Anda di halaman 1dari 20

HUKUM PIDANA

BERISI LARANGAN ATAU KEHARUSAN


PELANGGARANNYA DIANCAM PIDANA

KUHP PERBUATAN
PIDANA MATERIIL

PERBUATAN YG DIANCAM HUKUMAN


HUKUMAN YG DPT DIJATUHKAN
PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA
SEJARAH KUHP
STBL 1915 1 -1-
WVSNI N0. 732 1918

UU N0.
WVS WVSNI
1-46

JAWA
MADURA UU N0.
KUHP
7 -58
SELURUH
INDONESIA

USIA 104 1915

61 1918
URGENSI PEMBAHARUAN KUHP
REORIENTASI
HUKUM
PIDANA
REFORMASI

sosiopolitik
ASPEK
sosiofilosofis
KEBIJAKAN
sosiokultural

KEBIJAKAN SOSIAL
KEBIJAKAN KRIMINAL

KEBIJAKAN PENEGAKAN HUKUM


UPAYA PEMBAHARUAN
BUKU 1 KONSEP
1968 RANCANGAN
RKUHP BUKU 1- 1971
KONSEP
SEMINAR RANCANGAN KONSEP
1963 TIM HARIS- RKUHP-
UNDIP 1981 SOEDARTO-
81-82
KONSEP KONSEP
RANCANGAN RANCANGAN
KUHP 82-83 KUHP 82-83
DISEMPURNAKAN
SAMPAI 1987 KONSEP
RKUHP-
MARDJONO
-91-92 DITUNDA
2019
PRO KONTRA PASAL RKUHP
Pasal 1 ayat (1) tidak mengurangi berlakunya hukum
yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa
PS 2 (1) seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut
tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan.

(1) Setiap Orang, yang melakukan perbuatan yang


menurut hukum yang hidup dalam masyarakat
PS 597 dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang, diancam
dengan pidana.
(2) Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa
pemenuhan kewajiban adat sebagaimana dimaksud
HK YG dalam Pasal 66 ayat (1) huruf f.
HIDUP

PASAL INI DINILAI BERTENTANGAN DENGAN


ASAS LEGALITAS DAN KRIMINALISASI TDK
JELAS
RKUHP justru membuka dualisme ‘penegakan hukum adat’ bagi masyarakat
yang masih mengakui dan menjalankan sistem hukum adat. hukum yang
hidup dalam masyarakat akan diatur dalam Peraturan Daerah atau kompilasi
hukum adat daerah

Catatan.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan


Perundang-undangan menetukan bahwa ancaman pidana yang dapat
dirumuskan oleh Peraturan Daerah Provinsi atau Kabupaten/Kota adalah
pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling
banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Dengan demikian, varian sanksi adat lainnya seperti pembersihan desa,
penyembelihan hewan, atau pengasingan dari komunitas adat, tidak bisa
diakomodasi oleh Peraturan Daerah.
Perkara nomor 1644 K/Pid/1988 sebagai berikut: ‘seseorang yang
telah melakukan perbuatan yang menurut hukum yang hidup (hukum
adat) di daerah tersebut merupakan suatu perbuatan yang melanggar
hukum adat, yaitu ‘delik adat’. Kepala dan para pemuka adat
memberikan reaksi-reaksi adat (sanksi adat) terhadap si pelaku
tersebut. Sanksi adat itu telah dilaksanakan oleh terhukum. Terhadap si
terhukum yang sudah dijatuhi ‘reaksi adat’ oleh kepala adat tersebut,
maka ia tidak dapat diajukan lagi (untuk kedua kalinya) sebagai
terdakwa dalam persidangan badan peradian negara (Pengadilan
Negeri) dengan dakwaan yang sama, melanggar hukum adat, dan
dijatuhi hukuman penjara menurut KUHP ... maka pelimpahan berkas
perkara serta tuntutan kejaksaan di Pengadilan Negeri harus
dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard)’.
MAKAR
Makar adalah niat untuk melakukan suatu perbuatan yang telah
PS
diwujudkan dengan adanya permulaan pelaksanaan perbuatan
167
tersebut.
Setiap Orang yang melakukan Makar dengan maksud membunuh
atau merampas kemerdekaan Presiden atau Wakil Presiden atau
PS
menjadikan Presiden atau Wakil Presiden tidak mampu menjalankan
191
pemerintahan dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur
hidup, atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun. 191

(1) Setiap Orang yang melakukan Makar dengan maksud


menggulingkan pemerintah yang sah dipidana dengan pidana penjara
PS
paling lama 12 (dua belas) tahun.
193
(2) Pemimpin atau pengatur Makar sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.

ISTILAH makar dirumuskan secara jelas 'aanslag' yang berarti


penyerangan. Dan berpotensi pasal makar bersifat karet dan
memberangus kebebasan berekspresi masyarakat sipil.
ilustrasi bagaimana ‘makar’ diartikan berbeda dari makna aslinya yang
seharusnya berarti serangan.
Kasus Bintang Pamungkas, dll

Dalam kaitannya dengan Buku 1 RKUHP, untuk lebih memperjelas defnisi,


tim perumus harus mengembalikan makna aanslag menjadi serangan dan
tidak lagi menggunakan istilah ‘makar’. Hal ini juga memiliki konsekuensi
logis terhadap tindak pidana yang diatur di dalam RKUHP dan masih
menuliskan ‘makar’ sebagai salah satu unsurnya. Penyesuaian harus
dilakukan dengan mengganti istilah ‘makar’ di dalam Pasal 210, 211, 212,
240, 241, dan 242 RKUHP menjadi ‘serangan’. Sebagai contoh, Pasal 210
RKUHP akan berbunyi sebagai berikut: “Setiap Orang yang melakukan
serangan dengan maksud membunuh atau merampas kemerdekaan
Presiden atau Wakil Presiden, atau menjadikan Presiden atau Wakil
Presiden tidak mampu menjalankan pemerintahan dipidana dengan pidana
mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5
(lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun”
PENGHINAAN
Pasal 218
(1) Setiap Orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau
harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau
pidana denda paling banyak kategori IV.
(2) Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan
martabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika perbuatan
dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.

Pasal 234
Setiap Orang yang merusak, merobek, menginjak-injak, membakar, atau
melakukan perbuatan lain terhadap bendera negara dengan maksud menodai,
menghina, atau merendahkan kehormatan bendera negara dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak
kategori V.
Pasal 235
Dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II, Setiap Orang yang:
a. memakai bendera negara untuk reklame atau iklan komersial;
b. mengibarkan bendera negara yang rusak, robek, luntur, kusut, atau kusam;
c. mencetak, menyulam, dan menulis huruf, angka, gambar atau tanda lain
atau memasang lencana atau benda apapun pada bendera negara; atau
d. memakai bendera negara untuk langit-langit, atap, pembungkus Barang, dan
tutup Barang yang dapat menurunkan kehormatan bendera negara
PERZINAHAN
Pasal 417
(1) Setiap Orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan
suami atau istrinya dipidana karena perzinaan dengan pidana penjara
paling lama 1 (satu) tahun atau denda kategori II.
(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan
penuntutan kecuali atas pengaduan suami, istri, Orang Tua, atau anaknya.
(3) Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 30.
(4) Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang
pengadilan belum dimulai.
Pasal 418

(1) Setiap Orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri
di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
(enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan suami, istri, Orang
Tua atau anaknya.
(3) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat juga
diajukan oleh kepala desa atau dengan sebutan lainnya sepanjang
tidak terdapat keberatan dari suami, istri, Orang Tua, atau
anaknya.
(4) Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
berlaku ketentuan Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 30.
(5) Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang
pengadilan belum dimulai.
PERKOSAAN
Pasal 479
(1) Setiap Orang yang dengan Kekerasan atau Ancaman
Kekerasan memaksa seseorang bersetubuh dengannya
dipidana karena melakukan perkosaan, dengan pidana penjara
paling lama 12 (dua belas) tahun.
(2) Termasuk Tindak Pidana perkosaan dan dipidana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perbuatan:
a. persetubuhan dengan seseorang dengan persetujuannya,
karena orang tersebut percaya bahwa orang itu merupakan
suami/istrinya yang sah;
b. persetubuhan dengan Anak; atau
c. persetubuhan dengan seseorang, padahal diketahui bahwa
orang lain tersebut dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya.

UU PKDRT, tidak menggunakan istilah


pemerkosaan, tetapi kekerasan seksual
ALAT KONTRASEPSI
Pasal 414
Setiap Orang yang secara terang-terangan mempertunjukkan,
menawarkan, menyiarkan tulisan, atau menunjukkan untuk
dapat memperoleh alat pencegah kehamilan kepada Anak
dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori I.

PROGRAM KELUARGA BERENCANA


Penanggulangan HIV/AIDS yang memuat aturan “kampanye
penggunaan kondom” yang isinya mengizinkan penyebaran
luas info soal alat kontrasepsi. Jaksa Agung (tahun 1978)
dan BPHN (1995) juga telah mendekriminalisasi perbuatan
ini mengingat kondom menjadi salah satu alat efektif untuk
mencegah penyebaran HIV.
ABORSI
Pasal 251
(1) Setiap orang yang memberi obat atau meminta seorang
perempuan untuk menggunakan obat dengan memberitahukan
atau menimbulkan harapan bahwa obat tersebut dapat
mengakibatkan gugurnya kandungan dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling
banyak kategori IV.

PASAL 471 AYAT (3)


Dokter yang melakukan pengguguran kandungan karena
indikasi kedaruratan medis atau terhadap Korban perkosaan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,
tidak dipidana.
GELANDANGAN
Pasal 431
Setiap Orang yang bergelandangan di jalan atau di tempat
umum yang mengganggu ketertiban umum dipidana dengan
pidana denda paling banyak kategori I.

ZINA DAN KOHABITASI (kumpul Kebo)


Pasal 417
(1) Setiap Orang yang melakukan persetubuhan dengan orang
yang bukan suami atau istrinya dipidana karena perzinaan
dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda
kategori II.

Pasal 418
(1) Setiap Orang yang melakukan hidup bersama sebagai
suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara
paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak
kategori II.
PENCABULAN
Pasal 420
(1) Setiap Orang yang melakukan perbuatan cabul terhadap
orang lain yang berbeda atau sama jenis kelaminnya:
a. di depan umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 1
(satu) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak
kategori III.
b. secara paksa dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan
dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.
c. yang dipublikasikan sebagai muatan pornografi dipidana
dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.
(2) Setiap Orang dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan
memaksa orang lain untuk melakukan perbuatan cabul
terhadap dirinya dipidana dengan pidana penjara paling lama 9
(sembilan) tahun.
PEMBIARAN UNGGAS ATAU TERNAK

Pasal 278
Setiap Orang yang membiarkan unggas yang diternaknya
berjalan di kebun atau tanah yang telah ditaburi benih atau
tanaman milik orang lain dipidana dengan pidana denda paling
banyak kategori II.

Pasal 279

(1)Setiap Orang yang membiarkan Ternaknya berjalan di


kebun, tanah perumputan, tanah yang ditaburi benih atau
penanaman, atau tanah yang disiapkan untuk ditaburi
benih atau ditanami dipidana dengan pidana denda paling
banyak kategori II.
(2)Ternak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dirampas untuk negara.
SANTET
Pasal 293.
"(1) Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan
gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan atau
memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena
perbuatannya dapat menimbulkan penderitaan mental atau fisik
seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun
atau pidana denda paling banyak Kategori IV; (2) Jika pembuat
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 melakukan
perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan
sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, maka pidananya
ditambah dengan sepertiga.“

. Penjelasan RKUHP disebutkan bahwa ketentuan itu


dimaksudkan untuk mengatasi keresahan masyarakat yang
ditimbulkan oleh praktik ilmu hitam (black magic) yang secara
hukum menimbulkan kesulitan dalam pembuktiannya.
Ketentuan ini dimaksudkan juga untuk mencegah secara dini
dan mengakhiri praktik main hakim sendiri yang dilakukan oleh
warga masyarakat terhadap seseorang yang dituduh sebagai
dukun teluh (santet)
Pasal 79

(1) Pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan:

a. kategori I, Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah);


b. kategori II, Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah);
c. kategori III, Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);
d. kategori IV, Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);
e. kategori V, Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);
f. kategori VI, Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah);
g. kategori VII, Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan
h. kategori VIII, Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar
rupiah).
(2) Dalam hal terjadi perubahan nilai uang, ketentuan besarnya
pidana denda ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Anda mungkin juga menyukai