Anda di halaman 1dari 43

Fina Rachma Destafany

CASE REPORT “DERMATITIS ATOPIK” Igna Laurensus Sitorus


Ester Yulyana Sianturi
KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN RSUD CIBINONG Omar Indratno
PERIODE 25 FEBRUARI – 30 MARET 2019
Lusiana Tasya
IDENTITAS

Nama : Nn. RA

Usia : 18 tahun

Pekerjaan : Pelajar

Tanggal Kunjungan : 5 Maret 2018


KELUHAN UTAMA
Gatal sejak 1 hari SMRS
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien perempuan berusia 18 tahun datang ke poliklinik kulit dan kelamin RSUD Cibinong dengan keluhan gatal
sejak 2 minggu SMRS, pasien merasakan gatal pada jari ke-4 tangan kanan. Pasien merasakan gatal hilang
timbul, keluhan gatal paling dirasakan saat berkeringat sehingga pasien sering menggaruk-garuk jari dengan
tangan pasien, setelah digaruk, pasien mengatakan kulitnya menjadi merah, luka, dan perih di lokasi tersebut.
Pasien mengakui keluhan dimulai saat pasien SMP, pada tahun 2015, awalnya keluhan gatal dirasakan di distal
lengan kiri. Pasien mempunyai kebiasaan memakai jam tangan dari bahan logam di tangan kiri nya sejak akhir
SD. Kemudian pada tahun 2018, pasien mempunyai keluhan gatal di daerah punggung kanan dan kiri. Pasien
mempunyai kebiasaan tidak mengganti pakaian maupun pakaian dalam sehabis berkeringat setelah olahraga
maupun aktivitas. Saat awal masuk SMA pada tahun 2019. Keluhan dirasakan di kedua punggung kaki. Pasien
mempunyai kebiasaan tidak memakai kaos kaki saat menggunakan sepatu setiap hari nya sejak awal masuk
sekolah SD. Pasien sering menggaruk-garuk sehingga kulitnya menjadi merah dan luka. Pasien sudah berobat
dan diberikan salep kalcinol N 5 mg, salep racikan (pasien tidak mengetahui isinya), rivanol, dan CTM. Keluhan
gatal hilang sementara. Pasien mengaku kurang menjaga kebersihan kulit dan biasanya menggunakan sabun
dove setiap hari. Pasien sebelumnya belum pernah merasakan keluhan seperti ini. Pasien sering bersin pada
pagi hari, asma (-), diabetes mellitus (-), hipertensi (-)
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien perempuan berusia 18 tahun datang ke poliklinik kulit dan kelamin RSUD Cibinong dengan keluhan gatal dikedua
punggung kaki sejak 2 minggu SMRS. Gatal dirasakan terus menerus sehingga membuat pasien sering menggaruk lesi. Pasien
mengaku awalnya

Pasien mempunyai kebiasaan tidak memakai kaos kaki saat menggunakan sepatu setiap hari nya sejak awal masuk sekolah
SD. Pasien sering menggaruk-garuk sehingga kulitnya menjadi merah dan luka. Pasien sudah berobat dan diberikan salep
kalcinol N 5 mg, salep racikan (pasien tidak mengetahui isinya), rivanol, dan CTM. Keluhan gatal hilang sementara. Pasien
mengaku kurang menjaga kebersihan kulit dan biasanya menggunakan sabun dove setiap hari. Pasien sebelumnya belum
pernah merasakan keluhan seperti ini. Pasien sering bersin pada pagi hari, asma (-), diabetes mellitus (-), hipertensi (-)

pasien merasakan gatal pada jari ke-4 tangan kanan. Pasien merasakan gatal hilang timbul, keluhan gatal paling dirasakan
saat berkeringat sehingga pasien sering menggaruk-garuk jari dengan tangan pasien, setelah digaruk, pasien mengatakan
kulitnya menjadi merah, luka, dan perih di lokasi tersebut. Pasien mengakui keluhan dimulai saat pasien SMP, pada tahun
2015, awalnya keluhan gatal dirasakan di distal lengan kiri. Pasien mempunyai kebiasaan memakai jam tangan dari bahan
logam di tangan kiri nya sejak akhir SD. Kemudian pada tahun 2018, pasien mempunyai keluhan gatal di daerah punggung
kanan dan kiri. Pasien mempunyai kebiasaan tidak mengganti pakaian maupun pakaian dalam sehabis berkeringat setelah
olahraga maupun aktivitas. Saat awal masuk SMA pada tahun 2019.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Tidak pernah mengalami keluhan seperti ini
Tidak pernah dirawat
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Tidak ada keluhan seperti ini dalam keluarga
Riwayat alergi (-)
Riwayat DM (-)
Riwayat Hipertensi (-)
Riwayat Kolesterol (-)
RIWAYAT KEBIASAAN PRIBADI

• Pasien seorang pelajar

• Pasien tidak merokok dan minum alkohol

• Pasien jarang mengganti pakaian jika sudah berkeringat

• Pasien sering menggunakan sepatu tertutup tanpa kaos kaki

• Pasien mengikuti ekstrakurikuler paskibra


PEMERIKSAAN FISIK
KU : TSS
Kesadaran : Komposmentis (E4V5M6)
TTV :
• TD : 120/70 mmHg
• Nadi : 89x/menit
• RR : 18x/menit
• Suhu : 37 °C
PEMERIKSAAN FISIK
Kepala : Normocephali, conjungtiva anemis -/-, sklera
ikterik -/-
Leher : KGB tidak teraba membesar
JVP tidak distensi
THT : Tonsil T1/T1 , dinding faring tidak hiperemis.
Nyeri tarik tragus (-), membran timpani intak
Chonca eutrofi, hiperemis (-), Livid (+)
PEMERIKSAAN THORAKS
Paru : Jantung :

Inspeksi : Pergerakan dinding Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat


dada simetris Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS
V
Palpasi : Vocal Fremitus
Perkusi : Jantung tidak membesar,
simetris
batas jantung pada sternalis
Perkusi : Sonor/sonor dextra ICS IV, mid clavicular
sinistra ICS V
Auskultasi : BND vesikuler. Rhonki
-/- , wheezing -/- Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular
murmur (-), gallop (-)
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Perut tampak datar
Auskultasi : BU (+) 4 x/menit
Perkusi : Timpani, Nyeri ketok (-)
Palpasi : Supel, Nyeri tekan (-)

Genital : Tidak dilakukan karena tidak ada indikasi


Ekstremitas : Akral hangat, edema -/- , CRT <2”
STATUS DERMATOLOGIS

Pada regio metacarpal dextra 3


dan 4 tampak eritem, ukuran
lentikular, teratur, sirkumskrip
dengan tepi lesi tidak aktif disertai
dengan skuama halus diatasnya.
STATUS DERMATOLOGIS
Pada regio dorsal pedis dextra et sinistra
tampak plak eritem, ukuran numular hingga
plakat, jumlah multiple, teratur, sirkumskrip
dengan tepi lesi tidak aktif tersebar bilateral
disertai dengan erosi dan ekskoriasi.
Pada regio metatarsal 3 dextra dan
metatarsal 1, 2, 4 sinistra tampak plak eritem,
ukuran lentikular hingga numular, sikumskrip
dengan tepi lesi tidak aktif disertai erosi dan
ekskoriasi.
STATUS DERMATOLOGIS
Pada regio punggung dextra et
sinitra tampak patch eritema,
ukuran plakat, tidak teratur, difus
dengan tepi lesi tidak aktif tersebar
regional dengan skuama halus
diatasnya
STATUS DERMATOLOGIS

Pada regio antebrachii sinistra


tampak patch eritema, ukuran
numular, tidak teratur, difus dengan
tepi lesi tidak aktif tersebar
regional disertai dengan ekskoriasi.
DIAGNOSA
DERMATITIS ATOPI + INFEKSI
SEKUNDER
DIAGNOSIS BANDING
1. Dermatitis kontak
2. Dermatitis numularis
3. Liken simpleks kronikus
DERMATITIS ATOPI
K E PA N I T E R AA N I L M U P E N YA K I T K U L I T DA N K E L A M I N R S U D C I B I N ON G P E R I O D E
2 5 F E B RUARI – 3 0 MA R E T 2 0 1 9
DEFINISI
Dermatitis atopik (DA) / S. Prurigo Besnier/ eczema merupakan peradangan kulit

yang bersifat kronis berulang, disertai rasa gatal, timbul pada tempat predileksi

tertentu dan berhubungan dengan penyakit atopi lainnya, misalnya rinitis alergi dan

asma bronkial.

Kelainan dapat terjadi pada semua usia, merupakan salah satu penyakit tersering

pada bayi dan anak, sebanyak 45% terjadi pada 6 bulan pertama kehidupan.

Panduan Praktik klinis bagi dokter spesialis kulit dan kelamin di Indonesia. 2017. Perhimpunan dokter spesialis kulit dan
kelamin Indonesia (PERDOSKI). Jakarta
Dermatitis Atopi merupakan peradangan kulit berupa dermatitis yang
kronis residif, disertai rasa gatal, dan mengenai bagian tubuh tertentu
terutama di wajah pada bayi dan bagian fleksural ektremitas pada
fase anak.
Sering terjadi pada bayi dan anak 50% menghilang pada saat remaja,
kadang dapat menetap atau bahkan baru muncul saat dewasa.
Istilah atopy diperkenalkan oleh Coca dan Cooke pada tahun 1923,
asal kata atopos (out of place) yang berarti berbeda; dan yang
dimaksud adalah penyakit kulit yang tidak biasa, baik lokasi kulit yang
terkena, maupun perjalanan penyakitnya.

Menaldi, S L SW (ed.), Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Falkultas kedokteran universitas Indonesia : Jakarta. Ed. 7, 2016
KLASIFIKASI DERMATITIS ATOPIC
Bedasarkan atas keterlibatan organ tubuh:
DA murni  hanya terdapat di kulit
1. DA intrinsik  DA tanpa bukti hipersensitivitas terhadap alergen polivalen dan tanpa
peningkatan kadar IgE total di dalam serum
2. DA ekstrinsik  terbukti pada uji kulit terdapat hipersensitivitas terhadap alergen hirup dan
makanan

DA dengan kelainan organ lain  asma bronkhial, rhinitis alergika, hipersensitivitas


terhadap alergen polivalen (hirup dan makanan)

Menaldi, S L SW (ed.), Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Falkultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta. Ed. 7,
2016
Terdapat 2 bentuk DA, yaitu ekstrinsik dan intrinsik.
Bentuk ekstrinsik didapatkan pada 70-80% pasien DA.
Pada bentuk ini terjadi sensitisasi terhadap alergen lingkungan disertai serum IgE
yang meningkat

Panduan Praktik klinis bagi dokter spesialis kulit dan kelamin di Indonesia. 2017. Perhimpunan dokter spesialis kulit dan
kelamin Indonesia (PERDOSKI). Jakarta
ETIOLOGI DERMATITIS ATOPI
Faktor Ekstrinsik

Lingkungan

-Aeroallergen atau allergen inhalant : tungau debu rumah, serbuk sari buah, bulu binatang,
jamur dan kecoa
-Makanan : susu, telur, kacang, ikan laut, kerang laut dan gandum.
-Mikroorganisme : bakteri seperti staphylococcus aureus, streptococcus pspesies dan ragi
seperti pityrosporum ovale, candida albicans dan trichophyton species.
-Bahan iritan atau allergen : wool, desinfektans, nikel dsb.
PATOFISIOLOGI DERMATITIS ATOPIK
MANIFESTASI KLINIS DERMATITIS ATOPIK
Gatal, kulit kering dan timbulnya eksim (eksematous inflammation) yang berjalan
kronik. Rasa gatal yang hebat menyebabkan garukan sehingga memberikan tanda
bekas garukan (scratch mark), yang akan diikuti kelainan sekunder berupa papula,
erosi, eksoriasi dan selanjutnya terjadi likenifikasi bila proses menjadi kronis
Papula dapat terasa sangat gatal (prurigo papules) bersamaan dengan timbulnya
vesikel (papulovesikel), dan eritema, merupakan gambaran lesi eksematous dan
likenifikasi dapat menjadi erosive bila terkena garukan dan terjadi eksudasi yang
berakhir dengan lesi berkrusta
KRITERIA DIAGNOSIS

Hanifin, J.M. and Rajka, G.: Diagnostic features of atopic dermatitis. Acta Derm
Venereol Suppl (Stockh) 1980; 92: 44–47
KRITERIA DIAGNOSIS : WILLIAM
I. Harus ada:
Kulit yang gatal (Atau tanda garukan pada anak kecil)
II. Ditambah 3 atau lebih tanda berikut :
• Riwayat perubahan kulit/kering difosa kubiti, fosa poplitea, bagian anterior
dorsum pedis, atau seputar leher (termasuk kedua pipi pada anak < 10 tahun)
• Riwayat asma atau hay fever pada anak (riwayat atopi < 4 tahun pada
gerenasi 1 dalam keluarga)
• Riwayat kulit kering sepanjang akhir tahun
• Dermatitis fleksural (pipi, dahi, dan paha bagian lateral pada anak < 4 tahun)
• Awitan dibawah usia 2 tahun (tidak dinyatakan pada anak < 4 tahun)

Menaldi, S L SW (ed.), Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Falkultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta. Ed. 7, 2016
DERAJAT KEPARAHAN
DERMATITIS ATOPI

Menaldi, S L SW (ed.), Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Falkultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta. Ed. 7, 2016
DIAGNOSIS BANDING
Bayi : dermatitis seboroik, psoriasis, dermatitis popok

Anak : dermatitis numularis, dermatitis intertriginosa, dermatitis kontak, dan


dermatitis traumatika

Dewasa : neurodermatitis atau liken simpleks kronikus

Menaldi, S L SW (ed.), Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Falkultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta. Ed. 7, 2016
Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine. Ed 8th, Vol II. Chapter 14, Atopic Dermatitis. Page 173.
PENATALAKSANAAN UMUM
Hindari faktor yang Bila memakai sabun Pakain baru
memperberat dan hendaknya yang hendaknya dicuci
memicu siklus “gatal- berdaya larut terlebih dahulu
garuk” minimal terhadap sebelum dipakai
lemak dan pH netral

Mencuci pakaian
dengan deterjen Hindari stress psikis
harus dibilas dengan
baik
MEDIKAMENTOSA TOPIKAL
Hidrasi Kulit

Kortikosteroid Imunomodulator
Topikal Topikal

Preparat Ter Antihistamin


1. Hidrasi Kulit  diberikan pelembab krim hidrofilik urea 10% (dapat ditambahkan
hidrokortison 1% didalamnya), asam laktat 5% dan emolien

2. Kortikosteroid topikal  pada bayi diberikan kortikosteroid potensi rendah


(hidrokortison 1%-2,5%), anak dan dewasa diberikan potensi sedang (triamsinonolon,
kecuali pada muka, genitalia dan intertriginosa diberikan potensi rendah)

3. Imunomodulator Topikal
• Takrolimus  salap 0,03% (anak usia 2-15 tahun) dan salap 0,03%-1% (dewasa)
• Pimekrolimus (ASM 81)  krim SDZ ASM 981 konsentrasi 1% digunakan 2x/hari
(tidak dianjurkan pada anak usia < 2 tahun)

4. Preparat Ter  efek antipruritus dan antiinflamasi, digunakan pada lesi kronis
• Likuor karbonis detergen 5-10% atau crude coal tar 1-5%

5. Antihistamin krim doksepin 5% diberikan dalam jangka pendek (1 minggu), dapat


menimbulkan sensitisasi pada kulit dan efek sedatif bila digunakan pada area yang luas
MEDIKAMENTOSA SISTEMIK
Kortikosteroid

Anti-infeksi Antihistamin

Interferon Siklosporin
1. Kortikosteroid  prednison 30-60 mg/hari
• Digunakan untuk mengendalikan eksaserbasi akut, dalam jangka pendek dan dosis
rendah, diberikan bertahap (tapering), kemudian segera diganti dengan
kortikosteroid topikal

2. Antihistamin hidroksilin atau difenhidramin, pada kasus sulit diberikan doksepin


hidroklorid yang memiliki efek antidepresan dan memblokade reseptor histamin H1 dan
H2, dengan dosis 10-75 mg secara oral pada malam hari

3. Anti-infeksi
• Bakteri (S. aureus)  eritromisin, asitromisin , klaritromisin atau dapat diberikan
dikloksasilin, oksasilin atau sefalosporin generasi I
• Virus (Herpes Simplex) asiklovir 3x400 mg atau 4x200 mg selama 10 hari

4. Interferon  IFN-γ dapat menekan respon IgE dan menurunkan fungsi dan proliferasi
sel TH2

5. Siklosporin  digunakan pada DA yang sulit diatasi dnegan pengobatan


konvensional. Dosis jangka pendek yang digunakan per oral 5mg/kgBB. Efek samping
dapat menyebabkan peningkatan kreatinin dalam serum/penurunan fungsi ginjal dan
hipertensi
TERAPI SINAR (PHOTOTHERAPY)
Pada DA yang berat dan luas dapat digunakan PUVA (photochemotherapy)

Kombinasi UVB dan UVA lebih baik daripada hanya UVB

UVA : Bekerja pada sel Langerhans dan eosinofil

UVB : Memiliki efek imunosupresif dengan memblokade fungsi sel


Langerhans dan mengubah produksi sitokin dan keratinosit
INFEKSI SEKUNDER
Bakteri

• Streptococci B-hemolytic dan Staphylococcus aureus

Jamur

• Akibat gangguan barrier epidermis, kelembapan dan maserasi serta faktor


lingkungan
• Pytrirosporum ovale

Virus

• Herpes simpleks atau vaccinia dapat menyebabkan eksema herpetikum


KOMPLIKASI
Dermatitis atopi yang mengalami perluasan dapat menjadi eritroderma
Atrofi kulit (striae atroficans) dapat terjadi akibat pemberian kortikosteroid jangka
panjang

Anda mungkin juga menyukai