Anda di halaman 1dari 11

M.

FARHAN ATTHAHIRY 01011381823183


M.RIAN ZARMI NIKARDO 01011381823141
M.THORIQ HIBATULLAH 010113818123158
 A. LATAR BELAKANG
 Konsep jual beli dalam perbankan syariah mengandung beberapa kebaikan antara lain pembiayaan
yang di berikan selalu terkait dengan sector rill, karena yang menjadi dasar adalah barang yang di
perjual belikan. Di samping itu harga sudah di sepakati tidak akan mengalami perubahan sampai dengan
berakhirnya akad. Di antara berbagai produk perbankan syariah di, produk jual beli murabahah di
perbankan syariah pada saat ini masih mendominasi dibandingkan dengan produk bank syariah yang
lain. Berdasarkan data dari bank Indonesia akhir tahun 2010, jumlah pembiayaan perbankan syariah
yang menggunakan skim murabahah mencapai 61,7 persen dari total pembiyaan sebesar Rp. 61,7
persen dari total pembiyaan. Selain itu adanya konsep salam dan istihna dalam perbankan syariah yang
akan menjadi pembahasan dalam makalah ini.
 PEMBAHASAN
 A. KONSEP JUAL-BELI DALAM PERBANKAN SYARIAH
 Konsep jual beli dalam perbankan syariah mengandung beberapa kebaikan antara lain pembiayaan
yang di berikan selalu terkait dengan sector rill, karena yang menjadi dasar adalah barang yang di
perjual belikan. Di samping itu harga sudah di sepakati tidak akan mengalami perubahan sampai dengan
berakhirnya akad.
 Produk pembiayaan perbankan syariah meliputi;
• Bai’ al murabahah
• Bai’ as salam
• Bai’ al istishana’

 B. PENGERTIAN MURABAHAH
 Dalam bahasa Inggris disbut Trade with markup or cost-plus sale ialah perdagangan dengan markup
atau-plus biaya penjualan. Murabahah secara sederhana adalah suatu penjualan barang seharga
barang trsebut ditambah keuntungan yang disepakati. Jadi singkatnya, murabahah adaalah akad jual
beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual
dan pembeli.
 Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin)
yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Murabahah adalah menjual barang dengan harga jual
sebesar harga perolehan ditambah keuntungan yang disepakati dan penjual harus mengungkapkan
harga perolehan barang tersebut kepada pembeli. Pembayaran murabahah dapat dilakukan secara tunai
atau secara tangguh. Akad ini merupakan salah satu bentuk natural certainty contracts, karena dalam
murabahah ditentukan berapa reqiued rate profit-nya. Menurut Sayyid Sabiq murabahah adalah akad
jual beli yang ditambahkan keuntungan dan disebutkan pada saat akad.
 Murabahah adalah istilah dalam fiqih islam yang berarti suatu bentuk jual beli tertentu ketika penjual
menyatakan biaya perolehan barang, meliputi harga barang dan biaya-biaya lainyang di keluarkan untuk
memperoleh barang tersebut, dan tingkat keuntungan (margin) yang di inginkan.
 Tingkat keuntungan ini bisa dalam bentuk lumpsum atau persentase tertentu dari biaya
perolehan.pembayaran bias dilakukan secara spot (tunai) atau bias dilakukan di kemudian hari yang
disepakati bersama. Oleh karena itu, murabahah tidak sendirinya mengandung konsep pembayaran
tertunda (deferred payment), seperti yang secara umum dipahami oleh sebagian orang yang mengetahui
murabahah hanya dalam hubungannya dengan transaksi pembiayaan di perbankan syariah, tetapi tidak
mengetahui fikih islam.
 Rukun dari akad murabahah yang harus di penuhi dalam transaksi yaitu:
 1. Pelaku akad yaitu ba’I ( penjual) adalah pihak yang memiliki barang untuk di jual dan musytari
(pembeli) adalah pihak yang memerlukan dan akan membeli barang.
 2. Objek akad yaitu mabi’ (barang dagangan) dan tsaman (harga).
 3. Shighah yaitu ijab dan Kabul.
 Murabahah pada awalnya merupakan konsep jual beli yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan
pembiayaan. Namun demikian bentuk jual beli ini di gunakan oleh perbankan syariah dengan menambah
konsep lain sehingga menjadi bentuk pembiayaan. Akan tetapi validitas transaksi seperti ini tergantung
pada beberapa syarat yang benar-benar harus di perhatikan agar transaksi tersebut diterima secara
syari’ah. Dalam pembiayaan ini, bang sebagai pemilik dana membelikan barang sesuai dengan
spesifikasi yang di inginkan oleh nasabah yang membutuhkan pembiayaan, kemudian menjualnya
kenasabah tersebut dengan penambahan keuntungan tetap. Sementara itu, nasabah akan
mengembalikan utangnya di kemudian hari secara tunai maupun cicil.
 Beberapa syarat pokok murabahah menurut usmani antara lain sebagai berikut;
 a) Murabahah merupakan salah satu bentuk jual beli ketika penjual secara eksaplisit menyatakan
biaya perolehan barang yang akan di juanya dan menjual kepada orang lain dengan menambahkan
tingkat keuntungan yang di inginkan.
 b) Tingkat keuntungan dalam murabahah dapat di tentukan berdasarkan kesepakatan bersama dalam
bentuk lumpsum atau persentase tertentu dari biaya.
 c) Semua biaya yang di keluarkan penjual dalam rangka memperoleh barang, seperti biaya
pengiriman,pajak dan sebagainya dimasukkan kedalam biaya perolehan untuk menentukan harga
agregat dan margin keuntungan didasarkan pada harga agregat ini. Akan tetapi peneluaran yang timbul
karena usaha, seperti gaji pegawai, sewa tempat usaha, dan sebagainya tidak dapat di masukkan
kedalam harga untuk suatu transaksi. Margin keuntungan yang diminta itulah yang meng-cover
peneluaran-pengeluaran tersebut.
 d) Murabahah dikatakan sah hanya ketika biaya biaya perolehan barang dapat di tentukan secara
pasti. Jika biaya biaMurabahah dikatakan sah hanya ketika biaya biaya perolehan barang dapat di
tentukan secara pasti. Jika biaya biaya tidak dapat di pastikan, barang atau komoditas tersebut tidak
dapat dijual denga perinsup murabahah
 Bentuk pembiayaan ini bukan merupakan bentuk pembiayaan utama yang sesuai dengan syari’ah.
Namun dalam system ekonomi saat ini, terdapat kesulitan kesulitan dalam penerapan murabahah dan
musyarakah untuk pembiayaan beberapa sector. Oleh karena itu, beberapa ulama kontemporer telah
membolehkan penggunaan murabahah sebagai bentuk pembiayaan alternative dengan syarat-syarat
tertentu.
 Dua hal yang harus di perhatikan adalah (usmani 1999) sebagai berikut;
 1) Pada mulanya murabahah bukan merupakan bentuk pembiayaan, melainkan hanya alat untuk
menghindar dari “bunga’’ dan bukan merupakan instrument ideal untuk mengemban tujuan riil ekonomi
islam. Insterumen ini hanya digunakan sebagai langkah transisi yang di ambil dalam proses islamisasi
ekonomi, dan penggunaannya hanya terbatas pada kasus-kasus ketika mudharabah dan musyarakah
tidak/belum dapat di terapkan.
 2) Murabahah muncul bukan hanya untuk menggantikan “bunga’’ dengan “keuntungan’’, melainkan
sebagai bentuk pembiayaan yang di peroleh oleh ulama’ syariah dengan syarat-syarat tertentu. Pabila
syarat ini tidak di penuhi, maka murabahah tidak boleh di gunakan dengan cacat menurut syari’ah.
 Bentuk-bentuk akad murabahah antara lain;
 a) Murabahah sederhana.
 Mrabahah sederhana adalah bentuk akad murabahah ketika pejual memasarkan barangnya kepada
pembeli dengan harga sesuai dengan harga perolehan di tambah marjin keuntungan yang di inginkan.
 b) Murabahah kepada pemesan.
 Bentu merabahah ini melbatkan tiga pihak, yaitu; pemesan, pembeli, dan penjual. Bentuk jual ini juga
melibatkan pembeli sebagai perantara karena keahliannya atau karena kebutuhan pemesan akan
pembiayaan. Bentuk murabahah inilah yang di terapkan oleh bank syariah dalam pembiayaan.
 C. SYARAT DAN RUKUN MURABAHAH
 1) Syarat Murabahah
 a) Penjual memberitahu biaya modal kepada nasabah.
 b) Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan.
 c) Kontrak harus bebas riba.
 d) Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian.
 e) Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya: jika pembelian dilakukan secara utang. Jadi di sini terlihat adanya unsur keterbukaan.
 2) Rukun Murabahah
 a) Transaktor (pihak yang bertransaksi)
 b) Obyek murabahah
 c) Ijab dan kabul.
 3) Transaksi Murabahah dalam Perbankkan
 1. Nasabah memesan barang kepada bank.
 2. Bank membeli dan membayar barang kepada supplier.
 3. Supplier mengirim barang kepada nasabah.
 4. Nasabah membayar kepada bank (tunai maupun cicilan).
 D. MULTI AKAD MURABAHAH
 Al-Bai’ Naqdan wal Murabahah Muajjal, bayar cicilan.
 Dalam praktek yang dilakukan oleh bank syariah saat ini adalah murabahah berdasarkan pesanan, sifatnya mengikat dengan pembayaran tangguh. Dalam perbankan, murabahah lazimnya
dilakukan dengan cara pembayaran cicilan (bitsaman ajil). Dalam transaksi ini barang diserahkan segera setelah akad sedangkan pembayaran dilakukan secara tangguh.
 Dalam fiqih klasik, penjual membeli barang langsung dari penjual pertama.
 Dalam perbankan syariah, umumnya aplikasinya sebagai berikut :
 a) Bank melakukan pemesanan barang kepada supplier, namun barang dikirim langsung kepada nasabah. Ini dilakukan karena bank tidak memiliki gudang penyimpanan barang.
 b) Nasabah membeli sendiri langsung dari supplier selaku wakil bank. Dalam hal ini bank melakukan akad wakalah dengan nasabah.
 E. PERBEDAAN MURABAHAH DENGAN AL BAI’BI TSAMAN AJIL
 Bank Islam memiliki produk-produk pembiayaan dengan prinsip pengambilan keuntungan yang terdiri
atas :
 1. Al Murabahah,
 yaitu kontrak jual-beli dimana barang yang diperjual-belikan tersebut diserahkan segera sedangkan
harga (pokok dan margin keuntungan yang disepakati bersama) dibayar kemudian hari secara sekaligus
(lum sump defered payment). Dalam prakteknya, bank bertindak sebagi penjual dan nasabah sebagai
pembeli dengan kewajiban membayar secara tangguh dan lump sum.
 2. Al Bai’ Bitsaman Ajil,
 yaitu kontrak al murabahah dimana barang yang diperjual-belikan tersebut diserahkan dengan segera
sedang harga barang tersebut dibayar dikemudian hari secara angsuran (installment deffered payment).
Dalam prakteknya pada bank sama dengan murabahah hanya saja kewajiban nasabah dilakukan secara
angsuran.
 3. Bai’ Salam,
 yaitu kontrak jual-beli dimana harga atas barang yang diperjual-belikan dibayar dimuka sebelum barang
diserahkan kepada pembeli (pre-paid purchase of goods). Melalui cara ini harga barang dibayar dimuka
pada waktu kontrak dibuat, tetapi penyerahan barang dilakukan beberapa waktu kemudian.
 F. SALAM
 Salam merupakan bentuk jual beli dengan pembayaran dimuka dan penyerahan barang di kemudian hari
(advanced payment atau forwad bunying atau puture sales) dengan harga, spesifikasi, jumlah, kualitas,
tinggal dan tempat penyerahan yang jelas, serta di sepakati sebelumnya dalam perjanjian.
 Rukun dari akad salam yang harus dipenuhi dalam transaksi ada beberapa, yaitu:
 1. Pelaku akad yaitu muslam (pembeli) adalh pihak yang membutuhkan dan memesan barang, dan
muslam ilaih (penjual) adalah pihak yang memasok atau memproduksi barang pesanan;
 2. Objek akad yaitu barang atau hasil produksi (muslam fiih )dengan spesifikasinya dan harga
(tsaman);
 3. Shighat, yaitu ijb dan qabul.
 Syarat- syarat parallel yang harus di penuhi, antara lain sebagai berikut;
 a) Pada salam paralel, bank masuk kedalam dua akad yang berbeda. pada salam pertama bank
bertindak sebagai pembeli dan pada salam kedua bank bertindak sebagai penjual. Setiap kontrak salam
ini harus independen satu sama lain. Keduanya tidak boleh terikat satu sama lain sehingga hak dan
kewajiban kontrak yang satu tergantung kepada hak dan kewajiban kontrak paralelnya. Setiap kontrak
harus memiliki kekuatan dan keberhasilannya harus tidak tergantung pada yang lain.
 b) Salam parallel haya boleh dilakukan dengan pihak ketiga. Penjual pada salam pertama tidak boleh
menjadi pembeli pada salam parallel karna hal ini akan menjadi kontrak pembelian kembali yang
dilarang oleh syariah.
 G. ISTISHNA
 Istishna adalah memesan kepada perusahaan untuk memproduksi barang atau komuditas tertentu untuk
pembeli atau pemesan. Istisnha merupakan salah satu bentuk jual beli dengan pemesanan yang mirip
dengan salam yang merupakan bentuk jual beli forward kedu yang di bolehkan oleh Syariah.
 Rukun dari akad istishna yang harus di penuhi dalam transaksi adlah:
 1. Pelku akad, yaitu mustashni’(pembeli) adalah pihak yang membutuhkan dan memesa
barang, dan shani’(penjual) adalah pihak yang memproduksi barang pesanan.
 2. Objek akad, yaitu barang atau jasa (mashnu’) dengan spesifikasinya dan harga (tsaan).
 3. Shighah, yaitu Ijab dan Qabul.
 Sebagai bentuk jual beli forward, istishna mirip dengan salam, namu ada beberapa perbedaan
di antara keduanya:
 a. Objek istishna selalu barang yang harus di produksi, sedangkan bjek salam bisa untuk
apa saja, baik yang harus di produksi lebh dahulumaupun tidak di produksi lebih dahulu
 b. Harga dalam akad salam harus dibayar penuh di muka, sedangkan harg dalam akad
istishna tidak harus di bayar penuh di muka, melainkan dapat juga di cicil atau di bayar di
belakang
 c. Akad salam efektif tidak dapat di putuskan secara sepihak, sementara dalam istishna
akad dapat di putuskan sebelum perusahaan mulaimemproduksi
 d. Waktu penyerahan tertentu merupakan bagian penting dalam akad salam, namun dalam
akad istishna tidak merupakan keharusan.
 A. KESIMPULAN
 Konsep jual beli dalam perbankan syariah mengandung beberapa kebaikan antara lain pembiayaan
yang di berikan selalu terkait dengan sector rill.
 Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin)
yang disepakati oleh penjual dan pembeli.
 Salam merupakan bentuk jual beli dengan pembayaran dimuka dan penyerahan barang di kemudian hari
(advanced payment atau forwad bunying atau puture sales) dengan harga, spesifikasi, jumlah, kualitas,
tinggal dan tempat penyerahan yang jelas, serta di sepakati sebelumnya dalam perjanjian..
 Istishna adalah memesan kepada perusahaan untuk memproduksi barang atau komuditas tertentu untuk
pembeli atau pemesan. Istisnha merupakan salah satu bentuk jual beli dengan pemesanan yang mirip
dengan salam yang merupakan bentuk jual beli forward kedu yang di bolehkan oleh syariah.

Anda mungkin juga menyukai