Anda di halaman 1dari 13

Inventory Management

Tim Manajemen Keuangan


Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi

Disusun oleh: R.A. Fiska Huzaimah


Pendahuluan
 Persediaan pada umumnya diklasifikasi menjadi 3 kategori: (1) bahan mentah, (2) bahan
dalam proses, dan (3) barang jadi.

 Tujuan dari manajemen persediaan adalah “mengadakan persediaan yang dibutuhkan


untuk operasi yang berkelanjutan pada biaya yang minimum”.

 Manajemen persediaan memfokuskan pada dua pertanyaan dasar: (1) berapa unit
persediaan yang harus dipesan pada suatu waktu, dan (2) kapan persediaan harus dipesan.

 Langkah pertama dalam mengembangkan suatu model persediaan adalah mengidentifikasi


biaya-biaya yang berhubungan dengan pemesanan dan penyimpanan persediaan
(ordering cost dan carrying cost).
Ordering Costs
 Ordering costs pada umumnya diasumsikan sebagai biaya tetap (fixed cost). Ordering costs
akan semakin besar atau kecil tergantung kepada frekuensi pembelian dalam suatu periode.
Ordering costs akan turun jika jumlah persediaan rata-rata meningkat (karena frekuensi
pemesanan menurun).

 Ordering costs terdiri atas biaya menempatkan dan menerima order.

TOC = F  N

TOC = Total Ordering Cost


F = Fixed cost untuk satu pemesanan
N = frekuensi pemesanan dalam satu tahun
Carrying Costs
 Carrying costs adalah biaya yang berubah sesuai dengan besarnya persediaan rata-rata.
Artinya, carrying costs akan semakin besar atau kecil tergantung pada besar kecilnya
inventory.

 Carrying costs terdiri atas biaya dari modal yang tertanam pada persediaan, biaya
penyimpanan, biaya asuransi, biaya depresiasi, dan kerusakan.

TCC = C  P  A

TCC = Total Carrying Cost


C = Carrying cost tahunan sebagai persentase dari persediaan
P = harga beli per unit persediaan
A = rata-rata unit persediaan
Total Inventory Cost
 Total Inventory Cost adalah jumlah total persediaan yang merupakan penjumlahan dari ordering
costs dan carrying costs.

TIC = TOC + TCC = (F  N) + (C  P  A)

 Bila persediaan digunakan secara merata sepanjang tahun dan tidak ada safety stock maka rata-
rata persediaan adalah: A = (S/N)/2, di mana S adalah total permintaan selama setahun dan N
adalah jumlah atau frekuensi order per tahun (N = S/Q).

 Seandainya Q adalah unit persediaan setiap pemesanan, dan asumsikan bahwa persediaan
digunakan secara merata sepanjang tahun serta tingkat persediaan jatuh tempo hingga nol
sebelum menerima kiriman pesanan berikutnya, maka rata-rata persediaan adalah setengah dari
jumlah yang dipesan, atau A = Q/2.

 Maka rumus TIC dapat dirumuskan sebagai berikut.

TIC = F  S + C  P  Q
Q 2
Model Economic Order Quantity (EOQ)
 EOQ adalah jumlah kuantitas barang yang dapat diperoleh dengan biaya yang minimal, atau
sering dikatakan sebagai jumlah pembelian yang optimal.

EOQ = 2FS
CP

EOQ = Economic Order Quantity atau jumlah persediaan optimal yang harus dipesan setiap
kali pemesanan
F = Fixed cost pemesanan
S = Permintaan tahunan (dalam unit)
C = Carrying costs per tahun (dalam persentase dari nilai persediaan rata-rata)
P = Harga beli untuk setiap unit persediaan

 Asumsi model ini adalah:


 Penjualan dapat diprediksi secara tepat
 Penjualan terdistribusi merata sepanjang tahun
 Pesanan diterima tepat waktu
Contoh soal Economic Order Quantity (EOQ)
 Biaya penyimpanan dan pemeliharaan di gudang adalah 40% dari nilai rata-rata persediaan.
Biaya pemesanan adalah Rp15.000 setiap kali pesanan. Jumlah material yang dibutuhkan
selama setahun sebanyak 1.200 unit dengan harga Rp1.000 per unit.

EOQ = 2FS = 2  15.000  1.200 = 36.000.000 = 90.000 = 300 unit


CP 0,4  1.000 400

 Pada EOQ 300 unit, TIC adalah:

TIC = FS + CP Q


Q 2

= 15.000  1.200 + 0,4  1.000  300 = 60.000 + 60.000 = Rp120.000


300 2
Reorder Point
 Reorder point adalah saat di mana harus diadakan pesanan lagi sedemikian rupa sehingga
kedatangan atau penerimaan material yang dipesan adalah tepat pada waktunya.

 Kapan harus memesan atau reorder point tersebut?


