Anda di halaman 1dari 78

MENULIS

DI MEDIA MASSA
Ida Nor Layla
Jawa Pos Radar Semarang
081227426345
idanorlayla@radarsemarang.com
ida.n.layla@gmail.com
ida_nurlayla@yahoo.com
Harapan adalah kehendak yang
harus diikuti amal perbuatan,
kalau tidak demikian maka hanya
angan-angan.

(Al-Hikam-Syeikh Ibn 'Atha'illah)


Syarat Menjadi Penulis
Syarat Utama
1. Penguasaan Teknik Menulis
2. Menerbitkan Tulisan

Syarat Pendukung
1. Kebiasaan Membaca
2. Kebiasaan Mencatat
3. Belajar/Latihan
4. Kegigihan

Rahasia Top Menulis, Much Khoiri, 2014


Tiga Pilar Pendidikan bagi Penulis
1. Learn to Know (Knowledge)
Penulis harus banyak membaca buku, membaca karya sesame penulis dan
membaca kehidupan.
2. Learn to do (Practice)
Terus berlatih mengasah ide dan mengorganisasikan ide/gagasan ke dalam
tulisan dengan Bahasa yang baik.
3. Learn to live together
Penulis harus hidup bersama, membaur dengan masyarakat bersama segenap
problematikanya.
Rahasia Sukses Penulis Berdarah Afrika-Amerika, Prof Brenda Flanagan
Spirit Menulis

1. Butuh Kejujuran
2. Keterbukaan pada diri sendiri
Artikel

Artikel adalah tulisan lepas berisi opini penulis yang


mengupas tuntas suatu masalah tertentu yang aktual
dan kontroversial dengan gaya penulisan yang lugas
singkat dan padat dengan tujuan untuk memberitahu
(informasi), mempengaruhi dan meyakinkan (persuasif
argumentatif), atau menghibur khalayak pembaca
(rekreatif).
Cara Menuangkan Ide

 Memilih ide atau topik tulisan.


 Memastikan tujuan dan ekspektasi pembaca.
 Merancang alur cerita berdasarkan fakta.
 Menetapkan outline mulai paragrap pertama, isi hingga penutup.
 Memilah dan menggabungkan materi.
 Menuangkan materi sesuai outline.
Pola Penuangan

 Bisa menggunakan dimensi waktu, masa lalu, masa kini dan masa yang akan
datang.
 Struktur timbangan, yakni teknik bertutur yang menggunakan dua hal yakni
yang kontradiktif dan kontras.
 Struktur segitiga yang menekankan pada tiga hal.
 Struktur hamburger, yakni pola pendahuluan, isi dan penutup.
Nama Penulis

Judul/Head

Pendahulu (intro)

Isi (content)

Penutup (closed)

Status Penulis
Teenlit dalam Pembelajaran Sastra
Oleh: Ikha Mayashofa Arifiyanti SPd MA (Guru MTs Negeri 3 Demak)
Muat Jawa Pos Radar Semarang, Jumat 5 Oktober 2018
Sejumlah 4.484 karakter

PEMBELAJARAN sastra dalam mata ajar Bahasa Indonesia seringkali


terbentur pada persoalan yang berpusat pada sikap apresiasi peserta
didik, terkait dengan pemilihan bahan ajar atau karya sastra. Teks sastra
yang disuguhkan oleh guru seringkali ‘dianggap’ oleh peserta didik kurang
kontekstual, atau dalam bahasa mereka sering disebut kurang update dan
tak kekinian. Permasalahan tersebut seolah diperparah ketika Kurikulum
2013 melakukan reduksi secara besar-besaran terkait dengan jenis teks
sastra, melalui penghilangan beberapa materi sastra yang dinilai
bermanfaat untuk mengembangkan karakter dan budi pekerti. Padahal
pembelajaran sastra mempunyai peranan penting dalam membentuk
karakter peserta didik dan menumbuhkan kepekaan rasa.
Pada tataran pembentukan karakter ini, pemilihan bahan ajar sastra
menjadi hal yang sangat menentukan, mengingat tujuan akhir dari proses
pembelajaran adalah membelajarkan peserta didik agar dapat
mememiliki dan menerapkan nilai-nilai kebaikan. Persoalan pemilihan
bahan ajar memerlukan solusi dengan cara mencari alternatif model
bacaan yang sesuai dengan ‘selera’ peserta didik, sekaligus mengandung
nilai-nilai karakter. Model bacaan yang akhir-akhir ini menjadi tren di
kalangan remaja dan dapat dijadikan alternatif untuk mengatasi
persoalan tersebut adalah teenlit atau teen literature.
Teenlit adalah salah satu genre sastra populer yang merujuk pada novel
remaja dan semakin diperhitungan keberadaannya di era sastra mutakhir.
Genre ini menjadi populer karena isinya tidak dibebani misi yang
bermacam-macam, hanya berkisah seputar kehidupan anak muda dengan
karakter apa adanya. Teenlit dikemas dengan bahasa yang ringan,
sehingga tidak dijumpai struktur cerita yang kompleks ataupun
perenungan yang mendalam.
Meskipun fenomenal, pro dan kontra terhadap teenlit tetap saja muncul.
Sebagian kalangan beranggapan bahwa teenlit adalah karya yang isinya
terlalu ringan, tidak mengangkat fenomena krusial dalam masyarakat. Isi
yang ditampilkan juga dianggap tidak edukatif karena menonjolkan serba
- serbi kehidupan yang meniru gaya Barat. Selain itu, teenlit juga
dianggap sebagai genre yang merusak bahasa karena dipenuhi ragam
bahasa lisan yang tidak terpola dengan baik.
Gugatan-gugatan yang mengemuka terhadap teenlit ternyata tidak
menyurutkan antusias pembaca terhadapnya. Model penyampaian nilai-
nilai karakter dalam teenlitlah yang membuat pembaca jatuh hati
kepadanya. Nilai-nilai karakter dalam teenlit disampaikan lebih santai
karena konteks dan gaya penulisannya sangat khas remaja, sehingga saat
membaca genre tersebut, remaja tidak merasa didoktrin atau
diceramahi. Hal ini sekaligus menunjukkan, isi teenlit yang terlalu ringan
bukan berarti menempatkan karya tersebut sebagai karya yang tidak
sarat dengan nilai-nilai. Berbagai nilai-nilai hadir di dalamnya, misalnya
kreativitas, religiusitas, kesetiaan, dan sebagainya, yang tentu saja
sangat bermanfaat untuk remaja.
Tokoh-tokoh cerita dalam teenlit pun juga khas. Kebanyakan
teenlit mengangkat tokoh remaja perempuan yang kuat, tidak
cengeng, dan mandiri, sehingga tidak mudah untuk diombang-
ambingkan dan dilecehkan dalam berbagai persoalan. Dari
beberapa keunggulan tersebut, teenlit berpotensi sebagai media
penanaman pendidikan karakter di sekolah.
Terlepas dari pendapat tentang keunggulan dan kelemahan
teenlit, tumbuhnya minat baca di kalangan remaja terhadap
novel-novel teenlit harus disambut dengan baik. Tumbuhnya minat
baca tersebut akan berimbas pada antusiasme peserta didik dalam
menerima pembelajaran sastra. Guru tidak lagi memiliki kendala
yang berarti ketika harus berhadapan dengan pemilihan bahan ajar
karena alternatif model bacaan yang kontekstual, update,
kekinian, dan selaras dengan selera peserta didik melekat pada
teenlit.
Namun, tugas guru tidak lantas berhenti sampai di sini.
Masih ada kewajiban untuk mengarahkan peserta didik
dalam memilih dan memilah teenlit yang mengandung nilai-
nilai positif di tengah maraknya peredaran novel-novel
teenlit yang menawarkan gaya hidup bebas, kebarat-
baratan, hedonis, dan cenderung menjauh dari nilai-nilai
edukatif. Dalam hal ini, guru Bahasa Indonesia harus mampu
menerapkan strategi pembelajaran yang kokreatif, yakni
mengajak peserta didik menemukan nilai-nilai positif dari
bahan ajar yang tersedia, dan mampu menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari melalui teenlit. (agu/aro)
Kontruksi
Persoalan
1. Pembelajaran sastra dalam mata ajar Bahasa Indonesia dianggap oleh peserta didik kurang kontekstual.
Diperparah ketika Kurikulum 2013 melakukan reduksi terkait jenis teks sastra.
2. Padahal bahan ajar sastra sangat menentukan agar peserta didik memiliki dan menerapkan nilai-nilai
kebaikan. Saat ini ada alternatif bacaan untuk mengatasi persoalan tersebut adalah teenlit atau teen literature.

