Anda di halaman 1dari 36

OLEH : INDAH DWI RAHAYU, S.

Kep,Ns
 Terapioksigen : terminologi untuk
penggunaan oksigen sebagai bahan
farmakologis utama, untuk individu tertentu
berkaitan dengan penyakitnya, dalam
jumlah, cara, dan durasi tertentu demi
meringankan gejala penyakit dasar,
meningkatkan kualitas hidup, atau berkaitan
dengan prognosis yang lebih baik bilamana
terapi tersebut diberikan.
 Indikasi utama : hipoksemia→ PaO2 arteri <60
mmHg atau SaO2<90%
 Kondisi lain misalnya:
trauma berat, infark miokard akut, renjatan,
sesak napas, keracunan gas CO, pasca
anestesi
 mempertahankan PaO2> 60 mmHg atau SaO2>
90%. Dengan demikian, hipoksia jaringan dan
beban kerja kardiorespirasi yang berlebih
dapat dicegah

 dapatdiberikan sebagai suplemen (< 30 hari)


atau terapi (short term 30-90 hari atau long
term oxygen >90 hari)
 Pemeriksaan fisik dan Gejala Klinis
→ perbaikan/resolusi gejala dan tanda
hipoksemia
 Pemeriksaan penunjang
→ analisis gas darah arteri, 15-20 menit setelah
terapi dilakukan menunjukkan peningkatan
tekanan parsial oksigen
 Keadaan PaO2 < 60 mmHg atau SaO2 < 90%
pada orang dewasa, anak, dan bayi
< 50 mmHg atau < 88% pada neonatus
 Dapat terjadi karena:
1. Ketidaksesuaian ventilasi - perfusi pada
paru
2. Hipoventilasi alveolar

3. Pirau (shunt)
4. Gangguan difusi
5. Penurunan tekanan oksigen insipirasi
 Gejalahipoksemia: sianosis, kelelahan,
disorientasi, kesadaran menurun, takipneu,
dispneu, takikardia/bradikardia, aritmia,
hipertensi/hipotensi, polisitemia vera, jari
tabuh

 Mencari penyebab : PF, foto toraks,


laboratorium, menilai alveolar-arterial oxygen
gradient (A-a DO2)
< 20 mmHg normal
20 – 40 mmHg V/Q mismatch
40 – 60 mmHg pirau
> 60 mmHg gangguan difusi
 belum diketahui ambang konsentrasi dan
waktu paparan untuk menimbulkan toksisitas
FiO2
 tergantung dari banyak faktor: dosis dan
lama pemberian oksigen, toleransi masing-
masing pasien
 manifestasi klinik pada toksisitas oksigen:
1. Toksisitas sistem saraf pusat – “Bert effect”
2. Toksisitas sistem respirasi
Trakeobronkitis, Absoprtion atelectasis,
Kerusakan jaringan paru akut, Kerusakan
jaringan paru kronik
3. Toksisitas pada sistem mata
4. Toksisitas pada sistem ginjal: kerusakan
pada sel tubular
5. Toksisitas pada sistem hematologi:
morfologi sel darah merah yang abnormal
dan hemolisis
6. Kardiovaskular: kerusakan miosit
 Efek samping lain :
1. Hiperkarbia pada Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK)
2. Retinopathy of prematurity
3. Risiko terjadi kebakaran
4. Pada penggunaan kanul hidung: iritasi
mukosa hidung, kongesti nasal, epistaksis,
dan alergi.1

 Pencegahan efek toksik : pemakaian


konsentrasi oksigen serendah mungkin untuk
mempertahankan PaO2 > 60 mmHg,
monitoring dengan analisis gas darah
 Terapi oksigen yang diberikan >90 hari
 terapi standar untuk pasien dengan
hipoksemia kronik yang stabil
 saat ini banyak digunakan untuk terapi
pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK).
 Indikasi LTOT:
1. PaO2 ≤ 55 mmHg atau SpO2 ≤ 88%
2. PaO2 55-59 mmHg atau SpO2 89% jika ada
tanda-tanda hipoksia seperti hipertensi
pulmoner, cor pulmonale, eritrositosis, atau
edema akibat gagal jantung kanan
3. Jika pada saat latihan/olahraga PaO2 < 55
mmHg atau SpO2 < 88%
4. Desaturasi oksigen malam hari ≤ 88%
 Kelebihan:
1. meningkatkan kesintasan → penurunan mortalitas
2. meningkatkan hemodinamik paru dan mengurangi
beban kerja jantung
3. Meningkatkan kapasitas latihan

4. Efekneuropsikologis oksigen → meningkatkan


kewaspadaan, motorik, dan genggaman
 Pada pasien PPOK : memperpanjang harapan
hidup dan meningkatkan kualitas hidup
 Kekurangan:
 Kepatuhan pasien akan berkurang karena
jangka panjang
 menyebabkan bahaya terbakar
 iritasi lokal di hidung dan mata
 oksigen harus diberikan dengan cara
sesederhana mungkin dan fraksi insipirasi
oksigen (FiO2) serendah mungkin, namun
tetap dapat mempertahankan nilai PaO2 > 60
mmHg dan SaO2 > 90%
 Pilihan metode tergantung:
besar FiO2 , kenyamanan pasien, tingkat
kelembaban yang dibutuhkan, dan kebutuhan
terapi nebulisasi
 Terbagi menjadi low flow dan high-flow
devices
 memberikan konsentrasi oksigen yang lebih
sedikit daripada yang dihirup oleh pasien,
bervariasi menurut gas yang keluar dari alat
dan pola pernapasan pasien
 Alat : kanula hidung dan sungkup oksigen
Kanul Hidung
 ditujukan untuk pasien tanpa hiperkapnia
yang memerlukan oksigen suplementasi
hingga 40%, kecepatan 2-6 l/menit
 alat ini nyaman dan dapat ditoleransi dengan
baik oleh pasien
Masker
 Pada kecepatan > 6l/menit digunakan masker
 Tipe:
1. Masker sederhana (simple mask)
kecepatan 5-12 l/menit, juga berguna untuk
pasien dengan obstruksi
hidung dan bernapas
lewat mulut
2. Masker rebreathing dan masker
nonrebreathing
 memiliki reservoir dibawah dagu
 masker nonrebreathing memakai katup untuk
memastikan udara yang masuk pada saat
inspirasi adalah udara oksigen
 Konsentrasi oksigen yang masuk stabil dan
sesuai dengan yang dihirup oleh pasien
 Alat: sungkup venturi dan continuous
positive airway pressure (CPAP)
Masker venturi
 Oksigen mengalir dengan kecepatan tinggi
lewat lubang kecil di dasar masker sehingga
membentuk tekanan negatif → mendesak
keluar udara atmosfir sehingga oksigen dapat
diberikan dengan angka pasti
Continous Positive Airway Pressure/CPAP
 pemberian tekanan positif untuk seluruh siklus
respirasi (inspirasi dan ekspirasi) pada saat
bernapas secara spontan
 Penggunaannya mengurangi kerja untuk bernapas,
mengeliminasi/mengurangi
hipoksia dan
mencegah atelektasis
 Silinder : ukuran 240-622 liter
Sistem oksigen cair (portable)
 lebih ringan daripada silinder, dapat diisi
ulang
Konsentrator
 mengambil udara dari ruangan, memakai
listrik
 Penting untuk dilakukan edukasi teknik
pemberian
 Harus dipastikan pasien mengetahui berapa
dosis yang dibutuhkan, dimana oksigen akan
digunakan dan kapan oksigen digunakan
 Wanita 41 tahun dengan serangan asma berat
datang ke unit gawat darurat, mendapatkan
oksigen 6 L/menit melalui nasal kanul. Hasil
analisa gas darah:
 pH : 7,530
 PCO2 : 41,1
 PO2 : 68,8
 HCO3 : 33,6
 TCO2 : 34,3
 Base excess : 9,5
 std HCO3 : 33,7
 Sat O2 : 95,4
 Menentukan kebutuhan konsentrasi oksigen:
 PAO2 = {(PB – PH2O) x FiO2} – (1,25 x PaCO2
astrup)
= (713 x x FiO2) – (1,25 x PaCO2 astrup)
Alat yang digunakan O2 (L/menit) FiO2

Kanula hidung 1-2 0,21-0,24

2 0,23-0,28

3 0,27-0,34

4 0,31-0,38

5-6 0,32-0,44

Venturi 4-6 0,24-0,28

8-10 0,35-0,40

8-12 0,50

Simpel 5-6 0,30-0,45

7-8 0,40-0,60

Rebreathing 7 0,35-0,75

10 0,65-1,00

Non rebreathing 4-10 0,40-1,00


 PAO2 = 713 x 0,44 – 1,25 x 41,1
= 313,72 - 51,375
= 262,345

 PaO2 astrup
/ PAO2 = PaO2 yang diinginkan / PAO2
baru
PAO2 baru = PaO2 yang diinginkan x PAO2 / PaO2
astrup
= 262,345 x 95 / 68,8
= 362,25
Alat PAO2 = (713 x OFiO
yang digunakan
2) – (1,25 x PaCO
(L/menit)
2 FiO2
2 astrup)
362,25= 713 x 1-2
Kanula hidung
FiO2 – 51,275 0,21-0,24

FiO2 = (362,25 + 51,275) / 713 = 0,58


2 0,23-0,28

3 0,27-0,34

4 0,31-0,38

5-6 0,32-0,44

Venturi 4-6 0,24-0,28

8-10 0,35-0,40

8-12 0,50

Simpel 5-6 0,30-0,45

7-8 0,40-0,60

Rebreathing 7 0,35-0,75

10 0,65-1,00

Non rebreathing 4-10 0,40-1,00


 kebutuhanoksigen pasien: 8 L/menit melalui
simple mask.
 Rasmin M. Terapi Oksigen: Mengenal terapi oksigen. 2006. Jakarta:
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Hal.1-9.
 Wagner PD, West JB. Respiratory physiology. Murray and Nadel’s Textbook
of Respiratory Medicine. 4th ed. 2005. Philadelphia: Saunders, An Imprint
of Elsevier.
 Patel DN, Goel A, Agarwal SB, Garg P, Lakhkani KK. Oxygen toxicity.
JIACM. 2003; 4(3) : 234-7.
 Doherty DE, Petty TL, Bailey W, Carlin B, Cassaburi R, Christopher K,
et.al. Recommendations of the 6th long-term oxygen therapy consensus
conference. USA: Respiratory Care. 2006;51(5):519-25.
 American College of Chest Physician. Basics of Long-term Oxygen Therapy
(LTOT). 2012. Available on:
http://www.chestnet.org/downloads/patients/guides/LTOT-full-2012.pdf
 Croxton TL, Bailey WC. Long-term Oxygen Treatment in Chronic
Obstructive Pulmonary Disease: Recommendations for Future Research.
American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine.
2006;174:373-8.
 Tarpy SP, Celli BR. Long-Term Oxygen Therapy. N Engl J Med.
1995;333:710-4.
 Rous MRG. Long-term oxygen therapy: Are we prescribing
appropriately? Int J Chron Obstruct Pulmon Dis. 2008;3(2):231–7.
 Chang TT, Lipinski CA, Sherman HF. A hazard of home oxygen
therapy. J Burn Care Rehabil. 2001;22:71-74.
 Antariksa B, Djajalaksana S, Pradjnaparamita, Riyadi J, Yunus F,
Suradi, et.al. PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik): Diagnosis
dan Penatalaksanaan. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia. 2011;47-8.
 Singh CP, Singh N, Singh J, Brar GK, Singh G. Emergency Medicine:
Oxygen Therapy. Journal, Indian Academy of Clinical Medicine.
2001; 2(3): 178-84.
 Anonim. Oxygen Delivery Devices. Available on:
http://www.virtual.
yosemite.cc.ca.us/lylet/220/220/lectures/Oxygen.
 Hunt J. Guidelines for the Use of Continuous Positive Airway
Pressure (CPAP) in Adults. Royal United Hospital Bath NHS Trust.
2007
 National Heart Lung and Blood Institute. What is CPAP? Available
on: http://www.nhlbi.nih.gov/health/health-
topics/topics/cpap/.
 Jones Medical Supply. Oxygen Therapy. Available on:
http://jonesmed. com/Oxygen.html.

Anda mungkin juga menyukai