Anda di halaman 1dari 47

PELANGGARAN HAM BERAT

DAN PENGADILAN HAM

Materi pembelajaran Hak Asasi


Manusia
PELANGGARAN HAM

Setiap perbuatan seseorang atau kelompok


orang termasuk aparat negara baik disengaja
maupun tidak sengaja, atau kelalaian yang secara
melawan hukum mengurangi, menghalangi,
membatasi, dan atau mencabut hak asasi
manusia seseorang atau kelompok orang yang
dijamin oleh Undang-undang ini, dan tidak
mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan
memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan
benar, berdasarkan mekanisme hukum yang
berlaku.
PELANGGARAN HAM YANG BERAT

 Merupakan Extra ordinary crimes


 Berdampak secara luas baik pada tingkat nasional
maupun internasional
 Bukan merupakan tindakan pidana yang diatur di dala
m Kitab Undang-undang Hukum Pidana
 Menimbulkan kerugian baik materiil maupun
immateriil
 Mengakibatkan perasaan tidak aman baik
terhadap perseorangan maupun masyarakat
 Perlu segera dipulihkan dalam mewujudkan supremasi
hukum untuk mencapai kedamaian, ketertiban,
ketentraman, keadilan, dan kesejahteraan.
PELANGGARAN HAM YANG BERAT

• Statuta Roma:
– Genocide
– Crimes against humanity
– War crimes
– The crime of Agression
• UU No. 26 Tahun 2000
– Genosida
– Kejahatan terhadap Kemanusiaan
GENOSIDA
Setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk
menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau
sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis,
kelompok agama, dengan cara:
 Membunuh anggota kelompok;
 Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental
yang berat terhadap anggota-anggota kelompok;
 Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan
mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh
atau sebagiannya;
 Memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan
mencegah kelahiran di dalam kelompok; atau
 Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok
tertentu ke kelompok lain
KEJAHATAN THD KEMANUSIAAN

Salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian


dan serangan yang meluas atau sistematik yang
diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan
secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa:
 Pembunuhan;
 Pemusnahan;
 Perbudakan;
 Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa
 Perampasan kemerdekaan atau perampasan
kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang
yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum
internasional;
KEJAHATAN THD KEMANUSIAAN

