Anda di halaman 1dari 13

Dexamethason merupakan salah satu obat

kortikosteroid yang masuk kedalam kelompok


glukokortikosteroid sintetik yang memiliki
efek anti inflamasi dan imunosupresif, yang
mana hal tersebut semakin dikembangkannya
berbagai steroid sintetik dengan aktivitas anti
inflamasi dan imunosupresif (Katzung et all,
2013).
Arti kemoterapi secara umum yaitu
pemberian senyawa kimia untuk
mencegah dan mengobati suatu
penyakit. Kemoterapi secara khusus
bermakna yaitu pemberian zat kimia
tertentu pada pasien kanker untuk
membunuh atau menghamban
proliferasi sel kanker. (Sukardja IDG)
Efek samping kemoterapi bervariasi dari ringan sampai
berat, tergantung dari dosis dan regimen kemoterapi.
Efek sitostatika terhadap sel normal yang aktif
mitosis seperti sel darah, sel traktus gastrointestinal,
kulit, rambut, dan organ reproduksi dapat
menimbulkan efek samping. Efek samping yang
dapat terjadi meliputi gejala gastrointestinal berupa
mual muntah, stomatitis, diare, dan konstipasi;
mielosupresi berupa anemia, leukopenia, dan
trombositopenia; alopecia; gangguan liver dan ginjal
 Mual (Nausea) adalah sensasi subyektif yang tidak
menyenangkan dengan perasaan ingin muntah atau
retching (Gordon, 2003).

 Muntah (Emesis/vomiting) adalah suatu gerakan


ekspulsi yang kuat dari isi lambung dan
gastrointensitas melalui mulut. Kombinasi dari sistem
saraf otonom (simpatik & parasimpatik) dan sistem
saraf motorik dengan eferen berasal dari pusat muntah
yang di teruskan ke nervus vagus dan neuron motorik
yang mempersarafi otot-otot intraabdominal. (Gordon,
2003)
a. Antimetabolit
Obat ini menghambat biosintesis purin atau pirimidin. Sebagai
contoh metotrexate (MTX) menghambat pembentukan folat
tereduksi yang dibutuhkan untuk sintesis timidin.
b. Agen alkilator
Obat ini bekerja dengan cara mengganggu struktur atau fungsi
molekul DNA. Contoh obat ini yaitu siklosfosfamid yang dapat
merubah struktur DNA sehingga menghambat replikasi sel.
Antibiotika seperti daktinomisin dan doksorubisin dapat
mengikat nukleotida molekul DNA sehingga menghambat
produksi messenger ribonucleoacid (mRNA).
c. Inhibitor mitosis
Obat tersebut menghambat mitosis sel dengan merusak filamen
mikro pada kumparan mitosis. Salah satu jenis yaitu alkaloid
vinka contohnya vinkristin dan vinblastin.
 Dexamethason telah terbukti dalam mencegah
PONV. Obat ini diduga bekerja menghambat
pelepasan prosta-glandin secara sentral sehingga
terjadi penurunan kadar 5-HT3 disistem syaraf
pusat.

 Mekanisme kerjanya mengantagonis reseptor 5-


HT3 yang trdapat pada chemoreseptor trigger
zone (CTZ) di area prostema otak dan mungkin
juga pada aferen vagal saluran cerna.
Kortikosteroid seperti dexamethason merupakan anti emetik
dan digunakan sebagai kombinasi dengan preparat lain.
Mekanisme anti emetik kortikosteroid belum jelas, diduga
melalui mekanisme penghambatan sintesis prostaglandindi
hipotalamus.

Gabapentin pertama kali dikenal sebagai antikovulsan tetapi


juga dapat menghilangkan nyeri pada neuropati, neuralgia post
herpetik, dan migrain. Gabapentin merupakan analog GABA
tetapi tidak berikatan dengan reseptor GABA-A atau GABA-
B. Mekanisme aksi preparat ini yakni berkaitan dengan
voltage dependent calcium channels tertentu sehingga
mengontrol pelepasan neurotransmiter eksitasi (Perwitasari
DA dkk, 2011).
Antiemetik yang paling efektif dalam mencegah
timbulnya muntah, yaitu Ondansetron yang dikombinasi
dengan Deksametason. Walaupun antiemetik tunggal seperti
Ondansetron juga memenuhi standard pengobatan, dalam
standard pengobatan muntah obat tersebut dapat diberikan
secara tunggal bila pasien mengalami risiko muntah sedang.
Golongan antagonis serotonin dapat diberikan sebagai agen
tunggal pada level muntah sedang. Untuk risiko muntah
tinggi dapat diberikan Aprepitant + Deksametason, atau
Serotonin antagonist + Dexametason ataupun Metoklopramid
+ Deksametason. Penggunaan Ondansetron sebagai agen
tunggal untuk mengatasi delayed emesis kurang bagus. Jadi,
untuk mengurangi risiko delayed emesis dapat dikombinasi
dengan Deksametason.
Permasalahan yang sering terjadi adalah muntah tipe akut
dan tipe tertunda. Muntah tipe akut (acute emesis)
didefinisikan sebagai mual dan muntah yang terjadi dalam
kurun waktu 24 jam setelah pemberian regimen kemoterapi.
Waktu yang paling berisiko timbulnya muntah yaitu dari jam
pertama hingga jam ke-enam setelah kemoterapi dengan
berbagai macam agen kemoterapi. Sedangkan muntah tipe
tertunda (delayed emesis) yaitu muntah yang timbul pada >
24 jam setelah kemoterapi. Delayed emesis ini lebih sering
terjadi pada pasien yang menerima Cisplatin, Carboplatin
(Paraplatin), atau Cyclophosphamide (Cytoxan, Neosar). Pada
beberapa pasien, delayed emesis muncul lebih awal dalam
waktu kurang dari 24 jam.
Pada tipe muntah akut, untuk regimen kemoterapi
yang biasanya menimbulkan risiko muntah sedang
sampai tinggi dianjurkan untuk penggunaan
antiemetik kombinasi. Seperti, kombinasi Antagonis
serotonin + Deksametason + Aprepitant untuk risiko
muntah tinggi, serta Antagonis serotonin dan
Deksametason untuk risiko sedang. Untuk regimen
kemoterapi dengan risiko muntah rendah dapat
digunakan antiemetik tunggal seperti kortikosteroid
atau antagonis serotonin ataupun tidak diperlukan
antiemetik bila risiko muntah sangat rendah. Hal ini
sesuai dengan protokol antiemetik B.
Kombinasi dosis tunggal pre-kemoterapi antara
golongan 5-HT3 Antagonis dan Deksametason
biasanya digunakan sebagai terapi untuk mencegah
terjadinya emesis pada pasien yang menerima
kemoterapi dengan risiko muntah tinggi.
Penambahan Aprepitant dapat meningkatkan
pencegahan timbulnya muntah. Selain itu,
pengobatan delayed emesis dapat dilakukan dengan
pemberian Deksametason + Metoklopramid;
Deksametason + Aprepitant. Untuk risiko muntah
sedang dapat diberikan Deksametason sebagai
antiemetik tunggal (Grunberg, 2004).
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai