• Statuta Roma:
– Genocide
– Crimes against humanity
– War crimes
– The crime of Agression
• UU No. 26 Tahun 2000
– Genosida
– Kejahatan terhadap Kemanusiaan
GENOSIDA
Setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk
menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau
sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis,
kelompok agama, dengan cara:
Membunuh anggota kelompok;
Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental
yang berat terhadap anggota-anggota kelompok;
Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan
mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh
atau sebagiannya;
Memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan
mencegah kelahiran di dalam kelompok; atau
Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok
tertentu ke kelompok lain
KEJAHATAN THD KEMANUSIAAN
Penyiksaan;
Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara
paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau
sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk
kekerasan seksual lain yang setara;
Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau
perkumpulan yang didasari persamaan paham
politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jems
kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara
universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum
internasional;
Penghilangan orang secara Paksa; atau
Kejahatan apartheid”
PENGADILAN HAM
DI INDONESIA
PRINSIP-PRINSIP
Mengadili atau menghukum para pelaku
pelanggaran hak asasi manusia diterima
menjadi salah satu prinsip dalam hukum
hak asasi manusia internasional (“human
rights violators must be punished”)
Tersedianya Pengadilan HAM nasional
merupakan wujud kepedulian & T. Jwb thd.
kemanusian.
Pengadilan HAM Nasional bersifat
komplementer pengadilan HAM
internasional
lanjutan
Pengadilan HAM internasional terbuka
dipergunakan apabila pengadilan
nasional tidak fair dan cenderung
melindungi pelaku/tersangka
Pengadilan internasional dapat
dipergunakan apabila suatu negara
dalam keadaan UNWILLING (tidak
ingin) dan UNABLE (tidak mampu)
PENGADILAN HAM
INDONESIA
Pengadilan HAM terbentuk di Indonesia
setelah Orde Baru Jatuh 1998
Kekerasan yang berindikasi pelanggaran
HAM setelah jajak pendapat di Tim Tim
1999 mendorong keluarnya Resolusi PBB
Nomor 1264/1999
Resolusi itu mendesak agar peristiwa itu
diusut dan pelakunya di bawa ke
pengadilan
Respon Pemerintah
(Presiden Habibi)
Respon thd. Desakan DK PBB dan
untuk mencegah kemungkinan
digelarnya penyelidikan dan
pengadilan HAM internasional,
pemerintah mengeluarkan PERPU No.
1 Tahun 1999
Karena Perpu dianggap kurang kuat
lalu dicabut dan diberlakukan UU No.
26 tahun 2000
TAHAP-TAHAP PENGADILAN HAM
PENYELIDIKAN
PENYIDIKAN
PENUNTUTAN
PERSIDANGAN
PUTUSAN HAKIM
PENYELIDIKAN
Lembaga yang berwenang melakukan penyelidikan
adalah Komnas HAM
Kewenangan Komnas HAM tersebut diatur di
dalam UU No. 39/1999 dan UU 26/2000
Yang diselidiki adalah peristiwa yg diduga
merupakan pelanggaran berat HAM (Genosida &
Kejahatan kemanusiaan)
Dapat membentuk Tim Ad Hoc terdiri atas anggota
Komnas dan Unsur Masyarakat;
Pada saat memulai penyelidikan, memberitahukan
kepada Penyidik.
Apabila terdapat bukti permulaan yang cukup,
menyerahkan kesimpulan kepada Penyidik.
Kewenangan Penyelidikan yang diatur Pasal 89 ayat
(3) huruf b UU No. 39 Tahun 1999 adalah
penyelidikan dalam rangka pemantauan.
Yaitu: kegiatan pencarian data, informasi, dan fakta
untuk mengetahui ada atau tidaknya pelanggaran
terhadap prinsip-prinsip hak asasi manusia yang
diatur dalam peraturan perundangundangan,
terutama yang diatur dalam UU No. 39 Tahun 1999.
Penyelidikan tsb dalam rangka mengawasi
(monitoring) apakah prinsip-prinsip HAM dilanggar
atau tidak.
PENYIDIKAN
Kewenangan Jaksa Agung
Dalam upaya penyidikan ini Jaksa Agung dapat
mengangkat penyidik ad hoc dari unsur
masyarakat dan pemerintah.
kata “dapat” dimaksudkan agar Jaksa Agung
dalam mengangkat penyidik ad hoc dilakukan
sesuai dengan kebutuhan.
Unsur masyarakat adalah dari organisasi politik,
organisasi kemasyarakatan, lembaga swadaya
masyarakat, atau lembaga kemasyarakatan
yang lain seperti perguruan tinggi
Harus diselesaikan dalam waktu 90 hari sejak
menerima hasil penyelidikan. Dapat
diperpanjang 90 hari dan 60 hari.
PENUNTUTAN
Pasal 23 dan 24. Pasal 23 menyatakan
penuntutan mengenai pelanggaran HAM yang
berat dilakukan oleh Jaksa Agung dan dalam
melakukan penuntutan. Jaksa Agung dapat
mengangkat jaksa penuntut umum ad hoc
Pasal 24 mengatur tentang jangka waktu
penuntuan yaitu selama 70 hari terhitung sejak
tanggal hasil penyidikan diterima.
Komnas HAM dapat meminta keterangan
secara tertulis dari Jaksa Agung mengenai
perkembangan penyidikan dan penuntutan.
PENGADILAN
• Dilakukan oleh pengadilan HAM;
• Dilakukan oleh majelis hakim Pengadilan
HAM yang berjumlah 5 orang, terdiri atas 2
orang dari pengadilan HAM bersangkutan
dan 3 orang hakim ad hoc;
• Pemeriksaan pengadilan hingga putusan
paling lama 180 hari sejak dilimpahkan ke
pengadilan;
• Dalam hal banding, harus diputus dalam
waktu 90 hari;
• Dalam hal kasasi, harus diputus dalam
waktu 90 hari;
PENGADILAN HAM AD HOC
Mengadili pelanggaran HAM berat yang
terjadi sebelum adanya UU Pengadilan
HAM;
Dibentuk atas usul DPR dengan
Keputusan Presiden;
Berada di lingkungan Peradilan Umum.
MEKANISME PEMBENTUKAN
PENGADILAN HAM AD HOC
PENGADILAN
HAM AD HOC
• Statuta Roma:
– Genocide
– Crimes against humanity
– War crimes
– The crime of Agression
Yurisdiksi Material
Kejahatan Genocida
Setiap perbuatan yang dilakukan dengan tujuan
untuk menghancurkan, seluruhnya atau untuk
sebagian, suatu kelompok nasional, etnis, ras atau
keagamaan, seperti misalnya :
Membunuh anggota kelompok tersebut;
Menimbulkan luka fisik atau mental yang serius
terhadap anggota kelompok tersebut;
Secara sengaja menimbulkan kondisi kehidupan atas
kelompok tersebut yang diperhitungkan akan
menyebabkan kehancuran fisik secara keseluruhan atau
sebagian;
Memaksakan tindakan-tindakan yang dimaksud untuk
mencegah kelahiran dalam kelompok tersebut;
Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok
itu kepada kelompok lain
Kejahatan Kemanusiaan (Crimes again
humanity)
Perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari
serangan meluas atau sistematik yang ditujukan
kepada suatu kelompok penduduk sipil dengan
mengetahui serangan itu :
Pembunuhan;
Pemusnahan;
Perbudakan;
Deportasi atau pemindahan paksa;
Memenjarakan atau perampasan berat atas
kebebasan fisik dengan melanggar aturan dasar
hukum internasional;
Penyiksaan
Perkosaan, perbudakan seksual, pemaksaan prostitusi,
penghamilan paksa, sterilisasi paksa, atau suatu bentuk
kekerasan seksual lain yang cukup berat;
Penganiayaan terhadap suatu kelompok yang dapat
diidentifikasi atau kolektifitas atas dasar politik, ras, nasional,
etnis, budaya, agama, gender,sebagai diidentifikasikan dalam
ayat 3, atau dasar lain yang secara universal diakui sebagai
tidak diijinkan berdasarkan hukum internasional, yang
berhubungan dengan setiap perbuatan yang dimaksud dalam
ayat ini atau setiap kejahatan yang berada dalam jurisdiksi
mahkamah;
Penghilangan paksa;
Kejahatan apartheid;
Perbuatan tak manusiawi lain dengan sifat sama yang secara
sengaja menyebabkan penderitaan berat, atau luka serius
terhadap badan atau mental atau kesehatan fisik.
Kejahatan Perang
suatu tindakan pelanggaran,
dalam cakupan hukum
internasional, terhadap hukum
perang oleh satu atau beberapa
orang, baik militer maupun sipil.
Pelaku kejahatan perang ini
disebut penjahat perang.
Setiap pelanggaran hukum
perang pada konflik antar bangsa
merupakan kejahatan perang.
Pelanggaran yang terjadi pada
konflik internal suatu negara,
belum tentu bisa dianggap
kejahatan perang.
Kejahatan Perang
Pelanggaran berat terhadap Konvensi Jenewa 12
Agustus 1949, yaitu perbuatan berikut ini
terhadap orang-orang atau hak milik yang
dilindungi berdasarkan ketentuan Konvensi
Jenewa
Pelanggaran serius terhadap hukum dan
kebiasaan yang diterapkan dalam sengketa
bersenjata internasional
Sengketa bersenjata yang bukan sengketa
internasional, pelanggaran serius pasal 3
Konvensi Jenewa 1949
HUKUM PERANG
Cara kerja Komisi PBB untuk Hak Asasi Manusia untuk sampai pada
proses peradilan internasional,