Anda di halaman 1dari 12

PRAGMATISME

OLEH : MUHAMMAD FAUZHY


IHWANUDDIN
Pengertian Pragmatisme

Pragmatisme berasal dari kata pragma (bahasa Yunani) yang berarti tindakan, perbuatan. Pragmatisme adalah
suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar apa yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan
perantaraan akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis.2 Aliran ini bersedia menerima segala sesutau,
asal saja hanya membawa akibat praktis. Pengalaman-pengalaman pribadi, kebenaran mistis semua bisa
diterima sebagai kebenaran dan dasar tindakan asalkan membawa akibat yang praktis yang bermanfaat.
Dengan demikian, patokan pragmatisme adalah “manfaat bagi hidup praktis”.

Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesuatu ialah, apakah
sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata.
Oleh sebab itu kebenaran sifatnya menjadi relatif tidak mutlak. Mungkin sesuatu konsep atau peraturan sama
sekali tidak memberikan kegunaan bagi masyarakat tertentu, tetapi terbukti berguna bagi masyarakat yang
lain. Maka konsep itu dinyatakan benar oleh masyarakat yang kedua

Pragmatisme dalam perkembangannya mengalami perbedaan kesimpulan walaupun berangkat dari gagasan
asal yang sama. Kendati demikian, ada tiga patokan yang disetujui aliran pragmatisme yaitu, (1) menolak segala
intelektualisme, dan (2) absolutisme, serta (3) meremehkan logika formal.
Metafisika Pragmatisme

Filsafat pragmatisme secara umum dipandang berupaya menengahi pertikaian idealisme dan empirisme serta
berupaya melakukan sintesis antara keduanya. Pragmatisme mendasarkan dirinya pada metode filsafat yang
memakai sebab-sebab praktis dari pikiran serta kepercayaan sebagai ukuran untuk menetapkan nilai dan
kebenaran. Di sini pandangan William James tentang pragmatisme mewakili pertanyaan kita tentang
pragmatisme tersebut. pragmatisme adalah sikap memandang jauh terhadap benda-benda pertama, prinsip-
prinsip, serta kategori-kategori yang dianggap sangat penting untuk melihat ke depan pada benda-benda
terakhir berdasarkan akibat dan fakta-fakta.

Para pragmatis selalu menolak jika filsafat mereka dikatakan berlandaskan suatu pemikiran metafisik
sebagaimana metafisika tradisional yang selalu memandang bahwa dalam hidup ini terdapat sesuatu yang
bersifat absolute dan berada di luar jangkauan pengalaman-pengalaman empiris. Dari itu, bagi mereka
seandainya pun realitas adikodrati memang ada, mereka berasumsi bahwa manusia tidak akan mampu
mengetahui hal itu.
Corak paling kuat dari pragmatism adalah kuatnya pemikiran tentang konsep kegunaan. Makna kegunaan
dalam pragmatisme lebih ditetapkan pada kebenaran sains, bukan pada hal-hal bersifat metafisik. Maka, dalam
pragmatisme pengetahuan tidak selalu mesti diidentikkan dengan kepercayaan, tetapi kerap menjadi dua hal
yang sama sekali terpisah. Kebenaran yang mungkin dianggap perlu dipercayai (to believe) bagi para pragmatis
selalu menjadi sesuatu hal bersifat professional atau pribadi dan itu tidak perlu dikabarkan pada public.
Sedangkan, hal-hal yang diangap perlu diketahui haruslah selalu dikabarkan atau didemonstrasikan pada
pengamat yang qualified dan tak berpihak. Kepercayaan memang ada dalam pengetahuan meski banyak pula
kepercayaan tidak akan ditemukan siapapun di banyak pengetahuan.
Tokoh-tokoh Filsafat Pragmatisme

Filosuf yang terkenal sebagai tokoh filsafat pragmatisme adalah William James dan John Dewey.

1. William James (1842-1910 M)


lahir di New York pada tahun 1842 M, anak Henry James, Sr. ayahnya adalah orang yang terkenal,
berkebudayaan tinggi, pemikir yang kreatif.
Karya-karyanya antara lain, Tha Principles of Psychology (1890), Thee Will to Believe (1897), The Varietes
of Religious Experience (1902) dan Pragmatism (1907). Di dalam bukunya The Meaning of Truth, Arti
Kebenaran, James mengemukakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat
tetap, yang berdiri sendiri dan terlepas dari segala akal yang mengenal. Sebab pengalaman kita berjalan
terus dan segala yang kita anggap benar dalam pengembangan itu senantiasa berubah, karena di dalam
prakteknya apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya. Oleh karena itu,
tidak ada kebenaran mutlak, yang ada adalah kebenaran-kebenaran (artinya, dalam bentuk jamak) yaitu
apa yang benar dalam pengalaman-pengalaman khusus yang setiap kali dapat diubah oleh poengalaman
berikutnya
2. John Dewey (1859-1952 M)
Sebagai pengikut pragmatisme, John Dewey menyatakan bahwa tugas filsafat adalah memberikan
pengarahan bagi perbuatan nyata. Filsafat tidak boleh larut dalam pemikiran-pemikiran metafisis yang
kurang praktis, tidak ada faedahnya.
Dewey lebih suka menyebut sistemnya dengan istilah instrumentalisme. Pengalaman adalah salah satu
kunci dalam filsafat instrumentalisme. Oleh karena itu filsafat harus berpijak pada pengalaman dan
mengolahnya secara aktif-kritis. Dengan demikian, filsafat akan dapat menyusun sistem norma-norma dan
nilai-nilai.

