Anda di halaman 1dari 31

TINJAUAN PUSTAKA

URTIKARIA
Perseptor : Agus Walujo,dr, Sp.KK, M,Kes, MMRS

Kelompok LI-A, LI-B dan LII


Presentan
Rizka Putri Fauziah Gunawan (4151161402)
Ghanifan Ramadhan (4151161405)
Linda Rahmawati
(4151161406)

Partisipan
Chavez Muhamad A (4151161004)
Annisa Azis (4151151009)
Eggy Mulyana (4151151404)
Definisi
• Nama lain urtikaria ialah kaligata (Bahasa Sunda), biduran
(Bahasa Jawa)

• Urtikaria adalah suatu reaksi vaskular pada kulit yang


ditandai dengan adanya edema setempat yang cepat timbul
dan menghilang perlahan lahan, dapat berwarna pucat atau
kemerahan, dan umumnya dikelilingi oleh halo kemerahan
(flare) dan disertai dengan rasa gatal yang berat, rasa
tersengat, atau rasa tertusuk
Epidemiologi
• Menyerang semua umur, namun dewasa lebih sering
dibandingkan anak-anak dengan umur rata-rata 35
tahun.
• Di AS, wanita (69%) lebih banyak daripada pria.
• Orang dengan riwayat atopi lebih mudah mengalami
urtikaria dibandingkan dengan orang normal.
• Urtikaria akut etiologi terseringnya adalah makanan
dan lebih sering pada anak-anak
Epidemiologi (lanjutan)
• Urtikaria kronis
- Orang dewasa  perempuan>laki-laki (2:1)
- Sembuh dalam waktu 1 tahun (50%), 3 tahun (65%), 5
tahun (85%)
• Anak-anak tanpa angioderma (85%)
• Dewasa dengan angiodema (40%)
Etiologi
• 80% idiopatik.

Yang diketahui berupa :


1. Obat : Golongan antibiotik (penisilin, tetrasiklin),
analgetik (NSAID), antipiretik, diuretik
(furosemid), dan antikoagulan
2. Makanan : Susu sapi, kacang-kacangan, seafood
3. Kontaktan : Kutu binatang, serbuk tekstil
4. Gigitan/serangan serangga
5. Bahan fotosensititizer: Griseofulvin, fenotiazin, sulfonamid,
kosmetik
6. Inhalan : spora jamur, debu, asap, bulu binatang
7. Trauma fisik : faktor dingin, faktor panas, faktor tekanan, dan
emosi
Faktor predisposisi
• Infeksi: virus (Hepatitis B, Hepatitis C), jamur, cacing,
bakteri seperti pada infeksi fokal (Streptococcus)
• Psikis
• Penyakit sistemik
Klasifikasi
Urtikaria berdasarkan onset:
1.Urtikaria akut
Berlangsung kurang dari 6 minggu, lebih banyak
terjadi pada anak dan dewasa muda
2.Urtikaria kronik
Berlangsung lebih dari 6 minggu, lebih banyak terjadi
pada dewasa
Klasifikasi
Urtikaria berdasarkan mekanisme :
1.Reaksi Imunologik
2.Reaksi Nonimunologik
3.Idiopatik
Klasifikasi
A. Mekanisme Urtikaria Berdasarkan Reaksi Imunologik
a. Reaksi hipersensitivitas tipe I, yaitu :
-Biasanya pada orang-orang yang memiliki riwayat /
sindroma atopi
-Bergantung pada IgE
b. Reaksi hipersensitivitas tipe II, yaitu :
-Aktivasi sitotoksik
c. Reaksi Hipersensitivitas tipe III, yaitu :
-Aktivasi komplemen
d. Reaksi Hipersensitivitas tipe IV, yaitu :
-Aktivasi CD8+
-Pada urtikaria kontak
Respon alergi tipe I IgE diinisiasi oleh kompleks imun
antigen-mediated IgE  mengikat dan cross-link
reseptor Fc pada permukaan sel-sel mast dan basofil 
pelepasan histamin.

Respon alergi tipe II dimediasi oleh sel-sel T sitotoksik


 deposit Ig, komplemen, dan fibrin di sekitar
pembuluh darah  vaskulitis urtikaria.

Penyakit kompleks imun tipe III berhubungan dengan


SLE dan penyakit autoimun lainnya  urtikaria.
Mekanisme Reaksi Hipersensitivitas
menurut Gell & Coombs

PATOFISIOLOGI
Reaksi Hipersensitivitas Tipe 1
Tahapan Reaksi:
• Reaksi segera: 5-30 menit setelah terpapar
(histamin)
• Reaksi lambat (LPR): 6-8 jam, setelah
terpapar (histamin dan mediator lain)
Mediator Mastosit
• Melalui Degranulasi
• Histamin
Mediator Jenis I • Faktor kemotaktik:
• ECF-A
• NCF-A

• Terikat matriks proteoglikan dalam granula


• Heparin
Mediator Jenis II • Kemotripsin
• IF-A (Inflammatory factor of anaphylaxis)
(kemotaktik)

Mediator Jenis III • Hasil Metabolisme membran sel


Reaksi Hipersensitivitas tipe II (Reaksi Sitotoksik)

Permukaan sel Respon imun


memiliki humoral
konfigurasi asing

Kerusakan sel Pembentukan


karena aktivasi kompleks imun
komplemen
Klasifikasi
B. Urtikaria atas dasar reaksi nonimunologik:
1. Langsung memacu sel mast untuk melepaskan
mediator bahan kimia pelepas mediator (morfin,
kodein, media radio-kontras, NSAID,
2. Bahan yang menyebabkan perubahan metabolisme
asam arakidonat
3. Trauma fisik seperti dermografisme, rangsangan
dingin, panas atau sinar, dan bahan kolinergik
C. Urtikaria yang tidak jelas penyebab dan mekanismenya,
digolongkan idopatik
Tanda Dan Gejala
1. Tanda
• Urtika dengan ukuran mulai dari papular, numular dan
plakat.
• Pemeriksaan diaskopi (+) yaitu dengan cara ditekan pada
kulit, akan terdapat perubahan lesi (warna kemerahan
menjadi hilang), didapat perubahan lesi
• Pemeriksaan untuk dermographism dengan cara kulit
digores dengan objek tumpul dan diamati pembentukan
wheal dengan eritema dalam 5-15 menit.
• Edema jaringan kulit yang lebih dalam atau submukosa
pada angioedema.
• Jika ada reaksi yang lebih berat perlu diperhatikan adanya
gejala hipotensi, respiratory distress, stridor, dan
gastrointestinal distress
2. Gejala
• Gatal yang hebat, rasa terbakar, atau tertusuk.
• Serangan berat sering disertai gangguan sistemik seperti
nyeri perut diare, muntah dan nyeri kepala
Diagnosis
Penegakkan diagnosis urtikaria didapatkan dari
anamnesis dan pemeriksaan klinis yang cermat,
sehingga dapat diketahui pula penyebab urtikaria.
Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan darah, urin, dan feses rutin untuk menilai ada
tidaknya infeksi yang tersembunyi atau kelainan pada alat
dalam.
• Pemeriksaan gigi, telinga-hidung-tenggorok (THT), serta
usapan genitalia interna wanita untuk mencari fokus infeksi
• Pemeriksaan kadar IgE total dan eosinofi cari faktor atopi.
• Tes kulit dapat dipergunakan untuk membantu diagnosis. Uji
gores (stracth test) dan uji tusuk (skin prick test), serta tes
intradermal dapat dipergunakan untuk mencari alergen
inhalan, makanan dermatofit dan kandida.
• Tes eliminasi makanan dengan cara menghentikan semua
makanan yang dicurigai untuk beberapa waktu, lalu
mencobanya kembali satu demi satu.
Pemeriksaan Penunjang
• Pada urtikaria fisik akibat sinar dapat dilakukan tes
foto tempel.
• Suntikan mecholyl intradremal dapat digunakan pada
diagnosis urtikaria kolinergik.
• Uji dermatografisme dan uji dengan es batu (ice cube
test)mencari penyebab fisik
• Tes dengan air hangat.
• Pemeriksaan histopatologis kulit perlu dilakukan bila
terdapat kemungkinan urtikaria sebagai gejala
vaskulitis.
PENATALAKSANAAN
Lini pertama
Antihistamin H1 generasi baru (non sedasi) yang digunakan
secara teratur
2 Dr.umum
mgg

