Anda di halaman 1dari 21

Akhmad Afrianto

H2A008004
 SOPK menjadi salah satu masalah endokrinologi pada wanita masa
reproduksi, berhub. dg kelainan hormonal dan mempengaruhi
kesehatan. Pada kenyataannya, baik gejala klinik, pemeriksaan
biokimiawi maupun pemeriksaan penunjangnya dpt memberikan
hasil yg bervariasi.
 SOPKkelainan kompleks endokrin dan metabolik yg ditandai
adanya anovulasi kronik dan atau hiperandrogenisme yg
diakibatkan oleh kelainan dari fungsi ovarium dan bukan oleh sebab
lain.
 Pertama kali diperkenalkan Stein dan Leventhal (1935) dalam
bentuk penyakit ovarium polikistik ,berupa polikistik ovarium
bilateral dan terdapat gejala ketidakteraturan menstruasi sampai
amenorea, riwayat infertil, hirsutisme, retardasi pertumbuhan
payudara dan kegemukan.
 Alasan penyebab pasien datang ke dokter  adanya gangguan
pada siklus menstruasi dan infertilitas, masalah obesitas dan
pertumbuhan rambut yg berlebihan serta kelainan lainnya seperti
hipertensi, kadar lemak darah dan gula darah yg meningkat.
 SOPK : serangkaian gejala yg dihub.dg hiperandrogenisme
dan anovulasi kronik yg berhub.dg kelainan endokrin dan
metabolik pd wanita tanpa adanya penyakit primer pd
kelenjar hipofise/adrenal yang mendasari.
 Anovulasi kronik terjadi akibat kelainan sekresi

gonadotropin sbg akibat dari kelainan sentral dimana


terjadi peningkatan frekuensi dan amplitudo pulsasi GnRH
dg akibat terjadi peningkatan kadar LH serum dan
peningkatan rasio LH/ FSH serta androgen.
 Hiperandrogenisme ditandai dg hirsutisme, timbulnya

jerawat (akne), alopesia akibat androgen dan naiknya


konsentrasi serum androgen khususnya testosteron dan
androstenedion. Sdngkan kelainan metabolik berhub.dg
timbulnya keadaan hiperandrogenisme dan anovulasi
kronik.
 Kejadian SOPK dgan gejala klinis beragam dan memberikan
gambaran angka yang bervariasi. Adam dkk melaporkan
bahwa penderita ovarium kistik yang didiagnosa secara USG
didapati 30% menderita amenorrhea, 75 % dg
oligomenorrhea dan 90% peningkatan kosentrasi kadar
luteinizing horman (LH) dan androgen.
 Prevalensi SOPK masih terbatas, di USA prevalensinya
berkisar 4-6%, kepustakaan lain melaporkan prevalensinya
berkisar 5-10%. Prevalensi SOPK didapatkan dg gejala klinis
yang berbeda-beda. Dari 1079 kasus wanita dengan SOPK
(tinjauan literatur), Goldzieher mendapatkan 47% wanita
dengan gangguan menstruasi berupa amenorea dan
sebanyak 16 % wanita siklus menstruasinya teratur.
 Penyebab yg mendasari terjadinya SOPK belum
diketahui.
 Akan tetapi dasar genetik dicurigai menjadi
penyebabnya, dimana sindrom ini banyak
ditemukan pada keluarga yang sama. Secara
spesifik, peningkatan prevalensi tercatat pada
individu yang terkena dan saudaranya (32-66 %)
dan ibunya (24-52 %). Faktor lain penyebabnya
adalah faktor endokrine (kenaikan LH/FSH ratio,
hiperandrogenisme) dan faktor metabolik
( resistensi insulin).4
 Patofisiologi dari SOPK sangat komplek, temuan
utama adalah peningkatan dari kadar LH serum
dan FSH rendah atau normal. Selain itu dijumpai
pula peningkatan kadar androgen. Kelainan
metabolik berupa hiperinsulinemia dan resistensi
insulin ikut berperan dalam timbulnya SOPK
 Kelainan neuroendokrin
 LH yang meningkat pada pasien SOPK akan meningkatkan jumlah dan
frekuensi respon dari Gonadotropin-releasing hormone (Gn-RH) dari
hipotalamus. GnRH merupakan stimulan utama untuk menghasilkan sekresi
gonadotropin dan menstimulasi sel-sel teka interna folikel untuk
memproduksi androstenedion, yang dikonversi di perifer, utamanya di dalam
jaringan lemak, menjadi estron (E1), dan testoteron dalam jumlah yang lebih
sedikit meningkat, berlawanan dengan pasien-pasien dengan hipertekosis.
Kadar estradiol (E2) tetap normal atau sedikit dibawah normal, yang
menyebabkan peningkatan rasio E1/E2. Peningkatan kadar E1, dan pada
beberapa pasien akan meningkatkan sekresi dari inhibin-F suatu peptida
nonsterois yang dihasilkan oleh sel-sel granulosa, akan menghambat sekresi
FSH. Peningkatan rasio LH/FSH merupakan temuan yang khas pada ovarium
polikistik. Peningkatan estrogen yang bersirkulasi tampaknya akan
meningkatkan sekresi dari Luteinizing hormone relasing factor (LHRF) dan
mempertinggi sensitifitas sel-sel hipofisis yang memproduksi LH terhadap
LHRF. Produksi estrogen ovarium pada pasien polikistik ovarium secara nyata
berkurang dari jaringan ovarium, mungkin karena inaktivasi dari sistem
aromatese FSH dependent pada sel-sel granulosa. Sintesis estrogen
intrafolikel, dan peningkatan rasio LH/FSH akan menyebabkan rendahnya
pertumbuhan folikel pada stadium midantral, terjadi anovulasi, dan ovarium
yang sklerokistik. Sejumlah kelainan akan menyebabkan hiperestronemia dan
perubahan sekresi gonadotropin secara potensial berperan dalam inisiasi
atau terjadinya polikistik ovarium yang terus- menerus.
 Hiperandrogenisme
 Salah satu studi menunjukkan bahwa wanita dengan SOPK terjadi peningkatan
aktivitas 11b-hidroksisteroid dehidrogenase, yang merupakan enzim yang
memetabolisme kortisol menjadi kortison. Hal ini mengakibatkan peningkatan kadar
clearence kortisol dan menurunkan feedback negatif dari sekresi adrenocorticotropic
hormone (ACTH) dan secara sekunder meningkatkan sekresi androgen adrenal. Pada
studi ini wanita yang obes menunjukkan peningkatan aktivitas 11b-hidroksisteroid
dehidrogenase, tetapi tidak sesuai dengan derajat yang terlihat pada wanita dengan
SOPK. Ini kemungkinan adanya pengaruh hiperinsulinemia yang dapat meningkatkan
aktivitas enzim ini yang mengarahkan terjadinya hiperandrogen adrenal.
 Peningkatan androgen adrenal dapat menyebabkan hiperestronemia karena akan
memanjangkan fase folikuler dan memendekkan fase luteal dan konsekuensinya
terjadi peningkatan rasio LH/FSH. Peristiwa ini yang menerangkan kerapnya infertilitas
dan ketidakteraturan haid pada wanita dengan hiperandrogen. Terapi deksametason
dapat mengoreksi rasio LH/FSH yang abnormal pada beberapa pasien dengan
polikistik ovarium, yang dapat menyebabkan terjadinya ovulasi lagi. Walaupun
beberapa penelitian percaya bahwa pada pasien-pasien polikistik ovarium,
abnormalitas adrenal adalah gangguan yang primer, penelitian lain telah
menyimpulkan bahwa itu adalah sekunder dari kelainan hormonal.
 Pada pihak lain, hiperandrogen endogen akan menebalkan tunika albuginea ovarium.
Juga ternyata bahwa pemberian androgen eksogen yang berlebihan dapat
menebalkan kapsul ovarium. Selanjutnya keadaan tersebut akan mengganggu
pelepasan folikel dan pecahannya bintik ovulasi. Ini merupakan bentuk lain dari
androgen dalam mengganggu mekanisme ovulasi. Secara klinis dengan menekan
kadar androgen yang tinggi akan menyebabkan folikel ovarium menjadi lebih peka
terhadap gonadotropin endogen dan eksogen.
 Obesitas, hiperinsulinemia dan resistensi insulin
 Obesitas berhub. dg masalah kesehatan & kelainan ginekologi (siklus menstrusasi yg
ireguler, amenorea, dan perdarahan uterus disfungsional.)
 Penelitian menemukan bahwa pada wanita remaja gemuk meningkatkan serum
androgen dan kadar LH dan rasio E1 dan E2 yg terbalik. Namun hal ini bersifat
reversibel dg menurunnya BB
 Hiperinsulinemia  penyebab utama dari SOPK, meskipun peningkatan produksi
androgen sendiri dapat menyebabkan terjadinya SOPK. Wanita dg predisposisi resistensi
insulin mengkombinasikan hub.antara obesitas yg menyebabkan resistensi insulin.
 Obesitas, ketika dikaitkan dg SOPK, mempy.berhub dg hiperinsulinemia, resistensi
insulin, dan tes toleransi glukosa yang abnormal. Resistesi insulin dan hiperinsulinemia
ditentukan terjadi pada wanita SOP, baik yang gemuk maupun tidak gemuk. Insulin
menstimulasi sekresi androgen dari stroma ovarium, hal ini disebabkan karena insulin
merupakan famili insulin lainnya dari insulin growth factor 1 (IGF-1). IGF-1 dapat
meningkatkan produksi sel teka ovarium menghasilkan androgen. Disebabkan karena
reseptor untuk insulin dan IGF-1 serupa, sehingga pada percobaan secara in vitro
insulin dapat meningkatkan produksi androgen pada sel teka dan stroma.
Hiperinsulinemia juga secara potensial menyebabkan peningkatan kadar androgen yang
bersirkulasi (dan dengan konversi di perifer, estron) pada pasien-pasien SOPK. Hasil dari
hiperandogenisme ini pada gilirannya akan meningkatkan resistensi insulin.
 Gangguan menstruasi dapat berupa oligomenorea, amenorea
dan infertilitas. Hal ini disebabkan oleh adanya anovulasi kronik
dan hiperandrogenemia.
 Hirsutisme : pertumbuhan rambut yg berlebihan pd kulit
ditempat yang biasa, seperti kepala dan ekstremitas  akibat
pembentukkan androgen yg berlebihan akibat kerusakan enzim
3 betahidroksisteroid dehidrogenase.
 Obesitas : wanita dg BB berlebihan, 4-5 kali lebih sering terjadi
gangguan fungsi ovarium. Wanita yg gemuk menunjukkan
aktivitas kelenjar suprarenal yg berlebihan, peningkatan
produksi testosteron, androstenedion serta peningkatan rasio
estron/estradion 2,5. Selain itu dikemukakan pula penurunan
kadae SHBG serum.
 Akne, seborrhoe, pembesaran klitoris , pengecilan payudara 
akibat pembentukkan androgen yg berlebihan.
 Gambaran Makroskopis
 Kedua ovarium, kadang-kadang pd kasus yg jarang satu
ovarium, membesar 2-5 kali ukuran normal. Bentuknya oval
atau “egg-shaped” ; pada penelitian tebaru, volume
ovarium 3 x lbh besar dari volume ovarium kelompok
kontrol. Kadang-kadang, ovarium dpt ditemukan dlm ukuran
normal. Kista korteks superfisial biasanya dpt dilihat
dibawah permukaan ovarium yg putih. Pemeriksaan bagian
permukaan ovarium menunjukkan suatu penebalan,
berwarna putih seperti mutiara, korteks superfisial, dan
beberapa kista, dg diameter < 1 cm. Biasanya ada suatu
zona sentral stroma dg beberapa / kadang tidak ada sama
sekali stigmata ovulasi (misalnya korpora lutea atau
albikans).
Gambaran mikroskopis
 Korteks superfisial mengalami fibrosis dan hiposeluler, menyerupai suatu

kapsul, dan mengandung pembuluh darah berdinding tebal yg menonjol.


Stroma fibrotik yg meluas dari korteks superfisial ke korteks yg lebih
dalam atau bahkan kemedula. Suatu lapisan yang lebih luar dari sel-sel
teka interna disebut sebagai “hipertekosis folikuler” tapi folikel-folikel
kistik pda wanita dengan ovarium polikistik berbeda dari yang ditemui
pada wanita normal, dimana pada wanita normal hanya ditemui
peningkatan jumlah. Folikel-folikel matur yang mencapai stadium
midantral dan folikel-folikel atretik menunjukkan luteinisasi teka interna
mungkin jumlahnya 2 kali dari ovarium norma. Jumlah dan gambar-
gambaran folikel primordial adalah normal. Korteks yg lebih dalam dan
stroma medula mempunyai sampai 5 kali lipat pertambahan volume.
Stroma mengandung sel-sel stroma terluteinisasi dan fokal dari otot-otot
polos. Sarang-sarang dari sel-sel hilus ovarium (leydig) lebih banyak
pada pasien-pasien dengan ovarium polikistik daripada pada kelompok
kontrol dengan usia yang sama.1,2
Menurut National Institute of Health – National
Institute of Child Health and Human Development
NIH-NICHD untuk mendiagnosa SOPK ditetapkan :
Kriteria mayor : Anovulasi, Hiperandrogenemia,
Tanda klinis hiperandrogenisme, Penyebab lainnya
dapat disingkirkan
Kriteria minor : Resistensi insulin, Hirsutisme
dan obesitas yang menetap, Meningkatnya
perbandingan rasio LH FSH, Anovulasi intermiten
yang berhubungan dengan hiperandrogenemia,
Bukti secara USG terdapat ovarium polikistik
 Dalam skema ini, terdapat 2 kriteria mayor untuk
mendiagnosis SOPK: anovulasi dan adanya
hiperandrogenisme yang ditetapkan secara klinis
dan laboratorium.
 Adannya 2 kelainan ini cukup untuk mendiagnosis
SOPK . Dibutuhkan 1 kriteria mayor yaitu
anovulasi dan 2 kriteria minor yaitu rasio LH/FSH
> 2,5 dan terbukti adanya ovarium polikistik
secara USG.
 Pasien yg terkena umumnya berada pada dekade ketiga dg riwayat
obesitas pramenars, amenorea sekunder atau oligomenorea, infertil
dan hirsutisme. Gambar ini mungkin terjadi sendirian atau berupa
kombinasi. Ovarium pada penderita mungkin dpt teraba
membesar / dpt jg tdk teraba. Dgn USG hampir 95% diagnosis
dapat ditegakkan, terlihat gambaran seperti roda padati, atau
folikel-folikel kecil diameter 7-10 mm dan salah satu ovarium
membesar.
 Wanita polikistik ovarium meunjukkan kadar FSH, Prolaktin dan
estrogen normal, sedangkan LH sedikit tinggi (nisba LH/FSH>3). LH
yang tinggi akan meningkatkan sintesis testosteron di ovarium, dan
membuat stroma ovarium menjadi tebal dan membuat folikel
atresi.
 Bila ada hirsutisme periksa kadar testosteron, utk mengetahui
apakah hirsutisme itu disebabkan ovarium atau kelanjar suprarenal,
perlu diperiksa 17-hydroxy pregnenolone sulfate (DHEAS). Kadar
testosteron yang tinggi selalu berasal dari ovarium (> 1,5 ng/ml).
 Indikasi pemeriksaan testosteron dan DHEAS juga tergantung dari
pertumbuhan rambut, jika ringan berasal dari ovarium, berupa
anovulasi kronik, sedangkan bila pertumbuhan rambut mencolok,
berasal dari kelenjar suprarenal berupa hiperplasia atau tumor.
 Infertilitas
 Hipertensi dan penyakit jantung koroner
 Diabetes melitus
 Masalah kulit dan hirsutisme
 Obesitas sentripetal
 Kanker endometrium
 Tujuan dari terapi adalah:
1) menghilangkan gejala dan tanda
hiperandrogenisme,
2) mengembalikan siklus haid menjadi
normal
3) memperbaiki fertilitas
4) menghilangkan gangguan metabolisme
yang terjadi.
 Tanda gejala hirsutisme akan memakan
waktu yg lama untuk kembali normal stlh
pemberian anti androgen. Untuk
menghilangkan bulu-bulu  elektolisis atau
laser untuk tujuan kosmetik.
 Penurunan BB  berpengaruh thdp kadar
hormon dlm sirkulasi. Penelitian
menerangkan pada 6 orang penderita yg
mengalami penurunan BB sebesar 16,2 kg 
penurunan kadar testosteron, 4 orang
diantaranya terjadi ovulasi
 Kontrasepsi oral  utk menurunkan produksi steroid ovarium dan
produksi androgen adrenal, meningkatkan SHBG, menormalkan rasio
gonadotropin dan menurunkan kosentrasi total testosteron dan
androstenedione, mengembalikan haid yang normal shg dpt
mencegah hiperplasi endometrium dan kanker endometrium.
Medroxyprogesteron asetat  terapi untuk hirsutisme. Dosis 150 mg
im tiap 6 mgg selama 3 bl.
 GnRh analog  pemberian GnRh agonis akan memperbaiki denyut
sekresi LH shg luteinisasi prematur dari folikel dpt dicegah & dapat
memperbaiki rasio FSH/LH.
 Metformin  menekan aktifitas cytochrom P450c-17α ovarium, yg
akan menurunkan kadar androgen, LH dan hiperinsulinemia. Dosis
500 mg 3 x 1 selama 30 hari.
 Clomiphene Citrat  untuk induksi ovulasi dan mengembalikan
fungsi fertilisasi. Pada keadaan hiperandrogen pada wanita yang
anovulasi. Dosisnya 50 mg 1X1 max perhari 200 mg.
 Antiandrogen  untuk menurunkan produksi
testosteron / untuk mengurangi kerja dari
testosteron.
Cyproteron acetat : bersifat kompetitif-inhibisi
thdp testosteron & dyhirotestosteron pada
reseptor androgen. Dosis 100mg/ hari pada hari 5-
15 siklus haid.
Flutamide : bersifat menekan biosintesa
testosteron. Dosis 250 mg 3 x 1 selama 3 bulan.
Finasteride : merupakan inhibitor spesifik enzym 5
α reduktase. Dosis 5 mg/hari.
Laparoscopik ovarium elektrokauter sbg alternatif  seri
terbaru, pengeboran ovarium dicapai laparoskopi dg jarum
elektrokauter. Pada setiap ovarium, dibuat 10-15 lubang
ovulasi spontan di 73% dari pasien, dengan 72% hamil dlm
waktu 2 tahun. Pada pasien yg telah mengalami follow-up
setelah laparoskopi, 11 dari 15 tidak mengalami adhesi.
Untuk mengurangi adhesi, tekniknya  kauterisasi hanya 4
poin ovarium saja yang menyebabkan angka kehamilan yang
sama, dengan tingkat keguguran 14%. Kebanyakan hasil
melaporkan penurunan kadar androgen dan LH dan
peningkatan konsentrasi FSH. Diatermi unilateral telah
terbukti menghasilkan aktivitas ovarium bilateral.

Anda mungkin juga menyukai