Anda di halaman 1dari 5

Monitoring of sedation depth in intensive care unit by

therapeutic drug monitoring? A prospective observation


study of medical intensive care patients
Oleh: Richard J. Nies, Carsten Müller, Roman Pfister, Philipp S. Binder, Nicole Nosseir,
Felix S. Nettersheim, Kathrin Kuhr, Martin H. J. Wiesen, Matthias Kochanek, dan Guido
Michels

Pembimbing: dr. Iftahuddin, Sp.An


Abstrak
Tujuan: untuk mengkaji tentang apakah pemonitoran konsentrasi obat analgosedatif
(midazolam dan sufentil) dapat (atau tidak dapat) memberikan manfaat di dalam
pengoptimalisasian analgosedasi, dan juga untuk mengetahui apakah konsentrasi obat
pada serum memiliki hubungan (atau tidak) dengan hasil-hasil prosedur pemonitoran
subjektif (Skala Agitasi-Sedasi Richmon [RASS/ Richmond Agitation-Sedation Scale]/
Skala Sedasi Ramsay [Ramsay Sedation Scale]) dan prosedur pemonitoran objektif (indeks
bispektral [BIS/ bispectral index]).

Metode: 49 pasien yang sakit kritis yang diintubasi, mendapatkan ventilasi, dan yang
diberikan analgosedasi pun ditangani di ICU, dan semuanya dievaluasi secara klinis
menggunakan Skor RASS, Skor Ramsay, dan indeks BIS 2x sehari. Konsentrasi midazolam
dan sufentanil serumpun diperiksa dari sampel darah pada waktu yang bersamaan. Data
dianalisis secara statistik untuk mengetahui tingkat hubungan dengan menggunakan rho
koefisien korelasi peringkat Spearman [Spearman’s rank correlation] (p).
Hasil: Rerata usia populasi yang dilibatkan adalah 57,8 ± 16,0 tahun, dimana 61% dari
seluruh pasien adalah laki-laki. Penyebab yang paling umum akan perawatan di ICU
adalah sepsis (22%), pneumonia (22%), ataupun kombinasi keduanya (25%). Konsentrasi
midazolam serum pun diketahui secara lemah berkorelasi dengan RASS (p = -0,467) dan
Skor Ramsya (p = 0,476). Konsentrasi sufentanil serum diketahui secara lemah memiliki
hubungan dengan RASS (p = -0,312) dan Skor Ramsay (p = 0,295). Hubungan antara
indeks BIS dan konsentrasi midazolam serum (p = -0,252) dan sufentanil (p = -0,166)
adalah rendah.

Kesimpulan: Hubungan antara konsentrasi obat pada serum dengan prosedur-prosedur


pemonitoran klinis ataupun neurofisiologis adalah lemah/ tidak signifikan. Hal ini
mungkin disebabkan karena variabilitas antar-subjek, polifarmasi dengan interaksi obat-
obat, dan metabolisme yang kompleks, yang dimana hal ini dapatlah berubah pada para
pasien yang sakit kritis. Pemonitoran obat terapeutik diketahui tidaklah bermanfaat untuk
dapat mengetahui kedalaman sedasei pada para pasien ICU.
Latar belakang
Para pasien yang sakit kritis di unit penanganan intensif pasti membutuhkan
regimen analgosedasi. Pencarian penanganan dan kedalaman sedasi yang
optimal seringkali tidaklah mudah karena multimorbiditas dan polifarmasi.
pemonitoran analgosedasi merupakan satu bagian yang mendasar di dalam
prosedur penanganan di ICU untuk menghindari kondisi sedasi yang
berlebihan, delirium yang dipicu karena obat, dan semakin tingginya kematian.
(Pemonitoran analgosedasi harus diukur setiap 8 jam).

• Untuk meningkatkan kualitas penanganan individu, skor klinis seperti:Skor Skala


Sedasi-Agitasi Richmon (RASS) dan Skor Skala Sedasi Ramsay dan BIS.
Pemonitoran BIS didasarkan pada hasil pemeriksaan EEG yang sudah
disederhanakan dan analisis spektral konsekutif.
Golden standar penilaian kedalam sedasi menggunakan Skor RASS yang
dikombinasikan dengan parameter-parameter fisiologis,seperti: laju denyut
jantung, tekanan darah, mimik, gestur, lakrimasi, dan perspirasi.

• Indeks BIS merupakan satu nilai tanpa-satuan dari 0 sampai 100, dimana nilai
100 merepresentasikan kondisi cukup sadar.
• Kombinasi akan benzodiazepin dan opioid merupakan regimen yang umum
yang sering dipraktekan di ICU-ICU di Eropa, walaupun demikian, sedatif non-
benzodiazepin haruslah lebih dipilih untuk digunakan. Jika dibandingkan
dengan benzodiazepin-benzodiazepin lain, kelebihan dari midazolam adalah
inaktivasi dan klirens metaboliknya yang cepat, serta waktu paruh
pengeliminasian zat nya dapat dikatakan singkat. Jika pengaplikasian intravena
lama dibutuhkan, maka sufentanil adalah lebih unggul dibandingkan dengan
fentail, hal ini karena sufentanil memiliki potensi hipnotik tambahan. Sufentanil
diketahui memiliki afinitas yang kuat pada reseptor-reseptor µ1, yang dimana
hal ini dapat menyebabkan pengaruh analgesik yang kuat. Dibandingkan
dengan opioid-opioid lainnya, afinitas terhadap reseptor-reseptor µ2, yang dapat
memicu depresi pernafasan, adalah lebih rendah. Dengan demikian, kedua obat
tersebut cocok untuk digunakan sebagai terapi di ICU.

Anda mungkin juga menyukai