Anda di halaman 1dari 18

PIHAK-PIHAK YANG TERKAIT

DALAM PENYIDIKAN &


PENGHENTIAN PENYIDIKAN
Nama Kelompok:
1. Bunga Maulidini S

2. Chairunisa Ikramina

3. Chandra Budiarto

4. Dina Oktaviani

5. Dwi Elman Saputri

6. Suji Bagas Florendi


LATAR BELAKANG
Dalam Praktek perpajakan, sering sekali terjadi kesalahan maupun
tindakan penyimpangan yang dilakukan oleh pegawai instansi perpajakan
maupun warga negara (Wajib Pajak) yang masuk dalam ranah hukum
administrasi dan hukum pidana. Dalam hal ini pelanggaran terhadap kewajiban
perpajakan yang dilakukan oleh wajib pajak, sepanjang pelanggaran tersebut
masuk dalam tindakan administrasi perpajakan maka akan dikenakan sanksi
berupa administrasi, sedangkan apabila yang menyangkut tindak pidana maka
sanksi pidana dapat dijatuhkan.Untuk mengkaji dan mengetahui secara pasti
bahwa telah terjadinya suatu tindak pidana dalam bidang perpajakan maka
diperlukan pemeriksaan untuk mencari, meng-inventaris, mengolah data dan
informasi lainnya untuk melihat kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan
dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan. Jika terdapat pelanggaran dan ditemukan bukti permulaan maka
akan dilakukan Penyidikan.
Dalam UU Ketetapan Umum dan Tata Cara Perpajakan Nomor 28 tahun
2007, pengertian pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari,
menghimpun, dan mengolah data serta keterangan dan buktilainnya yang
dilaksanakan secara objektif dan professional berdasarkan suatu standar
pemeriksaan. Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan yang selanjutnya
disebut Penyidikan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik
untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat
terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan
tersangkanya. Terkait hal tsb pada kesempatan kali ini kami akan membahas
mengenai pihak yang terkait dalam penyidikan & penghentian penyidikan.
PIHAK-PIHAK YANG TERKAIT DALAM
PENYIDIKAN
Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam lingkungan Direktorat
Jenderal Pajak memiliki kewenangan dalam mengusut dan melakukan
penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Hal tersebut dijelaskan dalam ketentuan Pasal 44
Undang-undang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan yang isinya
menjelaskan sebagai berikut:
1) Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan hanya dapat dilakukan oleh
Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal
Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik tindak pidana di bidang
perpajakan.
2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
 menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan
berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan agar keterangan
atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;
 meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi
atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan
dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
 meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan
sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
 memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak
pidana di bidang perpajakan;
 melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti
pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain, serta melakukan
penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
 meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas
penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan;
 menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan
ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan
memeriksa identitas orang, benda, dan/atau dokumen yang dibawa;
 memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang
perpajakan;
 memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa
sebagai tersangka atau saksi;
 menghentikan penyidikan; dan/atau
 melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan
tindak pidana di bidang perpajakan menurut ketentuan peraturan
3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan
dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada
penuntut umum melalui penyidik pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang
Hukum Acara Pidana.
4) Dalam rangka pelaksanaan kewenangan penyidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), penyidik dapat meminta bantuan aparat
penegak hukum lain.
PIHAK-PIHAK YANG DAPAT DIPIDANA
DENGAN PIDANA PERPAJAKAN
a. Berdasarkan Pasal 38, 39, dan 43 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007
1)Wajib Pajak
2)Wakil Wajib Pajak
3)Kuasa Wajib Pajak
4)Pegawai Wajib Pajak
5)Mereka yang yang menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan,
yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana di
bidang perpajakan.

b. Berdasarkan Pasal 41 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007


1)Pejabat atau petugas pajak
2)Tenaga ahli yang ditunjuk oleh Dirjen Pajak yang memberitahukan
kepada pihak lain yang tidak berhak segala sesuatu yang diketahui atau
diberitahukan kepadaanya oleh Wajib Pajak.
c. Berdasarkan Pasal 41A Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007
1)Bank, Akuntan Publik, Notaris, Konsultan pajak, Kantor
administrasi
2)Pihak ketiga lainnya yang mempunyai hubungan dengan Wajib
Pajak yang diperiksa atau disidik, yang dengan sengaja tidak
memberikan keterangan atau bukti yang diminta
3)Mereka yang menyuruh melakukan, yang menganjurkan, atau
yang membantu melakukan tindak pidana dibidang perpajakan.

d. Berdasarkan Pasal 41B Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007


1)Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi atau mempersulit
penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan
2)Mereka yang menyuruh melakukan, yang menganjurkan, atau
yang membantu melakukan tindak pidana dibidang perpajakan
PIHAK-PIHAK YANG TERKAIT
DALAM PENYIDIKAN

Seseorang yang karena


keadaan atau
Tersangka perbuatan yang
dilakukannya paut
diduga melakukan
suatu kejahatan atau
tindak pidana yang
didukung oleh bukti
permulaan yang cukup.
Sanksi
Berikut ini sanksi-sanksi yang dikenakan dalam tindak penyidikan pajak :
1. Kealpaan sebagaimana menurut pasal 38 UU KUP
Perbuatan alpa dalam pidana pajak, Tidak menyampaikan SPT, Menyampaikan SPT
tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang isinya
tidak benar (bukan untuk pertama kali), dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan
Negara, dikenakan sanksi pidana Kurungan maksimal satu tahun, atau Denda
maksimal dua kali pajak yang terutang atau kurang dibayar.

2. Kesengajaan sebagaimana menurut pasal 39 UU KUP


Pasal 39 Ayat (1): Perbuatan sengaja :
Tidak mendaftarkan diri; Menyalahgunakan NPWP/NPPKP; Tidak menyampaikan SPT;
Menyampaikan SPT yang isinya tidak benar/tidak lengkap; Menolak untuk dilakukan
pemeriksaan; Memperlihatkan pembukuan palsu/dipalsukan; dikenakan sanksi pidana
Penjara minimal 6 bulan maksimal 6 Tahun dan Denda minimal 2 kali maksimal 4
kali jumlah pajak yang terutang/kurang dibayar

3. Sanksi Pidana bagi Wajib Pajak memberikan keterangan (pasal 41A UU KUP)
Tidak memberikan keterangan/bukti, Apabila dalam menjalankan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan diperlukan keterangan atau bukti dari bank, akuntan
publik, notaris, konsultan pajak, kantor administrasi, dan/atau pihak ketiga lainnya,
terkait dengan pemeriksaan pajak, penagihan pajak, atau penyidikan tindak pidana
atas permintaan tertulis dari Direktur Jenderal Pajak, pihak-pihak tersebut wajib
memberikan keterangan atau bukti yang diminta. pidana kurungan paling lama 1
(satu) tahun dan denda paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta
rupiah).
4. Sanksi Pidana bagi yang menghalangi atau mempersulit penyidikan (41B
UU KUP)
 menghalangi/mempersulit penyidikan, Setiap orang yang dengan sengaja
menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun dan denda paling banyak Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima
juta rupiah).

5. Sanksi tidak memenuhi kewajiban memberikan data dan informasi (pasal


41C UU KUP); Tidak memberikan data/informasi;
a) Setiap Instansi yg tidak menyampaikan data dan informasi: pidana
kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00.
b) Setiap orang dengan sengaja menyebabkan tidak terpenuhinya
kewajiban Pasal 35A ayat (1), : pidana kurungan paling lama 10
(sepuluh) bulan atau denda paling banyak Rp800.000.000,00
c) Setiap orang dengan sengaja tidak memberikan data dan informasi yang
diminta oleh Direktur Jenderal Pajak, pidana kurungan paling lama 10
(sepuluh) bulan atau denda maks. Rp800.000.000,00
d) Setiap orang dengan sengaja menyalahgunakan data dan informasi
perpajakan sehingga menimbulkan kerugian kepada Negara, pidana
kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak
Rp500.000.000,00.
BUKTI DAN ALAT BUKTI
 Bukti
Bukti Permulaan adalah keadaan, perbuatan,
dan/atau bukti berupa keterangan, tulisan, atau
benda yang dapat memberikan petunjuk adanya
dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi
suatu tindak pidana di bidang perpajakan yang
dilakukan oleh siapa saja yang dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
ALAT BUKTI

Surat atau tulisan

Keterangan ahli

Keterangan para saksi

Pengakuan para pihak

Pengetahuan hakim
PENGHENTIAN PENYIDIKAN

Berdasarkan dasar hukum:


 Pasal 44 A UU KUP hanya
menjelaskan bahwa dalam hal
penyidikan tindak pidana dibidang
perpajakan dihentikan kecuali
karena peristiwanya telah
daluarsa, maka surat ketetapan
pajak tetap dapat diterbitkan.
 Pasal 44 B UU KUP yaitu
memberian kesempatan/hak
kepada Wajib Pajak untuk
mengakui kesalahannya dengan
bertanggung jawab atas
kesalahannya dengan tersebut
dengan cara melunasi utang pajak
yang tidak atau kurang dibayar
atau yang tidak seharusnya
dikembalikan, ditambah dengan
sanksi administrasi berupa denda
sebesar empat kali jumlah pajak
yang tidak atau kurang dibayar,
atau yang tidak seharusnya
dikembalikan.
PENGHENTIAN PENYIDIKAN

Ketentuan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 130/PMK.03/2009 tentang Tata Cara Penghentian Penyidikan Tindak Pidana
Di Bidang Perpajakan Untuk Kepentingan Penerimaan Negara
 Penghentian Penyidikan oleh Jaksa Agung
Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa
Agung dapat menghentikan penyidikan paling lama dalam jangka waktu 6 (enam)
bulan sejak tanggal surat permintaan.
 Penghentian penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan
setelah Wajib Pajak melunasi pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang
seharusnya tidak dikembalikan dan ditambah dengan sanksi administrasi berupa
denda sebesar 4 (empat) kali dari pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang
seharusnya tidak dikembalikan.

Pajak yang Harus Dibayar
Pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang seharusnya tidak dikembalikan
dihitung sebesar:
jumlah kerugian pada pendapatan negara yang tercantum dalam berkas perkara
dalam hal penghentian penyidikan dilakukan setelah berkas perkara dinyatakan
lengkap oleh Penuntut Umum; atau
 jumlah kerugian pada pendapatan negara yang dihitung oleh penyidik atau ahli yang
dituangkan dalam laporan kemajuan dalam hal penghentian penyidikan dilakukan
pada saat penyidikan masih berjalan.

 Tata Cara Penghentian Penyidikan
Untuk memperoleh penghentian penyidikan, Wajib Pajak mengajukan
permohonan secara tertulis kepada Menteri Keuangan dengan memberikan
tembusan kepada Direktur Jenderal Pajak.
 Permohonan berikut tembusannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilampiri dengan pernyataan yang berisi pengakuan bersalah dan
kesanggupan melunasi dengan menggunakan contoh format surat
sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan ini
yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri
Keuangan ini.

Proses Permohonan Wajib Pajak


a) Setelah menerima permohonan dari Wajib Pajak, Menteri Keuangan meminta
kepada Direktur Jenderal Pajak untuk melakukan penelitian dan memberikan
pendapat sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
b) Dalam rangka menindaklanjuti permintaan Menteri Keuangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak meminta kepada Wajib Pajak
untuk menyerahkan jaminan pelunasan dalam bentuk escrow account sebesar
pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang seharusnya tidak dikembalikan
dan ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar 4 (empat) kali
dari pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang seharusnya tidak
dikembalikan.
 c) Berdasarkan permintaan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Direktur Jenderal Pajak menyampaikan hasil penelitian kepada
Menteri Keuangan yang paling sedikit memuat:
 nama Wajib Pajak;
 Nomor Pokok Wajib Pajak;
 nama tersangka;
 kedudukan/jabatan tersangka;
 Tahun Pajak;
 tindak pidana di bidang perpajakan yang disangkakan;
 tahapan perkembangan penyidikan;
 jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang seharusnya
tidak dikembalikan ;
 jaminan pelunasan dalam bentuk escrow account sebagaimana
dimaksud pada ayat (2); dan
 pendapat Direktur Jenderal Pajak.
 Keputusan Menteri Keuangan atas Permohonan Penghentian
Penyidikan
a) Dengan memperhatikan hasil penelitian, Menteri Keuangan berdasarkan
pertimbangannya dapat menyetujui atau menolak permohonan Wajib Pajak.
 b) Dalam hal Menteri Keuangan menyetujui permohonan Wajib Pajak,
Menteri Keuangan mengajukan surat permintaan kepada Jaksa Agung
untuk menghentikan penyidikan.
 c) Surat permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai dengan alasan
untuk menghentikan penyidikan yang meliputi:
 pertimbangan untuk kepentingan penerimaan negara; dan
 kesanggupan Wajib Pajak melunasi pajak dan ditambah sanksi administrasi
berupa denda sebesar 4 (empat) kali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B
Undang-Undang KUP dengan jaminan pelunasan dalam bentuk escrow account.
 4) Dalam hal Menteri Keuangan menolak permohonan Wajib Pajak, Menteri
Keuangan menyampaikan surat pemberitahuan kepada Wajib Pajak.

Keputusan Jaksa Agung atas Permohonan Penghentian Penyidikan
a) Dalam hal Jaksa Agung menyetujui permintaan Menteri Keuangan untuk
menghentikan penyidikan, Menteri Keuangan segera menyampaikan
pemberitahuan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk memerintahkan Wajib Pajak
agar mencairkan jaminan pelunasan dalam bentuk escrow account dengan
menggunakan surat setoran pajak.

 b) Setelah menerima surat setoran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Menteri Keuangan segera menyampaikan pemberitahuan mengenai pelunasan
tersebut kepada Jaksa Agung sebagai syarat penghentian penyidikan.
 c) Berdasarkan pemberitahuan Menteri Keuangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Jaksa Agung
menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan paling
lama dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat
permintaan Menteri Keuangan

 d) Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan sebagaimana


dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Penyidik melalui
Menteri Keuangan.

 e) Setelah menerima Surat Ketetapan Penghentian


Penyidikan, Penyidik menghentikan kegiatan penyidikan dan
memberitahukan kepada tersangka atau keluarganya, dan
kepada Penuntut Umum melalui Kepolisian selaku
Koordinator Pengawas Penyidik Pegawai Negeri Sipil.
KESIMPULAN
“Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan
menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta
mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang
tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
Tersangka yaitu seseorang yang karena keadaan atau perbuatan yang
dilakukannya patut diduga melakukan suatu kejahatan atau tindak
pidana yang didukung oleh bukti permulaan yang cukup dan adapun
sanksi – sanksi yang dikenakan oleh tersangka. Wajib pajak yang
terbukti bersalah akan dikenakan sanksi minimal denda atau sampai
pidana kurungan.
Bagi Wajib Pajak yang saat ini sedang dilakukan penyidikan oleh
Kejaksaan karena diduga melakukan tindak pidana perpajakan, dapat
memanfaatkan ketentuan baru yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan
dimana proses penyidikan dapat dihentikan jika Wajib Pajak yang
bersangkutan melunasi pajak yang seharusnya dibayar ditambah
sanksinya. Ketentuan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 130/PMK.03/2009 tentang Tata Cara Penghentian
Penyidikan Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan Untuk Kepentingan
Penerimaan Negara.

Anda mungkin juga menyukai