Anda di halaman 1dari 16

Kelompok 2.

Defenisi
(Stroke Hemoragic) adalah salah satu jenis stroke yang
disebabkan karena pecahnya pembuluh darah di otak sehingga darah
tidak dapat mengalir secara semestinya yang menyebabkan otak
mengalami hipoksia dan berakhir dengan kelumpuhan.
Stroke hemoragik ada dua jenis yaitu:
• Hemoragik intra serebral: perdarahan yang terjadi di dalam jaringan
otak.
• Hemoragik sub arachnoid: perdahan yang terjadi pada ruang sub
arachnoid (ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan
•yang menutupi otak). (Nurarif & kusuma,2013 )
Klasifikasi Stroke
Klasifikasi stroke terbagi menjadi 2 macam, yaitu:
•Stroke hemoragik: salah satu pembuluh darah di otak
(aneurisma, mikroaneurisma, kelainan pembuluh darah
kongenital) pecah atau robek
•Stroke non hemoragik/ iskemik stroke: Terjadi akibat
obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada
sirkulasi serebrum
Stroke hemoragik umumnya disebabkan oleh adanya perdarahan intra
cranial dengan gejala peningkatan tekanan darah systole > 200 mmHg pada
hipertonik dan 180 mmHg pada normotonik, bradikardia, wajah keunguan,
sianosis, dan pernafasan mengorok. Stroke disebabkan oleh keadaan
ischemic atau proses hemorrhagic yang sering kali diawali oleh adanya
lesi atau perlukaan pada pembulu darah arteri. Dari seluruh kejadian
stroke, duapertiganya adalah ischemic dan sepertiganya adalah
hemorrhagic
Penyebab stroke hemoragik, yaitu:
 Kekurangan suplay oksigen yang menuju otak.
 Pecahnya pembuluh darah di otak karena kerapuhan pembuluh darah
otak.
 Adanya sumbatan bekuan darah di otak.(Batticaca, 2008)
Patofisiologi
 Perdarahan intra serebral
Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak membentuk massa
atau hematoma yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema
disekitar otak
 Perdarahan sub arachnoid
Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisme
paling sering didapat pada percabangann pembuluh darah besar di
sirkulasi willisi.
Manifestasi Klinik
Gejala stroke hemoragik bervariasi tergantung pada lokasi perdarahan dan jumlah
jaringan otak yang terkena.
Gejala stroke hemoragik bisa meliputi:
 Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma).
 Kesulitan berbicara atau memahami orang lain.
 Kesulitan menelan.
 Kesulitan menulis atau membaca.
 Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur, membungkuk, batuk
atau kadang terjadi secara tiba-tiba.
 Kehilangan koordinasi.
 Kehilangan keseimbangan.
 Perubahan gerakan biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan menggerakkan
salah satu bagian tubuh, atau penurunan ketrampilan motorik.
 Mual atau muntah.
 Kejang.
 Sensasi perubahan biasanyan pada satu sisi tubuh, seperti penurunan sensasi, baal
atau kesemutan.
 Kelemahan pada satu sisi tubuh. (Batticaca, 2008)
Faktor Resiko Stroke
Ada beberapa faktor risiko stroke hemoragik, yaitu.
 Stroke hemoragik paling sering disebabkan oleh tekanan darah tinggi yang
menekan dinding arteri sampai pecah.
 Penyakit kardiovaskular-embolisme serebral berasal dari jantung.
 Peningkatan hemotokrik meningkatkan risiko infark serebral.
 Kontasepsi oral (khususnya dengan hipertensi, merokok, dan kadar estrogen
tinggi).
 Konsumsi alkohol.
 Kanker, terutama kanker yang menyebar ke otak dari organ jauh seperti
payudara, kulit, dan tiroid.
 Cerebral amyloid angiopathy, yang membentuk protein amiloid dalam
dinding arteri di otak, yang membuat kemungkinan terjadi stroke lebih besar
 Kondisi atau obat (seperti aspirin atau warfarin).
 Overdosis narkoba, seperti kokain.(Muttaqin 2013)
Deteksi Stroke
sistem pendukung keputusan untuk membantu mendeteksi penyakit
stroke, diperoleh hasil bahwa penyakit stroke dapat didiagnosis melalui
kriteria faktor resiko. Kriteria faktor resiko yang termasuk adalah tekanan
darah, filbrasi atrium, kolesterol, dan diabetes. Namun, permasalahannya
adalah untuk mendapatkan data tersebut, tentunya penderita harus
melakukan pengecekan terlebih dahulu ke rumah sakit atau laboratorium.
Alternatif lain untuk melakukan diagnosis penyakit stroke tanpa
harus berkonsultasi langsung kepada dokter ataupun melakukan
pengecekan ke laboratorium adalah suatu sistem sebagai alat bantu
untuk mendiagnosis penyakit stroke. Jurnal jansen kanggeraldo,dkk
(2018)
Asuhan Keperawatan
 Pengkajian
 Identitas
Meliputi identitas klien (nama, umur, jenis kelamin, status, suku, agama,
alamat, pendidikan, diagnosa medis, tanggal MRS, dan tanggal pengkajian
diambil) dan identitas penanggung jawab (nama, umur, pendidikan, agama,
suku, hubungan dengan klien, pekerjaan, alamat).
 Keluhan Utama
Kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi dan penurunan tingkat kesadaran.
 Riwayat Penyakit Sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak saat
klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, kelumpuhan separuh badan atau
gangguan fungsi otak yang lain.
 Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya riwayat hipertensi, DM, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma
kepala, kotrasepsi oral yang lama, penggunan obat-obat anti koagulasi,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
 Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, DM, atau adanya
riwayat stroke dari generasi terdahulu
 Pemeriksaan Fisik
 Keadaan Umum
Mengalami penurunan kesadaran, suara bicara, kadnag mengalami
gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara/afasia, TTV
meningkat, nadi bervariasi.
Diagnosa Keperawatan
 Gangguan perfusi jaringan serebral b.d gangguan aliran darah sekunder
akibat peningkatan tekanan intra cranial.
 Gangguan komunikasi verbal b.d kehilangan kontrol otot facial atau oral.
 Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuscular.
 Defisit perawatan diri b.d hemiparese/ hemiplegic.
 Resiko tinggi ketidakefektifan pola napas b.d menurunnya reflek batuk dan
menelan, immobilisasi.
 Resiko tinggi gangguan intergritas kulit b.d tirah baring lama.
 Resiko tinggi gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakmampuan menelan.
 Defisiensi pengetahuan b.d informasi yang tidak adekuat.
Intervensi
 Gangguan perfusi jaringan serebral b.d aliran darah sekunder akibat
peningkatan tekanan intracranial.
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal.
Kriteria Hasil :
Klien tidak gelisah.
Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.
GCS E : 4, M: 6, V: 5.
TTV normal (N: 60-100 x/menit, S: 36-36.7 OC, RR: 16-20 x/menit).
Intervensi:
1. Berikan penjelasan pada keluarga tentang sebab-sebab peningkatan TIK
dan akibatnya.
Rasional : keluarga dapat berpartisipasi dalam proses penyembuhan.
2. Berikan klien bed rest total.
Rasional : untuk mencegah perdarahan ulang.
3. Observasi dan catat TTV dan kelainan intrakranial tiap 2 jam.
Rasional : mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara
dini untuk penetapan tindakan yang tepat.
4. Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30o dengan letak jantung (beri
bantal tipis).
Rasional : mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan drainase
vena dan memperbaiki sirkulasi serebral.
5. Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mngejan berlebihan.
Rasional : batuk dan mengejan dapat meningkatkan TIK dan potensial
terjadi perdarahan ulang.
 Gangguan komunikasi verbal b.d kehilangan kontrol otot facial atau
oral.
Tujuan : setelah diberikan tindakan selama 3x24 jam diharapkan
kerusakan komunikasi verbal klien dapat teratasi
Kriteria Hasil :
Memperlihatkan suatu peningkatan kemampuan berkomunikasi
Mampu berbicara yang koheren
Mampu menyusun kata-kata
Intervensi :
1. Kaji tipe/derajat disfungsi, seperti spontan tidak tampak memahami
kata/mengalami kesulitan berbicara atau membuat pengertian sendiri.
Rasional : membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan
serebral yang terjadi.
2. Bedakan antara afasia dan disatria.
Rasional : intervensi yang dipilih tergantung pada tipe kerusakannya.
3. Minta pasien untuk mengikuti perintah sederhana.
Rasional : melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik
(afasia sensorik).
4. Minta pasien untuk mengucapkan suara sederhana.
Rasional : mengidentifikasi adanya disatria sesuai komponen motorik
dari bicara (seperti lidah, gerakan bibir, kontrol napas) yang dapat
mempengaruhi artikulasi dan mungkin juga tidak disertai afasia
motorik.
5. Berikan metode alternatif seperti menulis di papan tulis.
Rasional : memberikan komunikasi tentang kebutuhan berdasarakan
keadaan defisit yang mendasarnya.
6. Kolaborasi konsultasikan dengan rujuk kepada ahli terapi wicara.
Rasional : mempercepat proses penyembuhan.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai