Anda di halaman 1dari 27

REFERAT

EPISTAKSIS
ANATOMI
Hidung terdiri atas hidung luar dan hidung bagian dalam
Bentuk hidung luar seperti piramid dengan bagian-bagiannya dari
atas ke bawah :
Pangkal hidung (bridge)
Batang hidung (dorsum nasi)
Puncak hidung (tip)
Ala nasi
Kolumela
Lubang hidung (nares anterior)
Bagian hidung dalam terdiri atas struktur yang
membentang dari os internum di sebelah anterior
hingga koana di posterior, yang memisahkan rongga
hidung dari nasofaring
Kavum nasi dibagi oleh septum, dinding lateral
terdapat konka superior, konka media, dan konka
inferior.
Celah antara konka inferior dengan dasar hidung
dinamakan meatus inferior, berikutnya celah antara
konka media dan inferior disebut meatus media dan
sebelah atas konka media disebut meatus superior

3
Vaskularisasi
Suplai darah cavum nasi berasal dari sistem karotis yaitu arteri karotis eksterna dan karotis interna.
Arteri karotis interna bercabang menjadi arteri etmoid anterior dan posterior

Arteri karotis eksterna memberikan suplai darah terbanyak pada cavum nasi melalui:
• Arteri Sphenopalatina
Cabang terminal arteri maksilaris yang berjalan melalui foramen sphenopalatina yang
memperdarahi septum tiga perempat posterior dan dinding lateral hidung

• Arteri palatina desenden


Memberikan cabang arteri palatina mayor yang berjalan melalui kanalis incisivus palatum durum
dan menyuplai bagian inferoanterior septum nasi

4
EPISTAKSIS
Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung yang merupakan suatu tanda atau keluhan, bukan
penyakit penyakit dasar
Perdarahan dari hidung dapat mengganggu dan dapat pula mengancam nyawa
Faktor etiologi harus dicari dan dikoreksi untuk mengobati epistaksis secara efektif
ETIOLOGI
Perdarahan hidung diawali oleh pecahnya pembuluh darah di dalam selaput mukosa hidung
80% perdarahan berasal dari pembuluh darah Pleksus Kiesselbach (Little area). Pleksus
Kiesselbach terletak di septum nasi bagian anterior, di belakang persambungan mukokutaneus
tempat pembuluh darah yang kaya anastomosis
Epistaksis juga sering kali timbul spontan tanpa dapat ditelusuri penyebabnya.
Secara Umum penyebab epistaksis dibagi dua yaitu: Lokal dan Sistemik
ETIOLOGI
Lokal
• Trauma
Epistaksis yang berhubungan dengan trauma biasanya mengeluarkan sekret dengan kuat,
bersin, mengorek hidung, trauma seperti terpukul, jatuh dan trauma pada pembedahan.
• Infeksi
Infeksi hidung dan sinus paranasal, rinitis, sinusitis serta granuloma spesifik, seperti lupus,
sifilis dan lepra dapat menyebabkan epistaksis.
• Neoplasma
Biasanya sedikit dan intermiten, kadang ditandai dengan mukus yang bernoda darah.
• Kelainan kongenital
Perdarahan telangiektasis heriditer/Osler’s disease adalah penyakit langka autosomal
dominan yang mempengaruhi pembuluh darah sehingga terjadi vaskular displasia yang
menyebabkan penderita mudah mengalami perdarahan.

7
• Perforasi septum
Merupakan predisposisi perdarahan hidung. Bagian anterior septum nasi yang deviasi atau
perforasi ketika terpapar aliran udara pernafasan cenderung mengeringkan sekresi hidung
sehingga terbentuk krusta yang keras. Pengeluaran krusta berulang menyebabkan erosi
membrana mukosa septum dan kemudian perdarahan.
• Pengaruh lingkungan
Jika tinggal di dataran tinggi, tekanan udara rendah atau lingkungan udaranya sangat kering
sehingga mudah terbentuk krusta yang keras.

8
ETIOLOGI
Kelainan Sistemik
• Kelainan darah misalnya trombositopenia, hemofilia dan leukemia.

• Penyakit kardiovaskuler, hipertensi dan kelainan pembuluh darah, seperti pada aterosklerosis, nefritis
kronik, sirosis hepatis, sifilis, diabetes melitus dapat menyebabkan epistaksis.

• Infeksi sistemik akut seperti demam berdarah, demam typhoid, influenza, morbili, demam tifoid

• Efek sistemik obat-obatan golongan antikoagulansia (heparin, warfarin) dan antiplatelets (aspirin,
clopidogrel)

9
• Kegagalan fungsi organ seperti uremia dan sirosis hepatis

• Atheroslerosis, hipertensi dan alkohol

• Kelainan hormonal. Seperti kelebihan hormon adrenokortikosteroid atau hormon mineralokortikoid,


pheochromocytoma, hyperthyroidism atau hypothyroidism, kelebihan hormon pertumbuhan dan
hyperparathyroidism

10
PATOFISIOLOGI
Arteri karotis interna mempercabangkan arteri etmoidalis anterior
dan posterior, keduanya menyuplai bagian superior hidung

Suplai vaskular hidung lainnya berasal dari arteri karotis


eksterna dan cabang-cabang utamanya

Arteri sfenopalatina membawa darah untuk separuh bawah


dinding hidung lateral dan bagian posterior septum

Semua pembuluh darah hidung ini saling berhubungan melalui


anastomosis
Suatu pleksus vaskular di sepanjang bagian anterior septum
kartilaginosa menggabungkan sebagian anastomosis ini dan
dikenal sebagai little area atau pleksus Kiesselbach

Mukosa pada daerah ini sangat rapuh

Daerah ini terbuka terhadap efek pengeringan udara


inspirasi dan trauma

Akibatnya jika terjadi ulkus, ruptur atau kondisi


patologik lainnya mudah timbul perdarahan

12
ANAMNESIS
Tanyakan secara spesifik mengenai beratnya perdarahan, frekuensi, lamanya perdarahan, dan
riwayat perdarahan hidung sebelumnya
Perlu ditanyakan juga mengenai kelainan pada kepala dan leher yang berkaitan dengan gejala-
gejala yang terjadi pada hidung
Tanyakan kondisi kesehatan pasien secara umum yang berkaitan dengan perdarahan misalnya
riwayat darah tinggi, aterosklerosis, koagulopati, diabetes melitus, riwayat perdarahan yang
memanjang setelah dilakukan operasi kecil, riwayat penggunaan obat-obatan seperti koumarin,
NSAID, aspirin, warfarin, heparin, ticlodipin, serta kebiasaan merokok dan minum-minuman
keras
PEMERIKSAAN FISIK
Pasien harus ditempatkan dalam posisi dan ketinggian yang memudahkan pemeriksa untuk
mengobservasi dan mengeksplorasi sisi dalam hidung
Dengan spekulum, hidung dibuka dan dengan alat pengisap dibersihkan semua kotoran dalam
hidung baik cairan, sekret maupun darah yang sudah membeku
Sesudah dibersihkan semua lapangan dalam hidung diobservasi untuk mencari tempat dan
faktor-faktor penyebab perdarahan
Setelah hidung dibersihkan, masukkan kapas yang dibasahi dengan larutan anestesi lokal yaitu
larutan pantokain 2% atau larutan lidokain 2% yang ditetesi larutan adrenalin 1/5000 – 1/10.000
ke dalam hidung untuk menghilangkan rasa sakit dan membuat vasokontriksi pembuluh darah
sehingga perdarahan dapat berhenti untuk sementara
Sesudah 10-15 menit kapas dalam hidung dikeluarkan dan dilakukan evaluasi
Pasien yang mengalami perdarahan berulang atau sekret berdarah dari hidung yang bersifat
kronik memerlukan fokus diagnostik yang berbeda dengan pasien dengan perdarahan hidung
aktif yang prioritas utamanya adalah menghentikan perdarahan

15
Pemeriksaan yang diperlukan berupa
• Rinoskopi anterior
Pemeriksaan harus dilakukan dengan cara teratur dari anterior ke posterior. Cek vestibulum,
mukosa hidung dan septum nasi, dinding lateral hidung dan konka inferior
• Rinoskopi posterior
Pemeriksaan nasofaring dengan rinoskopi posterior penting pada pasien dengan epistaksis
berulang
TATA LAKSANA
Tiga prinsip utama dalam tatalaksana epistaksis
• Hentikan perdarahan
• Cegah komplikasi
• Cegah berulangnya epistaksis
Aliran darah akan berhenti setelah darah berhasil dibekukan dalam proses pembekuan darah
Pertolongan pertama jika terjadi mimisan adalah dengan memencet hidung bagian depan
selama lima sampai dengan sepuluh menit. Selama pemencetan sebaiknya bernafas melalui
mulut

17
Pasien yang datang dengan epistaksis diperiksa dalam posisi duduk, sedangkan kalau sudah
terlalu lemah dibaringkan dengan meletakkan bantal di belakang punggung
• Sumber perdarahan dicari dengan bantuan suction untuk menyingkirkan bekuan darah
• Kemudian diberikan tampon kapas yang telah dibasahi dengan adrenalin 1:10.000 dan
lidokain atau pantokain 2%
• Kapas ini dimasukkan ke dalam rongga hidung untuk menghentikan perdarahan dan
mengurangi rasa sakit pada saat tindakan selanjutnya
• Biarkan selama 3 -5 menit
Cara ini dapat menetukan apakah sumber perdarahan letaknya di bagian anterior atau posterior

18
Epistaksis Anterior
1. Kauterisasi
• Berikan anestesi lokal dengan menggunakan kapas yang telah dibasahi dengan kombinasi
lidocain 2% topical dengan epinefrin 1:10.000
• Tampon dimasukkan ke dalam rongga hidung dan dibiarkan selama 5-10 menit untuk
memberikan anestesi lokal dan vasokonstriksi
• Kauterisasi secara kimia dapat dilakukan dengan menggunakan larutan perak nitrat
(AgNO3) 2030% atau dengan asam triklorasetat 10%
• Setelah tampon dikeluarkan, sumber perdarahan diolesi dengan larutan tersebut sampai
timbul krusta yang berwarna kekuningan akibat terjadinya nekrosis superfisial
• Kauterisasi tidak dilakukan pada dua septum karena dapat menimbulkan perforasi

19
2. Tampon Anterior
Dilakukan apabila kauter tidak dapat mengontrol perdarahan atau bila sumber perdarahan
tidak dapat diidentifikasi
Pemasangan tampon anterior menggunakan kapas atau kassa yang diberi vaselin atau
antibiotik
Tampon ini dipertahankan selama 2-3 hari dan berikan juga antibiotik oral

20
Epistaksis Posterior
1. Tampon Posterior atau Tampon Bellocq
Prosedur ini menimbulkan rasa nyeri dan memerlukan anestesi umum atau setidaknya
dengan anestesi lokal yang adekuat
Prinsipnya tampon dapat menutup koana dan terfiksasi di nasofaring untuk menghindari
mengalirnya darah ke nasofaring. Kemudian dilakukan pemasangan tampon anterior.
Teknik ini pertama kali diperkenalkan oleh Bellocq, dengan menggunakan tampon yang diikat
dengan tiga pita (band)

21
2. Tampon Balon
Ada dua jenis tampon balon, yaitu
• Kateter Foley
• Tampon balon yang dirancang khusus

22
Ligasi Arteri
Penanganan yang paling efektif untuk setiap jenis perdarahan adalah dengan meligasi pembuluh
darah yang ruptur pada bagian proksimal sumber perdarahan dengan segera
Tetapi kenyataannya sulit untuk mengidentifikasi sumber perdarahan yang tepat pada epistaksis
yang berat atau persisten
Beberapa pendekatan ligasi arteri yang mensuplai darah ke mukosa hidung :
• Ligasi arteri karotis eksterna
Ligasi biasanya dilakukan tepat dibagian distal a. tiroid superior untuk melindungi suplai darah
ke tiroid dan memastikan ligasi arteri karotis eksterna. Tindakan ini menggunakan anestesi
lokal

23
• Ligasi arteri maksilaris eksterna
Dapat dilakukan dengan pendekatan transantral. Pendekatan ini dilakukan dengan anestesi
lokal atau umum lalu dilakukan insisi Caldwell – Luc dan buat lubang pada fosa kanina
• Ligasi arteri etmoidalis
Perdarahan yang berasal dari bagian superior konka media paling baik diterapi dengan ligasi a.
etmoidalis anterior atau posterior

24
KOMPLIKASI
Akibat dari epistaksis yang hebat dapat terjadi syok dan anemia
Turunnya tekanan darah yang mendadak dapat menimbulkan iskemi cerebri, insufisiensi koroner
dan infark miocard
Akibat pemasangan tampon posterior dapat timbul otitis media, haemotympanum, serta
laserasi palatum mole dan sudut bibit bila benang yang dikeluarkan melalui mulut terlalu
kencang ditarik
KESIMPULAN 26

Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung yang dapat berlangsung


ringan sampai dengan berat dan bila tidak segera ditolong dapat
berakibat fatal

Terdapat dua sumber perdarahan yaitu dari bagian anterior dan bagian
posterior. Epistaksis anterior dapat berasal dari Pleksus Kiesselbach atau
dari arteri athmoidalis anterior. Epistaksis posterior dapat berasal dari
arteri sphenopalatina dan arteri ethmoid posterior

Pendarahan ini dapat berhenti sendiri atau segera diberi pertolongan


dengan cara tampon dan kauterisasi
27

Anda mungkin juga menyukai