Anda di halaman 1dari 9

Leukemia limfoblastik akut (LLA)

A. Definisi

Leukemia limfoblastik akut (LLA) adalah kanker anak yang paling sering, dapat
mencapai lebih kurang 33% dari keganasan pediatric. LLA merupakan penyakit keganasan sel
darah yang berasal dari sum-sum tulang, ditandai oleh proliferasi sel-sel darah putih dengan
manifestasi adanya sel-sel abnormal dalam darah tepi.

B. Epidemiologi

Di negara berkembang, 83% LLA lebih tinggi pada anak kulit putih dibanding kulit
hitam. Di Asia, kejadian leukemia pada anak kulit hitam lebih tinggi dari pada kulit putih.
Rasio laki-laki dan perempuan adalah 1,15. Puncak kejadian pada umur 2-5 tahun.
Kemungkinan puncak tersebut merupakan pengaruh faktor-faktor lingkungan di Negara
industri yang belum diketahui .
C. Etiologi
Etiologi LLA sampai saat ini masih belum jelas, diduga kemungkinan besar karena virus. Faktor lain
yang turut berperan adalah .
Faktor eksogen seperti sinar X, sinar radioaktif, hormon, bahan kimia (benzol, arsen, preparat sulfat)
Faktor endogen seperti ras, faktor konstitusi seperti kelainan kromosom (Sindrom Down), herediter (kadang-
kadang dijumpai kasus leukemia pada kakak beradik atau kembar satu telur).

