Anda di halaman 1dari 56

Bahan ke tujuh

Perlindungan
Konsumen
Kemampuan Akhir : Mhs dapat mengikuti
Perkuliahan secara cermat; Mhs mampu
menjelaskan Pengertian, Perlindungan Konsumen
Bahan Kajian : Per-UU-an Perlindungan Konsumen
Bentuk Pembelajaran : Ceramah, Tanya Jawab
Penugasan
Waktu Belajar : 100 menit
Pengalaman Belajar Mahasiswa : Mengidentifikasi
pengertian, konsep Per-UU-an Perlindungan
Konsumen
Kriteria Penilaian : Kehadiran dlm perkuliahan,
kepatuhan menyelesaikan tugas; Kelengkapan,
kejelasan dan ketepatan penjelasan terkait
Perlindungan Konsumen
Pasal 27 Undang Undang Dasar 1945

(1) Segala warga negara bersamaan


kedudukannya dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung
hukum dan pemerintahan itu dengan
tidak ada kecualinya.
(2) Tiap-tiap warga negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan.
Pasal 33 Undang Undang Dasar 1945
PEREKONOMIAN NASIONAL DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar
atas asas kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat.
(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas
demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi
berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,
kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan
kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini
diatur dalam undang-undang
Latar Belakang PK
Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu
masyarakat adil dan makmur yang merata material dan
spiritual dalam era demokrasi ekonomi berdasarkan PS dan
UUD 1945;

Pembangunan perekonomian nasional pada era globalisasi


harus dapat mendukung, tumbuhnya dunia usaha sehingga
mampu menghasilkan beraneka barang dan / atau jasa
yang, memiliki kandungan teknologi yang dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak dan
sekaligus mendapatkan kepastian atas barang dan / atau
jasa yang diperoleh dari perdagangan tanpa mengakibatkan
kerugian konsumen;
Latar Belakang PK

Semakin terbukanya pasar nasional sebagai akibat


dari proses globilisasi ekonomi harus tetap
menjamin peningkatan kesejahteraan masyarakat
serta kepastian atas mutu, jumlah, dan keamanan
barang dan/atau jasa yang diperolehnya di pasar;

Untuk meningkatkan harkat dan martabat


konsumen perlu meningkatkan kesadaran,
pengetahuan, kepedulian, kemampuan dan
kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya
serta menumbuhkembangkan sikap pelaku usaha
yang bertanggungjawab;
UU NO 8
TAHUN 1999
UU PK ... Perlindungan
konsumen

(1) Sediaan farmasi dan alat kesehatan


Ps 4 . a yang diproduksi dan/atau diedarkan harus
PP 51 TAHUN memenuhi persyaratan mutu, keamanan,
2009 dan kemanfaatan.

PERKA BADAN
POM RI
NOMOR 8 • Pedoman pengawasan periklanan
THN 2017 obat
Pasal 98 (1) Sediaan farmasi dan alat kesehatan harus
UUK No 36 aman, berkhasiat/ bermanfaat, bermutu,
- 2009
dan terjangkau

Pasal 2 – PP Tujuan
72 – 98 a. memberikan perlindungan kepada pasien dan
Pam masyarakat dalam memperoleh dan/atau
Faralkes menetapkan sediaan farmasi dan jasa kefarmasian;

PERKA
BADAN POM
RI NOMOR 8 • Pedoman pengawasan periklanan
TAHUN 2017
obat
UU NO 8 TAHUN 1999
Tujuan :
Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri.

PP 59 TAHUN 2001
Tujuan :
Menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak
dan kewajiban serta kehati-hatian konsumen, dalam mengkonsumsi barang
dan/atau jasa.
.

PERKA BADAN POM RI NOMOR 8 TAHUN 2017


Tujuan :
Melindungi konsumen dari informasi yang tidak obyektif dan menyesatkan
dalam iklan obat.
PELAKU USAHA DILARANG
UU NO 8 MEMPERDAGANGKAN SEDIAAN FARMASI DAN
TAHUN PANGAN YANG RUSAK, CACAT ATAU BEKAS DAN
1999 TERCEMAR, DENGAN ATAU TANPA MEMBERIKAN
INFORMASI SECARA LENGKAP DAN BENAR.

Pelaku usaha dilarang mendagangkan barang


PP 59 dan jasa yang diduga tidak memenuhi unsur
TAHUN keamanan, kesehatan, kenyamanan dan
keselamatan konsumen.
2001

PERKA Iklan tidak boleh mencantumkan nama sarana


BADAN yang tidak memiliki izin apotik, izin toko obat,
POM RI atau sarana lainnya yang tidak memiliki
No. 8 - penanggung jawab tenaga kefarmasian.
2017
Pengertian ….Pasal 1 UU no. 8 - 1999
1. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang
menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi
perlindungan kepada konsumen.
2. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau
jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi
kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun
makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
3. Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan
usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan
badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau
melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik
Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui
perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam
berbagai bidang ekonomi.
Pengertian ….Pasal 1 UU no. 8 - 1999

4. Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun


tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak,
dapat dihabiskan maupun tidak dihabiskan, yang
dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan
atau dimanfaatkan oleh konsumen.
5. Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan
atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk
dimanfaatkan oleh konsumen.
6. Promosi adalah kegiatan pengenalan atau
penyebarluasan informasi suatu barang dan/atau jasa
untuk menarik minat beli konsumen terhadap barang
dan/atau jasa yang akan dan sedang diperdagangkan
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2 Asas
manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen,
serta kepastian hukum.

Pasal 3 Tujuan
a. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen
untuk melindungi diri;
b. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan / atau jasa;
c. meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan,
dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
d. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk
mendapatkan informasi;
e. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan
bertanggung jawab dalam berusaha;
f. meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang, menjamin
kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan,
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
Pasal 6 Hak pelaku usaha adalah:
a. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan
kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang
dan/atau jasa yang diperdagangkan;
b. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan
konsumen yang beritikad tidak baik;
c. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di
dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;
d. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara
hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan
oleh barang dan / atau jasa yang diperdagangkan;
e. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan lainnya.
Pasal 7 Kewajiban pelaku usaha
a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi
penjelasan pcnggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan
jujur serta tidak diskriminatif;
d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang
dan/atau jasa yang berlaku;
e. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji,
dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta
memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat
dan/atau yang diperdagangkan;
f. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas
kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan
barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
g. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila
barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak
sesuai dengan perjanjian.
PERDUATAN YANG DILARANG BAGI PELAKU USAHA (ps 8-17)
Pasal 8
1. Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau
memperdagangkan barang dan/atau jasa yang: tidak
memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang
dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
2. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang,
rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan
informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.
3. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi
dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar,
dengan atau tanpa rnemberikan informasi secara lengkap
dan benar.
4. Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat 1
dan ayat 2 dilarang memperdagangkan barang dan/atau
jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.
PERDUATAN YANG DILARANG BAGI PELAKU USAHA

Pasal 9
1. Pelaku usaha dilarang menawarkan,
mempromosikan, mengiklankan suatu barang
dan/atau jasa secara tidak benar,
2. Barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud
pada ayat 1 dilarang untuk diperdagangkan.
3. Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran
terhadap ayat 1 dilarang melanjutkan
penawaran, promosi, dan pengiklanan barang
dan/atau jasa tersebut.
PERDUATAN YANG DILARANG BAGI PELAKU USAHA

Pasal 10
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa
yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang
menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau
membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan
mengenai:
a. harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa;
b. kegunaan suatu barang dan/atau jasa;
c. kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas
suatu barang dan/atau jasa;
d. tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang
ditawarkan;
e. bahwa penggunaan barang dan/atau jasa.
TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA
Pasal 19
1. Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas
kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat
mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau
diperdagangkan.
2. Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berupa
pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa
yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan
dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7
(tujuh) hari setelah tanggal transaksi.
4. Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan
ayat 2 tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan
pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya
unsur kesalahan.
5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak
berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa
kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.
MENYELESAIAN SENGKETA
Umum….Pasal 4
1. Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku
usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan
sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui
peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.
2. Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui
pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan
sukarela para pihak yang bersengketa.
3. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana
dimaksud pada ayat 2 tidak menhilangkan tanggung jawab
pidana sebagaimana diatur dalam Undang-undang.
4. Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa
konsumen di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan
hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan
tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak
yang, bersengketa.
Penyelesaian Sengketa
Pasal 47 .. Penyelesaian Sengketa di luar Pengadilan
Penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan
diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan
mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau
mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak
akan terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali
kerugian yang diderita oleh konsumen.

Pasal 48…Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan


Penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan
mengacu pada ketentuan tentang peradilan umum
yang berlaku dengan memperhatikan ketentuan
dalam Pasal 45.
Pengamanan dan Penggunaan Sediaan Farmasi dan
Alat Kesehatan
Pasal 98 UUK No 36 - 2009
(1) Sediaan farmasi dan alat kesehatan harus
aman, berkhasiat/ bermanfaat, bermutu, dan
terjangkau.
(2) Setiap orang yang tidak memiliki keahlian
dan kewenangan dilarang mengadakan,
menyimpan, mengolah, mempromosikan, dan
mengedarkan obat dan bahan yang berkhasiat
obat.
Pasal 99 uuk
(1) Sumber sediaan farmasi yang berasal dari alam
semesta dan sudah terbukti berkhasiat dan aman
digunakan dalam pencegahan, pengobatan, dan/atau
perawatan, serta pemeliharaan kesehatan tetap harus
dijaga kelestariannya.
(2) Masyarakat diberi kesempatan yang seluas-luasnya
untuk mengolah, memproduksi, mengedarkan,
mengembangkan, meningkatkan, dan menggunakan
sediaan farmasi yang dapat dipertanggungjawabkan
manfaat dan keamanannya.
(3) Pemerintah menjamin pengembangan dan
pemeliharaan sediaan farmasi
Pasal 100 uuk
(1) Sumber obat tradisional yang sudah terbukti berkhasiat dan
aman digunakan dalam pencegahan, pengobatan, perawatan,
dan /atau pemeliharaan kesehatan tetap dijaga kelestariannya.
(2) Pemerintah menjamin pengembangan dan pemeliharaan
bahan baku obat tradisional .
Pasal 101uuk
(1) Masyarakat diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk
mengolah, memproduksi, mengedarkan, mengembangkan,
meningkatkan, dan menggunakan obat tradisional yang dapat
dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya.
(2) Ketentuan mengenai mengolah, memproduksi,
mengedarkan, mengembangkan, meningkatkan, dan
menggunakan obat tradisional diatur dengan Peraturan
Pemerintah
Pasal 103 uuk
(1) Setiap orang yang memproduksi,
menyimpan, mengedarkan, dan menggunakan
narkotika dan psikotropika wajib memenuhi
standar dan/atau persyaratan tertentu.
(2) Ketentuan mengenai produksi,
penyimpanan, peredaran, serta penggunaan
narkotika dan psikotropika sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 104 uuk
(1) Pengamanan sediaan farmasi dan alat
kesehatan diselenggarakan untuk melindungi
masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh
penggunaan sediaan farmasi dan alat
kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan
mutu dan/atau keamanan dan/atau khasiat/
kemanfaatan.
(2) Penggunaan obat dan obat tradisional
harus dilakukan secara rasional.
Ketentuan Umum
PP 72 – 98 ttg Pam Farkes
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat
tradisional dan kosmetika.
2. Alat kesehatan adalah bahan, instrumen, aparatus,
mesin, implan yang tidak mengandung obat yang
digunakan untuk mencegah, mendiagnosa,
menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat
orang sakit serta memulihkan kesehatan pada manusia
dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi
tubuh.
3. Produksi adalah kegiatan atau proses menghasilkan,
menyiapkan, mengolah, membuat, mengemas, dan/atau
mengubah bentuk sediaan farmasi dan alat kesehatan.
Ketentuan Umum
PP 72 – 98 ttg Pam Farkes
Pasal 1
4. Peredaran adalah setiap kegiatan atau serangkaian
kegiatan penyaluran atau penyerahan sediaan farmasi dan
alat kesehatan baik dalam rangka perdagangan, bukan
perdagangan, atau pemindahtanganan;
5. Pengangkutan adalah setiap kegiatan atau serangkaian
kegiatan dalam rangka memindahkan sediaan farmasi dan
alat kesehatan dari satu tempat ke tempat lain, dengan cara
atau moda atau sarana angkutan apapun dalam rangka
produksi, peredaran, dan/atau perdagangan sediaan farmasi
dan alat kesehatan.
6. Kemasan sediaan farmasi dan alat kesehatan adalah bahan
yang digunakan untuk mewadahi dan /atau membungkus
sediaan farmasi dan alat kesehatan baik yang bersentuhan
langsung maupun tidak.
PERSYARATAN MUTU, KEAMANAN DAN KEMANFAATAN
Pasal 2 – PP 72 - 98

