Anda di halaman 1dari 22

Clinical Science Session

MENINGITIS TUBERKULOSIS: TINJAUAN


DIAGNOSIS DAN PENGOBATAN

Bella Merisa – G1A218018


PEMBIMBING:
dr.NIDIA SURIANI, Sp.S., M. BIOMED
Meningitis Tuberkulosis (MTB) adalah bentuk umum tuberkulosis (TB) system syaraf pusat
yang memiliki angka kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas) yang sangat tinggi.

MTB biasanya merupakan penyakit subakut dengan gejala yang


berlangsung selama berminggu-minggu sebelum di diagnosis

Uji pada (smear) dan kultur bakteri menunjukan tingkat sensitifitas


yang relatif rendah, akan tetapi hasil tersebut meningkat pada jumlah
sampel yang lebih besar.

Pengobatan MTB harus dilakukan segera setelah


adanya dugaan klinis dari berbagai tes CSF tersebut
Pengobatan empiris setidaknya harus terdiri dari empat obat-obatan lini
pertama seperti isonazid, rifampin, pyrazinamide, dan streptomycin atau
ethambutol; peran antiobiotik golongan Fluorokuinolon tersebut masih harus
ditentukan.

Pada pasien HIV positif dengan MTBC, pertimbangan pengobatan


penting termasuk interaksi obat, perkembangan immune
reconstitution inflammatory syndrome (IRIS), manfaat yang belum
jelas dari terapi tambahan kortikosteroid, dan peningkatan jumlah TBC
yang resistan terhadap obat

Diperlukan pengujian efektifitas obat lini kedua dan anti-TB


yang baru pada model hewan dari eksperimental MTBC untuk
membantu menentukan rejimen optimal untuk TB yang
resistan terhadap obat.

Terapi tambahan berupa pemberian kortikosteroid pada


pasien MTBC telah terbukti dapat memperbaiki mortalitas
pasien
PENDAHULUAN

Penyakit Meningitis Tuberkulosis (MTB) disebabkan oleh bakteri Mycobacterium


Tuberculosis (M. Tuberculosis) dan merupakan jenis tuberkulosis (TBC) yang umum terjadi
pada system syaraf pusat (SSP). MTB sering dikaitkan dengan gejala sisa neurologis yang
dialami pasien dan bahkan kematian jika tidak diobati dengan tepat

Kasus MTB sangat jarang terjadi di Negara maju. Contohnya di Amerika, hanya ada
100 sampai 150 kasus yang terjadi tiap tahunnya, yaitu kurang dari 3% total
perkiraan kasus meningitis bakteri yang terjadi setiap tahun

Penyakit ini terjadi ketika tuberkel subependim atau subpial, dinamai juga
“Rich foci” yang dilepaskan selama proses bacillemia akibat infeksi primer
atau penyakit menyebar, masuk ke dalam ruang subarachnoid

Mereka yang beresiko tinggi terkena MTB adalah anak-anak yang


terkena infeksi primer dan pasien yang mengalami defisiensi imun
akibat penuaan, malnutrisi, atau gangguan lain seperti HIV dan kanker
TUJUAN DAN METODE PENELITIAN

• Tujuan tinjauan ini adalah untuk menggambarkan pendekatan


diagnosis dan pengobatan berbasis bukti terhadap penyakit
MTB. Makalah ini ditulis untuk para dokter yang menginginkan
sebuah ringkasan praktis mengenai topik tersebut. kemudian,
disini juga sekilas dibicarakan tentang manifestasi klinis MTB dan
penggunaan model pada hewan untuk uji coba pengobatan MTB
dulu dan sekarang.
MANIFESTASI KLINIS

• MTB biasanya merupakan penyakit subakut. Sebuah review paling penting mengatakan
bahwa gejala MTB akan muncul selama rata-rata 10 hari (berjarak satu hari hingga
sembilan bulan) sebelum diagnosis.
• FASE PRODROMAL • Kejang jarang terjadi pada pasien dewasa
demam, • Kejang sering terjadi pada pasien MTB anak-anak,
dengan presentase kejadian sebesar 50% dari
malaise,
kasus yang ada
sakit kepala,
• Apabila MTB tidak diobati, pasien akan
pusing, mengalami koma bahkan berujung pada kematian
muntah, • pasien yang telah sembuh dari MTB akan
dan/atau perubahan kepribadian dapat mengalami gejala sisa seperti keterbelakangan
berlangsung selama beberapa minggu, mental pada pasien anak-anak, gangguan
pendengaran sensorineural, hidrosefalus,
selanjutnya pasien akan mengalami :
kelumpuhan saraf kranial, defisit neurologis
sakit kepala berat, keadaan mental yang lateralisasi akibat stroke, kejang, dan koma
berubah-ubah, stroke, hidrosefalus, dan
neuropati kranial
DIAGNOSIS

• Diagnosis MTB cukup sulit dan mungkin hanya bergantung pada temuan klinis dan temuan
tes awal terhadap cairan serebrospinal (CSF) yang mana belum bisa mendapatkan
persetujuan mikrobiologi
• Gambaran klinis seperti gejala yang terjadi lebih lama (> enam hari), pleositosis CSS
sedang, dan deficit fokal menunjukan bahwa pasien kemungkinan besar mengalami MTB
• Temuan uji CSF menunjukan bahwa pasien yang terkena MTB memiliki ciri sebagai berikut:

I. Jumlah sel limfosit yang dominan. Total jumlah sel darah putih biasanya antara 100 sampai 500 sel/µL.
Diawal terkena penyakit, jumlahnya lebih sedikit dan dominasi neutrofil mungkin terjadi.
II. Meningkatnya protein, biasanya berada pada level 100 dan 500 mg/dL,
III. Kadar gula darah rendah, biasanya kurang dari 45 mg/dL atau CSF: rasio plasma <0.5

Sampel CSF harus dilanjutkan ke uji (smear) tahan asam dengan syarat setiap sampel memiliki sensitifitas yang
rendah, kurang lebih 20% - 40%. Pungsi lumbal sebanyak 10-15 mL sering digunakan setiap hari selama proses
diagnosis mikrobiologi dan sensitifitas meningkat menjadi diatas 85% ketika empat lumbal pungsi digunakan
• Sementara itu, uji kultur tahan asam membutuhkan waktu beberapa minggu dan sampel juga memiliki
sensitifitas yang rendah (40 – 80%).
• Proses yang lama ini bertujuan untuk mengetahui kerentanan bakteri terhadap obat.
• Uji terhadap strain tersebut akan memberikan informasi tentang resistensi bakteri terhadap obat sehingga
akan diperoleh prognosis dan pengobatan yang tepat; seperti fakta yang menyatakan bahwa MTB yang
disebabkan oleh bakteri M. tuberculosis yang resistan terhadap isonazid- (INH-) dapat meningkatkan
mortalitas menjadi dua kali lipat
• Dikarenakan sensitifitas uji smear tahan asam yang relatif rendah dan proses uji kultur yang lambat, berbagai
metode baru diagnosis MTB telah dikembangkan

• Salah satunya adalah uji ELISA yang dikembangkan untuk menemukan antibodi yang dapat melawan antigen
mikrobakteri khusus didalam CSF dengan berbagai sensitifitas.
• Sebuah penelitian terbaru pada anak-anak berusia 6-24 bulan ditemukan bahwa setiap level CSF adenosin
deaminase ≥10 U/L memiliki sensitifitas dan spesifisitas diagnosis MTBC diatas 90%
• Perbandingan tes mikroskopi/kultur CSF dalam jumlah besar dengan tes amplifikasi asam nukleat (NAA)
memperlihatkan bahwa kedua metode ini jika digunakan untuk diagnosis MTB memiliki sensitifitas yang
serupa.
• Sebuah meta-analisis menemukan bahwa alat tes NAA yang menggunakan reaksi rantai polymerase
(PCR) untuk diagnosis MTB memiliki sensitifitas sebesar 56% dan spesifisitas 98%
• Diagnosis MTB juga dapat dilakukan dengan cara neuroimaging. Gambaran umum neuroradiologis pasien
yang terkena MTB adalah peningkatan meningeal basal dan hidrosefalus
• Hipodensitas akibat infark serebral, edema serebral, dan benjolan (lesi nodular) juga dapat terlihat.
• Magnetic Resonance Imaging atau MRI juga merupakan salah satu tes image pilihan untuk melihat yang
abnormal terkait MTB, karena lebih canggih dibandingkan tomografi komputer atau CT-scan dalam hal
untuk melihat batang otak dan tulang belakang.
PENGOBATAN
• Terapi Antimikroba
Aturan penggunaan obat yang direkomendasikan terdiri dari penggunaan INH, rifampin (RIF),
pyrazinamide (PZA) dan streptomycin (SM) atau ethambutol (EMB) setiap hari selama 2 bulan kemudian
dilanjutkan dengan penggunaan INH dan RIF untuk 7 – 10 bulan berikutnya. INH dianggap yang paling
penting diantara agen lini pertama karena dapat dengan baik menembus CSF dan aktifitas bakterisidanya
yang tinggi
PENGOBATAN
ANTIMICROBIAL

Aturan penggunaan obat yang direkomendasikan terdiri dari penggunaan INH, rifampin (RIF),
pyrazinamide (PZA) dan streptomycin (SM) atau ethambutol (EMB) setiap hari selama 2 bulan
kemudian dilanjutkan dengan penggunaan INH dan RIF (tabel 1) untuk 7 – 10 bulan berikutnya.

SM atau EMB digunakan sebagai agen anti-TB keempat dalam pengobatan MTBC

Penemuan terbaru adalah generasi terbaru agen fluoroquinolones (FQN), yaitu


levoflaxacin dan moxifloxacin, FQN tampaknya memiliki potensi besar sebagai
bagian dari terapi lini pertama untuk TBM

Organisasi kesehatan dunia (WHO) menyarankan menggunakan paling sedikit 4 agen untuk
pasien MDR-TBC pada area yang telah diketahui atau diduga terdapat M. tuberculousis ,
termasuk disini menggunakan obat-obatan oral lini pertama untuk melawan sisa bakteri yang
masih rentan, obat suntik, dan kemudian menambah obat-obatan lain dari kelompok lini kedua
sesuai kebutuhan dengan total paling sedikit empat jenis obat
TERAPI KORTIKOSTEROID (TAMBAHAN)

• Kortikosteroid sistemik telah digunakan sebagai pengobatan tambahan untuk MTB atas dasar
gagasan bahwa mengurangi respon inflamasi dapat mengurangi morbiditas dan mortilitas
• Sebuah meta-analisis Cochrane dari tujuh uji coba terkontrol acak dengan total 1140 peserta
memperoleh kesimpulan bahwa kortikosteroid meningkatkan hasil pada pasien MTB anak-anak dan
dewasa dengan HIV negative. Hasil ini sangat terpengaruh oleh sebuah penelitian yang dilakukan
pada 545 pasien MTB dewasa di Vietnam, yang mana menemukan bahwa pengobatan dengan
dexamethasone selama 9 bulan secara signifikan dapat menurunkan mortalitas
• Karena tidak ada uji coba terkontrol yang membandingkan obat-obatan kortikosteroid,
pilihan pengobatan harus berdasarkan pada pengobatan efektif yang terdapat dalam uji
coba yang telah dipublikasikan.
• Obat yang disarankan untuk pasien anak-anak adalah dexamethasone sebanyak 12mg/hr
IM (8 mg/hr untuk anak dengan berat badan ≤25 kg) selama tiga minggu, diikuti oleh
pengurangan dosis secara bertahap selama tiga minggu berikutnya
TABEL 1: STANDAR PENGOBATAN YANG
DIREKOMENDASIKAN UNTUK MTBC YANG RENTAN
TERHADAP OBAT
Dosis yang
Fase pengobatan dan Dosis maksimum Efek samping
direkomendasikan Lama Pengobatan
agen anti-TBC (mg/hr) potensial
(mg/kg/hr)

