Muan Ke 6 Hub Sipil Militer
Muan Ke 6 Hub Sipil Militer
• Saat ancaman terjadi, tantara akan ditarik dari masyarakat sipil dan ketika perang telah selesai maka mereka akan
dikembalikan ke masyarakat dan menjalankan perannya dalam masyarakat sipil.
• Militer terpisah dari sistem politik dan fokus dalam keahliannya sebagai tantara
• Rezim militer:
• Tidak ada kontrol sipil atas militer dan pemimpin militer serta organisasi militer terkadang menjalankan
berbagai fungsi yang tidak berkaitan dengan misi militer
• Rezim diktator
• Pemimpin berupaya untuk mengontrol militer dengan cara posisi-posisi militer dikendalikan oleh kroni dan
agennya. Militer ditujukan untuk melayani dirinya dan menjaga kekuasaannya.
• Demokrasi adalah supremasi sipil, termasuk terhadap komando angkatan bersenjatanya - Juvelia dan Omnia
Romae
• Samule P. Huntungton (1995) – Kontrol militer harus berada di tangan sipil yang meliputi;
• Perlunya koordinasi antara sipil dan militer dalam perumusan keputusan militer dan kebijakan luar negeri
• Adanya pengakuan bahwa militer merupakan kekuatan yang mandiri atau menjaga kenetralan militer
• Mengurangi intervensi militer dalam politik dan intervensi politik dalam militer
HUBUNGAN SIPIL-MILITER DI
INDONESIA
• Kelahiran TNI dimana para perwira militer bergabung di dalamnya bukan dimotivasi oleh karir
militer namun dilandasi oleh semangat melawan penjajah (Crouch, 1998)
• Peran militer dalam politik semakin diperkuat pada masa Orde Baru dengan kebijakan Dwifungsi.
HUBUNGAN SIPIL-MILITER MASA ORDE
BARU (1970-1988)
• Konsep ini melegitimasi keterlibatan militer tidak hanya dalam urusan keamanan & pertahanan
nasional, namun juga dalam urusan sosial-politik, terutama dalam pembangunan nasional dan
stabilitas politik.
• Anggota ABRI ditempatkan di dalam DPR dan DPRD dimana mereka duduk
dalam faksi ABRI (F-ABRI)
KETERBUKAAN DAN DWIFUNGSI
• Pidato Presiden Soeharto yang menekankan pada peranan ABRI haruslah tut wuri hadayani yang
menyiratkan perlunya ABRI untuk ‘kembali ke barak’ / mengurangi pengaruh ABRI dalam arena
politik.
• Pada tahun 1991, dalam kasus demonstrasi di Dili, untuk pertama kalinya, Presiden Soeharto yang
juga selaku Komandan Tertinggi ABRI memutuskan untuk memberhentikan Brig. Jenderal Warouw
and Mayor Jendral Sintong Panjaitan yang dipandang sebagai pihak yang bertanggungjawab dalam
penembakan rakyat sipil di Dili pada 12 November 1991.
• Pada pemilihan umum Juni 1992, ABRI mengurangi dukungannya terhadap Golkar dan memberikan
dukungan kepada PDI.
• Politisi dari PPP, Sri Bintang Pamungkas, mengajukan proposal dalam rapat komisi DPR bahwa dwifungsi
harsu diriviu oleh DPR setiap lima tahun sekali.
• Beberapa akdemisi berpandangan bahwa pengurangan anggota ABRI dalam DPR dalam menjadi
progress positif dalam proses demokratisasi di Indonesia.
• Adanya perlawanan dari pihak militer, salah satunya Brigadir Jendral Roekmini terkait dwifungsi ABRI
dalam parlemen.
• Presiden Soeharto juga membuka kembali isu ini dengan menyarankan agar F-ABRI dapat disesuikan.
• Implikasinya, respon ABRI terhadap Presiden Soeharto adalah dengan menominasikan Kassospol
Letnan Jendral Harsudiono Hartas sebagai calon wakil presiden. Hal ini bertentangan dengan keinginan
Presiden Soeharto yang menginginkan B.J Habibie sebagai calon wakil presiden pada periode 1993-
1998,
B ACK TO B ASIC DAN PROFESIONALISME
MILITER
• Konsep Back to Basic diutarakan oleh Edi Sudrajat saat menjabat sebagai KSAD yakni
mengembalikan Angkatan Darat sebagai tantara yang kuat dan professional dengan
mempertahankan karakter sebagai tantara rakyat.
• Sri Bintang Pamungkas meminjam konsep ini untuk mengkritisi dwifungsi: ‘considering today’s very
peaceful situation [in politics], back-to-basics of course equals back-to-the-barracks, because the
basic function of the military is national defence’
PARADIGMA BARU ABRI
3. shifting ABRI’s political commitment from the forefront of things, from a ‘direct’ role to an
‘indirect’ role; and;
• Dampaknya, berbagai berita dan laporan terhadap aktivitas-aktivitas pelanggaran HAM yang dilakukan oleh
ABRI tersebar di media dan merusak reputasi ABRI.
• Maraknya demonstrasi agar ABRI kembali ke barak dan menarik diri dari politik.
• Keputusan Wiranto sebagai komandan ABRI untuk mengurangi jumlah perwakilan ABRI dari 75 menjadi 38
orang; deklarasi bahwa ABRI tidak akan mendukung Golkar; keputusan untuk memisahkan polisi dari
organisasi militer.
• Penghapusan seksi Sosial-Politik dalam ABRI yang dipandang sebagai intervensi militer dalam politik.
ABRI DAN REFORMASI
• Pada Agustus 2002, MPR setuju untuk menhapuskan kursi militer dan polisi
dalam MPR dan DPR pada tahun 2004.
• Jika militer dan polisi inging terlibat dalam legislative, mereka harus ikut dalam
pemilihan umum yang mana mereka diwajibkan mengundurkan diri terlebih
dahulu.
BERAKHIRNYA SUPREMASI MILITER
• Crouch, Harold. 1985. The Military and Politics in Southeast Asia. London: Oxford University Press.
• Honna, Jun (2012) Military Politics and Democratization in Indonesia. London: Routledge.
• Huntington, Samuel P. (1957) Soldier and the State: Theory and Politics Of Civil-Military Relations. New
York: Belknap Press of Harvard University Press.
• Huntington, Samuel P. (1995) ‘Armed Forces and Democracy: Reforming Civil-Military Relations. Journal of
Democracy, vol. 6:4, pp. 9-17.
• Jenkins, D. (1984) Soeharto and his Generals: Indonesian Military Politics 1975-1983. Ithaca: Cornell University
Press.