D. Patogenesis
Secara imunologik, bila virus dianggap sebagai penyebabnya (virus onkogenik yan mempunyai struktur
antigen tertentu) maka virus tersebut dengan mudah akan masuk ke dalam tubuh manusia, jika struktur antigennya
sesuai dengan struktur antigen manusia itu. Bila struktur antigen individu tidak sama dengan struktur antigen virus
maka virus itu akan ditolaknya, sama kejadiannya dengan penolakannya dengan benda asing. Struktur antigen
manusia terbentuk oleh struktur antigen dari berbagai alat tubuh, terutama kulit dan selaput lendir yang terletak di
permukaan tubuh (kulit disebut juga antigen jaringan). WHO telah menetapkan istilah antigen jaringan yang
disebut HL-A (Human Leucocyte Locus A). Sistem HL-A individu ini diturunkan menurut hukum genetika
sehingga peranan faktor ras dan keluarga dalam etiologi leukemia tidak dapat diabaikan.
D. Gejala Klinis
Gejala yang khas adalah pucat, panas, perdarahan disertai splenomegali dan kadang-kadang
hepatomegali serta limfadenopati. Penderita yang menunjukkan gejala lengkap seperti tersebut diatas, secara klinis
dapat didiagnosis leukemia. Pucat dapat terjadi mendadak sehingga bila pada seorang anak terdapat pucat yang
mendadak dan sebab terjadinya sukar diterangkan, maka perlu waspada terhadap kemungkinan leukemia.
Perdarahan dapat berupa ekimosis, ptekie, epistaksis, perdarahan gusi. Pada stadium permulaan mungkin tidak
terdapat splenomegali.
Gejala yang tidak khas adalah sakit sendi atau sakit tulang yang dapat disalahtafsirkan sebagai penyakit
reumatik. Gejala lain dapat timbul sebagai akibat infiltrasi sel leukemia pada alat tubuh, seperti efusi pleura,
kejang pada leukemia serebral .
E. Pemeriksaan Laboratorium
1. Darah tepi
Gejala yang terlihat pada darah tepi sebenarnya berdasarkan pada kelainan sum-sum tulang yaitu berupa pansitopenia, limfositosis yang kadang-kadang
menyebabkan gambaran darah tepi monoton dan terdapatnya sel blas dalam darah tepi yang merupakan gejala patognomonik untuk leukemia.
2. Sum-sum tulang
Dari pemeriksaan sum-sum tulang akan ditemukan gambaran yang monoton yaitu hanya terdiri dari sel limfopoitik patologis sedangkan sistem lain tertekan.
Pemeriksaan lain:
1. Biopsi limpa
Pemeriksaan ini akan memperlihatkan proliferasi sel leukemia dan sel yang berasal dari jaringan limpa akan terdesak seperti limfosit normal, RES, granulosit.
1. Cairan serebrospinal
Bila terjadi peninggian jumlah sel (sel patologis) dan protein maka hal ini berarti suatu leukemia meningeal. Kelaianan ini dapat terjadi pada setiap saat dari
perjalalnan penyakit baik pada keadaan remisi maupun pada keadaan kambuh. Untuk mencegahnya dilakukan pungsi lumbal dan pemberian metotreksat
(MTX) intratekal secara rutin pada setiap penderita baru atau pada meraka yang menunjukkan gejala tekanan intrakranial yang meninggi.
1. Sitogenetik
50-70% dari penderita LLA mempunyai kelainan berupa:
1. Kelainan jumlah kromosom seperti diploid (2n), haploid (2n-a), hiperploid (2n+a).
2. Kariotip yang pseudodiploid pada kasus dengan jumlah kromosom yang diploid
3. Bertambah atau hilangnya bagian kromosom (partial depletion)
4. Terdapatnya marker kromosom yaitu elemen yang secara morfologis bukan merupakan kromosom normal dari bentuk yang sangat besar sampai yang sangat
kecil.
F. Diagnosis
Diagnosis LLA dibuat berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan darah tepi dan dipastikan dengan
pemeriksaan sum-sum tulang, juga dilengkapi dengan pemeriksaan radiografi dada, cairan serebrospinal, dan
beberapa pemeriksaan penunjang yang lain. Pada stadium praleukemia, gejalanya tidak khas bahkan sum-sum
tulang dapat memperlihatkan gambaran normal atau gambaran lain yang non leukemik misalnya anemia aplastik,
ITP menahun, diseritropoesis
G. Klasifikasi Morfologi
Penelitian yang dilakukan pada LLA menunjukkan sebagian besar LLA mempunyai
homogenitas pada fenotip permukaan sel blas dari setiap pasien. Hal ini memberikan dugaan bahwa
populasi sel leukemia itu berasal dari sel tunggal. Oleh karena homogenitas itu, maka dibuat klasifikasi
LLA secara morfologik untuk memudahkan pemakaiannya dalam klinik, sebagai berikut 1,3:
L1 terdiri dari sel-sel limfoblas kecil, dengan kromatin homogen, anak inti umumnya tidak tampak
dan sitoplasma sempit.
L2 pada jenis ini, sel limfoblas lebih besar tapi ukurannya bervariasi, kromatin lebih kasar dengan 1
atau lebih anak inti.
L3 terdiri dari sel limfoblas besar, homogen dengan kromatin berbercak, banyak ditemukan anak inti
serta sitoplasma yangbasofilik bervakuolisasi.
Akibat terbentuknya populasi sel leukemia yang makin lama makin banyak akan menimbulkan
dampak yang buruk bagi produksi sel normal, dan dampak bagi faal tubuh karena infiltrasi sel leukemia
ke dalam organ tubuh.
H.Penatalaksanaan
Pengobatan meliputi kuratif dan suportif. Suportif bertujuan untuk mengobati komplikasi seperti
pemberian transfusi darah atau trombosit, antibiotik, obat untuk meningkatkan granulosit, obat anti jamur,
pemberian nutrisi yang baik, pendekatan aspek psikososial. Terapi kuratif spesifik bertujuan untuk menyembuhkan
leukemianya berupa kemoterapi dengan obat sitostatika dan kortikosteroid. Pada pemberian obat-obatan ini sering
ditemui efek samping berupa alopesia, stomatitis, leukopenia, infeksi sekunder atau kandidiasis . Ekskresi obat
seperti metotreksat (MTX) yang diekskresikan di ginjal juga perlu diperhatikan, karena pasien dengan faal ginjal
yang sedikit saja terganggu dapat terjadi depresi sum-sum tulang yang hebat .
Klasifikasi risiko normal atau risiko tinggi menentukan protokol kemoterapi. Transplantasi sum-sum
tulang mungkin memberikan kesempatan untuk kesembuhan khususnya unutk kasus relaps yang mempunyai
prognosis buruk dengan terapi sitostatika konvensional .
i. Prognosis
Sampai saat ini leukemia masih merupakan penyakit yang fatal. Biasanya bila serangan pertama dapat diatasi dengan
pengobatan induksi, penderita akan berada dalam keadaan remisi untuk beberapa bulan. Masa remisi akan menjadi lebih
pendek sampai akhirnya penyakit ini resisten terhadap pengobatan dan penderita akan meninggal. Kematian biasanya
disebabkan perdarahan akibat trombositopenia, leukemia serebral atau infeksi 2.
Berdasarkan faktor prognostik, maka pasien dapat digolongkan ke dalam kelompok risiko biasa dan risiko tinggi.
Para ahli telah melakukan penelitian dan membuktikan faktor prognostik itu ada hubungannya dengan in vitro drug resistence.
Faktor-faktor prognostik LLA :
1. Jumlah leukosit awal
Hal ini merupakan faktor prognosis yang bermakna tinggi. Ditemukan adanya hubungan linier antara jumlah leukosit awal dan
perjalanan pasien LLA pada anak yaitu pasien dengan jumlah leukosit lebih dari 50.000/mm3, biasanya mempunyai prognosis
yang buruk.
2. Umur
Pasien dengan umur di bawah 18 bulan atau di atas 10 tahun mempunyai prognosis lebih buruk dibandingkan dengan pasien
berumur di antara umur tersebut. Khusus pasien di bawah 1 tahun terutama di bawah 6 bulan mempunyai prognosis paling
buruk. Hal ini karena disebabkan kelainan biomolekuler.
3. Jenis kelamin
Anak laki-laki mempunyai prognosis lebih buruk karena dihubungkan dengan adanya relaps testis, hiperleukositosis dan
organomegali serta massa mediastinum. Penyabab pastinya belum jelas tapi diketahui pula adanya perbedaan metabolisme
merkaptopurin dan metotreksat.
4. Respon terhadap terapi
Respon terhadap terapi dapat diukur dari jumlah sel blas di darah tepi sesudah 1 minggu. Adanya sisa sel blas pada sum-sum
tulang pada induksi hari ke-7 sampai hari ke-14 menunjukkan prognosis buruk.
5. Kelainan jumlah kromosom.
DAFTAR PUSTAKA
1. Permono B, Ugrasena. Leukemia Akut. Dalam Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak. Jakarta: Ikatan Anak
Indonesia, 2005: 236-43.
2. Hasan R, Alatas H. Buku Kuliah 1 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Indonesia, 1997: 470-77.
3. Crist WM, Pui CH. Leukemia Limfoblastik Akut. Dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson Volume 3. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran, 1999: 1772-5.
4. Manjoer A, Suprohaita. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga. Jakarta: Media Aesculapius, 2000: 495.
5. Reksodiputro AH, Sudoyo. Kemoterapi Kanker. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II Edisi keempat.
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007: 601.
6. Hasan R, Alatas. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 1997: 1255.

Anda mungkin juga menyukai