UUD 1945
1. KetuhananYME
18 Agustus 1945
3. Persatuan Indonesia
Apakah
sudah tepat
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh
penyebutan hikmat kebijaksanaan dlm
sila ke-5 dlm permusyawaratan/perwakilan
Upacara2
Bendera? 5. Mewujudkan suatu keadilan sosial
bagi seluruh Rakyat Indonesia
Konstitusi RIS
(Kepres RIS 31 Januari 1950
Nr. 48 LN 50-3 d.a. 6 Feb 1950)
2. Perikemanusiaan
3. Kebangsaan
4. Kerakyatan
5. Keadilan Sosial
UUD Sementara RIS
15 Agustus 1950
(LN Nr. 56 Th 1950, Tambahan
LN Nr 37 Tahun 1950)
2. Perikemanusiaan
3. Kebangsaan
4. Kerakyatan
5. Keadilan Sosial
1. KetuhananYME
2. Kemanusiaan yg
Adil dan Beradab
UUD 1945
Dekrit Presiden
5 Juli 1959 3. Persatuan
Indonesia
5. Mewujudkan suatu
keadilan sosial bagi seluruh
Rakyat Indonesia
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NO 150 TAHUN 1959
DEKRIT
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA/PANGLIMA TERTINGGI
ANGKATAN PERANG
tentang
KEMBALI KEPADA UNDANG-UNDANG DASAR 1945
Bahwa kami berkeyakinan bahwa Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni 1945
menjiwai Undang-undang Dasar 1945 dan adalah merupakan suatu rangkaian
kesatuan dengan Konstitusi tersebut;
Maka atas dasar-dasar tersebut di atas,
Kami Presiden Republik Indonesia/Panglima Tertinggi Angkatan Perang.
Menetapkan pembubaran Konstituante.
Ditetapkan: di Jakarta
pada tanggal: 5 Juli 1959
Atas nama Rakya Indonesia: Presiden Republik Indonesia/Panglima
Tertinggi Angkatan Perang,
SOEKARNO.
Ingat:
Sila ke-5 bukan kata benda, tapi
kata sifat
INDONESIA NEGARA BESAR
Panitia Sembilan dalam Piagam Djakarta:
Ir. Soekarno
Mohammad Hatta
Sir A.A. Maramis
AbikoesnoTjokrosoejoso
Abdul Kahar Muzakir
H. Agus Salim
Sir Achmad Subardjo
Wahid Hasyim
Sir Muhammad Yamin.
PESERTA SUMPAH PEMUDA
SIDANG PPKI
Pancasila Sebagai
Karya Milik Bersama
Atas usul perubahan itu, Teuku Hasan menyambutnya secara
positif. Adapun Wachid Hasjim tidak hadir, sedangkan Kasman
baru menerima undangan pagi itu sehingga belum siap berurusan
dengan hal itu, menyisakan Ki Bagus untuk mengambil sikap.
Usaha untuk “membujuk” Ki Bagus dilakukan oleh Teuku Hasan
dan Kasman. Pelbagai argumen persuasi yang dikemukakan,
akhirnya Ki Bagus bersedia menerima usulan perubahan itu.
Dengan demikian, kubu Islam akhirnya menerima pencoretan
“tujuh kata” itu. (Yudi Latif, 2011:36)
Pada waktu itu kami dapat menginsyafi, bahwa semangat
Piagam Jakarta tidak lenyap dengan menghilangkan perkataan
“Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya” dan menggantinya dengan “Ketuhanan
Yang Maha Esa” (Hatta, 1969: 28)
PIDATOTANGGAL 1 JUNI 1945, IR SEOKARNO MENGATAKAN:
“Maaf, beribu maaf! Banyak anggota telah berpidato, dan dalam pidato mereka
itu diutarakan hal-hal yang sebenarnya bukan permintaan Paduka Tuan Ketua
yang mulia, yaitu bukan dasarnya Indonesia Merdeka. Menurut anggapan saya
yang diminta oleh Paduka Tuan Ketua yang mulia ialah, dalam bahasa Belanda:
“Philosofische grond-slag” daripada Indonesia Merdeka. Philosofische grond-slag
itulah pundamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat, yang
sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia yang kekal dan
abadi. “
Sumber:
Dikutip dari Pembicaraan tentang Dasar Negara Indonesia Merdeka Indonesia (lanjutan) oleh Soekarno dalam acara rapat besar tanggal 1 Juni
1945, Saafroedin Bahar. (1995). Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) 28 Mei 1945-22 Agustus 1945. Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia, p: 63.
Pancasila dijadikan “ideologi negara” yang tampil hegemonic.
Ikhtiar tersebut tercapai ketika Ir. Soekarno memberi tafsir
Pancasila sebagai satu kesatuan paham dalam doktrin
“Manipol/USDEK”. Manifesto politik (manipol) adalah materi
pokok dari pidato Soekarno tanggal 17 Agustus 1959 berjudul
“Penemuan Kembali Revolusi Kita” yang kemudian ditetapkan
oleh Dewan Pertimbangan Agung (DPA) menjadi Garis-Garis
Besar Haluan Negara (GBHN). Belakangan, materi pidato
tersebut dikukuhkan dalam Penetapan Presiden (Penpres)
Nomor 1 tahun 1960 dan Ketetapan MPRS No 1/MPRS1960
tentang GBHN.
Sumber:
Ali As’ad Said. 2009. Negara Pancasila Jalan Kemaslahatan Berbangsa. Jakarta: Pustaka
LP3ES, hlm. 30
Oleh karena itu, mereka yang berseberangan paham memilih taktik “gerilya” di
dalam kekuasaan Ir. Soekarno. Mereka menggunakan jargon-jargon Ir. Soekarno
dengan agenda yang berbeda. Taktik demikian digunakan oleh sebagian besar
kekuatan politik. Tidak hanya PKI, mereka yang anti komunisme pun sama.
Walaupun kepentingan politik mereka berbeda, kedua arus tersebut sama-sama
menggunakan Pancasila sebagai justifikasi. Ir. Soekarno menghendaki persatuan
diantara beragam golongan dan ideologi termasuk komunis, di bawah satu payung
besar, bernama Pancasila (doktrin Manipol/USDEK), sementara golongan
antikomunis menkonsolidasi diri sebagai kekuatan berpaham Pancasila yang lebih
“murni” dengan menyingkirkan paham komunisme yang tidak ber-Tuhan (ateisme) .
Sumber:
Ali As’ad Said. 2009. Negara Pancasila Jalan Kemaslahatan Berbangsa. Jakarta: Pustaka LP3ES,
hlm. 34
Presiden Soeharto menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 12
tahun 1968 yang menjadi panduan dalam mengucapkan
Pancasila sebagai dasar negara, yaitu:
baik Pusat maupun di Daerah dan dilaksanakan secara bulat dan utuh.’
Presiden Soeharto bicara keras pada Rapim ABRI di Pekanbaru 27
Maret 1980. Intinya Orba tidak akan mengubah Pancasila dan UUD
1945, malahan diperkuat sebagai comparatist ideology. Jelas sekali
bagaimana pemerintah Orde Baru merasa perlu membentengi Pancasila
dan TAP itu meski dengan gaya militer. Tak seorang pun warga negara
berani keluar dari Pancasila. Selanjutnya pada bulan Agustus 1982
Pemerintahan Orde Baru menjalankan “Azas Tunggal” yaitu pengakuan
terhadap Pancasila sebagai Azas Tunggal, bahwa setiap partai politik
harus mengakui posisi Pancasila sebagai pemersatu bangsa.
Sumber:
Suhartono W. Pranoto dalam Dodo, Surono dan Endah (ed). 2010. P: 43
Maknanya; Pancasila jangan dijadikan alat pembenaran
libido dominandi. Belakangan ini menyeruak gejala
“politisasi Pancasila”.
Komunitas yg satu menuduh komunitas lainnya sbg tidak
Pancasilais dan sebaliknya.