(1) Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diproduksi dan/atau diedarkan
harus memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan.
(2) Persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) untuk :
a. sediaan farmasi yang berupa bahan obat dan obat sesuai
dengan persyaratan dalam buku Farmakope atau buku standar
lainnya yang ditetapkan oleh Menteri;
b. sediaan farmasi yang berupa obat tradisional sesuai dengan
persyaratan dalam buku Materia Medika Indonesia yang
ditetapkan oleh Menteri;
c. sediaan farmasi yang berupa kosmetika sesuai dengan
persyaratan dalam buku Kodeks Kosmetika Indonesia yang
ditetapkan oleh Menteri;
d. alat kesehatan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan
oleh Menteri.
PRODUKSI
PP 72 – 98 ttg Pam Farkes
Pasal 3
Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat
diproduksi oleh badan usaha yang telah memiliki izin
usaha industri sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 4
(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
tidak berlaku bagi sediaan farmasi yang berupa obat
tradisional yang diproduksi oleh perorangan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai produksi sediaan
farmasi yang berupa obat tradisional oleh perorangan
diatur oleh Menteri.
PRODUKSI
PP 72 – 98 ttg Pam Farkes

Pasal 5
(1) Produksi sediaan farmasi dan alat
kesehatan harus dilakukan dengan cara
produksi yang baik.
(2) Cara produksi yang baik sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh
Menteri.
Pengawasan
Pasal 182 UUK 36 - 2009

(1) Menteri melakukan pengawasan terhadap masyarakat


dan setiap penyelenggara kegiatan yang berhubungan
dengan sumber daya di bidang kesehatan dan upaya
kesehatan.
(2) Menteri dalam melakukan pengawasan dapat
memberikan izin terhadap setiap penyelengaraan upaya
kesehatan.
(3) Menteri dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat mendelegasikan
kepada lembaga pemerintah non kementerian, kepala dinas
di provinsi, dan kabupaten/kota yang tugas pokok dan
fungsinya di bidang kesehatan.
(4) Menteri dalam melaksanakan pengawasan
mengikutsertakan masyarakat
Tugas Menteri atau kepala dinas dalam
melaksanakan tugas Pengawasan
183 UUK 36 - 2009

dapat mengangkat tenaga pengawas


dengan tugas pokok untuk
melakukan pengawasan terhadap
segala sesuatu yang berhubungan
dengan sumber daya di bidang
kesehatan dan upaya kesehatan.
Fungsi tenaga pengawas
Pasal 184 UUK 36 - 2009

a. memasuki setiap tempat yang


diduga digunakan dalam kegiatan yang
berhubungan dengan penyelenggaraan
upaya kesehatan;
b. memeriksa perizinan yang dimiliki
oleh tenaga kesehatan dan fasilitas
kesehatan.
PERKA BPOM No. 4 - 2018 ttg PENGAWASAN PENGELOLAAN
OBAT, BAHAN OBAT, NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN
PREKURSOR FARMASI DI FASILITAS PELAYANAN
KEFARMASIAN

PENGAWASAN
Pasal 10 (1) Pengawasan terhadap
Pengelolaan Obat, Bahan Obat, Narkotika,
Psikotropika dan Prekursor Farmasi di
Fasilitas Pelayanan Kefarmasian dilaksanakan
melalui pemeriksaan oleh Petugas.

PERKA BPOM 4-2018


pengawasan
(2) Wewenang Petugas :
a. memasuki setiap tempat yang diduga digunakan dalam
kegiatan pengelolaan, untuk memeriksa, meneliti, dan
mengambil contoh segala sesuatu yang digunakan dalam
kegiatan pengelolaan
b. membuka dan meneliti kemasan;
c. memeriksa dokumen atau catatan lain yang diduga memuat
keterangan mengenai kegiatan pengelolaan termasuk
menggandakan atau mengutip keterangan tersebut; dan/atau
d. mengambil gambar dan/atau foto seluruh atau sebagian
fasilitas dan peralatan yang digunakan dalam pengelolaan.
(3) Dalam melaksanakan pengawasan terhadap Pengelolaan dapat
mengikutsertakan petugas instansi lain yang terkait sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan.
(4) Jika Petugas tidak dilengkapi dengan surat perintah dan tanda
pengenal maka penanggung jawab fasilitas pelayanan kefarmasian
dapat melakukan penolakan terhadap pemeriksaan.
PERKA BPOM 4-2018
PMK No. 1787/MENKES/PER/XII/2010
TENTANG
IKLAN DAN PUBLIKASI PELAYANAN KESEHATAN
TUJUAN
 masyarakat sebagai pengguna pelayanan kesehatan
perlu diberikan perlindungan dari informasi berupa
iklan dan publikasi pelayanan kesehatan yang
menyesatkan;
 materi iklan dan publikasi pelayanan kesehatan yang
diberikan oleh fasilitas pelayanan kesehatan termasuk
rumah sakit sebagaimana ketentuan Pasal 29 huruf l,
huruf m, huruf n, dan Pasal 30 ayat (1) huruf g
Undang-Undang Nomor 44 tentang Rumah Sakit, dan
tenaga kesehatan harus bersifat informatif, edukatif,
dan bertanggung jawab;
PMK No. 1787/MENKES/PER/XII/2010
TENTANG
IKLAN DAN PUBLIKASI PELAYANAN KESEHATAN

PENGERTIAN
1. Iklan Pelayanan Kesehatan adalah kegiatan komunikasi
persuasif atau pengenalan/promosi tentang kebijakan,
program, dan/atau pelayanan kesehatan dalam bentuk
gambar, suara, dan/atau tulisan dengan tujuan menarik
minat dan memudahkan masyarakat.
2. Publikasi Pelayanan Kesehatan adalah kegiatan komunikasi
melalui penyebaran informasi dan/atau pengumuman/
pernyataan untuk memperkenalkan/mempromosikan
kebijakan dan/atau program pembangunan kesehatan
maupun jasa pelayanan kesehatan di berbagai media.
3. Iklan adalah informasi yang bersifat komersial dan layanan
masyarakat tentang tersedianya jasa, barang, dan gagasan
yang dapat dimanfaatkan oleh khalayak dengan atau tanpa
imbalan kepada lembaga penyiaran yang bersangkutan.
Persyaratan Pasal 4
1. Fasilitas pelayanan kesehatan dalam
menyelenggarakan iklan dan/atau publikasi harus
memenuhi syarat meliputi:
a. memuat informasi dengan data dan/atau fakta
yang akurat;
b. berbasis bukti;
c. informatif;
d. edukatif; dan
e. bertanggung jawab.

2. Iklan dan/atau publikasi sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) yang dilakukan melalui media cetak,
media elektronik, dan media luar ruang wajib
mencantumkan nama dan alamat fasilitas
pelayanan kesehatan serta tanggal publikasi.
PMK No. 1787/MENKES/PER/XII/2010
tentang Iklan dan Publikasi Pelayanan Kesehatan

 Pasal 8 menentukan bahwa: (1) Tenaga kesehatan dilarang


mengiklankan atau menjadi model iklan obat, alat
kesehatan, perbekalan kesehatan, dan fasilitas pelayanan
kesehatan kecuali dalam iklan layanan masyarakat. (2)
Tenaga kesehatan dapat melakukan publikasi atas
pelayanan kesehatan dan penelitian kesehatan dalam
majalah kesehatan atau forum ilmiah untuk lingkungan
profesi.
 Dalam pasal 8 ayat (1) di atas telah ditentukan bahwa
tenaga kesehatan dilarang menjadi model iklan kecuali
dalam iklan layanan masyarakat. Iklan layanan masyarakat
adalah iklan yang bersifat non profit, tapi umumnya
bertujuan memberikan informasi dan penerangan serta
pendidikan kepada masyarakat dalam rangka pelayanan
dengan mengajak masyarakat untuk berpartisipasi atau
bersikap positif terhadap pesan yang disampaikan.
Peraturan dan Kebijakan Terkait Iklan Sarana Pengobatan
Tradisional di Media Massa
Ada beberapa peraturan dan kebijakan terkait iklan Sarana Pengobatan
Tradisional (SPT) secara langsung, artinya dalam kebijakan tersebut
mencantumkan peraturan mengenai periklanan, etika dan norma
periklanan di media massa, adalah sebagai berikut. Terkait secara
langsung:
1. KUHP Indonesia tahun 2010
2. UU RI No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen
3. Permenkes RI no. 1787/2010 tentang Iklan dan Publikasi
Pelayanan Kesehatan
4. Kepmenkes 386/1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas,
Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan-Minuman
5. Kepmenkes RI No. 1076/2003 tentang Penyelenggaraan
Pengobatan Tradisional
6. Etika Pariwara Indonesia 2005.
Karakteristik Iklan Sarana Pengobatan
Tradisional (SPT) di Surat Kabar
1. Frekuensi dan ukuran pemuatan iklan SPT.
2. Identitas SPT, meliputi pencantuman nama SPT
dengan jelas, alamat Praktik dan nomor
telepon, serta jam dan/hari buka Praktik, serta
perizinan.
3. Karakteristik SPT berdasarkan klaim penyakit
yang bisa disembuhkan, metode/teknik
pengobatan serta klaim waktu kesembuhan
yang dicantumkan.
4. Latar belakan pengobat dan pencantuman
kesaksian
5. Tawaran pelayanan lainnya.
KAJIAN REGULASI IKLAN SARANA PENGOBATAN TRADISIONAL DI SURAT KABAR
Lusi Kristiana, Pramita Andarwati, Syarifah Nuraini
Pelanggaran berdasarkan karakteristik iklan
1. Memberikan klaim penyakit yang dapat
disembuhkan tanpa ada pembuktian yang
dapat dipertanggungjawabkan.
2. Menggunakan metode pengobatan tanpa
memberi pembuktian apakah metode tersebut
aman dan dapat dipertanggungjawabkan
3. Memberikan klaim waktu kesembuhan tanpa
ada pembuktian
4. Mengklaim tidak ada efek samping yang
ditimbulkan dari metode pengobatan yang
ditawarkan.
KAJIAN REGULASI IKLAN SARANA PENGOBATAN TRADISIONAL DI SURAT KABAR
Lusi Kristiana, Pramita Andarwati, Syarifah Nuraini
Pelanggaran berdasarkan karakteristik iklan

5. Secara tidak langsung mempromosikan obat/


obat tradisional/ ramuan khusus yang dipakai
sebagai salah satu tindakan kepada pasien.
6. Menggunakan tenaga ahli (konsultan) asing
7. Mencantumkan testimoni penderita yang telah
sembuh
8. Memberikan promosi
9. Memberikan garansi
10. Menggunakan kata “Klinik
KAJIAN REGULASI IKLAN SARANA PENGOBATAN TRADISIONAL DI SURAT KABAR
Lusi Kristiana, Pramita Andarwati, Syarifah Nuraini
LARANGAN PENGGUNAAN TENAGA PROFESIONAL
KESEHATAN SEBAGAI MODEL IKLAN
Oleh: Ni Putu Janitri
 Dalam era globalisasi saat ini perkembangan
komunikasi dan informasi berjalan sangat pesat.
 Media sebagai salah satu sarana dalam
penyampaian informasi mempunyai berbagai jenis
seperti media cetak dan media elektronik.
 Media elektronik banyak dimanfaatkan pelaku
usaha.
 Iklan adalah salah satu bentuk informasi,
merupakan alat bagi pelaku usaha untuk
memperkenalkan produknya kepada konsumen agar
dapat mempengaruhi kecenderungan konsumen
untuk menggunakan atau mengonsumsi produkny
KAJIAN REGULASI IKLAN SARANA PENGOBATAN TRADISIONAL DI SURAT KABAR
Lusi Kristiana, Pramita Andarwati, Syarifah Nuraini
 Di media televisi tidak sedikit dokter dan tenaga kesehatan
lainnya yang menjadi model iklan sebuah produk.
 Hal ini membuat konsumen yang melihat tayangan iklan
tersebut kebanyakan tertarik akan iklan yang ditayangkan.
 Iklan dengan menggunakan tenaga profesional cukup
efektif untuk menanamkan image ke benak konsumen
karena banyak konsumen masih dipengaruhi figur-figur
tertentu dalam membeli produk.
 Konsumen berpandangan bahwa produk yang diiklankan
menggunakan seorang dokter atau tenaga kesehatan
lainnya adalah produk yang seakan akan paling bagus,
aman dan bebas resiko karena iklan tersebut
diinformasikan oleh seorang tenaga profesional kesehatan

KAJIAN REGULASI IKLAN SARANA PENGOBATAN TRADISIONAL DI SURAT KABAR


Lusi Kristiana, Pramita Andarwati, Syarifah Nuraini
SANKSI
Sanksi Administratif
Pasal 60 - UU No.8 – 1999 ttg PERLINDUNGAN KONSUMEN

1. Badan penyelesaian sengketa konsumen


berwenang menjatuhkan sanksi administratif
terhadap pelaku usaha yang melanggar Pasal 19
ayat 2 dan ayat 3, Pasal 20 (iklan), Pasal 25 (sucad
& garansi), dan Pasal 26 (jasa).
2. Sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi
paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah).
3. Tata cara penetapan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur lebih
lanjut dalam peraturan perundang-undangan.
Sanksi Pidana
Pasal 61 - UU No.8 – 1999 ttg PERLINDUNGAN KONSUMEN
Penuntutan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau
pengurusnya.

Pasal 62 - UU No.8 – 1999 ttg PERLINDUNGAN KONSUMEN


a. Pelaku Usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat 2, Pasal 15, Pasal 1
ayat 1 huruf a, huruf b, huruf c, huruf c, ayat 2, dan Pasal 18
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau
pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar
rupiah).
b. Pelaku usaha yang, melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat 1, Pasal 14, Pasal 16, dan
Pasal 17 ayat 1 huruf d dan huruf f dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling
banyak Rp 500.000.000.00 (lima ratus juta rupiah).
c. Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat,
cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang
berlaku.
Sanksi Pidana
Pasal 63 - UU No.8 – 1999 ttg PERLINDUNGAN KONSUMEN
Terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 62, dapat dijatuhkan hukuman
tambahan, berupa:
a. perampasan barang tertentu;
b. pengumuman keputusan hakim;
c. pembayaran ganti rugi;
d. perintah penghentian kegiatan tertentu yang
menyebabkan timbulnya kerugian konsumen;
e. kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau
f. pencabutan izin usaha.
Pasal 98 UUK 36 – 2009
(1) Sediaan farmasi dan alat kesehatan harus aman,
berkhasiat/ bermanfaat, bermutu, dan terjangkau.
(2) Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan
kewenangan dilarang mengadakan, menyimpan, mengolah,
mempromosi kan, dan mengedarkan obat dan bahan yang
berkhasiat obat.

Pasal 196 UUK 36 - 2009


Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan
sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi
standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau
kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98
ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
Pasal 114
Setiap orang yg memproduksi atau memasukkan
rokok ke wilayah Indonesia wajib
mencantumkan peringatan kesehatan.
Pidana Pasal 199 UUK 36 - 2009

(1) Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau


memasukkan rokok ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia dengan tidak mencantumkan peringatan kesehatan
berbentuk gambar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114
dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan dendan paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);
(2) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar kawasan tanpa
rokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 dipidana denda
paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Perlindungan konsumen
adalah segala upaya yang
menjamin adanya kepastian
hukum untuk memberi
perlindungan kepada
konsumen.

Anda mungkin juga menyukai