Menurut Dewey, kita ini hidup dalam dunia yang belum selesai penciptaannya. Sikap Dewey dapat
dipahami dengan sebaik-baiknya dengan meneliti tiga aspek dari yang kita namakan instrumentalisme.
Pertama, kata “temporalisme” yang berarti bahwa ada gerak dan kemajuan nyata dalam waktu. Kedua,
kata futurisme, mendorong kita untuk melihat hari esok dan tidak pada hari kemarin. Ketiga,
milionarisme, berarti bahwa dunia dapat diubah lebih baik dengan tenaga kita. Pandangan ini dianut oleh
William James.
Kritik-kritik terhadap Pragmatisme
Kekeliruan Pragmatisme dapat dibuktikan dalam tiga tataran pemikiran :
1. Kritik dari segi landasan ideologi Pragmatisme
Pragmatisme dilandaskan pada pemikiran dasar (Aqidah) pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme).
Hal ini nampak dari perkembangan historis kemunculan pragmatisme, yang merupakan perkembangan
lebih lanjut dari empirisme. Dengan demikian, dalam konteks ideologis, Pragmatisme berarti menolak
agama sebagai sumber ilmu pengetahuan.

Jadi, pemikiran pemisahan agama dari kehidupan merupakan jalan tengah di antara dua sisi pemikiran tadi.
Penyelesaian jalan tengah, sebenarnya mungkin saja terwujud di antara dua pemikiran yang berbeda (tapi
masih mempunyai asas yang sama). Namun penyelesaian seperti itu tak mungkin terwujud di antara dua
pemikiran yang kontradiktif. Sebab dalam hal ini hanya ada dua kemungkinan.Yang pertama, ialah
mengakui keberadaan Al Khaliq yang menciptakan manusia, alam semesta, dan kehidupan. Dan dari sinilah
dibahas, apakah Al Khaliq telah menentukan suatu peraturan tertentu lalu manusia diwajibkan untuk
melaksanakannya dalam kehidupan, dan apakah Al Khaliq akan menghisab manusia setelah mati mengenai
keterikatannya terhadap peraturan Al Khaliq ini.
Sedang yang kedua, ialah mengingkari keberadaan Al Khaliq. Dan dari sinilah dapat dicapai suatu
kesimpulan, bahwa agama tidak perlu lagi dipisahkan dari kehidupan, tapi bahkan harus dibuang dari
kehidupan.
2. Kritik dari segi metode pemikiran
Pragmatisme yang tercabang dari Empirisme nampak jelas menggunakan Metode Ilmiyah, yang dijadikan sebagai asas
berpikir untuk segala bidang pemikiran, baik yang berkenaan dengan sains dan teknologi maupun ilmu-ilmu sosial
kemasyarakatan. Ini adalah suatu kekeliruan.

3. Kritik terhadap Pragmatisme itu sendiri


Pragmatisme adalah aliran yang mengukur kebenaran suatu ide dengan kegunaan praktis yang dihasilkannya untuk
memenuhi kebutuhan manusia. Ide ini keliru dari tiga sisi.

Pertama, Pragmatisme mencampur adukkan kriteria kebenaran ide dengan kegunaan praktisnya. Kebenaran suatu ide
adalah satu hal, sedang kegunaan praktis ide itu adalah hal lain.

Kedua, pragmatisme menafikan peran akal manusia. Menetapkan kebenaran sebuah ide adalah aktivitas intelektual
dengan menggunakan standar-standar tertentu. Sedang penetapan kepuasan manusia dalam pemenuhan
kebutuhannya adalah sebuah identifikasi instinktif.

Ketiga, pragmatisme menimbulkan relativitas dan kenisbian kebenaran sesuai dengan perubahan subjek penilai ide –
baik individu, kelompok, dan masyarakat– dan perubahan konteks waktu dan tempat. Dengan kata lain, kebenaran
hakiki Pragmatisme baru dapat dibuktikan –menurut Pragmatisme itu sendiri– setelah melalui pengujian kepada
seluruh manusia dalam seluruh waktu dan tempat. Dan ini mustahil dan tak akan pernah terjadi. Maka, pragmatisme
berarti telah menjelaskan inkonsistensi internal yang dikandungnya dan menafikan dirinya sendiri.
Implementasi Aliran Filsafat Pragmatisme

Dalam pelaksanaannya, pendidikan pragmatisme mengarahkan agar subjek didik saat belajar di sekolah tak berbeda ketika
ia berada di luar sekolah. Oleh karenanya, kehidupan di sekolah selalu disadari sebagai bagian dari pengalaman hidup,
bukan bagian dari persiapan untuk menjalani hidup. Di sini kecerdasan disadari akan melahirkan pertumbuhan dan
pertumbuhan akan membawa mereka di dalam beradaptasi dengan dunia yang berubah. Ide gagasan yang berkembang
menjadi sarana keberhasilan.

Instrumemtalisme
Dewey berpendapat bahwa berpikir sebagai alat untuk memecahkan masalah. Dengan demikian maka ia
mengesampingkan penelitian ilmu murni yang secara langsung berkaitan dengan kehidupan konkret.
Eksperimentalisme
Kita menguji kebenaran suatu peoposisi dengan melakukan percobaan. Dengan demikian maka tidak ada kebenaran yang
pasti dan dapat dijadikan pedoman dalam bertindak. Misalnya: suatu UU terus menerus diuji. Lantas, kapan masyarakat
bisa menjadikan UU itu sebagai pedoman untuk bertindak? Pendek kata dalam hidup bermasyarakat, kita memerlukan
kebenaran yang ditetapkan, bukan terus-menerus diuji.
Pendidikan
Dewey menekankan pendidikan formal berdasarkan minat anak-anak dan pelajaran yang diberikan hendaknya
disesuaikan dengan minat anak-anak. Dengan pandangan yang demikian maka pelajaran yang berlangsung di sekolah tidak
difokuskan karena minat setiap anak itu berbeda-beda. Demikian juga dengan pelajaran-pelajaran pokok yang harus
diajarkan kepada anak-anak tidak dapat diterapkan dengan baik.
Moral

Model pembelajaran pragmatisme adalah anak belajar di dalam kelas dengan cara berkelompok. Dengan berkelompok
anak akan merasa bersama-sama terlibat dalam masalah dan pemecahanya. Anak akan terlatih bertanggung jawab
terhadap beban dan kewajiban masing-masing. Sementara, guru hanya bertindak sebagai fasilitator dan motivator. Model
pembelajaran ini berupaya membangkitkan hasrat anak untuk terus belajar, serta anak dilatih berpikir secara logis.
Sebagaimana yang diungkap oleh Power (Sadulloh, 2003:133) bahwa, implikasi dari filsafat pendidikan pragmatisme
terhadap pelaksanaan pendidikan mencakup tiga hal pokok. Ketiga hal pokok tersebut, yaitu:

• Tujuan Pendidikan, tujuan pendidikan pragmatisme adalah memberikan pengalaman untuk penemuan hal-hal baru dalam
hidup sosial dan pribadi.
• Kedudukan Siswa, kedudukan siswa dalam pendidikan pragmatisme merupakan suatu organisasi yang memiliki
kemampuan yang luar biasa dan kompleks untuk tumbuh.
• Kurikulum, kurikulum pendidikan pragmatis berisi pengalaman yang teruji yang dapat diubah.
• Metode, metode yang digunakan dalam pendidikan pragmatisme adalah metode aktif, yaitu learning by doing (belajar
sambil bekerja), serta metode pemecahan masalah (problem solving method), serta metode penyelidikan dan penemuan
(inquiri and discovery method).
• Peran Guru. Peran guru dalam pendidikan pragmatisme adalah mengawasi dan membimbing pengalaman belajar siswa,
tanpa mengganggu minat dan kebutuhannya.
KESIMPULAN

Pragmatisme berasal dari kata pragma (bahasa Yunani) yang berarti tindakan, perbuatan. Pragmatisme adalah
suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar apa yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan
perantaraan akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis.

Filosuf yang terkenal sebagai tokoh filsafat pragmatisme adalah William James dan John Dewey.
Seperti dengan aliran-aliran filsafat pada umumnya, pragmatisme juga memiliki kekeliruan sehingga
menimbulkan kritik-kritik terhadap aliran filsafat ini. Kekeliruan pragmatisme dapat dibuktikan dalam tiga
tataran pemikiran: (1) kritik dari segi landasan ideologi pragmatisme, (2) kritik dari segi metode pemikiran,
dan (3) kritik terhadap pragmatisme itu sendiri.
Pragmatisme memandang bahwa siswa merupakan organisme rumit yang mempunyai kemampuan luar biasa
untuk tumbuh, sedangkan guru berperan untuk memimpin dan membimbing pengalaman belajar tanpa ikut
campur terlalu jauh atas minat dan kebutuhan siswa.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai