Anda di halaman 1dari 92

PELATIHAN AKTIVIS PATBM

Palu, 9 Oktober 2019


O l e h : Ya y a s a n P u l i h
Pengantar Psikologi
Anak dan Remaja
ANAK BUKAN MINIATUR ORANG DEWASA
Pernahkah Anda mendengar ungkapan ini?
• “Aduh, anak ini nakal sekali!”
• “Anak itu keterlaluan sekali. Maunya bermain terus!”
• “Sulit sekali diatur…tidak mau mendengar nasihat!”
• dll
Mengapa ungkapan tsb muncul?
• Kita menuntut anak berperilaku layaknya orang dewasa.
• Kita menganggap/memperlakukan anak layaknya orang
dewasa.
• Kita belum memahami anak dalam sudut pandangnya, yaitu
bahwa anak adalah individu yang berada dalam proses
perkembangannya sendiri. Mereka memiliki pikiran dan
perasaan masing-masing.
Sebetulnya, bila kita
renungkan kembali…
kita pun seperti
mereka pada waktu
masih kanak-kanak.
MENGAPA PERLU MEMAHAMI
PERKEMBANGAN ANAK?
• Memahami anak sesuai dengan tahapan
perkembangannya
• Melihat sejauh mana kekerasan atau peristiwa
traumatis lainnya berdampak dan
mempengaruhi perkembangan anak
• Memberikan psikoedukasi kepada orangtua,
komunitas, maupun anak mengenai kekerasan
terhadap anak sesuai dengan
perkembangannya
AREA PERKEMBANGAN MANUSIA
• Fisik : pertumbuhan fisik dan neurologis serta perubahan kemampuan
motoris pada anak
• Perkembangan Kognitif (pola pikir): perubahan dalam kemampuan
berpikir (menalar), memahami konsep, mengingat, menggunakan
bahasa.
• Perkembangan sosial-emosional: perubahan secara
emosional,mengekspresikan perasaan, keterampilan sosial, dan fungsi
moral.
DISKUSI KELOMPOK (15 menit)
• Apa saja ciri perkembangan anak secara fisik, pola pikir, dan
sosial-emosional pada kelompok usia berikut:
a. Bayi (0-1 tahun) – kelp 1, 6
b. Batita (1-3 tahun) – kel 2, 7
c. Pra-sekolah (3-6 tahun) – kel 3, 8
d. Usia sekolah (6-12 tahun) – kel 4, 9
e. Remaja (12-18 tahun) – kel 5, 10
BAYI (0 – 1 tahun )
• Gerak primitif dan memberikan respon terhadap rasa
tidak nyaman
• Attachment (kedekatan emosional) dengan pengasuh
utama mulai terbentuk
• Mengalami perkembangan otak dan motorik yang
pesat, rentan terhadap goncangan
• percaya vs tidak percaya: terbentuknya rasa percaya
saat pengasuh memberikan interaksi yang peduli,
sayang, dapat diandalkan dan responsif. Muncul adanya
HARAPAN bahwa akan selalu ada orang yang
mendampingi saat ia menemui kesulitan
BATITA (1 – 3 Tahun)
• Belajar melalui melihat, mendengar, meraba,
membaui, meniru.
• Otak, bahasa dan motoric berkembang dengan
pesat
• Berkembang rasa senang, marah, kaget, sedih,
takut. Mendekati 2 hingga 3 tahun mulai
memahami empati, iri, merasa bersalah, bangga,
malu
• Cemas bertemu orang asing dan terpisah dari
pengasuhnya
• otonomi vs rasa malu&rasa ragu: terbentuk kontrol
diri terhadap keterampilan fisik dan gerak.
Keinginan untuk independen melalui pilihan
mainan. Muncul adanya KEINGINAN untuk
mencoba dan merasa yakin bisa melakukan
sesuatu.
Pra sekolah / kanak-kanak awal
(3 – 6 tahun)
• Memori dan konsentrasi mulai terbentuk dengan lebih mantap
• Motorik : melompat, gerakan ritmik, makan sendiri, berpakaian
• Perkembangan emosi : marah, takut, cemburu, iri hati, sedih, gembira, rasa sayang,
ingin tahu
• Perilaku / Sikap Sosial : empati, meniru, berbagi, persaingan, kerjasama, perhatian,
simpati
• Perilaku menentang secara sosial : negativistik (melawan), agresif, perilaku berkuasa,
memikirkan & mementingkan diri sendiri
• Inisiatif vs rasa bersalah: mulai menuntut control dan kekuatan untuk
mengendalikan lingkungan dengan mencari tahu, merencanakan kegiatan,
melakukan kegiatan yang menantang. Jika berkembang dengan baik maka akan
muncul inisiatif
Usia sekolah (6 – 10 tahun)
• Tuntutan akademis mulai muncul serta belajar
aturan/normal social disertai dengan konsekuensi.
• Mengembangkan pemahaman /pengenalan diri,
mengembangkan perilaku yang standar yang dapat
diterimanya dan diterima lingkungan, mengelola
perilakunya (sudah mulai belajar bertanggung
jawab atas tindakannya).
• Merasa mampu vs inferior: teman sebaya memiliki
peran yang besar dan menjadi sumber utama
kepercayaan diri. Anak belajar dan mengelola hal
baru dan tuntutan sosial. Jika diterima lingkungan
social/teman sebaya, maka akan muncul rasa
KOMPETEN dan kepercayaan diri yang positif
Remaja (12 – 20 tahun)
• Periode perubahan : pubertas (fisiologis dan peran gender)
• Emosi lebih kompleks. Mulai belajar berpikir abstrak dan obyektif namun
egosentris masih ada sehingga argumentatif
• Tugas perkembangan : Menerima fisik dan keberagaman, kemandirian
dari ortu (membuat pilihan dan mengambil keputusan), mencapai
hubungan baru yang lebih matang, mengharapkan dan mencapai
perilaku sosial yang bertanggung jawab, mempersiapkan karir ekonomi :
pilihan vokasional
• identitas vs kebingungan identitas: melakukan eksplorasi mengenai diri
mereka, mencari keyakinan terhadap identitas diri, belajar berbagai
peran, kegiatan maupun perilaku dalam masyarakat/sosial. Jika
terbentuk identitas yang jelas maka akan muncul arah/tujuan.
Dukungan Psikososial bagi Anak
yang menjadi Penyintas
STRES DAN TRAUMA
DAMPAK BENCANA

• PUNCAK PIRAMIDA: penyintas yang menderita gangguan


mental serius.

• LAPISAN KEDUA PIRAMIDA: penyintas yang menghayati


trauma lebih dalam dan kuat dan depresi.

• LAPISAN KETIGA PIRAMIDA: penyintas yang berduka, marah,


takut atau merasa bersalah.

• DASAR PIRAMIDA: penyintas secara umum. Mereka


menghayati berbagai emosi negatif, antara lain perpaduan
antara takut, kebingungan, rasa tak percaya, kesedihan,
kekagetan, serta kemarahan.
Definisi Trauma
• Istilah ‘trauma’ pada awalnya digunakan dalam
bidang kedokteran untuk menggambarkan luka
fisik akibat suatu benturan.

• Sederhananya, trauma merupakan luka yang


sangat menyakitkan atau dapat juga dikatakan
sebagai suatu kekagetan (shock).

• Dalam bidang psikologi, trauma merupakan suatu


pengalaman mental yang luar biasa menyakitkan
karena melampaui batas kemampuan individu
untuk menanggungnya. Trauma bersumber pada
pengalaman traumatik.
TRAUMA PSIKOLOGIS
• Trauma psikologis merupakan kejadian/pengalaman yang
menimbulkan stres yang amat sangat.
• Merupakan suatu pengalaman mental yang luar biasa
menyakitkan
• Melampaui batas kemampuan seseorang untuk
menanggungnya.
• Pengalaman/kejadian traumatik: adanya kondisi stres yang
ekstrim
PERBEDAAN STRESS DENGAN TRAUMA

STRES TRAUMA
Tidak didahului peristiwa Didahului peristiwa traumatis
traumatis
Bertahap, Menumpuk, sedikit Mendadak
demi sedikit
Dampak hilang ketika stressor Umumnya berdampak jangka
hilang panjang
Reaksi stres bisa berbeda untuk Pengaruh trauma umumnya
setiap seseorang sama untuk setiap orang, yaitu
menakutkan
Berbagai jenis peristiwa traumatik
Peristiwa yang berlangsung lebih singkat Peristiwa yang berlangsung lebih lama
dan bisa berulang
• Bencana alam • Peyanderaan
• Kecelakaan • Penyiksaan berulang
• Tindak kekerasan kriminal, • Menjadi tawanan
misal: perampokan • Kekerasan seksual dan fisik
yang berulang, misal: child
abuse, KDRT
Reaksi Trauma pada Anak
0-5 tahun 6-11/12 tahun
• Takut terpisah dari orangtua • Cemas berlebihan, mati rasa.
• Berteriak • Tidak mau sekolah
• Gemetar • Berkelahi, mengganggu teman & lingkungan sekitar
• Mimpi buruk & ketakutan • Terlalu banyak/susah tidur, mimpi buruk
• Bergerak tanpa tujuan & tidak • Perilaku regresi muncul
bergerak sama sekali • Tidak mampu memperhatikan/konsentrasi
• Perilaku regresi/mundur (kembali ke • Ketakutan berlebihan terhadap hal yang sebetulnya
tahap perkembangan sebelumnya) tidak menakutkan
• Mengekspresikan bagian dari • Secara berlebihan menarik diri & tidak mau bergaul
traumanya ke dalam dengan orang lain
kegiatan/permaianan secara berulang • Mudah tersinggung, mudah menangis
Reaksi Trauma pada Remaja
• Mimpi buruk
• Mati rasa
• Seringkali ingatan tentang pengalaman traumatis muncul (flashback)
• Menghindari hal-hal yang bisa mengingatkan terhadap pengalaman traumatis
• Timbul gejala depresi (mudah tersinggung, menarik diri, konsentrasi↓,
kehilangan minat/hobi, sedih berkepanjangan)
• Memiliki pemikiran untuk balas dendam
• Memberontak pada sosok orang dewasa
• Merasa bersalah karena menganggap dirinya menyebabkan hilangnya anggota
keluarga
• Terlibat dlm perilaku berbahaya, mis: perkelahian, mabuk, memakai narkoba
Prinsip pemulihan
• Pemulihan dapat diartikan sebagai suatu proses untuk
mengembalikan individu, keluarga, kelompok dan atau
masyarakat, agar setelah peristiwa traumatis yang terjadi,
dapat secara kolektif menjadi kuat, berfungsi optimal dan
memiliki ketangguhan menghadapi masalah, sehingga
menjadi masyarakat yang produktif dan berdaya.
• Mencakup aspek fisik, sosial, psikologis
TUJUAN PEMULIHAN
Komponen reaksi Komponen reaksi
Tujuan Pemulihan Tujuan Pemulihan
trauma trauma

