Anda di halaman 1dari 73

Secondary Effects and Sequelae

of CNS Trauma

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU
2019
Herniation Syndromes
Contents Subfalcine Herniation
Descending Transtentorial Herniation
Tonsillar Herniation
Ascending Transtentorial Herniation
Other Herniations
Edema, Ischemia, and Vascular Injury
Posttraumatic Brain Swelling
Traumatic Cerebral Ischemia,
Infarction, and Perfusion Abnormalities
Blunt Cerebrovascular Injuries
Brain Death
Chronic Effects of CNS Trauma
Posttraumatic Encephalomalacia
Posttraumatic Demyelination
Chronic Traumatic Encephalopathy
Second-Impact Syndrome
Posttraumatic Pituitary Dysfunction
Pendahuluan
Cedera kepala bukan hanya
Cedera Kepala 01 satu keadaan saja

02 Setelah cedera awal dapat terjadi


beberapa kelainan yang
memebentuk sebuah “kaskade”

03 Efek sekunder dari trauma SSP


dapat terjadi setelah cedera awal.
Efek sekunder lebih sering
membahayakan dari pada cedera
awal itu sendiri dan dapat
mengancam nyawa

04 Penilaian pencitraan darurat dan


tatalaksana agresif dapat
membantu mengurangi efek
langsung dan efek jangka panjang
dari cedera otak.
Sindrom Herniasi

Herniasi otak terjadi ketika satu atau


lebih struktur berpindah dari tempat
normal “asli” masuk ke ruang yang
berdekatan
Anatomi yang
Relevan
9
Fisiologi yang
Relevan
Setelah sutura menyatu dan ubun-ubun menutup, otak,
LCS, dan darah semuanya menyatu dalam “bone box”
yang kaku. Volume darah otak, perfusi dan volume LCS
ada dalam keadaan seimbang di dalam kepala.

“ Jumlah volume otak, LCS, dan darah selalu


konstan di dalam kranium karena tulang kranium HUKUM
itu kaku (tidak elastis). Jika terjadi peningkatan MONRO-
volume relatif dari satu komponen maka komponen KELLIE
lain harus dikurangi volumenya”

Ketika terjadi penambahan volume intrakranial oleh (darah,


edema, tumor, dan lain-lain), LCS di sulkus dan ruang
subaracnoid pada awalnya akan ditekan. Ventrikel yang
ipsilateral menjadi terkompresi dan ukurannya berkurang.
Jika berlangsung terus dapat menyebabkan pergeseran dari
struktur otak Herniasi Otak
Herniasi Subfalcine

Herniasi subfalcine (SFH) adalah herniasi


serebral yang paling sering . Herniasi ini dapat
terjadi apabila salah satu hemisfer membengkak
dan mendorong girus singulata ke arah falx
serebri
HERNIASI SUBFALCINE
Etiologi dan patologi
 Efek masa pada hemisfer unilateral
 Otak bergeser melewati garis tengah dibawah falx serebri
Epidemiologi
 Paling sering terjadi pada herniasi serebral
Pencitraan
 Girus singulata, Arteri cerebri anterior (ACA), pergeseran vena serebri
interna melewati garis tengah
 Ventrikel ipsilateral kecil, ventrikel kontralateral membesar
Komplikasi
 Hidrosefalus obstruksi
 Infark sekunder ACA (kasus berat)
Herniasi transtentorial

Herniasi trastentorial adalah pergeseran otak yang terjadi


melalui insisura tentorial. Meskipun pergeseran ini dapat
terjadi pada kedua arah (dari atas maupun bawah), herniasi
desending dari massa supratentorial lebih sering dari pada
asending herniasi.
Herniasi desending transtentorial

Herniasi desending transtentorial atau disingkat DTH


merupakan tipe herniasi kedua yang paling sering
pada sindrom herniasi intrakranial. DTH disebabkan
oleh massa pada hemisfer yang menginisiasi
pergeseran otak dari satu sisi ke sisi lain
• DTH unilateral terjadi ketika
efek dari massa pada
hemisfer mendorong unkus
dan hippocampus dari lobus
DTH temporal ipsilateral ke tepi
insisura tentorial.
• Bilateral DTH , terjadi ketika
kedua lobus temporal
bergeser ke media.
Herniasi Desending Transtentorial
Terminologi dan patologi
 Unilateral DTH
o lobus temporal (uncus, hipokampus) terdorong ke insisura tentorial
 DTH bilateral yang berat = Herniasi “komplit” atau “sentral”
o Hipotalamus, kiasma opticum menjadi datar tertindih sella turcica
Epidemiologi
 Herniasi serebral kedua yang paling sering
Pencitraan
 DTH Unilateral
o Sisterna suprasellar melebar (melewati batas) lalu berobliterasi
o Herniasi lobus temporal mendorong midbrain ke sisi yang berlawanan
 DTH Bilateral
o sisterna basal hilang (tidak terlihat sepenuhnya)
o midbrain terdorong ke bawah, kedua sisi terkompresi
Komplikasi
 kompresi N.III  pupil-involving third nerve palsy
 oksipital sekunder (PCA)  hipotalamus, infark basal
 kompresi pada pedunkulus serebri kontralateral (“Kernohan notch”)
 Perdarahan Midbrain (“Duret”)
Herniasi Tonsilar
Pada herniasi tonsillar, tonsil serebelum bergeser
ke inferior dan menjadi tertekan ke dalam foramen
magnum

Herniasi tonsilar dapat kongenital (misalnya


malformasi chiari 1) atau didapat.

Penyebab paling sering terjadinya adalah


perkembangan massa di fosa posterior mendorong
tonsil ke bawah masuk ke foramen magnum.
Herniasi Tonsilar
Etiologi dan Patologi
 Paling sering herniasi fosa posterior
 Dapat kongenital (Chiari 1) atau didapat
 Didapat
o Paling sering = efek sekunder mssa di fosa posterior
o Sering = hipotensi intracranial
o Jarang = DTH sentral yang berat, kematian otak
Penemuan pada Pencitraan
 Satu atau kedua tonsil berukuran > 5 mm dibawah foramen magnum
 LCS di foramen magnum menghilang
 Foramen magnum tampak berisi jaringan pada CT scan kepala polos potongan axial, T2WI
 Tampak pada inferior tonsil seperti “pointing” atau “peg-like” T1WI potongan sagital
Komplikasi
 Hidrosefalus obstruktif
 Nekrosis tonsil
Herniasi Asending Transtentorial
(ATH)

Pada ATH, vermis cerebellum dan hemisfer


terdorong ke atas “ascend” melalui insisura
tentorial masuk ke kompartemen supratentorial.
Herniasi Asending Transtentorial
Relatif jarang
 Disebabkan oleh dorongan massa fosa posterior
 Neoplasma > trauma
 Serebelum terdorong ke atas melalui insisura
 Kompresi, kerusakan midbrain
Temuan pada pencitraan
 Insisura terisi oleh jaringan, ruang LCS tertutup
 Sisterna quadrigeminal, kompresi tectal plate / mendatar
o Akhirnya muncul oliterasi
Komplikasi
 Hidrosefalus (obstruksi sekunder aquaduktus)
Herniasi Transalar
Herniasi transalar dapat terjadi ketika herniasi
otak melewati greater sphenoid wing (GSW) atau
“ala”. Herniasi transalar dapat menjadi asending
(lebih sering) atau desending

Herniasi transalar asending merupakan herniasi


yang disebakan oleh pembesaran massa di fosa
kranial media

Herniasi transalar desendig adalah herniasi yang


disebabkan oleh pembesaran massa fosa kranial
anterior
Herniasi Lainnya
Herniasi Transalar Asending
 Herniasi transalar yang paling sering
 Disebabkan oleh massa di fosa media
 Pencitraan sagital (tergambar baik pada off-midline)
o Fisura silvia, pergeseran MCA ke atas/ arah greater sphenoid ala
 Pencitraan axial
o Fisura silvia/ MCA membengkok ke depan
o Lobus temporal menonjol masuk ke fosa anterior
Herniasi Transalar Desending
 Disebabkan oleh massa di fosa anterior
 Pencitraan sagital
o fisura silvia, MCA bergeser ke posteroinferior
o lobus frontal mendorong ke belakang mendekati greater sphenoid ala
 Pencitraan axial
o Rektus girus mendorong ke posterior
o MCA membengkok ke belakang
Herniasi Transdural/transkranial
Tipe herniasi serebral yang jarang, kadang-kadang
disebut sebagai “ brain fungus” oleh bedah saraf,
dapat mengancam nyawa.

dapat terjadi: laserasi lapisan duramater, defek dari


tulang (fraktur atau kraniotomi) mungkin dapat
ditemukan, dan TIK akan meningkat.

Herniasi transdural/transkranial iatrogenik dapat terjadi


ketika sebuah lubang “burr”, kraniotomi, atau
kranioektomi dilakukan pada pasien dengan peningkatan
TIK. Ketika duramater dibuka, otak berada di bawah
tekanan maka akan keluar melalui defek tersebut
Herniasi Transdural/transkranial
Tipe herniasi serebral yang jarang, kadang-kadang
disebut sebagai “ brain fungus” oleh bedah saraf,
dapat mengancam nyawa.

Dapat terjadi: laserasi lapisan duramater, defek dari


tulang (fraktur atau kraniotomi) mungkin dapat
ditemukan, dan TIK akan meningkat.

Herniasi transdural/transkranial karena trauma


merupakan tipe herniasi yang terjadi pada bayi atau
anak-anak dengan fraktur tulang communicated
Herniasi Transdural/transkranial
Herniasi transdural/transkranial iatrogenik dapat
terjadi ketika sebuah lubang “burr”, kraniotomi, atau
kranioektomi dilakukan pada pasien dengan
peningkatan TIK.

MRI: Duramater yang rusak tersebut akan terlihat


seperti garis hitam putus-putus pada T2WI.
Jaringan otak, bersama dengan pembuluh darah
danLCS, secara harfiah akan terdekstruksi melalui
defek duramater dan kalvaria masuk ke ruang
subgaleal
Edema, Iskemik, dan
Cedera Vaskular
Cdera kepala dapat menibulkan berbagai kelainan
yang mempengaruhi otak lebih dari trauma awal

Edem otak difus, respon eksitotoksik yang


mengaktivasi jalur glutamatergik, perubahan perfusi,
dan berbagai kejadian iskemik termasuk infark
territorial.
Edema otak posttrauma
Pencitraan
 Tanda awal
Epidemiologi o SFH ≥ 3 mm pada epidural atau subdural
 TBI 10-20% hematom
 Dapat fokal, regional, dan  Next
difus o Penipisan sulkus
 Paling sering pada anak-  Later
anak, dewasa muda Batas substansia alba-gricea tidak jelas
 Berpotensi katastropik  End-stage
o Satu atau kedua hemisfer tampak hipodens
o Semua sulkus, sisterna terobliterasi
o Ventrikel mengecil
Iskemik Serebri Traumatik,
Infark, dan Gangguan Perfusi
Iskemik traumatik dan infark jarang terjadi namun
merupakan komplikasi yang penting pada TBI

Dapat disebabkan oleh berbagai penyebab


termasuk kompresi pembuluh darah (paling sering
sekunder secara mekanik pada sindrom herniasi
otak), vasospasme, dan kongesti vena
Infark Posttraumatik
Herniasi otak paling sering menyebabkan infark
sekunder serebral adalah herniasi desending
transtentorial (DTH)

DTH unilateral berat menggeser lobus temporal dan


arteri serebri posterior (PCA) ke inferior masuk ke
insisura tentorial. Herniasi PCA sudah melewati
mesensefalon bagian posterior, dia akan bergerak
kearah superior dan mendorong tajam ke ujung
insisura tentorial. Segmen PCA P3 akan menutup
lalu menyebabkan infark serebral.
Iskemik Serebri Traumatik
Perubahan perfusi baik secara fokal, regional, dan
generalisata dapat terjadi pada TBI

Iskemik serebri global atau generalisata disebabkan


oleh hipoperfusi, hipoksia, depolarisasi membrane,
atau hilangnya integritas sel membrane dan
homeostatis ion
Iskemik Serebri Traumatik
CT-scan Kepala Polos MRI

Gambaran Gambaran edem,


hipodensitas dengan hiperintens girus pada
perubahan pada T2/FLAIR yang
CT Perfusi seharusnya tidak
substansia grisea-alba
pada parenkim yang menunjukkan
Menunjukkan gangguan vascular.
terkena penurunan aliran
darah serebral dengan
waktu aliran
memanjang
Gangguan Perfusi Serebral Traumatik
Pada pasien dengan Hematom Subdural (SDHs)
akut, peningkatan tekanan intracranial dapat
mengurangi tekanan perfusi otak dan gangguan
aliran darah otak (CBF)

Pasien dengan mixed/chronic SDHs mungkin


secara signifikan meningkatakan regulasi volume
darah otak (CBV) dan CBF di kortek
Diseksi Intrakranial
Vasospasme
•Sirkulasi posterior (arteri vertebralis)
10% berkembang menjadi lebih sering
Antara basis crania, C1
sedang/berat Dinding irregular, lumen eksentrik  flap
Iregularitas pembuluh atau hematom
darah tanpa flap yang jelas 20% berhubungan dengan cedera
atau hematom intramural perdarahan subarachnoid traumatic (tSAH)
fosa posterior
Prediktor independen untuk
hasil yang buruk
•Sirkulasi anterior jarang
Biasanya arteri karotis interna supraclinoid
Mati Otak (Brain Death)
Mati Otak (Brain Death)
Suatu patofisiolgi yang komplit dimana
berhentinya fungsi otak secara
ireversibel

BD merupakan diagnosa klinis.


3 manifestasi klinis yang ditemukan
untuk mengkonfirmasi dari terhentinya
semua fungsi otak , termasuk batang
otak : 1) Koma (dengan penyebab
diketahui), 2) reflex batang otak negatif,
3) apnea
Mati Otak (Brain Death)
CT scan Kepala Polos:
Gambaran difus pada BD,
edema serebral berat. Sulkus
superficial, fisura silvia, dan
sisterna basalis pada kedua
hemisfer menghilang .
 Substansia grisea dan alba
terbalik, substansia grisea
menjadi iso atau hipodens yang
secara relatif pada substansia
alba (“reversal sign”) .
Mati Otak (Brain Death)
MRI
T1WI menunjukkan herniasi MRI
desending sentral otak secara T2 menunjukkan pembengkakan
lengkap dengan kiasma optikum girus dengan hiperintens kortek
dan hipotalamus mengkompresi
basis crania dan midbrain
DWI pasien dengan kematian
“buckled” ke inferior melalui otak menunjukkan difusi terbatas
insisura tentorial dengan penurunan ADC pada
kedua korteks otak dan substansia
Tampak edem hemisfer dan
alba
hipointens, perubahan substansia
grisea-alba.
Mati Otak (Brain Death)
USG:
Angiografi: Doppler transkranial
munujukkan sinyal “to-and-
Penurunan sirkulasi serebral fro”.
merupakan tes konfirmasi yang Dopler orbita
penting menunjukkan tidak adanya
atau aliran balik diastolik di
TIK yang melebihi tekanan
perfusi intraarterial, maka akan arteri sentralis retina
menyebabkan aliran darah otak bersama dengan
akan berhenti peningktan indeks resistif
arterial
Mati Otak (Brain Death)
Kedokteran Nuklir:

Skintigrafi Tc-99 cm
menunjukkan penyerapan pada
kulit kepala tetapi pada otak
tidak ada aktivitas (tanda “ light
bulb”)

Peningkatan aktivitas
ekstrakranial (“tanda “hot
nose”)
Mati Otak (Brain Death)
Diagnosis Banding

Koma dengan penyebab


yang reversibel (overdosis obat,
status epileptikus)
Masalah Teknis (“Missed
bolus”)
Edem otak berat (penyebab
lain)
○ "Malignant" MCA infarct
○ Metabolik (misalnya
hyperammonemia)
Efek Kronik Trauma SSP
Ensefalomalasia Posttraumatik

Patologi
Fokus area dari
ensefalomalasia paling sering
ditemukan pada kejadian
kontusio kortikal yaitu lobus
frontal anteroinferior dan lobus
temporal anterior
Ensefalomalasia Posttraumatik

Imaging:
Gambaran hipodens foci
pada CT scan kepala polos
Area hipointens di T1- MRI
dapat muncul pada T2WI dan
FLAIR
T2*GRE dapat menunjukkan
sisa perdarahan sekitar focus
ensefalomalasic
Demyelinasi Posttraumatik

Cedera pada substansia alba


setelah TBI melibatkan cedera
axon difus dan kelainan myelin Demielinasi subakut
yang berkembang setelah menyebabkan penyebaran
waktu cedera difus yang terbatas di korteks
dan bagian dalam substansia
TBI juga dapat alba
menyebabkan demielinasi
akson yang utuh
Ensefalopati Traumatik Kronis

Etiologi :
Istilah Ensefalopati Traumatic
CTE merupakan proses
Kronis (CTE) digunakan untuk
kumulatif akibat trauma kepala
menjelaskan secara umum
berulang
kelainan neurobehavioral
kronis yang didapatkan dari
Ada hubungan antara CTE
beberapa pukulan di kepala
dan pembentukan neurofibrilari
tangle
Ensefalopati Traumatik Kronis
Masalah Klinis :
Demografi : Antara 15-40%
petinju professional yang
Patologi memiliki gejala cedera kepala
Robeknya septum pelusidi kronis. Sementara kebanyakan
dengan hilangnya volume kasus CTE telah dilaporkan
frontotemporal, gliosis talamik, pada atlet pria yang bermain
degenerasi substansia nigra, olahraga dengan risiko yang
dan jaringan parut serebelar tinggi (mis.American Football),
Pasien lanjut usia yang sering
jatuh berulang berisiko untuk
CTE
Ensefalopati Traumatik Kronis

Pencitraan
CT Scan : pada petinju
Manifestasi klinis. Kerusakan
profesional CT scan normal
dalam memori, bahasa,
pada 93% dan menunjukkan
informasi pemrosesan, dan
atrofi "batas" dalam 6%
fungsi eksekutif serta
MRI : . Pemeriksaan standar
serebelum, gejala piramidal,
pada pasien dengan CTE
dan ekstrapiramidal
adalah sering normal
Second-Impact Syndrome
Etiologi:

Konkusi kerentanan Pencitraan:


pada “temporal window” Manifestasi Klinis
Cedere berulang •aSDH kecil
sebelum sembuh  Biasanya terkena •efek massa yang
disautoregulasi Atlet laki-laki muda disproporsional
Edem otak katastropik Bayi dengan •edem hemisferik
trauma kepala
Pasien lansia
dengan riwayat
jatuh berulang
Pencitraan
CT Scan : pada petinju
Manifestasi klinis. Kerusakan
profesional CT scan normal
dalam memori, bahasa,
pada 93% dan menunjukkan
informasi pemrosesan, dan
atrofi "batas" dalam 6%
fungsi eksekutif serta
MRI : . Pemeriksaan standar
serebelum, gejala piramidal,
pada pasien dengan CTE
dan ekstrapiramidal
adalah sering normal
Disfungsi pituitary posttraumatik

Pada MRI: umumnya


Insufisiensi dari kedua
ditemukan disfungsi pituitary
pituitary anterior dan posterior,
paska trauma dan termasuk
diabetes insipidus (DI),
hipotalamus dan/atau
gangguan sekresi antidiuretik
perdarahan pituitary posterior,
hormone mungkin dapat
infark pituitary lobus anterior,
menyertai TBI
dan transeksi tangkai pituitari

Anda mungkin juga menyukai