 Jika diasumsikan barang dapat dikirim secara kilat, reorder point adalah nol. Artinya,
begitu persediaan habis, baru memesan dan pesanan segera datang.
 Namun jika asumsi ini tidak berlaku, cara menentukan waktu atau kapan harus
memesan adalah:
1. menghitung tingkat pemakaian persediaan,
2. menentukan “lead time”, yaitu waktu antara pemesanan dan penerimaan
barang, dan
3. reorder point adalah tingkat pemakaian persediaan dikalikan lead time.
Contoh soal lanjutan
 Melanjutkan contoh sebelumnya, jika diketahui waktu antara pemesanan dan penerimaan
barang adalah 1 minggu, kebutuhan persediaan per minggu adalah 12.000 unit dibagi 52
minggu yaitu 231 unit, maka order point adalah pada saat persediaan tinggal 231 unit.

unit
Order point

300

231

EOQ

minggu

Lead time = 1 minggu


Safety Stock
 Permintaan, tingkat pemakaian, lead time terkadang dapat berubah dari yang diperkirakan.
Oleh sebab itu, perusahaan menambahkan safety stock pada persediaan guna
menghindari kehabisan persediaan dan menderita kerugian karena tidak dapat memenuhi
permintaan.

 Pada umumnya safety stock meningkat bila (1) permintaan semakin sulit diprediksi, (2)
biaya yang timbul dari kehabisan persediaan (kehilangan penjualan dan nama baik)
semakin besar, serta (3) kemungkinan penundaan pada penerimaan pesanan.
Contoh soal lanjutan
 Pada contoh sebelumnya, jika ditentukan safety stock sebesar 50 unit, maka pada permulaan
perusahaan harus memesan sebesar EOQ plus safety stock yaitu sebanyak 350 unit. Setelah itu,
perusahaan harus memesan sebesar EOQ setiap kali persediaan tinggal order point ditambah safety
stock sebesar 281 unit.

 Meskipun safety stock membawa


unit Order point manfaat, perlu diingat bahwa ia juga
350
menimbulkan tambahan biaya. Dengan
281
adanya safety stock sebesar 50 unit,
rata-rata persediaan sekarang adalah
EOQ EOQ/2 plus safety stock atau 200 unit.
Hal ini menyebabkan tambahan
carrying costs sebesar:
safety stock  P  C = Rp20.000.
50
minggu
Safety stock

Lead time = 1 minggu


Konsep Diskon: Contoh lanjutan
 Andaikan sekarang Perusahaan X menerima tawaran diskon 2% pada pembelian jumlah besar. Jika
diskon 2% diterapkan pada pembelian 250 unit atau lebih, perusahaan akan tetap memesan sebesar
EOQ = 300 unit dan menikmati diskon. Namun masalahnya menjadi kompleks jika diskon yang
ditawarkan hanya berlaku untuk pembelian 400 unit atau lebih. Dalam kasus ini manajemen harus
membandingkan (1) penghematan dari diskon karena membeli 400 unit, dengan (2) peningkatan TIC
akibat memesan 400 unit (tidak sebesar EOQ).

 Jika memesan 400 unit, berapa TIC?


Q sebesar 400 dan P menjadi 0,98  1.000 = 980 (karena ada diskon 2%).
TIC = [15.000  (1.200/400)] + [0,4  980  (400/2)] = 45.000 + 78.400 = Rp123.400

 Biaya memesan di luar EOQ adalah Rp123.400 – Rp120.000 = Rp3.400.


Sedangkan penghematan dari diskon 2% adalah 2%  Rp1.000 = Rp20 per unit atau Rp20  1.200 unit
= Rp24.000 setahun.
Karena penghematan lebih besar dari kenaikan TIC, perusahaan sebaiknya memanfaatkan diskon
tersebut dan memesan pada 400 unit.
 Pengaruh inflasi pada EOQ adalah (1) menaikkan carrying cost dan (2) menaikkan nilai
persediaan. Oleh karena itu, secara rata-rata, inflasi memberi dampak yang tidak terlalu besar
pada jumlah persediaan optimal.

 Untuk sebagian besar perusahaan tidaklah realistis mengasumsikan bahwa permintaan untuk
item persediaan adalah sama atau merata sepanjang tahun. Oleh sebab itu, model EOQ tidak
diterapkan dalam basis tahunan tapi dalam basis musiman atau kuartalan. Prosedurnya adalah
membagi tahun menjadi kuartal atau semester, kemudian model EOQ diterapkan pada setiap
periode. Selama periode transisi, persediaan dinaikkan atau diturunkan sesuai kondisi.

 Deviasi atau penyimpangan kecil dari jumlah EOQ tidak berpengaruh banyak terhadap TIC. Oleh
karena itu, EOQ sebaiknya dipandang sebagai suatu range daripada suatu nilai tunggal yang
harus ditaati.

 Manajemen persediaan juga tetap harus menerapkan Inventory Control System. Teknik
sederhana misalnya Red Line Method dan Two Bin Method. Perusahaan besar biasanya
menerapkan sistem pengawasan persediaan menggunakan bantuan komputer.

 Pendekatan yang relatif baru adalah Just in Time. Sistem ini mengurangi beban persediaan
sehingga dapat menghemat biaya. Namun sistem ini membutukan koordinasi yang baik antara
perusahaan manufaktur dan para suppliernya, baik dalam hal ketepatan waktu pengiriman
maupun kualitas barang yang dikirim.

Anda mungkin juga menyukai