Anda di halaman 1dari 40

Fane Virginia 4151171416

Yuanita Rosalina 4151171423


Hadini Qudsy 4151171448
Arsyad Santosa 4151171455
Riany Toisuta 4151171463
Bella Sugih L 4151171464
Aulia Dewi 4151171470 Peritonitis Difus ec Suspek
Faras Hilmy
Editha Afni
4151171471
4151171473
Appendisitis Perforata +
M.Irvan Juniardi 4151171474 Sepsis
M. Lutfi Herliyana 4151171494
Arum Wijayanti 4151171504 dr. Lukmana Lokarjana., Sp.B-KBD, FiNaCs
Dila Layalia 4151171505
Oktaviana Grace 4151171517
Prayudha Tegar 4151171522
BAB I
PENDAHULUAN
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada appendix
vermicularis, dan merupakan penyebab abdomen akut
yang paling sering pada anak-anak maupun dewasa.

Meskipun kasus apendektomi pada negara berkembang


telah menurun dalam beberapa dekade terakhir, apendisitis
akut merupakan kasus bedah emergensi yang paling
sering ditemukan pada anak-anak dan remaja.

Etiologi:
 anak :obstruksi lumen apendiks akibat hiperplasia
limfoid
 dewasa : fecalith, fibrosis, benda asing (makanan,
parasit, kalkuli), atau neoplasia.
Insidensi

Laki-laki :
Perempuan
8,6% : 6,7%
Indonesia:
2009 sebesar 596.132 orang dengan persentase 3.36%

2010 menjadi 621.435 orang dengan persentase 3.53%


Meningkat
pada usia 20-
30 tahun Apendisitis merupakan penyakit tidak menular
tertinggi kedua di Indonesia pada rawat inap di rumah
sakit pada tahun 2009 dan 2010.

Perforasi
appendiks: 20-30%
dan meningkat
32-72% usia >60
thn
 RSUP Prof. R. D. Kandou Manado insidensi apendisitis akut dengan komplikasi
perforasi yang menyebabkan peritonitis mencapai 30%.
 RSUP Dr. M. Djamil Padang diketahui apendisitis perforatif menjadi penyebab
terbanyak peritonitis sekunder dengan indisidensi mencapai 54,1%, selain itu
juga dapat disebabkan oleh divertikulitis atau perforasi ulkus peptikum, terutama
pada orang tua.

Apendisitis akut  apendisitis perforatif  peritonitis dan sepsis.


BAB II
LAPORAN KASUS
Keterangan Umum

Nama : Nn. FI
No.RM : 582492
Alamat : Jl. Kol Masturi WR Muncang, RT 003/013, Cipageran,
Cimahi Utara
TTL : Cimahi, 20/01/2000
Umur : 19 tahun
Pendidikan: SLTA
Pekerjaan : Mahasiswi
Anamnesis

Keluhan utama : Nyeri hebat pada seluruh bagian perut

Riwayat Penyakit Sekarang :


Sejak + 1 hari yang lalu nyeri perut bertmbah hebat hingga meliputi seluruh
bagian perut. Keluhan nyeri perut dirasakan terus menerus seperti nyeri ditusuk-
tusuk dan semakin sakit apabila bergerak. Pasien juga mengeluhkan adanya demam
tinggi disertai dengan minggigil.

Sejak + 3 hari yang lalu keluhan berupa nyeri perut yang dirasakan di ulu hati
kemudian berpindah ke perut kanan bawah. Keluhan disertai dengan demam tidak
terlalu tinggi, mual muntah, serta penurunan nafsu makan.
Pasien menyangkal adanya trauma pada perut sebelumnya. Pasien juga
menyangkal adanya keluar darah dari jalan lahir yang disertai adanya pingsan,
HPHT 17 april 2019.

Riwayat Penyakit Dahulu : Tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada


Pemeriksaan Fisik

Status generalis
Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tanda vital
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 104 x/mnt
Respirasi : 22 x/mnt
Suhu : 38,7 °C
SpO2 : 92%
 Kepala
Mata : Konjungtiva anemis -/-
Sklera ikterik -/-
 Leher : KGB tidak teraba, JVP tidak meningkat
 Thorax : Bentuk dan gerak simetris
Cor : BJ 1,2 murni reguler
Pulmo : VBS kanan = kiri, Rh -/-, Wh -/-
 Abdomen
Inspeksi : cembung
Auskultasi : Bising usus (-)
Palpasi : nyeri tekan (+), nyeri lepas (+), NT Mc Burney (+), rovsing sign (+), fluid wave
(+) defance muskuler seperti papan (+), hepar dan lien tidak dapat dinilai.
Perkusi : pekak samping (+), pekak pindah (+)
 Anorectal : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Ekstremitas : Akral dingin, CRT > 2 detik.
Diagnosis Banding
1. Peritonitis difusa ec apendisitis perforatif dan divertikulitis merckeli perforatif +
sepsis
2. Peritonitis difusa ec apendisitis perforatif + sepsis

Diagnosis Kerja :
Peritonitis difusa ec apendisitis perforatif dan divertikulitis merckeli perforatif +
sepsis
Pemeriksaan Laboratorium 19-04-2019
Tatalaksana saat di UGD:
IVFD RL 1500cc/24jam
Ceftriaxon 1x2 gr iv
Ranitidine 2x50 mg iv
Follow up 19-04-2019
S: Pasien mengeluhkan nyeri perut bawah , mual +, demam +
O: Kesan sakit : sakit sedang
 Kesadaran : Compos mentis
 TD : 90/60 mmHg,
N : 104 x/menit,
R : 28x/menit,
S : 38,50C
 Status generalis :
Mata : CA -/- , SI -/-
Leher : dalam batas normal
Thorax : dalam batas normal
Abdomen : datar, BU (+) normal,
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2dtk

A: Peritonitis ec susp perforasi appendicitis + sepsis


P:
 Ceftriaxon 1x2 gr iv
 Ranitidine 2x50 mg iv
 Paracetamol 3x1 iv
Follow up 20-04-2019
S: nyeri pada luka bekas operasi (+), mual (+)
O: Kesan sakit: sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
TD : 100/60 mmHg,
N : 88 x/menit,
R : 24x/menit,
S : 37,50C
Status generalis :
Mata : CA -/- , SI -/-
Leher : dalam batas normal
Thorax : dalam batas normal
Abdomen : cembung, BU (+) normal,
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2dtk

A : POD 1 peritonitis difus ec perforasi diverticulum meckel + appendectomy + ileocectomy


P:
 Observasi tanda vital
 Infus RL 1500 cc/hari
 Ceftriaxone 1x2 gr iv
 Metronidazole 3x500 mg iv
 Omeprazole 2 x 40 mg iv
 Ketorolac 10 mg + tramadol 1 amp drip dalam 500 cc RL 3x sehari
Follow up 21-04-2019

S : nyeri pada luka bekas operasi (+), mual (+)


O: Kesan sakit : sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
TD :110/60 mmHg,
N :88 x/menit,
R : 24x/menit,
S : 36,50C
Status generalis :
Mata : CA -/- , SI -/-
Leher : dalam batas normal
Thorax : dalam batas normal
Abdomen : cembung, BU (+) normal,
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2dtk
A : POD 2 peritonitis difus ec perforasi diverticulum meckel + appendectomy + ileocectomy
P:
 Observasi tanda vital
 Infus RL 1500 cc/hari
 Ceftriaxone 1x2 gr iv
 Metronidazole 3x500 mg iv
 Omeprazole 2 x 40 mg iv
 Ketorolac 3x 30mg drip
 tramadol 3x 50 mg drip
Follow up 22-04-2019

S: nyeri pada luka bekas operasi (+), mual (+)


O: Kesan sakit: sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
TD : 110/60 mmHg,
N : 88 x/menit,
R : 24x/menit,
S : 36,50C
Status generalis :
Mata : CA -/- , SI -/-
Leher : dalam batas normal
Thorax : dalam batas normal
Abdomen : cembung, BU (+) normal,
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2dtk
A: POD 3 peritonitis difus ec perforasi diverticulum meckel + appendectomy + ileocectomy
P:
 Observasi tanda vital
 Infus RL 1500 cc/hari
 Ceftriaxone 1x2 gr iv
 Metronidazole 3x500 mg iv
 Omeprazole 2 x 40 mg iv
 Ketorolac 3x 30mg drip
 tramadol 3x 50 mg drip
Laporan Operasi

 Ditemukan cairan peritoneum bercampur pus enteric content


berwarna kuning kehijauan.
 Ditemukan adhesi di hampir seluruh usus yang masih dapat
dibebaskan secara tumpul.
 Ditemukan divertikulum ukuran 6 x 1 cm berjarak 40 cm dari
ileocecal valve disertai perforasi ukuran 2 mm.
 Ditemukan appendix kesan inflamasi berwarna kemerahan ukuran
10 x 1 cm disertai fokalit.
 Tatalaksana Pre Operatif:
1. Infus RL 1500 cc/hari
2. Ceftriaxone 1 x 2 gr iv
3. Metronidazole 3 x 500 mg iv
4. Omeprazole 2 x 40 mg drip
5. Ketorolac 3 x 30 mg drip
6. Tramadol 3 x 50 mg drip
Diagnosis pre operatif: Peritonitis difus ec suspek perforasi appendisitis + sepsis

Diagnosis post operatif: Peritonitis difus sc perforasi divertikulitis merkel + sepsis

Tindakan operasi : Ileocecectomy + Adhesiolisis + peritoneal toilet + LE + Appendectomy

Tatalaksana pre operatif: -


Tatalaksana pasca bedah:
 Observasi tanda vital dan monitoring drain
 IVFD 1500 cc RL + 500 D5% / 24 jam
 Ceftriaxone injeksi 1x 2 gr
 Metronidazole 3 x 500 mg iv
 Ketorolac 1 ampul + tramadol 1 ampul drip dalam 500 cc RL 3x sehari
 Omeprazole 2 x 40 g iv
BAB III
PEMBAHASAN
Anamnesis
Pasien perempuan berusia 19 tahun datang ke Rumah Sakit Dustira dengan keluhan nyeri
hebat pada seluruh bagian perut sejak + 1 hari yang lalu. Nyeri perut bertambah hebat hingga
meliputi seluruh bagian perut.

Nyeri pada seluruh bagian perut bisa di diagnosis differential dengan peritoneum. Kelainan dari
peritoneum dapat disebabkan oleh bermacam hal, antara lain:
1. Perdarahan, misalnya pada ruptur lien, ruptur hepatoma, kehamilan ektopik terganggu
2. Asites, yaitu adanya timbunan cairan dalam rongga peritoneal sebab obstruksi vena porta pada
sirosis hati, malignitas.
3. Adhesi, yaitu adanya perlekatan yang dapat disebabkan oleh corpus alienum, misalnya kain
kassa yang tertinggal saat operasi, perforasi, radang, trauma
4. Radang, yaitu pada peritonitis.
Keluhan nyeri perut dirasakan terus menerus seperti nyeri ditusuk-tusuk
dan semakin sakit apabila bergerak.
Keluhan nyeri ini menunjukkan adanya proses inflamasi yag mengenai
peritoneum parietalis (nyeri somatik).

Pasien juga mengeluhkan adanya demam tinggi disertai dengan minggigil.


Hal ini disebabkan akibat adanya inflamasi lalu pengeluaran mediator-mediator
seperti TNFα, IL6, dan interferon sehingga mempengaruhi pusat termoregulasi
hipotalamus, mengeluarkan prostaglandin sehingga terjadi peningkatan suhu.
Sejak + 3 hari yang lalu keluhan berupa nyeri perut yang dirasakan di ulu
hati kemudian berpindah ke perut kanan bawah. Keluhan disertai dengan
demam tidak terlalu tinggi, mual muntah, serta penurunan nafsu makan.
Keluhan tersebut ,erupakan gejala dari appendisitis. Hal ini menggambarkan
bahwa adanya riwayat appendisitis sebelumnya. Pada anamnesis penderita akan
mengeluhkan nyeri perut kanan bawah. Keadaan ini disebabkan karena peradangan
yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan
nyeri di daerah perut kanan bawah, keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif
akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang
diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. Muntah atau
rangsangan viseral akibat aktivasi nervus vagus. Obstipasi karena penderita takut
untuk mengejan. Panas akibat infeksi akut
Pasien menyangkal adanya trauma pada perut sebelumnya.
Hal ini menggambarkan bahwa dapat menyingkirkan diagnosis differential
peritonitis ec perdarahan intra abdomen akibat trauma. Tanda-tanda dalam trauma
abdomen tersebut meliputi nyeri tekan, nyeri spontan, nyeri lepas dan distensi
abdomen.

Pasien juga menyangkal adanya keluar darah dari jalan lahir yang disertai
adanya pingsan, HPHT 17 april 2019.
Diagnosis differential peritonitis ec KET disingkirkan. KET dapat menyebabkan
inflamasi pada peritoneum karena perdarahan yang disebabkan dari KET mengenai
peritoneu.
Pemeriksaan Fisik
• Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik didapatkan suhu tubuh pasien 38,7 °C menandakan
suhu pasien febris. Pada pemeriksaan kepala, leher, abdomen dalam batas normal.

• Hasil pemeriksaan abdomen didapatkan abdomen terlihat cembung serta pada saat palpasi
didapatkan nyeri tekan (+), nyeri lepas (+), NT Mc Burney (+), rovsing sign (+)
menandakan adanya apendisitis. Fluid wave (+) defance muskuler seperti papan (+), dan
saat auskultasi bising usus (-) menandakan adanya perforasi. Hepar dan lien tidak dapat
dinilai. Perkusi abdomen didapatkan pekak samping (+), pekak pindah (+) menandakan
perforasi.

• Pada pemeriksaan ekstremitas didapatkan akral dingin dan CRT >2 detik menandakan
adanya perfusi ke bagian perifer berkurang.
Pemeriksaan Penunjang

Pada pasien didapatkan nilai leukosit 20.000/Ul dari nilai rujukan


4000-11.000/Ul hal ini sesuai dengan adanya keadaan pasien yang terkena
infeksi pada apendistis.
Pemeriksaan leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk
melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang. Pada
apendisitis akut dan perforasi terjadi leukositosis yang lebih tinggi . Hb
(hemoglobin) nampak normal. Laju endap darah (LED) normal pada
pasien sehingga dapat menghilangkan kecurigaan terhadap apendisitis
infiltratif
 Pemeriksaan sedimen urin didapatkan peningkatan pada leukosit dengan jumlah
leukosit 4-6 dengan nilai rujukan leukosit normal 3-5/Lpb dan didapatkan
peningkatan eritrosit 3-5/Lpb dari nilai normal 0-3/Lpb hal ini dapat terjadi
karena apendiks yang meradang menempel pada ureter atau vesika.
Penatalaksanaan
 Inj. Ceftriaxon 1x2 gram/hari

 Ceftriaxon merupakan obat antibiotik spektrum luas golongan cephalosporin generasi ke 3


dengan fungsi untuk mengobati berbagai macam infeksi bakteri.

 Bekerja dengan menghambat sintesis mucopeptide di dinding sel bakteri. Ceftriaxone


mempunyai stabilitas yang tinggi terhadap beta-laktanase, baik terhadap penisilinase
maupun sefalosporinase yang dihasilkan oleh kuman gram negatif maupun gram positif.

 Ceftriaxone tersedia dalam bentuk larutan injeksi dan injeksi bubuk. Dosis yang tersedia

dalam bentuk larutan injeksi adalah 1 gram/50 ml) dan 2 gram/50 ml, sedangkan dosis yang

tersedia dalam bentuk injeksi bubuk adalah 250 mg, 500 mg, 1 gram, 2 gram, 10 gram, dan

100 gram.
 Inj. Ketorolac 2x30 mg/hari

 Ketorolac merupakan obat penatalaksanaan jangka pendek terhadap nyeri akut sedang sampai
berat setelah prosedur bedah. Durasi total ketorolac tidak boleh lebih dari lima hari, ketorolac
secara parenteral dianjurkan diberikan segera setelah operasi.

 Dosis awal Ketorolac yang dianjurkan adalah 10 mg diikuti dengan 10–30 mg tiap 4 sampai 6
jam bila diperlukan. Harus diberikan dosis efektif terendah. Dosis harian total tidak boleh
lebih dari 90 mg untuk orang dewasa dan 60 mg untuk orang lanjut usia, pasien gangguan
ginjal dan pasien yang berat badannya kurang dari 50 kg.
 Metronidazole 3x500 mg iv

 Metronidazol merupakan antibiotik yang efektif sebagai agen antibakteri pada gram negatif
dan pada bakteri anaerobik seperti Bacteroides fragiles yang umumnya menyebabkan
kejadian infeksi pada luka operasi.

 Beberapa antibiotik ada yang menggabungkan dengan penggunaan metronidazole.


Penggunaan antibiotik cephalosporin contohnya ceftriaxone ideal sebagai profilaksis, hal
tersebut disebabkan karena beberapa keunggulan dari cephalosporin, yaitu memiliki
sprektrum aktivitas yang luas, respon alergi rendah, dan menguntungkan dari segi biaya.
 Omeprazole 2x40 mg/hari

 Pada kasus pemberian omeprazole sudah sesuai dengan indikasi & dosis yang diberikan sudah sesuai
teori.

 Omeprazole merupakan basa lemah, dan secara khusus berkonsentrasi dalam kanalikuli sekretori asam
dari sel parietal, dimana diaktifkan dengan proses proton-katalis untuk menghasilkan sulphenamide.
Sulphenamide berinteraksi kovalen dengan kelompok sulphydryl residu sistein dalam domain
ekstraselular dari H + K + -ATPase - khususnya Cys 813 - sehingga menghambat aktifitasnya.

 Omeprazol mempunyai mekanisme kerja yang unik karena mempunyai tempat kerja dan bekerja
langsung pada pompa asam (H+/K+ ATPase) yang merupakan tahap akhir proses sekresi asam lambung
dari sel-sel parietal. Enzim gastrik atau pompa proton atau disebut juga pompa asam ini banyak terdapat
dalam sel-sel parietal. Pompa proton ini berlokasi di membran apikal sel parietal. Dalam proses ini, ion
H dipompa dari sel parietal ke dalam lumen dan terjadi proses pertukaran dengan ion K. Omeprazol
memblok sekresi asam lambung dengan cara menghambat H+/K+ ATPase pump dalam membran sel
parietal.
Daftar Pustaka
1. Price SA, Loraine MW. Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses penyakit, edisi 6 vol.1. Jakarta : EGC ; 2015

2. Sjamsuhidayat R, W De Jong. Buku ajar ilmu bedah, edisi 3. Jakarta : EGC; 2010

3. Naiken, G., 2015, Apendisitis Akut, http://www.scribd.com/doc/149322791/APEN DISITIS-AKUT

4. Zuidema GD, Charles JY. Surgery of the alimentary tract 5th edition. Philadelphia : W.B Saunders ; 20014

5. Norton J, Philip S Barie, Ralph R Bollinge, Alfred EC, Stephen E Lowry, Sean J Mulvihiel, et al. sugery basic science
and clinical evidence 2nd edition. New York : Springer ; 2014

6. Manseor et, al ,kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga Jilid kedua, mediaAuscapilus FK UI

Anda mungkin juga menyukai