Anda di halaman 1dari 16

KARAKTERISTIK

TEMPORAL DAN
SPASIAL CURAH
HUJAN PENYEBAB
BANJIR DI
WILAYAH DKI
JAKARTA DAN
SEKITARNYA
(SPATIAL AND
TEMPORAL
CHARACTERISTICS
OF FLOOD-INDUCED
RAINFALL IN
JAKARTA AREA AND
ITS SURROUNDINGS)

J URNAL DESTIANINGRUM
R AT N A P R A B AWA D H A N I 1 , B U D I
HARSOYO, TRI HANDOKO SETO,
M . B AY U R I Z K Y P R AY O G A -
BALAI BESAR TEKNOLOGI
MODIFIKASI CUACA – BADAN
P E N G K A J I A N D A N P E N E R A PA N
TEKNOLOGI,
MATA KULIAH HIDROLOGI

Dosen pengampu : Hasti Amrih R


KELOMPOK 4
KELAS METEOROLOGI 3C

Cristianto Sihombing (11 .18.0058)


Gilang Raka Siwi (11 .18.61)
Iqbal Nur Wijaya (11 .18.0062)
M. Desfitrianza Githa (11 .18.0068)
Ni Luh Jenitha Asdia Putri (11 .18.0076)

SEKOLAH TINGGI METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA


“Banjir
merupakan salah
satu masalah yang
tak asing lagi bagi
kota Jakarta”
Adapun 5 fakta banjir yang melanda di Jakarta yaitu
1. Curah Hujan Tinggi
• Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG)
memperkirakan, selama sepekan ke depan hujan dengan
intensitas sedang sampai lebat berpotensi mengguyur wilayah
Jakarta.
2. Penduduk Padat, Lahan Serapan Air Menyusut
• Sebagai pusat perekonomian, pemerintahan dan pendidikan di
Indonesia, Jakarta memiliki kepadatan penduduk sangat tinggi.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, ada 10.177.924 penduduk
di DKI Jakarta.
• Akibat kondisi ini, ruang terbuka hijau (RTH) yang dapat
menjadi kawasan serapan air pun menyusut. Laman resmi
Pemprov DKI Jakarta menyebut, hanya ada 11% wilayah
yang masih memiliki RTH. Faktanya, sebagian besar lahan
di Ibu Kota dipakai untuk pembangunan kawasan
pemukiman warga dan beragam infrastruktur. Banjir
tahunan pun tidak terelakkan.
3. Dialiri 13 Sungai
• Ada 13 sungai mengalir di wilayah Jakarta yang berpotensi
membuat banjir. Belasan sungai itu adalah Mookervart,
Angke, Pesanggrahan, Grogol, Krukut, Kali Baru Barat,
Ciliwung, Kali Baru Timur, Cipinang, Sunter, Buaran, Jati
Kramat, dan Cakung.
4. Penurunan Muka Tanah
• Banyaknya gedung perkantoran di Ibu Kota menjadi beban
lingkungan. Salah satunya, karena penggunaan air tanah secara
berlebihan, Jakarta mengalami penurunan muka tanah sebanyak
5-12 cm per tahun. Kondisi ini membuat potensi banjir semakin
besar.

5. Perilaku Masyarakat
• Di balik semua itu, perilaku masyarakat juga menjadi faktor
utama penyebab banjir di Jakarta. Hingga kini, kesadaran hidup
bersih dan sehat warga Ibu Kota masih perlu ditingkatkan. Masih
banyak warga membuang sampah ke sungai maupun mendirikan
bangunan di bantaran kali. Kebiasaan ini membuat pendangkalan
dasar sungai sehingga tidak mampu menampung lebih banyak
air. Alhasil, sungai meluap dan menggenangi Jakarta.
Dari sekian banyak faktor penyebab banjir,
perlu disadari bahwa secara hakiki sebenarnya
faktor utama penyebab banjir adalah curah hujan.

Hujan merupakan salah satu variabel kunci


untuk siklus air dan keseimbangan energi bumi,
juga berperan penting dalam monitoring terkait
dengan bencana alam dan pengelolaan sumberdaya
air
Ada tiga macam sumberdaya yang dapat digunakan
untuk menghitung curah hujan, yaitu penakar hujan, radar
berbasis di darat, dan satelit penginderaan jauh.

Salah satu data penginderaan jauh yang dapat


digunakan untuk monitoring curah hujan adalah data satelit
TRMM (Tropical Rainfall Measuring Mission). Satelit
TRMM ini merupakan misi antara NASA dan JAXA (Japan
Aerospace Exploration Agency) untuk pengukuran curah
hujan di wilayah tropis Guna memperoleh karakteristik cuaca
ekstrim penyebab banjir di wilayah DKI Jakarta dan
sekitarnya
Karakteristik Curah Hujan Berdasarkan
Distribusi Temporal

Distribusi curah hujan TRMM dalam orde per jam di DKI


Jakarta dan sekitarnya selama periode IOP
Distribusi temporal curah hujan TRMM harian di DKI Jakarta dan
sekitarnya selama IOP.
Pola rerata curah hujan di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya selama
periode kegiatan IOP
Karakteristik Curah Hujan Berdasarkan
Distribusi Spasial

Distribusi spasial hujan yang terjadi di wilayah DKI Jakarta dan


sekitarnya selama periode IOP (18 Januari - 16 Februari 2016).
PENJELASAN DARI
KETIGA GAMBAR
TERSEBUT

• Selama periode pelaksanaan IOP, curah hujan tertinggi terjadi pada


tanggal 2 Februari 2016 yang berlangsung dari pagi hari (sekitar pukul
09.00 WIB) hingga pagi hari keesokan harinya (pukul 6.00 WIB). Secara
temporal, kejadian hujan di Wilayah DKI Jakarta cenderung terjadi sejak
siang hari hingga malam hari (pukul 13.00-24.00 WIB). Intensitas curah
hujan tinggi terjadi antara pukul 14.00-18.00 WIB dengan puncaknya
terjadi pada sekitar pukul 14.00 WIB.

• Secara spasial, konsentrasi curah hujan yang paling tinggi cenderung


terjadi di wilayah tengah hingga selatan Provinsi DKI Jakarta, terutama
pada sekitar perbatasan antara DKI Jakarta (Jakarta Selatan), Jawa Barat
(Depok), dan Banten (Kota Tangerang Selatan). Hujan yang terjadi di DKI
Jakarta cenderung banyak terakumulasi di wilayah tengah hingga Selatan
DKI Jakarta. Suplai utama curah hujan terbesar adalah hujan-hujan yang
terjadi di daerah Selatan hingga tengah bagian Provinsi DKI Jakarta.
• Upaya Mitigasi dan Adaptasi Menghadapi Banjir

Beberapa upaya dapat dilakukan untuk mengurangi


risiko banjir, salah satunya dengan mempertahankan dan
menambah tutupan pohon di wilayah DAS agar fungsi hutan
kembali menjadi penyimpan air yang efektif. Kita juga perlu
memantau ancaman kegiatan penebangan pohon dari perambahan
dan pertambangan di wilayah DAS. Platform seperti Global
Forest Watch dapat memantau kehilangan tutupan pohon
mingguan sehingga dapat mengidentifikasi indikasi deforestasi
secara cepat dan upaya mitigasi dapat dilakukan oleh pihak
terkait. Rehabilitasi hutan dan lahan kritis dalam penanganan
banjir juga telah menjadi prioritas untuk pemerintah.
Kita juga perlu mengelola risiko banjir yang diakibatkan
kondisi alam yang sulit kita ubah. Salah satu upaya adapatasi
adalah pengembangan sistem peringatan dini banjir, dan saat ini
prototipenya telah dikembangkan oleh pemerintah, akademisi,
dan swasta, seperti Jakarta Flood Early Warning
System dan PetaBencana.id.
Badan Informasi Geospasial (BIG), BMKG, dan
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR)
juga telah menyusun peta rawan banjir, tapi terbatas untuk
beberapa kabupaten/kota di Pulau Jawa di tahun 2017. BNPB,
BIG, BMKG, PUPR, dan Pemerintah Daerah perlu menyusun
peta rawan banjir dan longsor secara reguler dan menyiapkan
strategi adaptasi komprehensif yang sesuai dengan kondisi
wilayah masing-masing.

Sebagai contoh, BNPB dan BIG dapat menyusun peta


risiko bencana banjir di tingkat DAS yang dapat diperbaharui
setiap kali data curah hujan BMKG diterima. Dengan demikian,
jika tingkat curah hujan melewati batas risiko banjir, BNPB dan
Pemerintah Daerah dapat memberikan peringatan dini kepada
penduduk sekitar lebih cepat dari sebelumnya untuk mencegah
banyaknya korban jiwa.

Anda mungkin juga menyukai