BAB 4 BAB 6
PERENCANAAN DAN PENGUSAHAAN
PERENCANAAN TEKNIS
Terdapat pada pasal 11
Terdapat pada pada pasal 8 – 9
4
BAB 7 BAB 9
“ Membahas Eksploitasi
dan Pemeliharaan
Terdapat pada pasal 12
Pembiayaan
Pasal 14
BAB 10
BAB 8 Ketentuan Pidana
Perlindungan Pasal 15
Terdapat pada pasal 13
5
PERATURAN MENTERI
PEKERJAAN UMUM DAN
PERUMAHAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 12/PRT/M/2015
8
Pasal 3
1. Eksploitasi dan pemeliharaan sumber air dan bangunan pengairan berupa: a.
operasi jaringan irigasi; dan b. pemeliharaan jaringan irigasi.
2. Operasi jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, merupakan
upaya pengaturan air irigasi dan pembuangannya, termasuk kegiatan
membukamenutup pintu bangunan irigasi, menyusun rencana tata tanam,
menyusun sistem golongan, menyusun rencana pembagian air, melaksanakan
kalibrasi pintu/bangunan, mengumpulkan data, memantau, dan mengevaluasi.
3. Dan sebagainya.
9
Pasal 4
Dengan ditetapkannya Peraturan Menteri ini:
a. ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai operasi dan pemeliharaan
jaringan irigasi yang telah ada sebelum ditetapkannya Peraturan Menteri ini,
dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan
dalam Peraturan Menteri ini; dan
b. kegiatan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi yang masih dalam proses
sebelum ditetapkannya Peraturan Menteri ini, tetap dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.
10
Pasal 5
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Menteri ini dalam Berita Negara Republik Indonesia.
11
PERATURAN
PEMERINTAH REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 36
TAHUN 2005
Pasal 1 – 2
Pada pasal 1 menjelaskan macam – macam
bangunan gedung dan ketentuan – ketentuan
dalam membangunan gedung sedangkan pasal
2 meliputi ketentuan fungsi bangunan gedung
sampai pembinaan dalam penyelenggaraan
bangunan gedung
13
BAB II
FUNGSI BANGUNAN GEDUNG
Pasal 3 – 7
Menetapkan fungsi bangunan gedung dan perubahan
fungsi bangunan gedung
14
BAB III
PERSYARATAN BANGUNAN
GEDUNG
Pasal 8 – 61
Bagian pertama : membahas tentang persyaratan – persyaratan bangunan gedung baik persyaratan
administrative dan persyaratan teknis.
Bagian kedua : persyaratan administratif bangunan mulai dari status hak atas tanah, status
kepemilikan bangunan gedung, dan izin mendirikan bangunan gedung
Bagian ketiga : membahas tentang persyaratan tata bangunan gedung seperti persyaratan
peruntukan dan intensitas bangunan gedung, persyaratan arsitektur bangunan gedung,
persyaratatan pengendalian dampak lingkungan, rencana tata bangunan dan lingkungan, dan
pembangunan bangunan gedung di atas dan/atau di bawah tanah, air dan/atau prasarana/sarana
umum
Bagian keempat : membahas persyaratan keandalan bangunan gedung seperti persyaratan
keselamatan, persyaratan kesehatan, persyaratan kenyamanan, dan persyaratan kemudahan. 15
BAB IV
PENYELENGGARAAN
BANGUNAN GEDUNG
Pasal 62 – 95
Bagian pertama : mebahas tentang komponen dalam membangun sebuah bangunan seperti
perencanaan teknis, tim ahli bangunan, pelaksanaan konstruks, pengawasan konstruksi, dan sertifikat
laik fungsi bangunan gedung.
Bagian kedua : tentang pemanfaat dan pemeliharaan bangunan seperti pemeliharaan, perawatan,
pemeriksaan secara berkala, perpanjangan sertifikat laik fungsi bangunan gedung, dan pengawasan
pemanfaatan bangunan.
Bagian ketiga : tentang pelestarian bangunan seperti penetapan gedung yang dilindungi dan
dilestarikan, dan pemanfaatan gedun.