Untuk memperoleh
Kecemasan Asumsi yg hancur ttg
rasa aman dan Untuk memperoleh
Perasaan Tak Berdaya kemanusiaan
memperkuat kendali & rasa bermakna dan
Perasaan Hilang Rasa percaya
mengurangi efek-efek tujuan dalam hidup
Kendali Penghargaan thdp diri
yang melemahkan dr
sendiri yg telah hilang
rasa takut & cemas

Untuk memperoleh Memperoleh


Putusnya hub dgn penghargaan terhadap
orang tua, keluarga rasa keterikatan dan
hubungan dengan di sendiri dan nilai-nilai
komunitas & sistem Rasa Bersalah termasuk di dlmnya
budaya manusia lain yg dpt Rasa Malu
memberikan dukungan mengurangi rasa
Rasa Duka bersalah & malu
Depresi emosional & rasa
sayang berlebihan
Dukungan Psikososial bagi Anak
yang menjadi Penyintas
PRINSIP PSIKOSOSIAL
PSIKOSOSIAL
• menggambarkan hubungan yang dinamis antara aspek
psikologis dan sosial individu.
• Dukungan psikososial melibatkan pemberian bantuan
emosional dan psikologis untuk individu yang menjadi
penyintas.
• Dukungan psikososial diberikan melalui interaksi yang terjadi
dalam hubungan sehari-hari dalam keluarga maupun
komunitas.
Dukungan Psikososial
• Merupakan kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan
dan memperkuat kemampuan individu untuk secara efektif dan
memuaskan memenuhi tuntutan-tuntutan dalam hidup mereka
melalui interaksi dan relasi sosial yang sehat.
• individu secara efektif menghadapi dan mengatasi kesulitan-
kesulitan dalam permasalahan-permasalahan yang mereka alami
dalam hidup, terus berkembang secara psikologis maupun sosial
di sepanjang rentang kehidupan mereka (Palestinian Code of
Conduct for Psychosocial Interventions, 2001)
Dukungan psikososial untuk anak-anak
• Anak-anak memiliki pengalaman yang tidak banyak dan tingkat
kematangan mereka berbeda dengan orang dewasa. Ketika terjadi
peristiwa traumatis, dukungan dari orang-orang sekitar menjadi
sangat penting untuk membantu pemulihan mereka.
• Bentuk dukungan psikososial yang diberikan kepada anak-anak
perlu memerhatikan usia dan tugas perkembangan anak, serta
melibatkan pengasuh utamanya.
• Tujuannya tetap sama, yaitu untuk membantu mereka
beradaptasi terhadap tuntutan lingkungan sesuai dengan usianya.
• Baik orang dewasa maupun anak-anak memiliki ketangguhannya
masing-masing dan kapasitas untuk memulihkan diri (resiliensi).
Dukungan Psikososial bagi Anak
yang menjadi Penyintas
PENDAMPINGAN INDIVIDUAL: DUKUNGAN PSIKOLOGIS AWAL (DPA)
Refleksi Diri sebagai Pendamping Anak
• Bisakah saya secara sungguh-sungguh memandang anak
sebagai seseorang yang memiliki perasaan dan pendapatnya
sendiri?
• Mampukah saya menerima dan membiarkan anak
menyampaikan hal-hal yang sebaiknya diubah dalam diri
saya?
• Ingatlah kembali masa kanak-kanak dulu. Apa karakteristik
orang dewasa yang Anda sukai dan membuat Anda merasa
nyaman? Bagaimana dengan karakteristik orang dewasa yang
kurang Anda sukai?
Melakukan pendampingan individual
• Pendekatan individual dilakukan jika:
Anak memiliki perilaku “berbeda” dan kebutuhan khusus (contoh:
anak pemarah, anak pemalu, anak penakut, dll)
Anak dengan perilaku yang tiba-tiba berubah, misal: anak yang
awalnya aktif dan mau terlibat kegiatan, tiba-tiba menarik diri dan
pendiam.
• Pendampingan individual harus dilakukan dengan melibatkan keluarga,
lingkungan sekitar atau orang-orang lain yang berperan bagi anak.
• Salah satu bentuknya adalah dengan memberikan Dukungan Psikologis
Awal (DPA) bagi anak yang mengalami peristiwa traumatis
Tujuan DPA
• Melindungi orang tersebut dari kemungkinan mengalami kondisi
sulit/ tertekan yang lebih buruk lagi apalagi ketika dirasakan
situasi yang dihadapi cenderung mengancam/ tidak nyaman bagi
orang tersebut
• Membantu orang lain untuk kembali bertanggung jawab menjaga
dirinya baik secara fisik maupun mental
• Membantu penyintas mendapatkan kembali kepercayaan diri,
perasaan bahwa ia bisa mengendalikan dirinya dan situasi yang
ada termasuk kehidupannya sendiri
• PERLU DIINGAT: INI ADALAH PERTOLONGAN PERTAMA SIFATNYA
DPA BUKAN …

