Anda di halaman 1dari 25

FARMAKOKINETIKA

PENGARUH RUTE PEMBERIAN


TERHADAP BIOAVAIBILITAS SUATU
OBAT DENGAN MENGGUNAKAN
DATA DARA
Kelompok 4 :
Yeny imas Christiana (201710410311003)
Nova Krisdayanti (201710410311053)
Ruri Firda Islamiyanti (201710410311074)
Cut Laila Alia Firdaus (201710410311086)
Muhammad Sofwan Agung (201710410311097)
Kiki Vergianti A (201710410311103)
Roffiudin (201710410311171)
Tujuan Umum
Membandingkan bioavailabilitas
suatu obat dan rute suatu obat dari
rute pemakaian yang berbeda.

Tujuan Khusus
• Melakukan uji biovailabilitas suatu obat dari
sediaan suspense (peroral) dan larutan
injeksi (intramuscular dan intravena) dengan
menggunakan data darah.
• Menghitung dan mengintepretasikan
bioavailabilitas suatu obat.
Bioavailabilitas (BA atau dapat disebut pula ketersediaan hayati) adalah fraksi
dari dosis obat diberikan yang dapat mencapai sirkulasi sistemik, salah satu profil
penting dari farmakokinetika obat. Berdasarkan definisi, ketika obat diberikan
secara intravena, bioavailabilitasnya adalah 100%. Namun, ketika obat diberikan
melalui rute pemberian lain (semisal peroral), pada umumnya bioavailabilitasnya
akan menurun (karena obat tersebut tidak diabsorbsi sepenuhnya dan
metabolisme lintas pertama) atau dapat bervariasi antara satu pasien dengan
pasien lainnya. Bioavailabilitas sangat penting dalam farmakokinetika, salah satu
pentingnya hal tersebut adalah bioavailabilitas harus diperhitungkan dalam
perhitungan dosis untuk pemberian obat selain rute intravena.

Menurut (Shargel, 2005) parameter yang harus diperhatikan ketika menggunakan


data darah sebagai berikut :
1. T maks →Waktu kadar plasma mencapai puncak dapat disamakan dengan
waktu yang diperlukan obat untuk mencapai kadar maksimum.
2. Cp maks → Kadar plasma puncak menunjukan kadar obat maksimum dalam
darah setelah pemberian obat secara oral. Cp maks memberi suatu petunjuk
bahwa obat cukup diabsorbsi secara sistemik untuk memberikan respon terapetik.
3. AUC → kadar obat dalam plasma terhadap waktu, yaitu suatu ukuran dari
jumlah bioavailabilitas suatu obat.
Sulfametoksazol Asam Trikloro Asetat (TCA) 15%
Sulfametoksazol merupakan derivat TCA adalah analog dari asam asetat dengan
sulfonamida yang mempunyai efek ketiga atom hidrogen dari gugus metal
farmakologi sebagai antibakteri. Obat ini digantikan oleh atom-atom klorin. Senyawa ini
mengalami absorpsi dan ekskresi yang merupakan asam yang cukup kuat (pKa=0,7),
lebih kuat dari disosiasi kedua asam sulfat.
lambat. Plasma t1/2nya ± 10 jam dan Penambahan TCA berfungsi untuk memberikan
ekskresinya via kemih 25% dalam suasana asam bagi reaksi azotasi dan sebagai
keadaan utuh dan 60% sebagai metabolit donor protein untuk reaksi selanjutnya, serta
asetilnya. Sulfametoksazol terutama merupakan senyawa yang dapat menghentikan
digunakan terkombinasi dengan kerja enzim yang dapat memetabolisme obat dan
trimetroprim. akan menyebabkan denaturasi protein plasma.

NaNO2 0,1% Amonium Sulfamat 0,5% NED 0,1%


Natrium Nitrit berfungsi Amonium Sulfamat Fungsi penambahan
sebagai reaksi diazotasi yaitu merupakan suatu N(naftil) etilen diamina
pembentukan garam reduktor sehingga dapat dihidroklorida adalah
diazonium yang sangat bereaksi dengan redoks untuk membentuk senyawa
reaktif. NaNO2 akan dengan HNO2 sehingga kopling yang memberikan
membentuk NaOH dan
ketika kelebihan HNO2 warna ungu pada larutan N
HNO2 dengan adanya H2O
dalam darah lalu HNO2 akan harus dihilangkan (naftil) etilen diamina
membentuk ion natrium dengan menambahkan dihidroklorida membentuk
dengan adanya keasaman ammonium sulfamat senyawa azo yang
dari TCA. 0,5%. berwarna merah muda.
Rute pemberian obat secara IM, IV, dan Peroral

Larutan obat intravena (IV) dapat diberikan baik sebagai dosis bolus
(diinjeksikan sekaligus) atau infus secara lambat melalui suatu vena ke
dalam plasma pada laju yang konstan atau orde nol. Pada rute ini,
absorpsi obat sistemik adalag 100% dimana pada rute intravena bolus,
laju bioavailabilitas dianggap seketika, sedangkan pada infus intravena
laju absorpsi obat dikendalikan oleh laju infus. (Shargel dkk, 2012)

Pada rute injeksi intramuscular (IM) absorpsi larutan aqueous cepat akan
tetapi absorpsi larutan nonaqueous (minyak) berjalan lambat.
Kelebihannya adalah injeksinya lebih murah dari injeksi intravena.
(Shargel dkk, 2012)

Pada rute pemberian peroral (PO) absorpsi obat beragam tergantung


bentuk sediaannya. Umumnya absorpsi pada rute peroral lebih lambat
dibandingkan dengan injeksi intravena bolus atau intramuscular. Rute
peroral merupakan rute yang paling aman dan mudah. (Shargel dkk,
2012)
ALAT DAN BAHAN

Bahan Alat
• Sulfametoksazol • Pipet volume
• Asam trikhloro asetat 15 % • Filler
• Natrium nitrit 0,1 % • Labu ukur
• Ammonium sulfamat 0,5 % • Scapel
• N (naftil) etilen diamine • Timbangan untuk hewan uji
dihidroKhlorida 0,1 %
• Cage (kotak kelinci)
• Mouth block
• Feeding tube
• Disposable syringe 1 cc
• Vortex mixture
• Sentrifuge
• Spektrofotometer

Subjek Coba : Hewan Coba Kelinci


BAGAN KERJA

1. Pemakaian produk obat  2. Pengambilan sampel darah dengan


a. pemakaian intramuscular disposable syringe
- Timbang berat kelinci - Ambil disposable syringe steril dan
bilas dengan larutan heparin
- Hitung dosis dan volume larutan yang
akan diberikan secara intramuscular. - Bersihklan bulu-bulu pada daerah
Dosis 50 mg/kg BB telinga sekitar vena marginal
- Berikan ke dalam paha atas dari kaki, - olesi xylol pada daerah sekitar
gunakan tempat injeksi yang berbeda marginal
- A,bil darah dengan disposable syringe
kurang lebih 1 ml darah, kocok
syringe untuk mencegah koagulasi
- Lakukan pengambilan sampel pada
waktu berikut IM 0,10,20,30,45,60,90
dan 120 menit. Setelah pemberian
obat
- Ambil satu sampel darah sebelum
pemberian obat sebagai blanko
BAGAN ALIR

 3. Perlakuan pada hewan coba  4. Metode penetapan kadar


- Puasakan kelinci pada malam hari sulfametoksazol dalam darah dengan
sebelum percobaan metode azotasi dari bratton marshal
- Timbang berat kelinci dan hitung - Cuplikan darah 0,5 ml ditambahkan
dosis secara tepat 7,5 ml air suling, di campur homogen
dan didiamkan selama 15 menit
- Berikan obat sulfametoksazol sesuai
rute pemakain yang ditentukan - ta,mbahkan 2 ml TCA 15 % kocok ad
homogen
- Ambil sampel darah sesuai dengan
waktu yang ditentukan - Ambil supernatant 5 ml kemudian
tambahkan 0,5 ml NaNo2 0,1 %.
Diamkan selama 3 menit.
- Tambahkan 0,5 ml ammonium
sulfamat 0,5% reaksikan selama
2menit
- Tambahkan 2,5 ml N( naftil ) etilen
diamina dihidroklorida 0,1% diamkan
selama 10 menit
- Amati serapannya pada 𝜋 𝑚𝑎𝑘𝑠
BAGAN ALIR

5. Pembuatan larutan baku 6. Penentuan Panjang


kerja sulfametoksazol gelombang maksimum
- Membuat larutan baku - Reaksikan larutan baku
induk 100 mg /ml dari kerja 1 dan 100 mcg/ml
100 mg sulfametoksazol sesuai prosedur
dilarutkan dalam NaOH penetapan kadar
0,1 N dan H2SO4 4N (1;5) sulfametoksazol
kemudian tambahkan - Amati nilai serapan pada
aquadest ad 100 ml panjang gelombang antara
- Encerkan larutan baku 520-560 nm
induk dengan aquadest
sampai di dapat larutan
dengan kadar
10,20,30,50 dan 100
mg/ml
BAGAN ALIR

7. Pembuatan kurva baku 8. Penetapan kembali kadar


sulfametoksazol yang ditambahkan
- Dipipet masing-masing 0,5 ml larutan dalam darah recovery
BK1-BK5 masukkan ke dalam tabun
reaksi - Menimbang 0,1 g sulfametoksazol di
gram balance
- Masing-masing ditambahkan 7,5 ml
aquadest diamkan 15 menit dan - Pindahkan ke botol timbang, timbang
tambahkan 2ml TCA 15% vortex dan di analitic balance,
sentrifuge - Masukkan ke dalam beakerglass dan
- Ambil 5 ml supernatant dan tambahkan NaOH 0,1 N dan H2SO4
tambahkan 0,5 ml NaNo 0,1% (1:5) aduk ad larut dan homogen
diamkan 3 menit - Masukan ke dalam labu ukur 100.0 ml
- Tambahkan 5ml ammonium sulfamat aquadest ad tanda
0,5% vortex dan reaksikan selama 2
menit
- Setelah bebas gelembung, tambahkan
2,5 ml N(naftil) etilen diamina
dihidroklorida 0,1%
- Amati serapan pada 𝜋 maks 520-560
- Buat kurva kadar terhadap serapan
BAGAN ALIR

9. Penetapan sulfametoksazol dalam darah


- Diambil 0,5 ml dari masing-masing cuplikan
darah
- Tambahkan 7,5 ml aquadest di campur ad
homogen, didiamkan selama 15 menit,
tambahkan 2,0 ml TCA 15% pada masing-masing
cuplikan darah
- Divortex pada masing-masing tabung reaksi
kemudian disentrifuge ad terpisah antara endapan
dan supernatant
- Diambl supernatant yang telah jernih 5,0 ml
masukkan ke dalam tabung reaksi
- Tambahkan NaNo 0,1% , diamkan Selma 3 menit
. Tambahkan 0,5ml ammonium sulfamat 0,5%
- Divortex dan direaksikan selama 2 menit ad
bebas dari gelembung
- Tambahkan 2,5 ml N(naftil) etilen diamina
dihidroklorida 0,1%
- Diamati serapannya pada 𝜋𝑚𝑎𝑘𝑠 sebelum 10
menit setelah penambahan NED 0,1%
PENIMBANGAN BAHAN

 Nama bahan : Sulfametoksazole


 Berat teoritis : 100 mg ±10% (0,0900 g –
1,100 g)
 Berat wadah + isi : 16,0310 g
 Berat wadah + sisa : 15,9218 g
 Berat zat : 0,1092 g

 Kebutuhan NaOH 0,1 N + H2SO4 ( 1: 5 ) =


67 tetes
= 2,8 mL
DATA SERAPAN BAKU KERJA

Diukur pada λ = 536 nm Registrasi


antara (x)
N KODE KONSENTRASI ABSORBANSI konsentrasi
O SAMPEL PRAKTIS (ppm) praktis dan
1 Baku kerja 10,92 0,035 (y)
1 absorbansi

2 Baku kerja 21,84 0,071 a = -3,72 ×


2 10-3
3 Baku kerja 32,76 0,117 b = 3,47 ×
3 10-3
4 Baku kerja 52,6 0,176 r = 0,9989
4
5 Baku kerja 109,2 0,378
5
Y = (3,47 × 10-3) x + (-3,72
× 10-3)
PERHITUNGAN PRAKTIS BAKU KERJA

Penimbangan bahan baku induk = 109,2 mg


Dilarutkan dalam labu ukur = 100,0 ml
Konsentrasi praktis baku induk =

NO. KODE PERHITUNGAN


V1 × N1 = V2 × N2
1. BK 1 1,0 mL × 1092 ppm = 10,0 mL × N2
N2 = 10,92 ppm
V1 × N1 = V2 × N2
2. BK 2 2,0 mL × 109,2 ppm = 10, 0 mL × N2
N2 = 21,84 ppm
V1 × N1 = V2 × N2
3. BK 3 3,0 mL × 109,2 ppm = 10, 0 mL × N2
N2 = 32,76 ppm
V1 × N1 = V2 × N2
4. BK 4 5,0 mL × 109,2 ppm = 10, 0 mL × N2
N2 = 54,6 ppm
V1 × N1 = V2 × N2
5. BK 5 5,0 mL × 1092 ppm = 50,0 mL × N2
N2 = 109,2 ppm
DATA SERAPAN BAKU RECOVERY

KONSNETRASI KONSENTRA RATA-RATA


NO KODE SAMPEL ABSORBANSI %RECOVERY
PRAKTIS SI RECOVERY % RECOVERY

1. BR 1 10,92 ppm 0,019 6,5488 ppm 59,97 %

18,0782
2. BR 2 21,84 ppm 0,059 82,78 %
ppm
31,0487
3. BR 3 32,76 ppm 0,104 94,78 % 83,04 %
ppm
51,5134
4. BR 4 54,6 ppm 0,175 94,35 %
ppm
91,0015
5. BR 5 109,2 ppm 0,312 83,33 %
ppm

Regresi antara (x) konsentrasi praktis


dan (y) absorbansi Baku Recovery data
1-5
a = -1,31 × 10-3
b = 2,95 × 10-3
Y = (2,95 × 10-3) X + (-1,31
r = 0,9949 -3 × 10 )
PERHITUNGAN DOSIS

Intrasmuskular = 50 mg/kg BB (1 mL larutan =


250 mg sulfametoksazol)
Perhitungan :
BB kelinci = 2 kg
Dosis =

PENGAMBILAN VOLUME
PERHITUNGAN KADAR SAMPEL

Y = (2,95 × 10-3) X + (-1,31 × 10-3)

WAKTU SAMPLING KONSENTRASI


NO ABSORBANSI
(JAM) (ppm)
1. 0,16 0,011 4,1729
2. 0,4 0,012 4,5119
3. 0,5 0,003 1,4610
4. 0,76 0,017 6,2068
5. 1,03 0,009 3,4949
6. 1,55 0,026 9,2576
7. 2,05 0,018 6,5458
8. 2,58 0,033 11,6305
9. 3,03 0,033 11,6305
10. 3,55 0,043 15,0203
11. 4,05 0,018 6,5458
KONSENTRASI KADAR SAMPEL

WAKTU KONSENTRASI
KODE KONSENTRASI KONSENTRASI
NO SAMPLING EKSTRAPOLASI
SAMPEL SAMPEL (ppm) RESIDUAL (ppm)
(jam) (ppm)

1. Sampel 1 0,16 4,1729 4,5420 0,3691

2. Sampel 2 0,4 4,5119 4,8988 0,3869

3. Sampel 3 0,76 6,2068 5,4874 -0,7194

4. Sampel 4 1,55 9,2576 7,0387 -2,2189

5. Sampel 5 2,05 6,5458 8,2401 1,6943


FASE ABSORBSI

Meregresikan (x) waktu sampling dan (y) ln


(konsentrasi residual)
data (1, 2 ,4)
a = -1,2691
b = 1,1605
Y = 1,1605 X + (-1,2691)
r = 0,9410

K eliminasi = 1,1605 L/jam


T ½ eliminasi = 0,693/b = 0,6 jam
FASE ELIMINASI

Meregresikan (x) waktu sampling dan (y) ln


(konsentrasi sampel)
data (1, 2 ,4, 6, 7)
a = 1,4629
b = 0,3152
Y = 0,3152 X + 1,4629
r = 0,7841

K eliminasi = 0,3152 L/jam


T ½ eliminasi = 0,693/b = 2,2 jam
PERHITUNGAN Area Under Curve (AUC)
PEMBAHASAN

 Rute pemberian obat pada praktikum kali ini adala (IM)


pemberian obat/cairan dengan cara dimasukkan langsung
kedalam otot (muskulus). Pemberian obat dengan cara ini
dilakukan pada bagian tubuh yang berotot besar, agar tidak ada
kemungkinan untuk menusuk saraf, misalnya pada bokong dan
kaki bagian atas atau pada lengan bagian atas. Perbedaan
mekanisme pelepasan obat dari bentuk sediaan pada tempat
pemakaian dan perbedaan fisiologi jalur obat yang ditempuh
obat dari masing-masing rute pemakaian menjuju sirkulasi
sistemik.
 AUC atau Area Under Curve menggambarkan naik
turunnya kadar plasma sebagai fungsi dari waktu. AUC
dihitung secara matematis dan merupakan ukuran untuk
bioavailabilitas suatu obat. AUC dapat digunakan untuk
membandingkan kadar masing-masing plasma obat bila
penentuan kecepatan eliminasinya tidak mengalami
perubahan.
kesimpulan
Pemberian obat secara intramuskular adalah pemberian obat dengan
tindakan injeksi dimasukkan langsung kedalam otot (muskulus).
Pemberian obat dengan rute ini dilakukan pada bagian tubuh
yang berotot besar dan luas, agar tidak ada kemungkinan
untuk menusuk saraf misalnya pada bokong dan paha bagian atas.
Pemberian obat dengan rute intramuskulus di indikasikan pada
pasien yang tidak sadar dan tidak mau bekerja sama karena tidak
memungkinkan untuk diberikan obat secara oral.

Parameter farmakokinetik dengan hasil


Ka =1.1605
0,693
T1/2 abs = 1.1605 = 0,6 𝑗𝑎𝑚
K el = 0,3152
0,693
T1/2 el = = 2,20 𝑗𝑎𝑚
0,3152
Cp =Anti ln a = 4,3185
𝐶𝑝 4,3185
AUC = = = 13,70 𝑚𝑔/𝑙
𝐾𝑒𝑙 0,3152
AUC total = 27,0655 mg/L . jam
10

0
0.16 0.4 0.76 1.55 2.05 3 1
Series
 Shargel, L., Yu, A., and Wu, S., 2005,
Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan,
Edisi kedua, Airlangga University Press,
Surabaya.
 Shargel, L & Andrew. 2012. Applied
Biopharmaceutics & Pharmacokinetics. New
York: McGraw-Hill Companies.
 Tjay, H.T., dan Rahardjo, K., 2002, Obat-Obat
Penting, Edisi V, PT.Gramedia, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai