JURDING Kulit Raf
JURDING Kulit Raf
Pasien yang memiliki lesi lepra pada wajah dikeluarkan dari tes MF dan pada
studi konduksi saraf sensoris pada tungkai atas dan bawah. Jadi 3 pasien dalam
kelompok A dan 4 pasien dalam kelompok B dikeluarkan sehingga 27 pasien
dalam kelompok A dan 26 pasien dalam kelompok B diuji untuk MF dan studi
konduksi saraf sensoris.
METODE
Monofilamen yang digunakan adalah
0,05 g (hijau), 0,2 g (biru), 2 g (ungu), 4 g
(merah), 10 g (oranye), dan 300 g (merah
terang). Nilai referensi normal adalah hingga
200 mg untuk tangan dan 2 g untuk kaki.
Lokasi uji yang digunakan ditunjukkan pada
Gambar 1. Gangguan sensorik didiagnosis
dalam situasi berikut: a) Ambang
monofilamen meningkat 3 tingkat atau lebih
di satu lokasi atau, b) Dengan 2 level di satu
lokasi dan 1 level di lokasi lain atau, c)
Dengan 1 level di semua 3 lokasi untuk saraf
yang diuji.
Data yang diperoleh dikumpulkan dan dianalisis dengan SPSS 17 dan signifikansi
asosiasi diuji menggunakan uji Chi-square dan Fisher.
HASIL
Batas bawah demografik dan karakteristik klinis dari kedua kelompok
ditunjukkan pada Tabel 2. Kedua kelompok dibandingkan dalam demografi, ciri
klinis, derajat kecacatan, histopatologi dan reaksi tipe 1.
Tabel 2: Karakteristik dasar demografi dan klinis populasi penelitian.
HASIL
Pada saat pendaftaran, 16 pasien dalam kelompok A (53,33%) dan 18
pasien (60%) pada kelompok B menunjukkan penebalan saraf perifer. Pada
kelompok A, perbaikan penebalan saraf terlihat hanya pada 1 pasien (3,33%),
penurunan pada dua pasien (6,67%) dan tidak ada perubahan pada 27 pasien
(90%). Pada kelompok B perbaikan penebalan saraf tidak terlihat pada pasien
mana pun (0%), penurunan pada satu pasien (3,33%) dan tidak ada perubahan
pada 29 pasien (96,67%). Tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik
dalam perbaikan dan penurunan penebalan saraf yang ditemukan pada
kedua kelompok (p> 0,05). Pada kelompok A, 16 pasien mengalami penebalan
saraf dimana 14 pasien menunjukkan NFI pada studi konduksi klinis dan saraf.
Dari 14 pasien tanpa penebalan saraf, 7 pasien memiliki NFI pada studi konduksi
klinis dan saraf. Sedangkan pada kelompok kontrol 18 pasien mengalami
penebalan saraf dimana 16 pasien menunjukkan NFI pada studi konduksi klinis
dan saraf. Dari 12 pasien tanpa penebalan saraf, 7 pasien memiliki NFI pada
studi konduksi klinis dan saraf.
HASIL
Dalam kelompok A, 27 pasien diuji untuk penilaian fungsi saraf dengan uji
MF, 9 pasien (33,33%) memiliki gangguan fungsi saraf (NFI) dan 18 (66,67%)
pasien normal sebelum pengobatan. Setelah pengobatan selesai, kerusakan
terlihat pada 6 pasien (22,22%) sedangkan perbaikan tidak terlihat pada pasien
mana pun. Pada kelompok B, total 26 pasien diuji untuk penilaian fungsi saraf
dengan uji MF, 12 pasien (46,15%) memiliki NFI dan 14 pasien (53,85%) normal
sebelum pengobatan. Setelah menyelesaikan pengobatan, kerusakan terlihat
pada 10 pasien (38,46%). Perbaikan terlihat pada 1 pasien (3,85%). Saraf yang
paling sering terkena adalah saraf ulnaris. Tidak ada perbedaan yang signifikan
secara statistik dalam perbaikan atau penurunan NFI dengan uji MF yang
ditemukan dalam dua kelompok (p> 0,05).
HASIL
Tabel 3: Jumlah pasien
yang menunjukkan
perbaikan dan
penurunan fungsi saraf
pada akhir 6 bulan
dengan modalitas
yang berbeda.