• Proses konseling profesional


• Proses psychological debriefing
• Menganalisis apa yang terjadi pada mereka
• Menekan anak untuk menceritakan mengenai perasaan dan
reaksi mereka
Melakukan DPA …

• Perkenalan
• Berikan kebutuhan segera
• Dengar, dengar, dengar
• Terima luapan perasaan
• Bantu dengan langkah selanjutnya
• Rujuk dan tindak lanjuti
Perkenalan
• Tahap yang sangat penting dalam pendampingan. Di sini kesan
pertama terbentuk.
• Pendamping perlu membentuk dan menanamkan rasa aman dan
percaya pada anak.
• Anak dapat lebih terbuka pada orang yang sudah ia kenal dan ia
percaya.
• Jadilah teladan bagi anak dalam bersikap dan bertingkah laku.
Ketika pendamping ingin anak berperilaku tertentu, pendamping
harus melakukannya juga. Begitupula untuk perilaku yang tidak
diharapkan. Pendamping harus tidak melakukannya juga.
Memberikan kebutuhan segera
• Bawa penyintas ke tempat yang aman (terlindung)
• Tanyakan jika mereka membutuhkan sesuatu untuk mereka
atau anak mereka
• Jika diperlukan, berikan pertolongan pada lukas fisik yang
dialami
• Bantu penyintas menghubungi saudara/ kerabat/ orang yang
sangat dipercaya olehnya
• Jika mereka lelah, sediakan tempat dimana mereka dapat
beristirahat
• Jalan-jalan atau bermain sebentar dengan mereka untuk
mengurangi beban mereka (jika dibutuhkan)
Dengar, dengar, dengar
• Praktikkan mendengar aktif
• Konsentrasi penuh pada apa yang dibicarakan oleh anak.
• Jangan menyela pembicaraan atau mencoba
meyakinkan mereka bahwa semua akan baik-baik saja.
• Lakukan kontak mata
• Berikan sentuhan pada tangan atau bahu korban, jika
diperlukan.
• Dengarkan mereka sejenak ketika sedang
menggambarkan apa yang terjadi. Menceritakan
permasalahan mereka dapat membuat anak mengerti
dan kemudian menerima kejadian tersebut.
Menerima semua perasaan yang
mereka tumpahkan
• Berikan respon yang wajar terhadap perasaan
yang diungkapkan penyintas termasuk perasaan
bahagia, senang, gelisah, dukacita, rasa bersalah,
dan kemarahan.
• Pendamping harus tetap tenang, tarik nafas, dan
biarkan anak merasa bahwa tidak apa untuk
merasa seperti itu
• Biarkan anak meluapkan reaksi yang wajar atas
peritiwa yang tidak wajar yang mereka alami
Bantu dengan langkah selanjutnya
• Tanyakan pada anak apa yang menjadi mengganggu pikiran dan
perasan mereka
• Tanyakan pada anak kesediaan mereka untuk membicarakan hal
tersebut dengan anda
• Jika anak sudah lebih siap tanyakan apa rencana yang akan
mereka lakukan bagi diri mereka
• Bantu anak melihat sisi positif dan negatif (keuntungan atau
kerugian) dari tiap jalan keluar masalah yang akan mereka lakukan
• Berikan informasi yang faktual mengenai dimana dan bagaimana
mereka dapat mencari bantuan untuk masalah mereka
Rujuk dan Tindaklanjuti
•Hubungkan mereka dengan sumber-sumber dukungan di
lingkungannya (misal: keluarga, saudara, sahabat, toga/tomas
dll)
•Bila tidak tahu informasi yang dibutuhkan penyintas, rujuklah
pada pihak lain yang dianggap lebih tahu
•Rujuk mereka yang tidak bereaksi terhadap intervensi singkat
(misal konselor, psikolog, psikiater)
•Tetap menindaklanjuti dan memantau perkembangan kondisi
penyintas (dan keluarga)
DPA – Komunikasi Empatik
Melakukan komunikasi empatik dengan anak dalam pemberian DPA
Mendengarkan subjek dampingan dan bantu
mereka merasa tenang
• Tetap dekat dengan orang tersebut, namun perhatikan jarak
yang nyaman bagi subjek.
• Tidak menekan atau mendorong anak untuk bicara.
• Dengarkan saat mereka mau membicarakan mengenai apa
yang terjadi.
• Jika mereka sangat tertekan, bantu mereka untuk merasa
tenang dan pastikan mereka tidak sendirian
Membantu Anak untuk Tenang
• Menjaga suara Anda untuk tetap tenang dan lembut.
• Jika secara budaya itu sesuai, coba untuk mempertahankan
kontak mata dengan orang yang diajak bicara.
• Ingatkan orang tersebut bahwa Anda ada untuk membantu
mereka. Ingatkan pada mereka bahwa mereka aman, jika itu
benar.
Cara praktis yang dapat dilakukan untuk membantu
orang lain menjadi tenang..
• Cara ini dilakukan ketika individu yang kita hadapi sedang berada
dalam emosi negatif yang mendalam, seperti sangat marah,
sangat sedih, sangat cemas, sangat takut, dll
• Prinsipnya: secara bertahap kita membantu individu untuk
menurunkan detak jantung per menit nya dengan cara menarik
dan menghembuskan nafas secara perlahan berdasarkan
hitungan tertentu.
• Langkah-langkah:
 Satu = Tarik nafas (2 hitungan  1, 2)
 Tahan (1 hitungan)
 Dua = hembuskan secara perlahan (4 hitungan  1, 2, 3, 4)
Cara praktis yang dapat dilakukan untuk membantu
anak menjadi tenang..(2)

• Sambil bernafas, minta anak untuk


merasakan udara yang masuk dan
keluar.
• Pendamping dapat mengingatkan
individu untuk tetap merasa rileks.
• Bila dirasa lebih nyaman, anak dapat
menutup matanya sambil melakukan
latihan ini. Boleh duduk atau
berbaring sesuai kenyamanan anak.
Mendengarkan secara Aktif (Mendengar Aktif)

• Menangkap dan memahami pesan verbal dan non verbal


• Menyampaikan kembali apa yang diceritakan oleh pembicara
dengan kata-kata sendiri (parafrasa)
• Melakukan refleksi terhadap perasaan dari orang tsb dan
maknanya
• Hindari: terburu-buru memberi nasihat atau menghakimi.
Ingat: anak memiliki pikiran dan perasaannya sendiri.
Contoh
Pencerita: “Ayah saya memang sering begitu. Hanya mau
dipahami tetapi tidak mau memahami. Saya mau melakukan
ini sebagai anak, tetapi ia melarangnya. Ketika saya tanya, ia
hanya menjawab: POKOKNYA TIDAK!!” (Amir, laki-laki, 16
tahun)
Pendengar: _________________________
Pendengar: “Kamu kecewa ya
dengan ayahmu.”

(refleksi perasaan)
Pencerita: “Ayah saya memang sering begitu.
Hanya mau dipahami tetapi tidak mau
memahami. Saya mau melakukan ini sebagai
anak, tetapi ia melarangnya. Ketika saya tanya, ia
hanya menjawab: POKOKNYA TIDAK!!”
Pendengar: “Kamu kecewa ya dengan ayah
Anda.”
Pencerita: “Iya, saya sangat kecewa. Apakah ia
bisa berubah, ya?”
Pendengar: ___________________
Pendengar: “Iya, saya sangat kecewa. Apakah ia
bisa berubah, ya?”
Pencerita: “Anda kecewa karena Anda tidak
dipahami oleh ayah Anda ya...”
Pendengar: “Iya. Saya sungguh-sungguh tidak
tahu apa maunya ayah saya.”

(refleksi makna)
Latihan: Bagaimana respons Anda?
• “Tuhan itu ga ada kak.. Kalau Tuhan ada, Dia gak akan biarkan
aku dipukuli setiap hari. Setiap hari aku juga lihat bapak pukuli
ibu dan adikku. Aku hanya bisa bersembunyi di kamar
memohon keajaiban, tapi hal itu tidak pernah terjadi. Aku
tidak berani keluar kamar, nanti aku juga kena hajar.” (Ali, 10
tahun)
• “Saya sebetulnya mau bercerita kak, tetapi saya diberitahu
tidak boleh cerita pada siapapun. Namun bagi saya, ini
masalah besar. Aku pun tidak mau kalau ibuku sampai tahu.
Dia sedang sakit parah. Aku mau pecahkan sendiri
masalahnya, tetapi tidak tahu mulai dari mana…” (Dewi, 13
tahun)
• “sejak bencana papa berubah. Papa sekarang suka minum-
minum. Kalau engga ada uang untuk beli minuman pasti papa
marah. Aku, adik, dan mama biasanya jadi sasaran kemarahan
papa. Aku pernah dipukul, ditendang. Padahal dulu papa
engga pernah begitu sama aku, adik, dan mama.” (Reyhan, 9
tahun)
Respons Empatik
• Respons empatik menunjukkan pemahaman kita atas
masalah dan posisi pencerita; bukan dengan kacamata kita
sebagai pendengar.
• Respons empatik bertujuan membuat penyintas merasa
diterima, dipercaya, dibantu, dan berdaya.
• Beri dukungan dan informasi, bukan menasehati apalagi
menghakimi.