Lini kedua
Dosis AH1-ns dinaikkan dapat mencapai 4 kali dosis biasa, dengan
mempertimbangkan ukuran tubuh pasien.
1-4
mgg
Lini ketiga
Mengganti antihistamin menjadi AH sedasi atau AH1-ns golongan
lain, ditambah dengan antagonis leukotrien, misalnya montelukast atau
zafirlukast. Eksaserbasi lesi  kortikosteroid sistemik (dosis 15-20 mg
prednison) selama 3-7 hari 1-4
mgg
Lini keempat
Penambahan antihistamin H2 dan imunoterapi. Imunoterapi dapat
berupa siklosporin A, o malizumab, imunoglobulin intravena,
plasmaferesis, takrolimus oral, metotreksat, hidrosiklorokuin, dan
dapson. . Eksaserbasi lesi  kortikosteroid sistemik (prednison 15-20
mg) selama 3-7 hati.
Terapi topikal
Untuk mengurangi gatal, berupa bedak kocok atau losio
yang mengandung mentol 0.5-1 % atau kalamin

• Jika urtikaria luas + angioderma


 Rawat inap
 Antihistamin
 Kortikosteroid sistemik (metilprednisolon dosis
40-200mg) untuk waktu yang singkat

• Gejala syok anafilaktik  protokol anafilaksis


termasuk pemberian epinefrin 1:1000 sebanyak 0.3
ml intramuskular setiap 10-20 menit sesuai
kebutuhan.
Daftar Obat
Anti Histamin H1 Generasi Pertama

Dosis Pemberian
Antihistamin H1
Generasi pertama
Anak Dewasa

Diphenhydramine 2-6 thn: 6,25 mg 4x1; ≤37,5 mg/hari 25-50 mg P.O 4x1; ≤300mg/hari atau
6-12 thn: 12,5-25 mg P.O 4x1; ≤ 150 mg/hari 10-50 mg I.V/I.M 4x1; ≤400 mg/hari
> 12 thn: seperti orang dewasa

Hydroxyzine <6 thn: 50 mg/day PO 4x1 50-100 mg PO/IM 4-3x1


>6 thn old: 50-100 mg/day PO 4x1

Cyproheptadine 2-6 thn: 2 mg PO 2-3x1; ≤12 mg/day Dosis inisial: 4 mg PO 3x1; Dosis
7-14 thn: 4 mg PO 2-3x1; ≤ 16 mg/day maintenance: 4-20 mg/hr sampai 32
Alternatively, total daily dose of 0.25 mg/kg or mg/hari 3x1; ≤0.5 mg/kg/day
8 mg/m²

Chlorpheniramine - Tab/Syr 4 mg PO ≤ 24 mg/hari


Daftar Obat
Anti Histamin H1 Generasi Kedua

Antihistamin Dosis
H1 Generasi 2 Anak Dewasa
Loratadine 10 mg PO/hari≤; ≤ 10 mg /hari

Levocetrizine 6 bln- 5 thn: 1.25 mg PO/hari(evening) 5 mg PO/hari(evening)


6-12 thn: 2.5 mg PO/hari (evening)
>12 thn: 5 mg PO /hari (evening)

Cetrizine 2-6 tahun: 2.5 mg (0.5 teaspoon) oral solution PO /hari; 5-10 mg PO/hari tergantung
Dapat di tingkatkan 5 mg PO/hari atau 2.5 mg PO 3x1; ≤5 derajat keparahan gejala; ≤10 mg
mg /hari /hari
>6 tahun: 5-10 mg PO /hari tergantung beratnya gejala; ≤
10 mg /hari

Fexofenadine 6 bln-2 thn: 15 mg PO 3x1 180 mg PO/hari atau 60 mg PO


2-11 thn: 30 mg PO 3x1 3x1
>12 thn: 60 mg PO 3x1 atau 180 mg PO/hari
Desloratadin 6bln-12 thn: 1 mg PO/hari 5 mg PO/hari
1-5 thn: 1.25 mg PO /hari
6-11 thn: 2.5 mg PO/hari
Kortikosteroid

Prednisone dosis 15-20mg/hari dan diturunkan bertahap sebanyak 2,5 – 5,0mg


setiap 3 minggu, tergantung dari respon pasien
Tatalaksana Urtikaria Akut
Identifikasi dan menghilangkan penyebab.

Mengurangi faktor non spesifik yang memperberat vasodilatasi kulit


(alkohol, aspirin, olahraga, stress emosional)

Berat
Ringan Sedang-Berat (Distress pernapasan, asma,
edema laring)

Antihistamin H1 non sedatif Antihistamin H1 non sedatif

Epinefrin

Kortikosteroid sistemik
Antihistamin H1 non sedatif
(oral atau IV)
+

Kortikosteroid oral
Antihistamin H1 (IM)

NAC selama 3 minggu NAC

NAC: not adequately controlled


Tatalaksana Urtikaria Kronik
Identifikasi dan menghilangkan penyebab.

NAC

Antihistamin H1 non sedatif

NAC
Antihistamin H1 non sedatif
+
Tambahan obat:
antihistamin H1 pada malam hari,
antidepresan trisiklik, antihistamin H2.

Antihistamin H1 + kostikosteroid oral


jangka pendek + pencarian/penanganan
untuk urtikaria karena vaskulitis, faktor
tekanan, dan lain-lain + dicoba obat lain

NAC: not adequately controlled


Prognosis
Urtikaria akut prognosisnya lebih baik karena
penyebabnya diketahui sehingga bisa cepat diatasi,
urtikaria kronik lebih sulit diatasi karena penyebabnya
sulit dicari.
DAFTAR PUSTAKA
1. Aisah, S. Urtikaria. Dalam: Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-5. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2010.p. 169-176.
2. Arnold H L, Odom R B, James W D. Urticaria in : Andrew’s Disease of
the Skin Clinical Dermatology. USA: WB Saunders; 1990.p.1147-57
3. Grattan C, Black A. Urticaria and Angioedema. ln:Horn D, Mascaro J,
Saurat J, Mancini A, Salasche S, Stingl G,eds. Dermatology Volume
One. Inggris: Mosby; 2003.p. 287-302
4. Habif T P. Urticaria and Angioedema in : Clinical Dermatology 4th
Edition A color Guide To diagnosis and therapy . London: Mosby;
2004.p.129-59.
5. Soter N A . Urticaria and Angioedema in : Fitzpatrick Dermatology in
General Medicine 5th Edition Volume One . New York: McGraw
Hill;1999.p.1409-19.
6. Orkin M, Maibach H I, Dahl M V. Urticaria and Angioedema in :
Dermatology 1st Edition . Minessota. Prentice Hall Intternational Inc.
1991 : 417-21.
7. Micali G, Lacarruba F. Dermatoscopy in Clinical Practice Beyond
Pigmented lesions. United Kingdom. Informa Healthcare. 2010.p.96
8. Gawkrodger DJ. Dermatology An Illustrated Colour Text ed.4. United
Kingdom. Churchill Livingstone Elsevier. 2008. P.74-5
9. Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit. Hipocrates. 2000. p.200-5

Anda mungkin juga menyukai