Isoniazid
Rifampin
Pyrazinamide

Streptomycin (IM)*

Ethambutol*

* untuk pengobatan induksi empiris pada M. Tuberculousis yang diduga rentan obat-obatan, streptomycin atau
ethambutol direkomendasikan sebagai agen ke empat.
TABEL 2: AKTIFITAS FARMAKOKINETIK DAN PENETRASI CSF OBAT-OBAT ANTI-TBC

Obat anti-TB Aktifitas Penetrasi CSF

Isoniazid Sidal 90%-95%


Rifampin Sidal 5%-25%
Pyrazinamide Sidal 95%-100%
Streptomycin Statik 20%-25%
Lini pertama Ethambutol Statik 10%-50%
Ciprofloxacin Sidal 15%-35%
Levofloxacin Sidal 60%-80%
Moxifloxacin Sidal 70%-80%

Ethionamide Sidal 80%-95%


Cycloserine Statik 40%-70%
Amikacin Sidal 10%-25%
Streptomycin Sidal 10%-20%
Lini Kedua Capreomycin Statik Unknown
Para-aminosalicylic acid Statik Unknown
Thioacetazone Statik Unknown
Linezolid Sidal 80%-100%

Bedaquiline (TMC207) Sidal Unknown


Agen baru Delamanid (OPC-67683) Sidal Unknown
PROGNOSIS

• Prognosis MTB sangat tergantung pada gejala status neurologis pasien dan awal waktu
penyembuhannya.
• Meskipun perjalanan MTB umumnya tidak secepat atau fulminan meningitis, dikarenakan
bakteri piogeniknya, pengobatan empiris harus dilakukan segera setelah diagnosis sebab
penundaan pengobatan berdampak buruk
• Angka mortalitas paling tinggi dialami oleh pasien dengan komorbiditas, gejala defisit
neurologis, progress penyakit yang cepat, dan berusia lanjut atau sangat muda.
HEWAN PERCOBAAN UNTUK MENINGKATKAN
PEMAHAMAN DAN PENGOBATAN MTB

• Hewan percobaan sangat penting untuk menguji keampuhan obat-obatan dan vaksin
tuberkulosis yang baru ditemukan
• Tentunya penggunaan model hewan percobaan ini berguna untuk tujuan inokulasi M.
tuberculosis ke system saraf pusat.
• Studi terapi yang menguji keampuhan antibiotic, vaksin, dan agen tambahan seperti thalidomide
terhadap MTBC selalu di pelajari dengan menggunakan model kelinci
• Pelajaran penting yang dapat diambil dari studi ini adalah saat kita mencoba meneliti vaksin TB
yang lebih ampuh, sebaiknya vaksin diberikan pada hewan yang memiliki strain klinis M.
tuberculousis mirip dengan yang ada pada manusia.
KESIMPULAN

• Meningitis merupakan bentuk tuberkulosis yang paling mematikan, khususnya pada orang
yang juga terinfeksi HIV.
• Diagnosis dan pengobatan dini dapat mengurangi tingginya mortalitas penyakit ini.
• Pada umumnya, pengobatan sebaiknya dilakukan selama sekurang-kurangnya 9 bulan dan
harus menggunakan setidaknya 4 agen (obat tuberkulosis) yang ampuh membunuh strain
M.Tuberculousis
• Dibutuhkan studi yang lebih banyak untuk mengevaluasi kemampuan penetrasi CSF agen
TB terbaru untuk membantu perkembangan rejimen pengobatan MTB yang rentan
maupun yang resistan terhadap obat.
• Selanjutnya, uji coba acak terkontrol untuk mengoptimalkan pengobatan MDR-MTB perlu
dilakukan kedepannya, guna menemukan kombinasi obat terbaik dan untuk pedoman
pengobatan

Anda mungkin juga menyukai