Hambatan dalam berempati dapat terjadi karena pendamping memiliki bias.


Apakah Bias itu?

• Bias atau prasangka adalah


pemikiran yang cenderung negatif
tentang orang lain (dalam hal ini
dampingan kita) berdasarkan
pengalaman dan pengetahuan
pribadi kita.
TANGGAPAN BIAS
56

• Cenderung merendahkan, menyalahkan,


menilai atau tidak mempercayai

• Sering tidak disadari oleh pendamping

• Berdampak merugikan dan menghambat


pemulihan

• Memerlukan banyak kepedulian untuk


meminimalkannya
Mengapa Penting untuk Memahami Bias Pribadi?

menghambat proses
pendampingan
Apakah garis
diagonal
tersebut sejajar?
Latihan: Apakah respons berikut empatik atau bias?

 Adik sabar saja dulu. Tidak usah dipikirkan terus. Insyaallah ada jalannya…

 Banyak anak menjadi korban kekerasan juga mengalami kebingungan seperti kamu.
Jadi tidak apa-apa ya kalau kamu merasa bingung…

 Menurut kamu apa kesalahan kamu sehingga kamu dipukuli oleh ibumu?

 Memang sewajarnya, anak kecil itu menurut pada orang dewasa…

 Kamu tampaknya masih panik ya. Mau saya ambilkan air minum?
Beberapa hal kunci dalam pendampingan
individual (dukungan psikologis awal)
Karakteristik Perlu
anak dilakukan
• Lebih • Penting
mudah
berbicara
membina
pada orang kedekatan
yang sudah dan bangun
dikenal rasa
dan percaya
dipercaya.
Karakteristik Perlu dilakukan
anak • Gunakan
• Memiliki bahasa dan
keterbatasan penjelasan
berpikir. yang sangat
konkret.
Karakteristik Perlu
anak dilakukan

• Terkadang
memiliki • Penting untuk
bahasa mengkonfirmasi
sendiri, arti dari kata
atau
memberi yang digunakan
arti yang anak.
berbeda
pada kata-
kata yang
umum.
Karakteristik Komunikasi pada Anak

Karakteristik Perlu
anak dilakukan
• Cenderung mudah
dipengaruhi, • Sebaiknya
“mengiyakan” gunakan
atau mengucapkan
sesuatu yang pertanyaan
menurut mereka terbuka.
diharapkan untuk
didengar oleh
orang dewasa.
Karakteristik Komunikasi pada Anak

Karakteristik anak Perlu dilakukan

• Lebih mudah
• Perhatikan bahasa
mengemukakan
non verbal (gerak
pengalaman,
tubuh, ekspresi
perasaan, atau
wajah, nada suara) &
pikirannya dalam
gunakan sarana lain
bahasa non-verbal
(permainan, gambar,
atau melalui sarana
dll)
lain
LATIHAN: KASUS ANAK – UNTUK KEL 1 – 4
• Bacalah kasus yang diberikan.
• Jawablah beberapa pertanyaan berikut:
1) Masalah apa yang terjadi?
2) Apa yang menyebabkan masalah itu terjadi?
3) Apa yang sebaiknya dilakukan pendamping terhadap
penyintas? Perlukah merujuk? – jawablah secara singkat
dan jelas
LATIHAN: ROLEPLAY
• Berdasarkan skenario yang Anda dapatkan, peragakan cara
Anda menghadapi subjek/orang yang datang kepada Anda
sebagai aktivis perlindungan anak.
• Tunjukkanlah bagaimana pendamping dapat berempati,
memberikan dukungan psikologis awal, dan melakukan
mendengar aktif.
• Durasi tampil maksimal 7 menit. (tampilkan bagian yang
relevan saja)
Merujuk: kapan harus merujuk?
Sebaiknya rujuk anak bila ia:
• Menangis tak terkendali dan sering terjadi, terkadang disertai reaksi
ekstrim terhadap kejadian yang hanya menimbulkan stres ringan.
• Masalah atau gangguan tidur (terlalu sedikit atau banyak)
• Depresi, kecemasan, kemarahan
• Sakit fisik yang berhubungan dengan stres: sakit kepala, sakit perut
• Tidak mampu melupakan kejadian traumatis, atau terpaku pada
pemikiran tertentu secara berlebihan
• Menunjukkan ketergantungan atau kelekatan berlebihan pada orang
tertentu
• Mimpi-mimpi buruk
• Pemikiran atau rencana bunuh diri
• Sangat mudah terkejut
Beberapa kondisi yang menunjukkan anak perlu
segera dirujuk:
• Ketakutan atau ancaman untuk membahayakan diri sendiri atau orang lain
• Menarik diri sama sekali dari lingkungan, tidak menunjukkan respons
emosional.
• Rasa putus asa yang menghancurkan diri sendiri
• Resah yang sangat nyata terlihat
• Sering menceritakan berulang-ulang kejadian traumatis
• Aktivitas tidak terkendali
• Tidak mampu mengurus kebersihan diri (sesuai usianya)
• Cepat tersinggung, marah, atau sedih terlihat nyata
• Halusinasi pendengaran (mendengar suara yang tidak didengar orang lain)
• Memiliki pemikiran/keyakinan yang aneh atau tidak masuk akal.
Informasi yang dibutuhkan sebelum merujuk
• Layanan kesehatan fisik: rumah sakit, puskesmas, tenda
layanan kesehatan, dokter, bidan
• Layanan kesehatan mental: organisasi pemulihan psikologis,
psikolog, konselor, psikiater, rumah sakit jiwa
• Layanan hukum: organisasi bantuan hukum, lembaga bantuan
hukum khusus anak, pengacara, paralegal, kepolisian
• Ambulans, pemadam kebakaran
Penting: pahami mekanisme dan alur sistem rujukan yang ada, yang biasanya digunakan pada
situasi bencana. Rujuk anak sesuai kebutuhan dan alur yang ada agar proses merujuk tidak
menimbulkan kelelahan dan kerugian bagi anak.
Dukungan Psikososial bagi Anak
yang menjadi Penyintas
PENDAMPINGAN KELOMPOK MELALUI KEGIATAN TERSTRUKTUR
Mengapa kegiatan berkelompok?
• Pengalaman traumatis membuat dunia anak “berantakan”.
Keteraturan yang anak ketahui telah hilang. Timbul rasa
bingung dan tidak aman.
• Kegiatan berkelompok dapat digunakan untuk kembali
membangun rasa aman karena ada keteraturan dalam
kegiatan berkelompok, dan idealnya dilakukan secara rutin.
• Kegiatan berkelompok dapat membantu anak terhubung
kembali dengan lingkungan dan orang-orang di sekitarnya.
Beberapa contoh kegiatan berkelompok
• Kegiatan seni: tari, lagu/menyanyi, dll
• Kegiatan bermain: outbound, permainan tradisional berkelompok,
dll
• Kegiatan pendidikan: belajar bersama, pengajian, dll
• Kegiatan keterampilan: membuat kerajinan tangan, menjahit,
menghias gambar/bentuk, dll
• Kegiatan olahraga: latihan bela diri, sepak bola, dll
Kegiatan kelompok yang diberikan harus disesuaikan dengan usia dan tahap perkembangan anak
KEGIATAN PSIKOSOSIAL KELOMPOK PERLU
• Direncanakan & disusun secara berkesinambungan
• Terjadwal/rutin
• Bertujuan untuk pemulihan
Kelompok Anak TK
Ciri Umum Cara Fasilitasi

• Senang bercerita, kaya • Buat kegitan yg kaya permainan penuh


imajinasi, yang mengajarkan cara
imajinasi, memiliki banyak ide berteman dan tolong menolong
yg ingin didengarkan dan • Berikan kesempatan anak bercerita dan
dengarkan
diwujudkan.
• Kegiatan banyak menggunakan gerakan
• Anak berlatih cara berteman motorik kasar ( melompat, lari) dan halus
(menggunting, melipat)
dan tolong-menolong • Gunakan bahasa sederhana, mudah
• Senang bernyanyi, bermain, dipahami, dan beri instruksi berulang kali
dan dimanjakan. Mereka • Beri contoh/peragaan ketika memberikan
instruksi
merasa aman dengan kata-
kata dan sentuhan
Kelompok Anak SD
Ciri Umum Cara Fasilitasi
• Suka berkompetesi, menguasai • Memberikan permainan energik,
sesuatu (kemampuan), penuh yg mengajarkan nilai kerjasama &
energi, suka tantangan aktivitas tolong-menolong
• Sudah lebih cepat dalam • Ajak anak bercerita pengalaman
memahami sesuatu dan berdiskusi, lalu membahas
• Berteman secara berkelompok nilai-nilai positif
(biasanya dengan sesama jenis
kelamin) • Anak dapat dilatih untuk
menguasai keterampilan
• Sudah bisa berdiskusi & tukar sederhana, spt ekspresi emosi,
pendapat relaksasi, dll
Kelompok Anak SMP
Ciri Umum Cara Fasilitasi
• Ingin menunjukkan bahwa • Gunakan bahasa yg sama dgn anak
mengikuti “trend” pergaulan saat itu (mis:
dirinya bukan anak-anak lagi mengetahui idola, lagu yg populer, dll)
• Kadang menggunakan bahasa • Libatkan anak dlm menentukan hal-hal
terkait kegiatan. Tentu tidak semua ide
“gaul” anak bs dijalankan. Beri penjelasan apabila
• Ingin menentukan sendiri apa idenya belum bisa dijalankan.
yg hendak dilakukan • Bila memungkinkan, berikan informasi
terkait kesehatan reproduksi, menghargai
• Kadang memberontak laki-laki & perempuan.
terhadap sosok orang dewasa • Kegiatan perlu dikemas agar melibatkan
olah fisik & pikiran
• Mulai tertarik lawan jenis & • Posisikan diri sbg teman, tetapi dgn
organ reproduksinya mulai pengalaman & informasi yg lebih banyak
berkembang
Kelompok Anak SMU
Kelompok Anak SMA Cara Fasilitasi
• Paham dunia remaja beserta isu-isu penting mereka.
• Sudah merasa orang dewasa &
ingin membuktikan diri lewat • Posisikan diri setara dengan mereka, luangkan waktu
berbagai cara. berkumpul bersama mereka (di luar sesi kegiatan)
• Mulai memiliki pilihan sendiri & • Libatkan mereka dalam merencanakan suatu kegiatan/
memikirkan masa depan mengambil keputusan

• Keinginan besar utk diterima • Dalam kegiatan, perbanyak kegiatan diskusi, memberikan
pendapat.
teman sebaya. Sehingga mungkin
melakukan tindakan berbahaya • Bila memungkinkan, beri informasi seputar kesehaan
demua penerimaan tsb. reproduksi, pacaran sehat, narkoba & perencanaan masa
depan (disesuaikan dgn kapasitas fasilitator)
• Lebih mudah memahami makna
kegiatan dibandingkan kelompok • Hindari memberi nasihat/terlalu menggurui
usia lainnya. • Bila memberi tanggung jawab kpd salah satu/ beberapa
anak untuk memimpin kelompok/kegiatan
Susunan Kegiatan Kelompok (Terstruktur)

1. Aktivitas pembuka

2. Kesepakatan/aturan bersama

3. Tahap beraktivitas (kegiatan inti)

4. Aktivitas penutup
Contoh Aktivitas Pembuka & Penutup
Aktivitas Pembuka
• Lingkaran Pembuka
• Yell-Yell

Aktivitas Penutup
• Lingkaran Penutup
• Yell-Yell
Contoh Kesepakatan/Aturan Bersama
• Disiplin/tepat waktu
• Mendengarkan teman lain saat bicara
• Hanya satu orang yang berbicara pada satu waktu.
• Tidak memotong pembicaraan orang lain
• Tidak mengejek atau menghina sesama anggota kelompok
• Apapun yang diungkapkan setiap orang di dalam kelompok ini
akan menjadi rahasia kelompok.
Tahap Beraktivitas (Kegiatan Inti)
Tugas dari Fasilitator/pendamping:
• Mengamati kegiatan yang berlangsung
• Membantu peserta yang mengalami kesulitan
• Amati apa yang terjadi di dalam kelompok
• Memastikan dinamika kelompok berjalan baik, sesuai
kesepakatan
Tahap beraktivitas (lanjutan)
MELAKUKAN DISKUSI REFLEKTIF BERSAMA PESERTA
• Mendapatkan pemahaman baru dan menarik pembelajaran
• Proses refleksi disesuaikan dengan usia peserta
• Kejelian pengamatan dan analisis fasilitator akan sangat
berguna dalam proses ini.
Contoh kegiatan: Lingkaran Aman
• Meminta anak untuk menuliskan nama orang terdekat
yang membuat mereka merasa aman & tuliskan nama
mereka.
• Semakin jauh dari lingkaran anak berarti semakin tidak
dekat dengan anak
• Minta anak untuk membagikan cerita mengenai
gambar tsb.
• Tawarkan pada anak lain utk memberikan tanggapan
pada peserta yang bercerita
• Tujuan kegiatan: anak belajar mengenai lingkungan di
sekitarnya, dan memahami bahwa dalam situasi yang
tidak menentu, ia memiliki sumber-sumber rasa aman.
LINGKARAN AMAN
SAYA

orang terdekat, saya nyaman di


dekatnya (tulis nama)
Orang-orang yang tidak terlalu dekat dengan
saya
Orang yang kurang nyaman bagi saya,
tidak nyaman berada di dekatnya
Alternatif Lain (individu atau berkelompok)

Saya harus menjauhi orang-orang ini

Saya harus berhati-hati dengan orang-orang ini

Saya boleh dan nyaman berada di dekat orang-orang ini


Alternatif Lain (individu atau berkelompok)
• Aktivitas tangan penolong
• Minta anak menuliskan nama-nama
orang yang bisa ia percaya dan dapat
diandalkan pada situasi tulis
• Tuliskan pada jari-jari tangan yang ia
gambar
• Ingatkan anak bahwa ia tidak sendirian
dan memiliki orang lain yang dapat
menolong.
YAYASAN PULIH
Jl. Teluk Peleng 63 A Komplek AL-Rawa Bambu Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12520

Phone: +62 21 788 42 580 | Fax : +62 21 782 3021 | Mobile: +62 811 8436 633
Email : pulihfoundation@gmail.com
Konseling online: pulihcounseling@gmail.com
FB: Yayasan Pulih, twitter/Instagram: @yayasanpulih
RKTL
• Setelah pelatihan ini, apa yang akan saya (dan
rekan-rekan) rencanakan untuk pencegahan dan
penanganan kekerasan terhadap anak? –
jabarkan secara konkret dan jelas

Anda mungkin juga menyukai