 Penyiksaan;
 Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara
paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau
sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk
kekerasan seksual lain yang setara;
 Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau
perkumpulan yang didasari persamaan paham
politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jems
kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara
universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum
internasional;
 Penghilangan orang secara Paksa; atau
 Kejahatan apartheid”
PENGADILAN HAM
DI INDONESIA
PRINSIP-PRINSIP
 Mengadili atau menghukum para pelaku
pelanggaran hak asasi manusia diterima
menjadi salah satu prinsip dalam hukum
hak asasi manusia internasional (“human
rights violators must be punished”)
 Tersedianya Pengadilan HAM nasional
merupakan wujud kepedulian & T. Jwb thd.
kemanusian.
 Pengadilan HAM Nasional bersifat
komplementer pengadilan HAM
internasional
lanjutan
 Pengadilan HAM internasional terbuka
dipergunakan apabila pengadilan
nasional tidak fair dan cenderung
melindungi pelaku/tersangka
 Pengadilan internasional dapat
dipergunakan apabila suatu negara
dalam keadaan UNWILLING (tidak
ingin) dan UNABLE (tidak mampu)
PENGADILAN HAM
INDONESIA
 Pengadilan HAM terbentuk di Indonesia
setelah Orde Baru Jatuh 1998
 Kekerasan yang berindikasi pelanggaran
HAM setelah jajak pendapat di Tim Tim
1999 mendorong keluarnya Resolusi PBB
Nomor 1264/1999
 Resolusi itu mendesak agar peristiwa itu
diusut dan pelakunya di bawa ke
pengadilan
Respon Pemerintah
(Presiden Habibi)
 Respon thd. Desakan DK PBB dan
untuk mencegah kemungkinan
digelarnya penyelidikan dan
pengadilan HAM internasional,
pemerintah mengeluarkan PERPU No.
1 Tahun 1999
 Karena Perpu dianggap kurang kuat
lalu dicabut dan diberlakukan UU No.
26 tahun 2000
TAHAP-TAHAP PENGADILAN HAM
 PENYELIDIKAN
 PENYIDIKAN
 PENUNTUTAN
 PERSIDANGAN
 PUTUSAN HAKIM
PENYELIDIKAN
 Lembaga yang berwenang melakukan penyelidikan
adalah Komnas HAM
 Kewenangan Komnas HAM tersebut diatur di
dalam UU No. 39/1999 dan UU 26/2000
 Yang diselidiki adalah peristiwa yg diduga
merupakan pelanggaran berat HAM (Genosida &
Kejahatan kemanusiaan)
 Dapat membentuk Tim Ad Hoc terdiri atas anggota
Komnas dan Unsur Masyarakat;
 Pada saat memulai penyelidikan, memberitahukan
kepada Penyidik.
 Apabila terdapat bukti permulaan yang cukup,
menyerahkan kesimpulan kepada Penyidik.
 Kewenangan Penyelidikan yang diatur Pasal 89 ayat
(3) huruf b UU No. 39 Tahun 1999 adalah
penyelidikan dalam rangka pemantauan.
 Yaitu: kegiatan pencarian data, informasi, dan fakta
untuk mengetahui ada atau tidaknya pelanggaran
terhadap prinsip-prinsip hak asasi manusia yang
diatur dalam peraturan perundangundangan,
terutama yang diatur dalam UU No. 39 Tahun 1999.
 Penyelidikan tsb dalam rangka mengawasi
(monitoring) apakah prinsip-prinsip HAM dilanggar
atau tidak.
PENYIDIKAN
 Kewenangan Jaksa Agung
 Dalam upaya penyidikan ini Jaksa Agung dapat
mengangkat penyidik ad hoc dari unsur
masyarakat dan pemerintah.
 kata “dapat” dimaksudkan agar Jaksa Agung
dalam mengangkat penyidik ad hoc dilakukan
sesuai dengan kebutuhan.
 Unsur masyarakat adalah dari organisasi politik,
organisasi kemasyarakatan, lembaga swadaya
masyarakat, atau lembaga kemasyarakatan
yang lain seperti perguruan tinggi
 Harus diselesaikan dalam waktu 90 hari sejak
menerima hasil penyelidikan. Dapat
diperpanjang 90 hari dan 60 hari.
PENUNTUTAN
 Pasal 23 dan 24. Pasal 23 menyatakan
penuntutan mengenai pelanggaran HAM yang
berat dilakukan oleh Jaksa Agung dan dalam
melakukan penuntutan. Jaksa Agung dapat
mengangkat jaksa penuntut umum ad hoc
 Pasal 24 mengatur tentang jangka waktu
penuntuan yaitu selama 70 hari terhitung sejak
tanggal hasil penyidikan diterima.
 Komnas HAM dapat meminta keterangan
secara tertulis dari Jaksa Agung mengenai
perkembangan penyidikan dan penuntutan.
PENGADILAN
• Dilakukan oleh pengadilan HAM;
• Dilakukan oleh majelis hakim Pengadilan
HAM yang berjumlah 5 orang, terdiri atas 2
orang dari pengadilan HAM bersangkutan
dan 3 orang hakim ad hoc;
• Pemeriksaan pengadilan hingga putusan
paling lama 180 hari sejak dilimpahkan ke
pengadilan;
• Dalam hal banding, harus diputus dalam
waktu 90 hari;
• Dalam hal kasasi, harus diputus dalam
waktu 90 hari;
PENGADILAN HAM AD HOC
 Mengadili pelanggaran HAM berat yang
terjadi sebelum adanya UU Pengadilan
HAM;
 Dibentuk atas usul DPR dengan
Keputusan Presiden;
 Berada di lingkungan Peradilan Umum.
MEKANISME PEMBENTUKAN
PENGADILAN HAM AD HOC

PENYELIDIKAN PENYIDIKAN PENUNTUTAN


KOMNAS HAM KEJAKSAAN AGUNG KEJAKSAAN AGUNG

PENGADILAN
HAM AD HOC

USUL PEMBENTUKAN KEPUTUSAN


OLEH DPR PRESIDEN PEMBENTUKAN
Ketentuan Pidana
 ketentuan pidana untuk kejahatan
genosida yakni dengan ancaman hukuman
mati atau pidana penjara seumur hidup
atau pidana penjara paling lama 25 tahun
dan pidana paling singkat 10 tahun.
 Ketentuan pidana ini sama dengan
kejahatan yang diatur dalam Pasal 9
(tentang kejahatan terhadap kemanusiaan)
huruf a (pembunuhan), b (pemusnahan), d
(pengusiran atau pemindahan penduduk
secara paksa), atau j (kejahatan
apartheid).
 Bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan lainnya yaitu
perbudakan diancam dengan pidana selama-lamanya
15 tahun dan paling singkat 5 tahun
 Demikian pula dengan kejahatan kemanusiaan berupa
penyiksaan diancan hukuman paling lama 15 tahun
dan peling rendah 5 tahun (Pasal 39).
 Kejahatan terhadap kemanusiaan berupa perkosaan,
perbudakan seksual, pelacuran paksa, pemaksaan
kehamilan, kemandulan atau sterilisasi secara paksa
atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lainnya yang
setara diancam pidana selama-lamanya 20 tahun dan
serendah-rendahnya selama 10 tahun (Pasal 40).
KELEMAHAN PERADILAN
HAM INDONESIA
TIDAK ADA HUKUM ACARA
KHUSUS
 Karena kejahatan kemanusian ini bukan kejahatan
biasa (extra ordinary crime) mestinya tersedia hukum
acara khusus
 Tidak bisa dg KUHAP yang diperuntukkan buat
persidangan kejahatan biasa
 prinsip unus testis nullus testis yang dianut oleh
KUHAP dalam pembuktian (Pasal 185 ayat (2) jelas
menyulitkan untuk kasus perkosaan, bahkan hampir
tidak mungkin, untuk membuktikan terjadinya tindak
tersebut, padahal sering terjadi secara luas
(widespread) dalam situasi konflik bersenjata,
kekerasan, dan kerusuhan massal.
PENERJEMAHAN ISTILAH YG
KELIRU
 Pasal 8 huruf c UU 26/2000 mempersempit maksud
dan semangat Pasal 6 huruf (c) Statuta Roma
dengan mengubah frasa “… yang diperhitungkan
akan mengakibatkan …” (“… calculated to bring about
…”) menjadi “… yang akan mengakibatkan …” yang
berlainan implikasinya.
 Frasa dalam Pasal 7 ayat 1 Statuta Roma yang
berbunyi “… attack directed against …” telah
diterjemakan atau ditransformasikan ke dalam Pasal
9 UU 26/2000 sehingga berbunyi “… serangan
[tersebut] ditujukan secara langsung …”.
 Penjelasan Pasal 9 UU 26/2000 ini menunjukkan
tidak perlunya penyisipan kata “langsung” ke dalam
frasa yang bersangkutan;
TIDAK ADA ELEMENT OF CRIME
 Undang-Undang 26/2000 tidak dilengkapi
Element of Crimes bagi kejahatan terhadap
kemanusiaan dan kejahatan genosida serta
pertanggungjawaban komando, sehingga
seringkali membingungkan para penegak
hukum khususnya hakim ketika harus
menafsirkannya sebagai suatu tindak
pidana/delik yang merupakan pelanggaran
HAM yang berat
PENGADILAN HAM
INTERNASIONAL
Tanggungjawab Negara
(State Responsibility)
 Teori tanggungjawab negara
 Tidak ada satu negarapun yang dapat
menikmati hak-haknya tanpa menghormati hak-
hak negara lain. Setiap pelanggaran terhadap
hak negara lain, menyebabkan negara tersebut
wajib untuk memperbaiki pelanggaran hak itu.
Dengan kata lain negara tersebut harus
mempertanggungjawabkannya
 Tanggungjawab negara timbul bila ada
pelanggaran atas suatu kewajiban internasional
untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat
sesuatu, baik kewajiban itu berdasarkan
perjanjian internasional maupun kebiasaan
internasinal
Berlakunya Hukum
Internasional
 Exhausion of Local Remedies
 Local remidies : langkah-langkah
penyelesaian sengketa yang diberikan
oleh negara
 Exhausted : didahulukan
 Doktrin Imputabilitas
 Suatu negara bertanggungjawab atas
kesalahan yang ditimbulkan oleh
organnya
PELANGGARAN HAM YANG BERAT

• Statuta Roma:
– Genocide
– Crimes against humanity
– War crimes
– The crime of Agression
Yurisdiksi Material
 Kejahatan Genocida
 Setiap perbuatan yang dilakukan dengan tujuan
untuk menghancurkan, seluruhnya atau untuk
sebagian, suatu kelompok nasional, etnis, ras atau
keagamaan, seperti misalnya :
 Membunuh anggota kelompok tersebut;
 Menimbulkan luka fisik atau mental yang serius
terhadap anggota kelompok tersebut;
 Secara sengaja menimbulkan kondisi kehidupan atas
kelompok tersebut yang diperhitungkan akan
menyebabkan kehancuran fisik secara keseluruhan atau
sebagian;
 Memaksakan tindakan-tindakan yang dimaksud untuk
mencegah kelahiran dalam kelompok tersebut;
 Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok
itu kepada kelompok lain
 Kejahatan Kemanusiaan (Crimes again
humanity)
 Perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari
serangan meluas atau sistematik yang ditujukan
kepada suatu kelompok penduduk sipil dengan
mengetahui serangan itu :
 Pembunuhan;
 Pemusnahan;
 Perbudakan;
 Deportasi atau pemindahan paksa;
 Memenjarakan atau perampasan berat atas
kebebasan fisik dengan melanggar aturan dasar
hukum internasional;
 Penyiksaan
 Perkosaan, perbudakan seksual, pemaksaan prostitusi,
penghamilan paksa, sterilisasi paksa, atau suatu bentuk
kekerasan seksual lain yang cukup berat;
 Penganiayaan terhadap suatu kelompok yang dapat
diidentifikasi atau kolektifitas atas dasar politik, ras, nasional,
etnis, budaya, agama, gender,sebagai diidentifikasikan dalam
ayat 3, atau dasar lain yang secara universal diakui sebagai
tidak diijinkan berdasarkan hukum internasional, yang
berhubungan dengan setiap perbuatan yang dimaksud dalam
ayat ini atau setiap kejahatan yang berada dalam jurisdiksi
mahkamah;
 Penghilangan paksa;
 Kejahatan apartheid;
 Perbuatan tak manusiawi lain dengan sifat sama yang secara
sengaja menyebabkan penderitaan berat, atau luka serius
terhadap badan atau mental atau kesehatan fisik.
Kejahatan Perang
suatu tindakan pelanggaran,
dalam cakupan hukum
internasional, terhadap hukum
perang oleh satu atau beberapa
orang, baik militer maupun sipil.
Pelaku kejahatan perang ini
disebut penjahat perang.
Setiap pelanggaran hukum
perang pada konflik antar bangsa
merupakan kejahatan perang.
Pelanggaran yang terjadi pada
konflik internal suatu negara,
belum tentu bisa dianggap
kejahatan perang.
 Kejahatan Perang
 Pelanggaran berat terhadap Konvensi Jenewa 12
Agustus 1949, yaitu perbuatan berikut ini
terhadap orang-orang atau hak milik yang
dilindungi berdasarkan ketentuan Konvensi
Jenewa
 Pelanggaran serius terhadap hukum dan
kebiasaan yang diterapkan dalam sengketa
bersenjata internasional
 Sengketa bersenjata yang bukan sengketa
internasional, pelanggaran serius pasal 3
Konvensi Jenewa 1949
HUKUM PERANG

 hukum mengenai tindakan


yang dapat diterima dalam
peperangan, seperti Konvensi
Jenewa, yang disebut "Jus in
bello“ atau konflik bersenjata;
 hukum mengenai penggunaan
kekuatan senjata yang
diizinkan, yang disebut "Jus
ad bellum".
Kejahatan Agresi
 Jenis kejahatan yang belum
didefinisikan dalam Statuta Roma
1998
 Pengabaian etika dan aturan perang
paling ekstrim
Jenis Pengadilan HAM
Internasional
 Pengadilan Ad Hoc/ direct enforcement system
 Mahkamah Nurenberg
 Mahkamah Tokyo
 Mahkamah Rwanda
 Mahkamah Yugoslavia
 Pengadilan Campuran/Hybrid Model
 Mahkamah Kamboja
 Pengadilan Permanen
 International Criminal Courts (Statuta Roma 1994)
PENGADILAN AD HOC/
DIRECT ENFORCEMENT SYSTEM

 sebagai upaya untuk melaksanakan


pembentukan suatu mahkamah internasional
dan upaya mengajukan tuntutan serta
peradilan terhadap pelaku kejahatan
internasional dan upaya mengajukan tuntutan
serta peradilan terhadap pelaku kejahatan
internasional secara langsung tanpa melalui
hukum nasional negara tersebut.
 Pengadilan Nuremberg adalah suatu rangkaian
persidangan kasus-kasus yang berkaitan dengan para
anggota-anggota utama dari kelompok pemimpin politik,
militer dan ekonomi dari nazi Jerman.
 Mengadili para pemimpin NAZI Jerman melakukan
genosida yang dikenal dengan istilah holocaust terhadap
kelompok-kelompok minoritas di Eropa dan Afrika Utara
selama Perang Dunia II yang meliputi Yahudi, Slavia, kaum
Marxis termauk komunis Soviet, orang Perancis dan Gibsi.
 Rangkaian persidangan ini dilakukan di kota nuremberg
Jerman, dari tahun 1945 sampai 1946, di gedung
Pengadilan Nuremberg (Nuremberg Palace of Justice).
Persidangan pertama dan yang paling terkenal dari
rangkaian sidang-sidang yang dilakukan adalah sidang Para
Penjahat Perang Utama sebelum Pengadilan Militer
Internasional (Trial of the Major War Criminals Before the
International Military Tribunal (IMT))
 Pengadilan Internasional untuk Bekas Yugoslavia
(International Criminal Tribunal for the former Yugoslavia
(ICTY)) adalah sebuah badan PBB yang didirikan untuk
mengadili para penjahat perang di Yugoslavia. Pengadilan atau
tribunal ini berfungsi sebagai sebuah pengadilan ad-hoc yang
merdeka dan terletak di Den Haag, Belanda.
 Terjadi pertempuran antara tentara Rakyat
Yugoslavia/Jugoslovenska dengan Slovenia, Croatia, Bosnia
dan Herzegovina yang banyak mendatangkan korban jiwa.
 Tujuan pembentukan ICTY adalah : Pertama : membawa ke
pengadilan orang-orang yang diduga bertanggung jawab
terhadap kejahatan-kejahatan serius hukum humaniter
internasional. Kedua, memberikan keadilan bagi korban,
ketiga, untuk menghalangi kejahatan-kejahatan lebih lanjut,
keempat, memberikan kontribusi terhadap pemulihan
perdamaian dengan meminta pertanggungjawaban dari orang-
orang yang bertanggungjawab atas kejahatan-kejahatan serius
terhadap hukum humaniter.
 Badan ini didirikan oleh Resolusi 827 dari Dewan Keamanan
PBB, yang diluncurkan pada tanggal 25 Mei 1993.
 Badan ini memiliki yurisdiksi mengenai beberapa bentuk
kejahatan yang dilakukan di wilayah mantan negara Yugoslavia
semenjak 1991 Pelanggaran berat Konvensi Jenewa 1949,
pelanggaran Undang-Undang Perang, Genosida dan Kejahatan
terhadap kemanusiaan.
PENGADILAN CAMPURAN
(HYBRID MODEL)

 Pengadilan para pelaku kejahatan serius


terhadap HAM dilakukan dengan memdukan
instrumen hukum internasional dan instrumen
hukum nasional, baik dari aparat penegak
hukum yang bertugas maupun dasar hukum
yang digunakan untuk mengadili pelaku.
 Pengadilan ini diakibatkan tolak-tarik antara
kepentingan nasional dan kepentingan
internasional dalam penyelesaian pelanggaran
berat HAM di kamboja
PENGADILAN CAMPURAN
(HYBRID MODEL)

 Pengadilan para pelaku kejahatan serius


terhadap HAM dilakukan dengan memdukan
instrumen hukum internasional dan instrumen
hukum nasional, baik dari aparat penegak
hukum yang bertugas maupun dasar hukum
yang digunakan untuk mengadili pelaku.
 Pengadilan ini diakibatkan tolak-tarik antara
kepentingan nasional dan kepentingan
internasional dalam penyelesaian pelanggaran
berat HAM di kamboja
PERADILAN HAM INTERNASIONAL

1948 PBB mengeluarkan Dekiarasi


Universal Hak Asasi Manusia (Universal
Declaration of Human Rights) yang
menjadi dasar hukum internasional baru
bagi persoalan HAM.

lembaga bernama International Criminal


Court mulai bekerja pada 2002 untuk
mengadili kejahatan perang, pembersihan
etnik (genosida), kejahatan terhadap
kemanusiaan, dan kejahatan agresi
PROSES PERADILAN HAM INTERNASIONAL
Dalam rangka menyelesaikan masalah pelanggaran HAM, PBB
membentuk Komisi PBB untuk Hak Asasi manusia (The United
Nations Commission on Human Right)

Cara kerja Komisi PBB untuk Hak Asasi Manusia untuk sampai pada
proses peradilan internasional,

Melakukan pengkajian (studies) terhadap pelanggaran-pelanggaran


yang dilakukan, baik dalam suatu negara tertentu maupun secara
global. Terhadap kasus-kasus pelanggaran yang terjadi, kegiatan
Komisi terbatas pada himbauan serta persuasi. Kekuatan himbauan
dan persuasi terletak pada tekanan opini dunia internasional terhadap
pemerintah yang bersangkutan.
Seluruh temuan Komisi mi dimuat dalam Yearbook of Human Rights
yang disampaikan kepada Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Mahkamah Internasional sesuai dengan tugasnya, segera


menindakianjuti baik pengaduan oleh anggota maupun warga negara
anggota PBB, serta hasil pengkajian dan temuan Komisi Hak Asasi
Manusia PBB untuk diadakan penyidikan, penahanan, dan proses
peradilan.
PERADILAN HAK AZASI MANUSIA
INTERNASIONAL

Dibentuk ICC ( INTERNATIONAL CRIME COURT) 17 Juni


1998 di Roma. Dalam konferensi / sidang Unitet Nations
Diplomatic Conference On Criminal Court.

Disepakati bahwa kejahatan kejahatan itu adalah:

 The Crime Of Genocide (permusuhan masal thd


kelompok etnis atau agama tertentu
 Crime Against Humanity (kejahatan melawan
kemanusiaan)
 War Crimes (kejahatan perang)
 The Crimes of Agression (penyerangan suatu
bangsa atau negara terhadap negara )lain
SANKSI INTERNASIONAL ATAS
PELANGGARAN HAM

 Di berlakukannya travel warning


terhadap warga negaranya
 pengalihan investasi atau penanaman
modal asing
 Pemutusan hubungan diplomatik
 Pengurangan bantuan ekonomi
 Pengurangan tingkat kerjasama
 Pemboikotan produk eksport
 Embargo Ekonomi

Anda mungkin juga menyukai