Mengupas Isi dan Solusi


3. Teenlit adalah salah satu genre sastra populer yang merujuk pada novel remaja dan semakin diperhitungan
keberadaannya di era sastra mutakhir.
4. Pro dan kontra terhadap teenlit sebagai karya yang terlalu ringan, dianggap tidak edukatif dan merusak
bahasa.
5. Nilai-nilai karakter dalam teenlit sangat khas remaja, tidak merasa didoktrin atau diceramahi.
6. Tokoh-tokoh cerita dalam teenlit pun juga khas.
7. Tumbuhnya minat baca berimbas pada antusiasme peserta didik dalam menerima pembelajaran sastra.

Kesimpulan
8. Tugas guru mengarahkan peserta didik dalam memilih dan memilah teenlit yang mengandung nilai-nilai
positif.
Belajar IPS Bersama Bumeri CS
Oleh : Puji Sri Winarni SPd MPd (Guru SMPN 28 Semarang)
Muat 14 Juli 2018 sebanyak 4.800 karakter

BUMERI dalam tulisan ini adalah singkatan dari Budaya


Meringkas. Belajar IPS bersama Bumeri artinya budaya
meringkas dipakai sebagai salah satu strategi untuk
memudahkan siswa belajar materi IPS. CS adalah istilah
singkatan dari Cooperative Script, yaitu metode
pembelajaran dimana siswa bekerja berpasangan dan
secara lisan mengikhtisarkan bagian-bagian dari materi
yang dipelajari. Bumeri CS merupakan strategi
pembelajaran yang menggabungkan dua kegiatan dalam
rangka menumbuhkan tiga ranah tujuan pendidikan
yaitu pengetahuan, sikap dan ketrampilan.
Budaya meringkas dalam pembelajaran IPS diperlukan karena
pembelajaran IPS memiliki karakteristik materi yang luas gabungan
antara teori ilmu dengan fakta dan bersifat dinamis selalu berubah sesuai
dengan tingkat perkembangan zaman. Dengan memperhatikan hal
tersebut, guru dalam mengelola pembelajaran di kelas perlu
menggunakan berbagai strategi pembelajaran. Budaya meringkas bagi
penulis merupakan salah satu strategi yang ditanamkan pada siswa
karena paling mudah dan sederhana.
Kemungkinan banyak pihak yang menganggap bahwa budaya meringkas
ini, sebagai startegi yang harus ditinggalkan karena merupakan strategi
konvensional. Namun pengalaman penulis, budaya meringkas yang
terstruktur merupakan salah satu strategi yang memudahkan dan
memacu siswa berminat belajar IPS, bahkan mampu menumbuhkan
kreativitas melalui cara membuat ringkasan. Pada saat meringkas, siswa
diharapkan menyusunnya dengan kalimat sendiri yang mudah dipahami
oleh diri siswa sendiri.
Budaya meringkas yang terstruktur adalah kegiatan meringkas dengan
menggunakan panduan. Ringkasan materi IPS yang dibuat menghasilkan bentuk
ringkasan yang sesuai dengan kompetensi dasar. Dalam kegiatan ini siswa aktif
untuk belajar dan gurupun sebagai fasilitator juga berperan untuk kreatif
mempersiapkan panduan tugas meringkas bagi siswanya.
Cooperative script merupakan model pembelajaran yang dapat meningkatkan daya
ingat siswa. Hal tersebut sangat membantu siswa dalam mengembangkan serta
mengaitkan fakta-fakta dan konsep-konsep yang pernah didapatkan dalam
pemecahan masalah. Dalam Cooperative Script terdapat kesepakatan antara siswa
dengan guru dan siswa dengan siswa untuk berkolaborasi memecahkan suatu
masalah dalam pembelajaran dengan cara-cara yang kolaboratif.
Ringkasan merupakan sekumpulan berbagai informasi untuk mempermudah
pemahaman. Tujuan membuat ringkasan adalah untuk mengingat kembali isi dari
suatu bacaan dan untuk membantu ketika membaca sebuah materi serta
menghemat waktu belajar. Manfaat dari kegiatan meringkas yaitu membantu siswa
memahami isi pokok suatu materi, membantu siswa mengingat marteri,
membantu siswa memahami teks; melatih kreativitas siswa, karena dengan
meringkas siswa dapat menuangkan ide-idenya.
Penerapan kegiatan budaya meringkas dengan Cooperative Sript, yang penulis
terapkan pada peserta didik meliputi langkah-langkah berikut, guru
menyampaikan tujuan kegiatan Bumeri CS dan menyampaikan teori membuat
ringkasan (jika baru pertama kali), guru memberikan rambu-rambu (panduan
meringkas) yang disesuaikan dengan pokok materi (sesuai kompetensi dasar),
siswa mencari bahan sumber materi (buku paket, buku sumber lain atau media
on line), siswa bersama guru menentukan kelompok kolaborasi (minimal 2 orang),
siswa melakukan kegiatan meringkas secara mandiri ataupun bisa berkolaborasi
tergantung dari kesepakatan antar siswa dalam kelompoknya, siswa
menyampaikan hasil ringkasan pada kelompoknya (jika dikerjakan mandiri), jika
dikerjakan bersama kelompok (berkolaborasi) maka penyampaian hasil ringkasan
dilakukan terhadap kelompok lain di depan kelas, akhir dari kegiatan
pembelajaran dengan Bumeri SC adalah siswa memiliki produk portofio berupa
hasil ringkasan yang telah dipresentasikan dan siswa mendapat beberapa
penilaian, yaitu penilaian individu (hasil ringkasan), penilaian kerjasama dengan
teman, dan penilaian ketrampilan presentasi.
Dampak dari budaya meringkas yang terpadu dengan Cooperative Sript adalah
melatih siswa untuk percaya pada kemampuan sendiri, mendorong siswa untuk
mengungkapkan idenya secara tertulis dan verbal, membantu siswa belajar
menghormati antar teman, strategi yang efektif bagi siswa untuk mencapai hasil
akademik dan sosial, menyediakan kesempatan kepada siswa untuk
membandingkan hasil pekerjaan pribadi dengan pekerjaan temannya, mendorong
siswa yang kurang pintar untuk tetap berbuat/mengerjakan tugas, interaksi yang
terjadi selama pembelajaran Cooperative Script membantu memotivasi siswa
untuk belajar, mengembangkan keterampilan menulis, berdiskusi, interaksi
sosial, menghargai ide orang lain, dan meningkatkan kemampuan berpikir
kreatif, memudahkan siswa belajar kembali pada materi yang telah dipelajari
pada saat menghadapi penilaian. (tj3/2/ida)
Kerangka Tulisan
Pokok permasalahan
 Menjelaskan BUMERI CS yakni meringkas tulisan memudahkan siswa belajar IPS.
 Guru harus punya strategi.
 Meringkas dianggap konvensional, namun tetap memiliki manfaat tinggi.

Isi menawarkan solusi


 Perlu budaya meringkas terstruktur akan lebih bermanfaat.
 Model pembelajaran yang meningkatkan daya ingat siswa.
 Meringkas membantu siswa memahami isi pokok pikiran.
 Langkah yang diterapkan guru untuk siswa dalam meringkas yang efektif.

Kesimpulan
 Hasilnya siswa lebih percaya diri dengan kemampuannya.
Judul

 Membuat judul artikel sama dengan membuat judul berita.


 Menarik kalau provokatif, singkat, padat, relevan, fungsional dan
representatif.
 Menggambarkan isi, singkat, padat, menarik, serta menggunakan kalimat
aktif.
 Judul artikel untuk media massa umumnya berkisar 3-7 kata. Judul artikel
kolom lebih pendek hanya 1-4 kata.
Intro

 Merupakan paragraf pertama, sebaiknya ditulis dengan kalimat yang


semenarik mungkin. Sehingga dapat membangkitkan minat baca pembaca.
 Paragraf pertama merupakan pintu gerbang bagi pembaca untuk memasuki
kalimat berikutnya hingga akhir.
 Intro menarik jika mulai dari alinea pertama, pembaca sudah digiring untuk
mengetahui isi artikel yang ditulis.
 Ditulis dengan kalimat ringkas, jelas, resmi, sederhana dan menarik.
Kedudukan intro sangat strategis tidak lebih dari 3 paragraf.
 Intro menarik jika sesuai topik yang diajukan dan sesuai dengan psikologis
yang dihadapi khalayak pembaca.
Isi Artikel

Membahas dan mengurai ide pokok, sesuai


kaidah yang benar, tidak bertele-tele dan
tetap menarik.
Jika Kehabisan Kata-Kata-1

1. Penjelasan
- Pendekatan Filosofis (substansi atau hakikat dari masalah)
- Pendekatan Fungsi (melihat nilai guna yang dikandungnya)
- Pendekatan Susunan (melihat struktur atau susunannya)
- Pendekatan Bentuk (melihat bentuknya secara fisik)
- Pendekatan Sifat (merinci masalah dengan sifat-sifat penting yang
membedakannya)
- Pendekatan Tujuan (memetakan masalah dengan menyebut tujuan yang
hendak dicapai)
Jika Kehabisan Kata-Kata-2

2. Contoh (gagasan yang konseptual, abstrak dan tidak tersentuh oleh fisik, perlu
diberikan contoh)
3. Perbandingan (membandingkan antara satu objek yang satu dengan yang lain)
4. Kutipan (mengutip kitab suci, majalah, buku, dll)
5. Statistik (menjelaskan tentang data angka)
6. Penegasan (menegaskan pokok masalah dengan bahasa yang berbeda dari
sebelumnya)
Teknik Menulis Penutup

 Menegaskan kembali topik atau pokok bahasan dalam kalimat yang ringkas
dan tegas dengan tujuan meyakinkan pembaca.
 Mengakhiri dengan klimaks. Menegaskan kesimpulan yang menyengat dan
dapat dijadikan bahan renungan dan pemikiran pembaca.
 Persuasif yaitu mengajak khalayak untuk melakukan tindakan tertentu yang
dianggap penting, relevan dan mendesak.
 Kutipan. Bisa diambil dari kitab suci, pendapat tokoh, ungkapan peribahasa,
amsal, kata-kata mutiara, dan lainnya.
Menulis Kalimat

 Satu kalimat minimal terdiri atas subjek dan predikat.


 Kalimat yang baik pada umumnya merupakan kalimat aktif, bukan kalimat
pasif.
Menulis Paragraf

 Satu paragraf minimal terdiri dari dua kalimat.


 Paragraf hanya terdiri satu ide pokok (di dalam kalimat utama) didukung oleh
kalimat penjelas.
 Paragraf yang dianjurkan adalah paragraf yang deduktif. Kalimat utama di
awal paragraf didukung oleh kalimat penjelas.
Tips

 Tulisan diketik dengan font 12, spasi 1,5, jenis font bisa time
new roman atau arial dengan 3000-4000 karakter.
 Minta koreksi dan penilaian dari kawan atau seseorang yang
memahami standar penulisan.
 Kirimkan artikel ke media massa.
 Jika artikel tak dimuat, minta alasan/komentar dari Editor
Opini.
 Simpan artikel yang SUDAH dimuat atau yang BELUM dimuat di
media massa, sebagai khazanah pemikiran pribadi.
 Pelajari kebutuhan dan tema yang diinginkan media massa.
 Rajin membaca artikel/opini di media cetak (koran, majalah, buletin,
tabloid)
 Peka terhadap keadaan sekitar atau berita yang aktual
 Rajin membaca referensi/buku
 Konsisten dalam menulis
 Memahami karakteristik media yang dituju.
Sumber Tema :
1. Hasil Penelitian
- Bermain Puzzle Atasi Kebosanan Belajar Baca Siswa Kelas 1 SD
- Sulap Biji Rambutan Jadi Kecap
- Belajar Kemagnetan Mudah Dengan Discovery
2. Skripsi, Tesis dan PTK (Penelitian Tindakan Kelas)
- Pengaruh Menjamurnya Kamera HP dengan Maraknya Kasus Asusila
- Reading Exposition Text Mudah Dipelajari dengan Group Investigation
3. Pengalaman Mengajar
- Penguatan Karakter Siswa melalui Kunjungan Museum
- Permainan Kartu Tingkatkan Hasil Belajar IPA
4. Ulasan/Analisis atau Tinjauan Ilmiah
- Menyoal Perlindungan Hukum Guru
5. Pengamatan yang up to date
- Dampak Globalisasi Terhadap Pendidikan
Contoh Judul Artikel Guru
 Teenlit dalam Pembelajaran Sastra
Oleh : Ikha Mayashofa Arifiyanti SPd MA (Guru MTs Negeri 3 Demak)
 Pembelajaran IPA secara Holistik
Oleh: Mudhofar SPd (Guru MTs Miftahul Ulun Demak)
 Status Offline Menumbuhkan Budaya Literasi
Oleh: Setyo Harno SPd Msi (Guru SMA Negeri 1 Welahan Jepara)
 Siapa Bilang Guru TK Tidak Punya “Gawean?”
Oleh : Sulastri SPd AUD (Guru TK Bandarjo II Korwilcam Pendidikan Ungaran
Barat, Kabupaten Semarang)
 Budaya Membaca 10 Menit di Awal Pembelajaran Biologi
Oleh: Setyo Nugroho SPd MPd (Guru SMA Negeri 1 Demak)
Contoh Tulisan
Pembelajaran Membaca Puisi Mudah dengan Si Loba Santai
Oleh: Binawati SPd MSi

SKP Menjadi Motivasi Kenaikan Pangkat


Oleh : Dyaning Liestyarini

Kecerdasan Metakognitif Pada Kurikulum 2013


Oleh: Ima Maghfiroh SPdI

Praktik Kerja Lapangan Sebagai Formula Pencetak Enterpreneur Muda


Oleh : Siti Inayah Spi

Pentingnya Emotional Spiritual Quotient Bagi Peserta Didik


Oleh : Siti Indasah,S.Pd
Ketika UNBK Tidak Lagi Menentukan
Oleh : Bina Yunandari, SP

Model Pembelajaran Tefa Memotivasi Siswa SMK Siap Kerja


Oleh : Budi Nuryani, S.P.

Kunjungan Perpustakaan Tingkatkan Minat Baca Siswa


Oleh: Dra Jemiyem

Mendidik dengan Baik


Oleh: Rohmutadi SPdI

Outbond Membentuk Karakter Disiplin Peserta Didik


Oleh: Setiadi SPd
Dampak Globalisasi Terhadap Pendidikan
Oleh: Siti Maemunah SAg

Mind Mup, Aplikasi Belajar Inspiratif Guru dan Siswa


Oleh: Agus SPd MSi

Pentingnya Pembelajaran Motorik Kelas Bawah


Oleh: Kiswuryani, S.Pd

Aplikasi Credo Pembelajaran Aktif Dalam IPA


Oleh: Ismanto, S.Pd

Pendidikan Karakter Dalam Permainan Tradisional


Oleh: Dra. Suharnanie, M.Pd
Artikel Untukmu Guruku yang Dimuat
Jawa Pos Radar Semarang-1
Pubersitas, Pembelajaran Kreatif di Sekolah
Oleh : Ardan Sirodjuddin
(Jawa Pos Radar Semarang, Minggu, 7 Mei 2017)

Guru Perekat Kemajemukan


Oleh : Wachid Nugroho, M.Pd
(Jawa Pos Radar Semarang, Minggu, 30 April 2017)

Mendongeng Yuk...
Oleh : M Djoni Abdilah SPd
(Jawa Pos Radar Semarang, Minggu, 23 April 2017)

Hoax dan Pendidikan Karakter Bangsa


Oleh : Nur Rakhmat
(Jawa Pos Radar Semarang, Minggu, 16 April 2017)
Artikel Untukmu Guruku yang Dimuat
Menyoal Perlindungan Hukum Guru
JawaSPdPos
Oleh : Heri Kristantoro MPd Radar Semarang-2
(Jawa Pos Radar Semarang, Minggu, 9 April 2017)

Menekan Pelajar Bolos Sekolah


Oleh : Usman Roin
(Jawa Pos Radar Semarang, Minggu, 2 April 2017)

Berpikir Ilmiah Siswa Lewat Guided Inquiry


Oleh : Heri Kristantoro
(Jawa Pos Radar Semarang, Minggu, 26 Maret 2017)

Implementasi Experiential Learning


Oleh : Nur Fitri Kusumastuti
(Jawa Pos Radar Semarang, Minggu, 19 Maret 2017)
Artikel Untukmu Guruku yang Dimuat
Membangun Pendidikan Literasi di Rumah
Oleh: Nur FitriJawa Pos Radar Semarang-3
Kusumastuti
(Jawa Pos Radar Semarang, Minggu, 12 Maret 2017)

Bahasa Jepang dengan Autonomous Learning


Oleh : Husnatun Nikmah, S.Pd, M.Pd
(Jawa Pos Radar Semarang, Minggu, 5 Maret 2017)

Pendidikan sebagai Proses yang Menyenangkan


Oleh : Mulyono
(Jawa Pos Radar Semarang, Minggu, 26 Februari 2017)

Program Nihongo Partner dan Pembelajaran Bahasa Jepang


Oleh: Husnatun Nikmah
(Jawa Pos Radar Semarang, Minggu, 19 Februari 2017)
Pendidikan Antinarkoba
Oleh: Harsono
(Jawa Pos Radar Semarang, Minggu, 12 Februari 2017)

Pendidikan Kepemimpinan
Oleh : Rudi Wahyu Ginanjar
(Jawa Pos Radar Semarang, Minggu, 5 Februari 2017)

Usaha Mendidik Patriotisme


Oleh: Usman Roin
(Jawa Pos Radar Semarang, Minggu, 29 Januari 2017)

Siswa Kepo, Mengapa Tidak?


Oleh : Nur Rakhmat,S.Pd.
(Jawa Pos Radar Semarang, Minggu, 22 Januari 2017)
Artikel Untukmu Guruku yang Dimuat
Tanamkan Karakter Cinta Lingkungan Siswa
Jawa Pos Radar Semarang-5
Oleh : Heri Kristantoro, S.Pd,M.Pd

Unggah-Ungguh Basa sebagai Guru Toleransi


Oleh: Rudi Wahyu Ginanjar

Mau Dibawa ke Mana Aksara Jawa?


Oleh : Abdul Azis, S.Pd

PPKn Tameng Radikalisme di Indonesia


Oleh : Drs Aris Susanto MPd

Pembelajaran Drama Melalui Pemanfaatan Media Audio Visual


Oleh : Dwi Rita Nurdiana, S.Pd. M.Pd.
Media yang Punya Rubrik Khusus Guru

 JAWA POS RADAR SEMARANG


Nama Rubrik : UNTUKMU GURUKU
Alamat Email : editor@radarsemarang.com

 WAWASAN
Nama Rubrik : GURU MENULIS
Alamat Email : wawasangurumenulis@gmail.com
Media dengan Rubrik Umum

 JAWA POS
Nama Rubrik : OPINI
Alamat Email : opini_jp@jawapos.co.id

 SEPUTAR INDONESIA
Nama Rubrik : OPINI
Alamat Email :
Media dengan Rubrik Umum

 SUARA MERDEKA
Nama Rubrik : WACANA NASIONAL
Alamat Email : wacana.nasional@gmail.com

 TRIBUN JATENG
Nama Rubrik : Tribun Corner
Alamat Email : opini.tribun.jateng@gmail.com
Email : editor@radarsemarang.com
Pembelajaran Drama Melalui Pemanfaatan
Media Audio Visual
Oleh : Dwi Rita Nurdiana, S.Pd. M.Pd (Guru Bahasa Indonesia SMP N 1 Salatiga)

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi Informasi, sangat


berpengaruh terhadap penyusunan dan implementasi strategi pembelajaran. Melalui
kemajuan tersebut para guru dapat menggunakan berbagai media sesuai dengan
kebutuhan dan tujuan pembelajaran. Dengan menggunakan media komunikasi, bukan
saja dapat mempermudah dan mengefektifkan proses pembelajaran, akan tetapi juga
bisa membuat proses pembelajaran lebih menarik.

Menurut Sanjaya (2010:162), proses pembelajaran merupakan proses komunikasi.


Dalam suatu proses komunikasi selalu melibatkan tiga komponen pokok, yaitu
komponen pengirim pesan (guru), komponen penerima pesan (siswa), dan komponen
pesan itu sendiri yang biasanya berupa materi pelajaran. Kadang-kadang dalam proses
pembelajaran terjadi kegagalan komunikasi. Artinya, materi pelajaran atau pesan
yang disampaikan guru tidak dapat diterima oleh siswa dengan optimal. Untuk
menghindari semua itu, maka guru dapat menyusun strategi pembelajaran dengan
memanfaatkan berbagai media dan sumber pelajaran.
Pembelajaran drama merupakan bagian dari pembelajaran sastra yang
diharapkan dapat diberikan secara sempurna. Hal ini menunjukkan bahwa drama
tidak hanya disikapi sebagai karya naskah tetapi juga sebagai karya pentas.
Pembelajaran drama perlu diajarkan dengan alasan yang paling penting adalah
untuk mengungkapkan lebih banyak tentang kemanusiaan, tentang orang dengan
segala kekomplekan dan konflik-konfliknya.

Selanjutnya dalam aktivitas pembelajaran, media dapat didefinisikan sebagai


sesuatu yang dapat membawa informasi dan pengetahuan dalam Interaksi yang
berlangsung antara pendidik dan peserta didik (Fathurrohman dan Sutikno,
2010:65).

Menurut Azhar Arsyad (2002:81) salah satu ciri media pembelajaran adalah bahwa
media mengandung dan membawa pesan atau informasi kepada penerima yaitu
siswa. Sebagian media dapat mengolah pesan atau respons siswa sehingga media
itu sering disebut media interaktif.
Wina Sanjaya (2010) dalam bukunya Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar
Proses Pendidikan membagi media pembelajaran. Pertama, media auditif. Yaitu
media yang hanya dapat didengar saja atau media yang hanya memiliki unsur
suara, seperti radio dan rekaman suara. Kedua, media visual. Yaitu media yang
hanya dapat dilihat saja, tidak mengandung unsur suara. Yang termasuk ke dalam
media adalah film slide, foto, transparansi, lukisan, gambar, dan berbagai bentuk
bahan yang dicetak seperti media grafis dan lainnya. Media visual dapat
memperlancar pemahaman dan memperkuat ingatan. Visual dapat pula
menumbuhkan minat siswa dan dapat memberikan hubungan antara isi materi
pelajaran dengan dunia nyata. Ketiga, media audiovisual. Yaitu jenis media yang
mengandung unsur suara juga mengandung unsur gambar yang bisa dilihat.
Misalnya rekaman video, berbagai ukuran film, slide suara, dan lain sebagainya.
Kemampuan media ini dianggap lebih baik dan lebih menarik, sebab mengandung
kedua unsur jenis media yang pertama dan kedua.
Dari ketiga media Pembelajaran drama tersebut yang paling tepat adalah media
audiovisual. Media ini tepat sekali dimanfaatkan dalam pembelajaran drama
karena mempunyai kemampuan yang lebih, media ini mengandalkan dua indera
sekaligus, yaitu indera pendengaran dan indera penglihatan. Dengan media
tersebut diharapkan bisa membangkitkan motivasai dalam belajar dan
memperjelas materi yang disampaikan. (igi2)

Guru Bahasa Indonesia SMP N 1 Salatiga


Tulisan 7 Alinea

1. Guru dapat menggunakan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam proses
pembelajaran lebih menarik.
2. Referensi : Sanjaya (2010:162), proses pembelajaran merupakan proses komunikasi antara
guru, siswa, dan materi pelajaran.
3. Pembelajaran drama perlu diajarkan untuk mengungkapkan lebih banyak tentang
kemanusiaan, kekomplekan dan konflik.
4. Referensi : (Fathurrohman dan Sutikno, 2010:65) Media didefinisikan sebagai sesuatu yang
dapat membawa informasi dan pengetahuan dalam Interaksi yang berlangsung antara pendidik
dan peserta didik.
5. Referensi : Azhar Arsyad (2002:81) Ciri media pembelajaran mengandung dan membawa pesan
atau informasi kepada penerima yaitu siswa.
6. Referensi : Wina Sanjaya (2010) dalam bukunya Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar
Proses Pendidikan membagi media pembelajaran.
7. Drama bisa membangkitkan motivasai dalam belajar dan memperjelas materi yang
disampaikan.
Kerangka Tulisan

1.Permasalahan
2.Analisis
dengan referensi
3.Kesimpulan
PPKn Tameng Radikalisme di Indonesia
Oleh : Drs Aris Susanto MPd (Guru PPKn SMP Negeri 4 Tengaran)

Beberapa waktu ini negara Indonesia dihadapkan pada masalah radikalisme dan
terorisme. Kejadian yang baru saja terjadi di negara ini adalah pengeboman yang
dilakukan dengan cara bunuh diri oleh satu keluarga serta melibatkan anak-anak.
Menurut pihak kepolisian, pengeboman yang dilakukan di kota Surabaya mempunyai
tujuan membunuh atau menghancurkan golongan atau orang yang tidak sepaham
dengan ajaran dari kelompok tertentu.

Sebelum berbicara lebih jauh tentang radikalisme/terorisme kita cari pemahaman


bersama tentang radikalisme/terorisme. Radikalisme adalah suatu paham yang
menginginkan sebuah perubahan atau pembaruan dengan cara drastis hingga ke titik
yang paling akar. Bahkan untuk mencapainya melibatkan banyak cara hingga yang
paling ekstrem, kekerasan baik simbolik maupun fisik. Sedangkan terorisme adalah
puncak aksi kekerasan. Bisa saja kekerasan terjadi tanpa teror, tetapi tidak ada teror
tanpa kekerasan. Korban tindakan terorisme seringkali adalah orang yang tidak
bersalah. Kaum teroris bermaksud ingin menciptakan sensasi agar masyarakat luas
memperhatikan apa yang mereka perjuangkan.
Dari fenomena kejadian di atas dapat dilihat sikap negatif yang melatar belakangi
terjadinya tindakan terorisme/radikalisme di Indonesia. Sikap negatif tersebut antara
lain sikap individualisme, sikap tidak adanya kerjasama, intoleran, wawasan
kebangsaan yang sempit, kejam, tidak berperikemanusiaan dll. Indonesia sebagai
negara besar, terdiri dari bermacam-macam suku, budaya, ras dan agama. Nikmat
keberagaman ini haruslah kita syukuri dengan cara melestarikannya.

Pola pikir tentang keberagaman dan nasionalis harus sudah diperkenalkan kepada anak
sejak dini melalui keluarga, masyarakat dan sekolah. Pada pendidikan formal yang
berkurikulum nasional, sudah dibuat sistem kurikulum yang berwawasan nasional,
maka semua mata pelajaran, guru, sarpras serta kebijakannya berstandar nasional.

Pada mata pelajaran PPKn kelas 7 semester ganjil tepatnya bab 1, siswa SMP diajarkan
materi tentang keberagaman suka bangsa, ras dan antargolongan dalam bingkai
Bhineka Tunggal Ika. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah siswa dapat
menghormati keberagaman norma, suku, agama, ras dan antargolongan dalam bingkai
Bhineka Tunggal Ika sebagai sesama ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
Seorang guru dapat menggunakan metode diskusi disertai kajian buku
perpustakaan. Siswa diberi tugas untuk mencari sebanyak mungkin informasi
yang berkaitan dengan keberagaman masyarakat Indonesia di berbagai bidang.
Contohnya siswa mencari informasi tentang berbagai suku bangsa yang terdapat
di pulau-pulau Indonesia seperti nama suku, tempat tinggal, adat kebiasaan,
pakaian adat, alat musik dll. Siswa mencari data tentang berbagai agama dan
aliran kepercayaan yang ada di Indonesia meliputi tempat ibadah, pemimpin
agama, hari raya, kegiatan yang dilakukan dll.

Siswa melalui metode diskusi dan kajian perpustakaan diajak mencari informasi
tentang makna kalimat Bhineka Tunggal ika. Meliputi buku Sutasoma karangan
Mpu Tantular, arti kalimat Bhineka Tunggal Ika, aspek sosial dan budaya di
Indonesia, aspek kewilayahan di Indonesia. Kemudian dapat digunakan metode
diskusi dan sosio drama, di mana siswa dengan kelompok diskusinya dapat
mencari berbagai penerapan tingkah laku di masyarakat, sekolah dan keluarga
tentang yang sesuai dengan perilaku toleransi. Di lingkungan masyarakat dan
sekolah akan dijunpai secara nyata aneka perbedaan agama, ras, suku dan
antargolongan. Peran guru adalah membimbing sikap baik yang harus dilakukan
oleh siswa di lingkungan negara Indonesia terhadap adanya perbedaan tersebut.
Jika semua peserta didik SMP di Indonesia sudah mempelajari materi tentang
keberagaman maka ada harapan tumbuh kesadaran sejak usia dini untuk
mengerti tentang adanya keberagaman yang ada di Indonesia. Ada perasaan
dalam jiwa siswa bahwa negara Indonesia adalah majemuk. Setelah menyadari
adanya berbedaan diharapkan tumbuh semangat persatuan negara Indonesia yang
berdasar adanya perbedaan, tumbuh sikap saling menghormati orang yang
berbeda, tumbuh perasaan saling menyayangi sesama umat manusia ciptaan
Tuhan, dan tidak akan mncul sikap radikalisme/terorisme yang menyakiti sesama
anak bangsa. Semoga.
Kontruksi Tulisan
 Permasalahan
1. Radikalisme dan terorisme dengan pengeboman secara bunuh diri oleh satu keluarga serta melibatkan anak-anak.
2. Definisi radikalisme dan terorisme.
3. Sikap negatif yang melatarbelakangi terjadinya tindakan terorisme/radikalisme di Indonesia.

 Tawarkan Solusi
1. Pola pikir tentang keberagaman dan nasionalis harus sudah diperkenalkan kepada anak sejak dini melalui keluarga,
masyarakat dan sekolah.
2. Pada mata pelajaran PPKn kelas 7 semester ganjil tepatnya bab 1, siswa SMP diajarkan materi tentang keberagaman suka
bangsa, ras dan antargolongan dalam bingkai Bhineka Tunggal Ika.
3. Cara guru : dapat menggunakan metode diskusi disertai kajian buku perpustakaan.
4. Mendorong siswa memahami kebinekaan : Peran guru adalah membimbing sikap baik yang harus dilakukan oleh siswa di
lingkungan negara Indonesia terhadap adanya perbedaan tersebut.

 Kesimpulan
1. Siswa SMP harus mendapat materi tentang keberagaman, akan tumbuh kesadaran sejak usia dini untuk mengerti tentang
adanya keberagaman yang ada di Indonesia.
Permasalahan
1. Radikalisme dan terorisme dengan pengeboman secara bunuh diri oleh satu keluarga serta
melibatkan anak-anak.
2. Definisi radikalisme dan terorisme.
3. Sikap negatif yang melatarbelakangi terjadinya tindakan terorisme/radikalisme di Indonesia.

Tawarkan Solusi
4. Pola pikir tentang keberagaman dan nasionalis harus sudah diperkenalkan kepada anak sejak
dini melalui keluarga, masyarakat dan sekolah.
5. Pada mata pelajaran PPKn kelas 7 semester ganjil tepatnya bab 1, siswa SMP diajarkan
materi tentang keberagaman suka bangsa, ras dan antargolongan dalam bingkai Bhineka Tunggal
Ika.
6. Cara guru : dapat menggunakan metode diskusi disertai kajian buku perpustakaan.
7. Mendorong siswa memahami kebinekaan : Peran guru adalah membimbing sikap baik yang
harus dilakukan oleh siswa di lingkungan negara Indonesia terhadap adanya perbedaan tersebut.

Kesimpulan
8. Siswa SMP harus mendapat materi tentang keberagaman, akan tumbuh kesadaran sejak usia
dini untuk mengerti tentang adanya keberagaman yang ada di Indonesia.
Ibu, Kid Zaman Now, dan Karakter Bangsa
Oleh: Ali Mudlofir*
SUDUT PANDANG 22/12/2017, 20:59 WIB | Editor: Suryo Eko Prasetyo
Guru besar Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya

HARI Ibu di Indonesia diperingati setiap 22 Desember sebagai penghargaan


terhadap jasa-jasa dan peran kaum ibu dalam mengantarkan para putra-putrinya
mencapai kesuksesan dalam hidupnya. Demikian juga halnya keberhasilan para
suami dalam melaksanakan tugas dan karirnya. Sehingga ada adagium: ’’Dalam
keberhasilan seorang suami, pasti ada ibu yang sukses mendampinginya’’.
Sejarah Hari Ibu ini bisa dikembalikan kepada kesadaran kaum ibu dalam
pembangunan generasi penerus dan partisipasi mereka dalam pembangunan
nasional, maka mereka mengadakan Kongres Istri Indonesia I pada 1928 sampai
akhirnya pemerintah menetapkan 22 Desember sebagai Hari Ibu pada 1958.
Kata ’’ibu’’ selalu diidentikkan dengan kemuliaan, keagungan, sumber kekuatan,
dan pusat peradaban dari sebuah komunitas. Dari pemaknaan seperti ini
muncullah istilah ibu jari, ibu kota, ibu pertiwi, di mana semua istilah itu
menggambarkan makna kebesaran, keluhuran, sentra peradaban, dan sebagai
asal usul sebuah bangsa.
Sastrawan Mesir abad ke-19 Ahmad Syauqi menggambarkan: ’’Ibu merupakan sekolah,
jika engkau mempersiapkan dia dengan baik, maka engkau telah mempersiapkan
generasi yang berperangai baik’’. Dalam pandangan agama-agama, kaum ibu juga
menempati tempat yang mulia dan terhormat.
Islam, misalnya, memandang bahwa surga sebagai simbol kebahagiaan berada di
bawah telapak kaki ibu. Islam juga memandang bahwa perempuan (kaum ibu)
merupakan tiang negara. Jika mereka baik, akan baiklah negara, namun pula
sebaliknya.
Harus kita sadari bahwa tantangan dalam pendidikan informal (keluarga) yang banyak
diperankan orang tua, terutama kaum ibu, saat ini semakin besar seiring dengan
perkembangan zaman. Hal-hal berikut bisa dianggap sebagai penjelas.
Pertama, arah dan kebijakan kurikulum sekolah formal saat ini cenderung pada
student centre curriculum dengan pola active learning, contextual learning, dan
sejenisnya di mana kemandirian dan kreativitas siswa menjadi tujuan utama. Kondisi
ini menuntut peran orang tua, khususnya para ibu, untuk mengimbanginya dengan
memberikan pendampingan dan bimbingan belajar putra-putrinya secara intensif.
Kedua, semakin banyak ibu yang menjadi perempuan karir membawa konsekuensi
berkurangnya waktu untuk berkomunikasi dan internalisasi nilai pada anak-anak
mereka. Untuk mengatasi problem ini, ada sementara keluarga yang memilih
memasukkan putra-putrinya pada boarding school dan pesantren. Ada pula yang
memilih membuat homeschooling dan parenting dalam menyinergikan semua potensi
anak, baik intelektualitas (head), moralitas (heart), maupun keterampilan/skills
(hand). Dalam keluargalah semua potensi itu bisa dibina, dikembangkan, dan dikontrol
oleh ibu.
Ketiga, semakin meluasnya penggunaan alat-alat ICT di kalangan anak-anak. Era ICT
atau era digital pada satu sisi berjasa besar dengan kemudahan dan fleksibilitas dalam
mengakses informasi. Namun, kecanggihan era ini juga membonceng sisi negatif,
khususnya bagi anak-anak dan para remaja. Pada usia pembentukan ini mereka
belajar dari apa yang dilihat dan didengar sehingga semua tontonan bisa menjadi guru
dan tuntunan bagi anak-anak jika tidak mendapat dampingan dan bimbingan yang
cukup dari kaum ibu dan orang dewasa.
Keempat, semakin merenggangnya ikatan sosial dan emosional pada lembaga
pendidikan nonformal seperti persatuan pemuda, karang taruna, remaja masjid,
organisasi sosial keagamaan, kelompok bermain, dan teman sebaya. Ini semua telah
menjadi tantangan bagi para ibu dalam memantau anak-anak. Dahulu anak-anak
mempunyai keterikatan emosional dengan masjid, musala, TPQ, organisasi
kepemudaan, dan kelompok belajar di masyarakat. Namun, saat ini sepulang dari
sekolah mereka banyak menghabiskan waktu untuk bermain PS, gadget, dan game-
game online.
Pertanyaannya, bagaimana dengan ibu-ibu saat ini, apa peran mereka dalam
menyiapkan generasi muda Indonesia? Di saat bangsa Indonesia menghadapi tantangan
global yang semakin berat, mestinya kesiapan dan kesigapan kaum ibu saat ini justru
semakin besar.
Apalagi pemerintah mencanangkan tahun 2045 sebagai tahun emas, artinya bagi
mereka yang saat ini berusia sekitar 10 tahun seharusnya tanggung jawab dan
panggilan jiwa untuk mendidik mereka semakin besar dari kaum ibu.
UU No 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, pasal 7 tentang hak dan kewajiban orang tua
tentang pendidikan anak, dan pasal 13 tentang jalur, jenjang, dan jenis pendidikan
sudah mengamanatkan bahwa tanggung jawab pendidikan berada pada tiga pihak (Tri
Pusat Pendidikan), yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Slogan dan seruan pemerintah, bahkan para juru penerang masyarakat dan para dai dalam
banyak kasus, hanya sebatas lipstik dan sebagai rutinitas yang tidak berbekas.
Kalau pendidikan formal sudah sering dinilai hanya mampu mengembangkan intelektualitas dan
nalar siswa, pendidikan nonformal juga sudah tidak berdaya karena tidak seimbangnya antara
tuntunan dan tontonan, maka sebenarnya pembangunan karakter bangsa tinggal berharap kepada
pendidikan informal (keluarga).
Teori pendidikan karakter knowing the good, doing the good, feeling the good, dan behaving the
good dalam praktiknya akan banyak dimainkan oleh keluarga, terutama perilaku ibu dan ayah.
Nah, siapa yang paling bertanggung jawab dalam pelaksanaan dan keberhasilan pendidikan
keluarga ini? Jawabannya kembali pada ibu. Para ibu harus mampu memerankan diri seperti
peran ibu jari yang bisa menguasai dan mengendalikan semua jari tangan kita, dan ibu jarilah
yang bisa ikut membersihkan kotoran yang ada pada kuku jari-jari kita.
Para ibu juga harus mampu memerankan diri sebagai ibu kota yang menjadi rujukan kota-kota di
bawahnya. Ibu kotalah yang menginspirasi kemajuan pembangunan dan peradaban kota-kota
lainnya. Para ibu juga harus memerankan sebagai surganya keluarga dan seluruh isi keluarga,
menjaga kehangatan dan kebahagiaan keluarga, sebagai yang digambarkan agama keluarga
sakinah (tenang, damai), mawaddah (cinta), dan rahmah (kasih sayang).
Namun, hanya ibu sendirian tentu tidak fair, karena kesadaran dan kehebatan ibu juga
bergantung pada sang suami (ayah) dalam keluarga. Maka, sinergi dan saling menyadari tanggung
jawab pendidikan informal antara ibu dan ayah (istri dan suami) menjadi keniscayaan. Selamat
Hari Ibu. (*)
*) Guru besar Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya
Kerangka Tulisan
Pemaparan Masalah
1. Tentang Hari Ibu. Dalam keberhasilan seorang suami, pasti ada ibu yang sukses
mendampinginya.

Pembahasan/Analisis
2. Kembalikan kesadaran kaum ibu dalam pembangunan generasi penerus dan partisipasi
mereka dalam pembangunan nasional.
3. Definisi ibu.
4. Referensi dari sastrawan Mesir abad ke-19 Ahmad Syauqi : Ibu merupakan sekolah
terbaik.
5. Referensi Agama Islam tentang ibu.
6. Tantangan dalam pendidikan informal (keluarga) bertumpu pada ibu.
7. Pertama, arah dan kebijakan kurikulum sekolah formal.
8. Kedua, semakin banyak ibu yang menjadi perempuan karir.
9. Ketiga, semakin meluasnya penggunaan alat-alat ICT di kalangan anak-anak.
10. Keempat, semakin merenggangnya ikatan sosial dan emosional pada lembaga
pendidikan nonformal.
11. Peran ibu Indonesia menyiapkan generasi muda Indonesia.
12. Pemerintah mencanangkan tahun 2045 sebagai tahun emas.
13. Referensi : UU No 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas.
14. Slogan dan seruan pemerintah, hanya rutinitas tidak berbekas.
15. Pendidikan formal hanya mampu mengembangkan intelektualitas dan nalar
siswa, pendidikan nonformal tidak berdaya.

Tawarkan Solusi dan kesimpulan


16. Teori pendidikan karakter knowing the good, doing the good, feeling the
good, dan behaving the good dalam praktiknya akan banyak dimainkan oleh
keluarga, terutama perilaku ibu dan ayah.
17. Yang paling bertanggung jawab dalam pelaksanaan dan keberhasilan
pendidikan keluarga adalah ibu.
18. Para ibu juga harus mampu memerankan diri sebagai ibu kota yang menjadi
rujukan kota-kota di bawahnya.
19. Peran ayah sangat penting dalam keluarga.
Foto Jurnalistik, Bukan Foto KTP
Artikel Untukmu Guruku di Sebelah
Kiri Halaman Jawa Pos Radar
Semarang
Artikel
Untukmu
Guruku di
Sebelah Kiri
Bersambung di
Halaman 7
CONTOH ARTIKEL
UNTUKMU GURUKU
UNTUKMU GURUKU
UNTUKMU GURUKU MINGGU
UNTUKMU GURUKU MINGGU
SUARA GURU
GURU MENULIS
CONTOH FOTO DIRI
HINDARI YANG INI
Penutup

Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai