseroan ke Pengadilan Negeri.
 Andri Adam, 2010., Doktrin Business Judment Rule
dan Fiduciary Duty Dalam UU No.40 Tahun 2007
Tentang PT Terhadap Perkara Perdata Gugatan
Perbuatan Melawan Hukum Direktur PT KMI, Tesisi
S2, Program Pasca Sarjana, FH, UGM, Tidak
dipublikasikan.
 Denny Adrianus, 2010., Penerapan Business Judment
Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank Yang
Berbadan Hukum PT Berdasarkan UU No.40 Tahun
2007 Tentang PT, Tesis S2, Pasca Sarjana FH UGM,
Tidak dipublikasikan.
 Grinten, 1976., Handboek voor de Naamloze en de
Besloten Vennootschap, IIe druk, met Medewerking
van H.J.M.N Hones, H.M.N.Schonis, W.E.Tjeenk
Willink, Zwole.
 Nindyo Pramono,1997., Sertifikasi Saham PT Go Public dan Hukum Pasar
Modal Di Indonenesia, Citra Aditya bakti, Bandung.
 --------------, 2013., Hukum PT Go Public dan Pasar Modal, Andi
Offset, Yogyakarta.
 Neill Andre de La Porte, Hans Urlus, 2006., Minority Shareholder
Protection Granted by Setting Aside Management and Versatel Attempt
to Exclude Corporate Govermance Rule, GreenBerg Traurig, LLP,
Amsterdam.
 Rudhy Prasetya, 1983., Kedudukan Mandiri dan Pertanggung jawaban
dari Perseroan Terbatas, Airlangga University Press, Surabaya.
 Robert Prayoko, 2015., Doktrin Business Judgment Rule , Aplikasinya
dalam Hukum Perusahaan Modern, Graha Ilmu, Yogyakarta
 Sudikno Mertokusumo, 1996., Penemuan Hukum Sebuah Pengantar,
Liberty, Yogyakarta.
 Schilfgaarde, 1990., Van de BV en De NV, Achtste Druk, Gouda Quint,
BV, Arnhem.

Anda mungkin juga menyukai