Bagian keempat : tentang urutan pembongkaran gedung mulai dari penetapan, pelaksanaan, dan
pengawasan dalam tahap pembongkaran bangunan gedung
16
BAB V
PERAN MASYARAKAT
Pasal 96 – 104
Bagian pertama : tentang pemantauan dan penjagaan ketertiban
Bagian kedua : Pemberian Masukan terhadap Penyusunan atau
Penyempurnaan Peraturan, Pedoman, dan Standar Teknis
Bagian ketiga : membahas tentang penyampaian pendapat dan
pertimbangan dari masyarakat kepada instansi terkait
Bagian keempat : tentang pelaksanaan gugatan perwakilan oleh
masyarakat (perorangan / kelompok orant atau organisasi yang dirugikan
kibat penyelenggaraan bangunan gedung)
17
BAB VI
PEMBINAAN
19
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN berada pada Pasal 117, 118, 119
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP berada pada
Pasal 120 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
20
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 28 TAHUN 2002
TENTANG BANGUNAN
GEDUNG
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1 ○ 8. Pembongkaran
○ Dalam undang-undang ini yang dimaksud ○ 9. Pemilik bangunan gedung
dengan: ○ 10. Pengguna bangunan gedung
○ 1.Bangunan gedung ○ 11. Pengkaji teknis
○ 2. Penyelenggaraan bangunan gedung ○ 12. Masyarakat
○ 3. Pemanfaatan bangunan gedung ○ 13. Prasarana dan sarana bangunan gedung
○ 4. Pemeliharaan ○ 14. Pemerintah Pusat
○ 5. Perawatan ○ 15. Pemerintah Daerah
○ 6. Pemeriksaan berkala
○ 7. Pelestarian
22
BAB II
ASAS, TUJUAN, DAN LINGKUP
Pasal 2
○ Bangunan gedung diselenggarakan berlandaskan asas kemanfaatan, keselamatan,
keseimbangan, serta keserasian bangunan gedung dengan lingkungannya.
Pasal 3
○ Pengaturan bangunan gedung bertujuan untuk:
1. Mewujudkan bangunan gedung yang fungsional dan sesuai dengan tata bangunan gedung
yang serasi dan selaras dengan lingkungannya;
2. Mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan gedung yang menjamin keandalan teknis
bangunan gedung dari segi keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan;
3. Mewujudkan kepastian hukum dalam penyelenggaraan bangunan gedung.
23
BAB II
ASAS, TUJUAN, DAN LINGKUP
○ Pasal 4
○ Undang-undang ini mengatur ketentuan tentang
bangunan gedung yang meliputi fungsi,
persyaratan, penyelenggaraan, peran
masyarakat, dan pembinaan.
24
BAB III
FUNGSI BANGUNAN GEDUNG
25
BAB IV
PERSYARATAN BANGUNAN GEDUNG
26
BAB IV
PERSYARATAN BANGUNAN GEDUNG
28
BAB VI
PERAN MASYARAKAT Berada pada Pasal 42
BAB VII
PEMBINAAN Berada pada Pasal 43
BAB VIII
SANKSI Berada pada Pasal 44, 45, 46, 47
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN Berada pada Pasal 48
BAB X
KETENTUAN PENUTUP Berada pada Pasal 49
29
PERATURAN MENTERI
PEKERJAAN UMUM
NOMOR: 16/PRT/M/2010
TENTANG
PEDOMAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BERKALA
BANGUNAN GEDUNG
Bagian Kesatu
Pengertian
Pasal 1 membahas mengenai definisi dari pemeliharaan bangunan, perawatan
bangunan gedung, pemeriksaan berkala, bangunan gedung, fungsi bangunan
gedung, klasifikasi bangunan gedung, persyaratan teknis bangunan gedung,
penyelenggaraan bangunan gedung, pemilik bangunan gedung, pengguna
bangunan gedung, masyarakat, pelaksana pemeliharaan dan perawatan
bangunan gedung, pengelola bangunan gedung, pengkaji teknis bangunan
gedung, sertifikat laik fungsi bangunan gedung, dan lembaga-lembaga yang
berwenang.
31
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian kedua
Maksud, Tujuan, dan Lingkup.
○ Pasal 2
○ Poin ke 1 membahas mengenai pedoman teknis sebagai acuan bagi pemerintah dalam
mengatur dan mengendalikan penyelenggaraan bangunan gedung, acuan dalam kegiatan
pembuatan laporan menyatakan bangunan gedung sesuai dengan hasil pemeriksaan kelaikan
fungsi bangunan gedung.
○ Poin ke 2 membahas mengenai pedoman teknis yang bertujuan untuk mewujudkan bangunan
gedung beserta sarana prasarananya yang selalu dalam kondisi laik fungsi.
○ Poin ke 3 membahas mengenai lingkup pemeriksaan berkala.
32
BAB II
PEMERIKASAAN BERKALA
BANGUNAN GEDUNG
Bagian kesatu
Persyaratan teknis.
○ Pasal 3
○ Poin ke 1 berisi persyaratan pemeriksaan berkala bangunan
○ Poin ke 2 berisi bahwa setiap orang atau badan termasuk instansi pemerintah
dalam pemanfaatan bangunan gedung wajib memenuhi ketentuan persyaratan
teknis.
○ Rincian pemeriksaan berkala bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari peraturan
menteri ini. 33
BAB III
PENGATURAN DI DAERAH
34
BAB IV
PEMBINAAN TEKNIS
○ Pasal 5
○ Poin ke 1 menjelaskan mengenai pihak-pihak yang berhak melakukan
pembinaan teknis.
○ Poin ke 2 pembinaan teknis pelaksanaan pedoman ini dilakukan oleh
pemerintah dalam rangka meningkatkan kemampuan dan kemandirian
pemerintah daerah dan masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan
gedung.
○ Poin ke 3 membahas mengenai pembinaan teknis dilakukan melalui
pengaturan.
35
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
○ Pasal 6
Pada saat berlakunya Peraturan Menteri ini, semua peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan pemeriksaan berkala
bangunan gedung dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan Peraturan Menteri ini.
36
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
○ Pasal 7
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
37
PERATURAN PEMERINTAH
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 77 TAHUN 2001
TENTANG
IRIGASI
Menimbang:
Bahwa perubahan sistem pemerintahan daerah
sebagaimana diatur dalam undang-undang memiliki
pengaruh terhadap kebijakan pengelolaan irigasi,
sedangkan Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 1982
tentang irigasi, sudah tidak sesuai dengan era otonomi
daerah, dengan demikian perlu ditetapkan Peraturan
Pemerintah yang baru tentang irigasi sebagai landasan
hukum dalam penyelenggaraan irigasi.
BAB I
KETENTUAN UMUM
41
BAB I
KETENTUAN UMUM (lanjutan)
42
BAB II
PRINSIP-PRINSIP PENGELOLAAN
IRIGASI
46
BAB VI
POLA PENGATURAN AIR IRIGASI
Bagian Pertama
Hak Guna Air Irigasi
○ Pasal 14 membahas mengenai hak guna air irigasi yang diberikan oleh
Bupati/Walikota, Gubernur, dan menteri sesuai kewenangannya kepada
perkumpulan petani pemakai air dan diberikan berdasarkan wilayah, kepentingan
pertanian, dan ketersediaan serta kebutuhan air pada daerah pelayanan.
○ Pasal 15 membahas mengenai bentuk hak guna berupa izin pengambilan air serta
pihak yang berhak menjadi pemegang izin.
○ Pasal 16 membahas tentang pengaturan dan penetapan izin pengambilan air irigasi
dilakukan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
47
BAB VI
POLA PENGATURAN AIR IRIGASI
Bagian Kedua
Penyediaan Air Irigasi
○ Pasal 17 membahas mengenai penyediaan air irigasi.
○ Pasal 18
• Pada poin 1 & 2 membahas mengenai perencanaan tahunan penyediaan air
irigasi.
• Pada poin 3 & 4 membahas mengenai penyediaan air irigasi berdasarkan
perencanaan tahunan serta pengupayaan penyediaan air dengan pompanisasi.
• Poin ke 5 membahas mengenai pompanisasi.
• Poin ke 6 membahas penyesuaian alokasi air bagi para pemegang hak guna air.
48
BAB VI
POLA PENGATURAN AIR IRIGASI
Bagian Ketiga
Pembagian dan Pemberian Air Irigasi
○ Pasal 19 membahas mengenai rencana pembagian air irigasi beserta jabarannya dan pihak yang
berwenang dalam menetapkan pembagian.
○ Pasal 20 membahas tentang kelebihan air irigasi dapat dimanfaatkan untuk keperluan tanaman di
luar lahan yang telah ditetapkan atau telah memperoleh izin pejabat yang berwenang.
49
Bagian Ketiga
Pembagian dan Pemberian Air Irigasi
(lanjutan)
○ Pasal 21
• Pada poin ke 1 membahas pembagian dan pemberian air harus
secara tepat guna untuk setiap daerah irigasi.
• Poin ke 2 membahas mengenai prioritas pembagian air irigasi
sesuai dengan situasi dan kondisi tempat apabila debit air tidak
mencukupi kebutuhan.
• Poin ke 3 membahas mengenai pembagian dan pemberian air tidak
mengurangi kewajiban perkumpulan petani untuk memberikan air
guna keperluan rumah tangga dan kebutuhan sehari-hari.
50
Bagian Ketiga
Pembagian dan Pemberian Air Irigasi
(lanjutan)
51
BAB VI
POLA PENGATURAN AIR IRIGASI
Bagian keempat
Penggunaan Air Irigasi
○ Pasal 24 membahas penggunaan air irigasi hanya
dapat diambil dari tempat pengambilan yang telah
ditetapkan dan diatur oleh petugas pembagi air.
○ Pasal 25 penggunaan air irgasi dalam daerah irigasi
untuk tanaman industri harus mendapat persetujun
dari perkumpulan petani pemakai air.
52
BAB VI
POLA PENGATURAN AIR IRIGASI
Bagian kelima
Drainase
○ Pasal 26
Poin ke 1 membahas bahwa untuk mengatur air irigasi secara baik dan memenuhi syarat-
syarat teknik irigasi maka pada setiap jaringan irigasi disertai dengan pembangunan
jaringan drainase.
Poin ke 2 air irigasi yang disalurkan kembali ke suatu sumber air melalui jaringan drainase
harus dilakukan upaya pengendalian atau pencegahan pencemaran agar memenuhi syarat
kualitas berdasarkan perpu yang berlaku.
Poin ke 3 membahas perkumpulan petani pemakai air dan masyarakat wajib menjaga
kelangsungan fungsi jaringan drainase.
53
BAB VI
POLA PENGATURAN AIR IRIGASI
Bagian keenam
Penggunaan Langsung Air Irigasi dari Sumber
Air
○ Pasal 27 membahas bahwa setiap pemakai air
irigasi dari sumber manapun harus mendapat
izin dari pemerintah daerah sesuai dengan
peraturan perpu yang berlaku.
54
BAB VII
PEMBANGUNAN JARINGAN
IRIGASI
55
BAB VII
PEMBANGUNAN JARINGAN
IRIGASI
○ Pasal 29 membahas sebagai berikut:
Poin ke 1 sampai 3 membahas mengenai pembangnan jaringan irigasi dan pihak yang
bertanggung jawab serta memiliki wewenang dalam pembangunan.
Poin ke 4 membahas mengenai wewenang pemerintah dan pemerintah daerah dalam
pembangunan jaringan irigasi untuk perluasan areal irigasi di luar wilayah kerja.
Poin ke 5 membahas mengenai wewenang perkumpulan petani pemakai air dalam
pembangunan jaringan irigasi untuk perluasan areal irigasi di wilayah kerja.
Poin ke 6 pemerintah dan Perda memfasilitasi pembangunan jaringan dan perluasan areal
irigasi dengan tetap memperhatikan prinsip kemandirian.
Poin ke 7 badan hukum, badan sosial, perorangan, dan pemakai air irigasi untuk keperluan
lainnya yang memanfaatkan sumber air dan atau jaringan irigasi dapat membangun
jaringannya sendiri berdasarkan rencana induk pengembangan irigasi sebagaimana
56
dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1).
BAB VII
PEMBANGUNAN JARINGAN
IRIGASI
57
BAB VIII
OPERASI DAN PEMELIHARAAN
JARINGAN IRIGASI
Bagian pertama
Wewenang, Tugas, dan Tanggung Jawab
○ Pasal 31 membahas mengenai tanggung jawab setiap pihak yang
bersangkutan dalam operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi.
○ Pasal 32 untuk penyelenggaraan operasi dan pemeliharaan jaringan
irigasi yang dikelola oleh perkumpulan petani pemakai air,
Pemerintah Daerah memberikan bantuan dan fasilitasi yang
diperlukan dengan memperhatikan prinsip kemandirian.
58
BAB VIII
OPERASI DAN PEMELIHARAAN
JARINGAN IRIGASI
Bagian Kedua
Pengaman Jaringan Irigasi
○ Pasal 33
Dalam rangka operasi dan pemeliharaan jaringan
irigasi, seluruh pihak yang terkait melakukan
pengamanan jaringan irigasi untuk menjamin
kelangsungan fungsinya.
59
Bagian Kedua
Pengaman Jaringan Irigasi
○ Pasal 34
Poin ke 1 dalam upaya pengamanan jaringan irigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal33, seluruh
pihak yang bersangkutan, bersama-sama PerDa menetapkan garis sepadan yang diukur dari batas luar
tubuh saluran dan atau bangunan irigasi dimaksud.
Poin ke 2 untuk menghindari kehilangan air, PerDa berwenang menetapkan larangan membuat galian
pada jarak tertentu di luar garis sempadan.
Poin ke 3 dilarang mendirikan, mengubah ataupun membongkar bangunan lain yang berada di dalam,
di atas, maupun yang melintasi saluran irigasi, kecuali dengan izin Perda yang bersangkutan.
Poin ke 4 ketentuan lebih lanjut mengenai pengamanan jaringan irigasi ditetapkan dengan peraturan
daerah.
60
BAB XI
REHABILITASI DAN PENINGKATAN
JARINGAN
63
BAB XII
MANAJEMEN ASET IRIGASI
64
BAB XIII
PEMBIAYAN
○ Pasal 41
Poin ke 1 menjelaskan bahwa biaya pembangunan menjadi tanggung jawab
Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Poin ke 2 menjelaskan bahwa biaya pengelelolaan irigasi dilakukan oleh
perkumpulan petani secara otonom dan mandiri.
Poin ke 3 membahas bahwa pemerintah dan pemerintah daerah membantu dalam
penyediaan dana dan penyaluran berdasarkan kesepakatan antara pemerintah
dengan petani pemakai air.
Poin ke 4 menjelaskan bahwa oembiayaan pengelolaan jaringan irigasi menjadi
tanggung jawab pihak yang bersangkutan.
65
BAB XIII
PEMBIAYAN
○ Pasal 42
Pembiayaan pengelolaan jaringan irigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (3)
disalurkan melalui dana pengelolaan irigasi Kabupaten/Kota untuk mendukung efisiensi dan
efektivitas penggunaan dana pengelolaan irigasi.
Perkumpulan petani pemakai air dapat mengajukan usulan pemanfaatan dana pengelolaan irigasi
kepada komisi irigasi.
Prioritas alokasi dana pengelolaan irigasi Kabupaten/Kota ditentukan oleh komisi irigasi
berdasarkan prinsip keadilan dan transparan.
○ Penggunaan dana pengelolaan irigasi Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Bupati/Walikota
berdasarkan rekomendasi dari komisi irigasi.
○ Pemerintah Kabupaten/Kota menetapkan Kebijakan Daerah sebagai pengaturan lebih lanjut
tentang dana pengelolaan irigasi Kabupaten/Kota. 66
BAB XIV
KEBERLANJUTAN SISTEM IRIGASI
○ Pasal 43
Poin ke 1 membahas mengenai pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat sesuai dengan
kewenangannya mempertahankan sistem iru=igasi secara berkelanjutan dengan mewujudkan
kelestarian sumberdaya air, dan segala kegiatan pendukungnya.
Poin ke 2 membahas mengenai penegakan peraturan perundang-undangan untuk menjamin
keberlanjutan sistem irigasi.
○ Pasal 44
Poin 1 membahas bahwa perubahan penggunaan lahan beririgasi untuk kepentingan selain
pertanian dengan tujuan komersial dalam suatu daerah irigasi yang telah ditetapkan harus
memperoleh izin terlebih dahulu dari pemerintah Daerah dengan mengacu tata ruang yang telah
ditetapkan serta memberi kompensasi yang setara.
Poin ke 2 membahas pemerintah daerah melakukan penertiban pada lahan beririgasi yang tidak
berfungsi dengan memfungsikan kembali sesuai dengan tata ruang yang telah ditetapkan.
67
BAB XV
PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN
68
BAB XVI
KETENTUAN PERALIHAN
○ Pasal 47
○ Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka izin
penggunaan air irigasi dan hak guna air irigasi yang telah
diberikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun
1982 tetap berlaku dan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sudah
menyesuaikan dengan Peraturan Pemerintah ini.
69
BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP
○ Pasal 48. Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, semua Peraturan Perundang-
undangan yang berkaitan dengan irigasi dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini.
○ Pasal 49. Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah
Nomor 23 Tahun 1982 tentang Irigasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1982 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3226) dinyatakan tidak berlaku.
○ Pasal 50. Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
70
PEDOMAN
PENYELENGGARAAN
PEMELIHARAAN
JARINGAN IRIGASI
BAB I
KEGIATAN PEMELIHARAAN
JARINGAN IRIGASI
72
Data Pendukung Kegiatan Pemeliharaan
Jaringan Irigasi
74
PENGAMANAN JARINGAN
IRIGASI
○ Pengamanan jaringan irigasi merupakan upaya untuk mencegah dan
menanggulangi terjadinya kerusakan jaringan irigasi yang disebabkan oleh daya
rusak air, hewan, atau oleh manusia guna mempertahankan fungsi jaringan irigasi.
○ Kegiatan ini dilakukan secara terus menerus oleh dinas yang membidangi irigasi,
anggota/ pengurus P3A/GP3A/IP3A, Kelompok
○ Pendamping Lapangan dan seluruh masyarakat setempat. Setiap kegiatan yang
dapat membahayakan atau merusak jaringan irigasi dilakukan tindakan pencegahan
berupa pemasangan papan larangan, papan peringatan atau perangkat pengamanan
lainnya.
○ Adapun tindakan pengamanan dapat dilakukan antara lain sebagai berikut :
○ a) Tindakan Pencegahan
○ b) Tindakan Pengamanan 75
PEMELIHARAAN RUTIN
76
PEMELIHARAAN BERKALA
○ Pemeliharaan berkala merupakan kegiatan perawatan dan perbaikan yang dilaksanakan secara
berkala yang direncanakan dan dilaksanakan oleh dinas yang membidangi Irigasi dan dapat
bekerja sama dengan P3A / GP3A / IP3A secara swakelola berdasarkan kemampuan lembaga
tersebut dan dapat pula dilaksanakan secara kontraktual.
○ Pemeliharaan berkala dapat dibagi menjadi tiga, yaitu pemeliharaan yang bersifat perawatan,
pemeliharaan yang bersifat perbaikan, dan pemeliharaan yang bersifat penggantian.
○ Pekerjaan pemeliharaan berkala meliputi :
○ a) Pemeliharaan Berkala Yang Bersifat Perawatan
○ b) Pemeliharaan Berkala Yang Bersifat Perbaikan
○ c) Pemeliharaan Berkala Yang Bersifat Penggantian
77
PENANGGULANGAN/PERBAIKAN
DARURAT
78
PERAN SERTA P3A DALAM
PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI
79
BAB II
TATA CARA PEMELIHARAAN
JARINGAN IRIGASI
80
INVENTARISASI JARINGAN
IRIGASI
81
PERTEMANAN PEMELIHARAAN
JARINGAN IRIGASI
82
PERTEMANAN PEMELIHARAAN
JARINGAN IRIGASI (lanjutan)
85
PEMANTAUAN, EVALUASI, DAN
PELAPORAN