Anda di halaman 1dari 87

Kelompok 10

1. Nanang Agung Novendra


2. Rakyan Avinda Agramurgi
3. Rizka Mufidatul Ismiyah
1 UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11 TAHUN 1974
TENTANG
PENGAIRAN
BAB I
Pengertian
Pasal 1

Meliputi : 8. Tata air


1. Negara 9. Pembangunan Pengairan
2. Pemerintah 10. Perencanaan
3. Air 11. Rencana
4. Sumber - sumber air 12. Perencanaan Teknis
5. Pengairan 13. Rencana Teknis
6. Tata pengairan air
7. Tata pengairan
3
BAB 3
HAK PENGUASAAN DAN BAB 5
WEWENANG PEMBINAAN
Pasal 3-7 Terdapat pada pasal 10

BAB 4 BAB 6
PERENCANAAN DAN PENGUSAHAAN
PERENCANAAN TEKNIS
Terdapat pada pasal 11
Terdapat pada pada pasal 8 – 9

4
BAB 7 BAB 9

“ Membahas Eksploitasi
dan Pemeliharaan
Terdapat pada pasal 12
Pembiayaan
Pasal 14

BAB 10
BAB 8 Ketentuan Pidana
Perlindungan Pasal 15
Terdapat pada pasal 13

5
PERATURAN MENTERI
PEKERJAAN UMUM DAN
PERUMAHAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 12/PRT/M/2015

Menetapkan : Peraturan Menteri Pekerjaan


Umum dan Perumahan Rakyat tentang
Eksploitasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi
Yang terkandung pada pasal 1 sampai dengan
pasal 5
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan :
1. Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk
dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di darat.
2. Sumber air adalah tempat atau wadah air alami dan/ataubuatan yang terdapat pada, di atas,
ataupun di bawah permukaan tanah.
3. Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk menunjang
pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi
pompa, dan irigasi tambak.
4. Sistem irigasi meliputi prasarana irigasi, air irigasi, manajemen irigasi, kelembagaan pengelolaan
irigasi, dan sumber daya manusia.
5. Dan sebagainya
7
Pasal 2
1. Peraturan Menteri ini dimaksudkan sebagai acuan bagi Pemerintah
Pusat, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah
kabupaten/kota dalam melaksanakan eksploitasi dan pemeliharaan
jaringan irigasi.
2. Peraturan Menteri ini bertujuan agar pengelola irigasi mampu
melaksanakan kegiatan eksploitasi dan pemeliharaan jaringan
irigasi secara efektif dan efisien.

8
Pasal 3
1. Eksploitasi dan pemeliharaan sumber air dan bangunan pengairan berupa: a.
operasi jaringan irigasi; dan b. pemeliharaan jaringan irigasi.
2. Operasi jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, merupakan
upaya pengaturan air irigasi dan pembuangannya, termasuk kegiatan
membukamenutup pintu bangunan irigasi, menyusun rencana tata tanam,
menyusun sistem golongan, menyusun rencana pembagian air, melaksanakan
kalibrasi pintu/bangunan, mengumpulkan data, memantau, dan mengevaluasi.
3. Dan sebagainya.

9
Pasal 4
Dengan ditetapkannya Peraturan Menteri ini:
a. ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai operasi dan pemeliharaan
jaringan irigasi yang telah ada sebelum ditetapkannya Peraturan Menteri ini,
dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan
dalam Peraturan Menteri ini; dan
b. kegiatan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi yang masih dalam proses
sebelum ditetapkannya Peraturan Menteri ini, tetap dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.

10
Pasal 5
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Menteri ini dalam Berita Negara Republik Indonesia.

11
PERATURAN
PEMERINTAH REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 36
TAHUN 2005

TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN


UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN
2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG
BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1 – 2
Pada pasal 1 menjelaskan macam – macam
bangunan gedung dan ketentuan – ketentuan
dalam membangunan gedung sedangkan pasal
2 meliputi ketentuan fungsi bangunan gedung
sampai pembinaan dalam penyelenggaraan
bangunan gedung

13
BAB II
FUNGSI BANGUNAN GEDUNG

Pasal 3 – 7
Menetapkan fungsi bangunan gedung dan perubahan
fungsi bangunan gedung

14
BAB III
PERSYARATAN BANGUNAN
GEDUNG
Pasal 8 – 61
Bagian pertama : membahas tentang persyaratan – persyaratan bangunan gedung baik persyaratan
administrative dan persyaratan teknis.
Bagian kedua : persyaratan administratif bangunan mulai dari status hak atas tanah, status
kepemilikan bangunan gedung, dan izin mendirikan bangunan gedung
Bagian ketiga : membahas tentang persyaratan tata bangunan gedung seperti persyaratan
peruntukan dan intensitas bangunan gedung, persyaratan arsitektur bangunan gedung,
persyaratatan pengendalian dampak lingkungan, rencana tata bangunan dan lingkungan, dan
pembangunan bangunan gedung di atas dan/atau di bawah tanah, air dan/atau prasarana/sarana
umum
Bagian keempat : membahas persyaratan keandalan bangunan gedung seperti persyaratan
keselamatan, persyaratan kesehatan, persyaratan kenyamanan, dan persyaratan kemudahan. 15
BAB IV
PENYELENGGARAAN
BANGUNAN GEDUNG
Pasal 62 – 95
Bagian pertama : mebahas tentang komponen dalam membangun sebuah bangunan seperti
perencanaan teknis, tim ahli bangunan, pelaksanaan konstruks, pengawasan konstruksi, dan sertifikat
laik fungsi bangunan gedung.
Bagian kedua : tentang pemanfaat dan pemeliharaan bangunan seperti pemeliharaan, perawatan,
pemeriksaan secara berkala, perpanjangan sertifikat laik fungsi bangunan gedung, dan pengawasan
pemanfaatan bangunan.
Bagian ketiga : tentang pelestarian bangunan seperti penetapan gedung yang dilindungi dan
dilestarikan, dan pemanfaatan gedun.
Bagian keempat : tentang urutan pembongkaran gedung mulai dari penetapan, pelaksanaan, dan
pengawasan dalam tahap pembongkaran bangunan gedung
16
BAB V
PERAN MASYARAKAT

Pasal 96 – 104
Bagian pertama : tentang pemantauan dan penjagaan ketertiban
Bagian kedua : Pemberian Masukan terhadap Penyusunan atau
Penyempurnaan Peraturan, Pedoman, dan Standar Teknis
Bagian ketiga : membahas tentang penyampaian pendapat dan
pertimbangan dari masyarakat kepada instansi terkait
Bagian keempat : tentang pelaksanaan gugatan perwakilan oleh
masyarakat (perorangan / kelompok orant atau organisasi yang dirugikan
kibat penyelenggaraan bangunan gedung)
17
BAB VI
PEMBINAAN

Pasal 105 – 112


Bagian kedua : dilakukan pembinaan penyelenggaran
bangunan gedung yang dilakukan oleh pemerintah.
Bagian ketiga : pembinaan oleh pemerintah daerah seperti
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan penerapan
peraturan daerah di bidang bangunan gedung melalui
mekanisme penerbitan izin mendirikan bangunan gedung
dan sertifikasi kelaikan fungsi bangunan gedung, serta surat
persetujuan dan penetapan pembongkaran bangunan
gedung.
18
BAB VII
SANKSI ADMINISTRATIF

○ Bagian Pertama Umum berada pada Pasal 113


○ Bagian Kedua Pada Tahap Pembangunan bearada
pada Pasal 114, 115
○ Bagian Ketiga Pada Tahap Pemanfaatan berada pada
Pasal 116

19
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN berada pada Pasal 117, 118, 119

BAB IX
KETENTUAN PENUTUP berada pada
Pasal 120 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

20
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 28 TAHUN 2002
TENTANG BANGUNAN
GEDUNG
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1 ○ 8. Pembongkaran
○ Dalam undang-undang ini yang dimaksud ○ 9. Pemilik bangunan gedung
dengan: ○ 10. Pengguna bangunan gedung
○ 1.Bangunan gedung ○ 11. Pengkaji teknis
○ 2. Penyelenggaraan bangunan gedung ○ 12. Masyarakat
○ 3. Pemanfaatan bangunan gedung ○ 13. Prasarana dan sarana bangunan gedung
○ 4. Pemeliharaan ○ 14. Pemerintah Pusat
○ 5. Perawatan ○ 15. Pemerintah Daerah
○ 6. Pemeriksaan berkala
○ 7. Pelestarian
22
BAB II
ASAS, TUJUAN, DAN LINGKUP

Pasal 2
○ Bangunan gedung diselenggarakan berlandaskan asas kemanfaatan, keselamatan,
keseimbangan, serta keserasian bangunan gedung dengan lingkungannya.
Pasal 3
○ Pengaturan bangunan gedung bertujuan untuk:
1. Mewujudkan bangunan gedung yang fungsional dan sesuai dengan tata bangunan gedung
yang serasi dan selaras dengan lingkungannya;
2. Mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan gedung yang menjamin keandalan teknis
bangunan gedung dari segi keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan;
3. Mewujudkan kepastian hukum dalam penyelenggaraan bangunan gedung.
23
BAB II
ASAS, TUJUAN, DAN LINGKUP

○ Pasal 4
○ Undang-undang ini mengatur ketentuan tentang
bangunan gedung yang meliputi fungsi,
persyaratan, penyelenggaraan, peran
masyarakat, dan pembinaan.

24
BAB III
FUNGSI BANGUNAN GEDUNG

○ Pasal 5 & 6 mengenai fungsi bangunan gedung

25
BAB IV
PERSYARATAN BANGUNAN GEDUNG

○ Bagian Pertama, Umum berada pada Pasal 7


○ Bagian Kedua Persyaratan Administratif Bangunan Gedung berada pada Pasal 8
○ Bagian Ketiga Persyaratan Tata Bangunan Paragraf 1 Umum Berada pada Pasal 9
 Paragraf 2 Persyaratan Peruntukan dan Intensitas Bangunan Gedung Pasal berada
pada pasal 10, 11, 12, 13
 Paragraf 3 persyaratan Arsitektur Bangunan Gedung Berada pada Pasal 14
 Paragraf 4 Persyaratan Pengendalian Dampak Lingkungan Berada pada Pasal 15

26
BAB IV
PERSYARATAN BANGUNAN GEDUNG

○ Bagian Keempat Persyaratan Keandalan Bangunan Gedung


 Paragraf 1 Umum pada Pasal 16
 Paragraf 2 Persyaratan Keselamatan berada pada Pasal 17, 18, 19, 20
 Paragraf 3 Persyaratan Kesehatan berada pada Pasal 21, 22, 23, 24, 25
 Paragraf 4 Persyaratan Kenyamanan Berada pada Pasal 26
 Paragraf 5 Persyaratan Kemudahan berada pada Pasal 27, 28, 29, 30,
31, 32
○ Bagian Kelima Persyaratan Bangunan Gedung Fungsi Khusus Pasal 33
27
BAB V
PENYELENGGARAAN
BANGUNAN GEDUNG

○ Bagian Pertama Umum Pasal 34


○ Bagian Kedua Pembangunan berada pada Pasal 35, 36
○ Bagian Ketiga Pemanfaatan Berada pada Pasal 37
○ Bagian Keempat Pelestarian Berada pada Pasal 38
○ Bagian Kelima Pembongkaran Berada pada Pasal 39
○ Bagian Keenam Hak dan Kewajiban Pemilik dan Pengguna
Bangunan Gedung berada pada Pasal 40,41

28
BAB VI
PERAN MASYARAKAT Berada pada Pasal 42

BAB VII
PEMBINAAN Berada pada Pasal 43

BAB VIII
SANKSI Berada pada Pasal 44, 45, 46, 47

BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN Berada pada Pasal 48

BAB X
KETENTUAN PENUTUP Berada pada Pasal 49
29
PERATURAN MENTERI
PEKERJAAN UMUM
NOMOR: 16/PRT/M/2010
TENTANG
PEDOMAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BERKALA
BANGUNAN GEDUNG

Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan


Pasal 79 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor
36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002
tentang Bangunan Gedung, perlu menetapkan
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum tentang
Pedoman Pemeriksaan Berkala Bangunan
Gedung;
BAB I
KETENTUAN UMUM

Bagian Kesatu
Pengertian
Pasal 1 membahas mengenai definisi dari pemeliharaan bangunan, perawatan
bangunan gedung, pemeriksaan berkala, bangunan gedung, fungsi bangunan
gedung, klasifikasi bangunan gedung, persyaratan teknis bangunan gedung,
penyelenggaraan bangunan gedung, pemilik bangunan gedung, pengguna
bangunan gedung, masyarakat, pelaksana pemeliharaan dan perawatan
bangunan gedung, pengelola bangunan gedung, pengkaji teknis bangunan
gedung, sertifikat laik fungsi bangunan gedung, dan lembaga-lembaga yang
berwenang.
31
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian kedua
Maksud, Tujuan, dan Lingkup.
○ Pasal 2
○ Poin ke 1 membahas mengenai pedoman teknis sebagai acuan bagi pemerintah dalam
mengatur dan mengendalikan penyelenggaraan bangunan gedung, acuan dalam kegiatan
pembuatan laporan menyatakan bangunan gedung sesuai dengan hasil pemeriksaan kelaikan
fungsi bangunan gedung.
○ Poin ke 2 membahas mengenai pedoman teknis yang bertujuan untuk mewujudkan bangunan
gedung beserta sarana prasarananya yang selalu dalam kondisi laik fungsi.
○ Poin ke 3 membahas mengenai lingkup pemeriksaan berkala.

32
BAB II
PEMERIKASAAN BERKALA
BANGUNAN GEDUNG
Bagian kesatu
Persyaratan teknis.
○ Pasal 3
○ Poin ke 1 berisi persyaratan pemeriksaan berkala bangunan
○ Poin ke 2 berisi bahwa setiap orang atau badan termasuk instansi pemerintah
dalam pemanfaatan bangunan gedung wajib memenuhi ketentuan persyaratan
teknis.
○ Rincian pemeriksaan berkala bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari peraturan
menteri ini. 33
BAB III
PENGATURAN DI DAERAH

○ Pasal 4 untuk pelaksanaan peraturan menteri di


daerah, diatur lebih lanjut dengan berpedoman
pada Peraturan Menteri.

34
BAB IV
PEMBINAAN TEKNIS

○ Pasal 5
○ Poin ke 1 menjelaskan mengenai pihak-pihak yang berhak melakukan
pembinaan teknis.
○ Poin ke 2 pembinaan teknis pelaksanaan pedoman ini dilakukan oleh
pemerintah dalam rangka meningkatkan kemampuan dan kemandirian
pemerintah daerah dan masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan
gedung.
○ Poin ke 3 membahas mengenai pembinaan teknis dilakukan melalui
pengaturan.
35
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN

○ Pasal 6
Pada saat berlakunya Peraturan Menteri ini, semua peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan pemeriksaan berkala
bangunan gedung dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan Peraturan Menteri ini.

36
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP

○ Pasal 7
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

37
PERATURAN PEMERINTAH
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 77 TAHUN 2001
TENTANG
IRIGASI

Menimbang:
Bahwa perubahan sistem pemerintahan daerah
sebagaimana diatur dalam undang-undang memiliki
pengaruh terhadap kebijakan pengelolaan irigasi,
sedangkan Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 1982
tentang irigasi, sudah tidak sesuai dengan era otonomi
daerah, dengan demikian perlu ditetapkan Peraturan
Pemerintah yang baru tentang irigasi sebagai landasan
hukum dalam penyelenggaraan irigasi.
BAB I
KETENTUAN UMUM

○ Pada pasal 1 disebutkan poin-poin yang ○ Poin ke 10 membahas penyediaan air


masuk ke dalam peraturan pemerintahan: irigasi.
○ Poin 1 & 2 membahas mengenai air, jenis ○ Poin ke 11 dan 12 membahas mengenai
air, dan sumber air. pembagian dan pemberian air irigasi
○ Poin 3 & 4 membahas mengenai irigasi menurut jaringan.
dan derah irigasi. ○ Poin ke 13 membahas penggunaan dari
○ Poin 5,6, dan 7 membahas mengenai air irigasi.
jaringan pada irigasi. ○ Poin ke 14 membahas mengenai drinase
○ Poin 8 & 9 membahas tentang petak pengaliran air irigasi yang berlebih.
irigasi.
39
BAB I
KETENTUAN UMUM (lanjutan)

○ Poin ke 15 membahas mengenai pembangunan jaringan irigasi dan


kelompok masyarakat yang menjadi fasilitas pendukung lainnya.
konsumen air irigasi. ○ Poin ke 21 menjelaskan tentang
○ Poin ke 16 membahas mengenai pengelolaan irigasi.
lembaga yang mengatur dan mengelola ○ Poin ke 22 menjelaskan tentang operasi
irigasi. dan pemeliharaan jaringan irigasi.
○ Poin ke 17 membahas mengenai forum ○ Poin ke 23 membahas mengenai
koordinasi pengelola irigasi. pengamanan jaringan irigasi.
○ Poin ke 18 & 19 membahas mengenai ○ Poin ke 24 membahas mengenai
waduk sebagai tempat. rehabilitasi jaringan irigasi.
○ Poin ke 20 membahas mengenai
40
BAB I
KETENTUAN UMUM (lanjutan)
○ Poin ke 25 membahas mengenai ○ Poin ke 31 membahas mengenai izin
peningkatan jaringan irigasi. pengambilan air irigasi.
○ Poin ke 26 membahas mengenai ○ Poin ke 32 membahas mengenai
manajemen aset irigasi. kebijakan daerah.
○ Poin ke 27 membahas mengenai audit ○ Poin ke 33 membahas tentang daerah
pengelolaan irigasi. pengaliran sungai.
○ Poin ke 28 & 29 menjelaskan tentang ○ Poin ke 34 menjelaskan mengnai tatanan
pihak dan sistem yang berwenang dalam pemerintah pusat.
mengelola dan mengatur irigasi. ○ Poin ke 35 sampai 39 menjelaskan
○ Poin ke 30 membahas mengenai hak guna tentang pejabat pemerintahan.
air irigasi.

41
BAB I
KETENTUAN UMUM (lanjutan)

○ Pada pasal 2 menjelaskan mengenai tujuan


diselenggarakannya sebuah irigasi, yaitu untuk
mengoptimalkan pemanfaatan air dan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
khususnya petani.

○ Pada pasal 3 dijelaskan bagaimana fungsi dari


irigasi.

42
BAB II
PRINSIP-PRINSIP PENGELOLAAN
IRIGASI

○ Pasal 4 menjelaskan bahwa pengelolaan irigasi diselenggarakan dengan


mengutamakan kepentingan masyarakat petani dan dengan menempatkan
petani sebagai pengambil keputusan dan pelaku utama.
○ Pasal 5 menjelaskan mengenai sistem penyelenggaraan pengelolaan irigasi
yang efektif dan efisien serta melibatkan semua pihak yang
berkepentingan.
○ Pasal 6 membahas mengenai keberlanjutan sistem irigasi dengan dukungan
keandalan air irigasi disertai dengan sarana prasarana irigasi yang sesuai
dengan kebutuhan untuk menunjang peningkatan pendapatan petani.
○ 43
BAB III
KELEMBAGAAN PENGELOLAAN
IRIGASI

○ Pasal 7 membahas mengenai lembaga pengelola irigasi


meliputi instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah,
perkumpulan petani, serta oragnisasi lainnya yang
termasuk kedalam pengelolaan irigasi, seperti Komisi
Irigasi dan lembaga koordinasi pengelolaan daerah
irigasi.
○ Pasal 8 membahas mengenai pembagian wewenang dan
tanggung jawab serta mekanisme kerja antar lembaga
pengelolaan irigasi dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
44
BAB IV
PENYERAHAN KEWENANGAN
PENGOLOLAAN IRIGASI

○ Pasal 9 membahas mengenai penyerahan kewenangan pegelolaan irigasi dari pemerintah


daerah kepada perkumpulan petani pemakai air irigasi.
○ Pasal 10 membahas penyerahan kewenangan pengelolaan irigasi pada derah irigasi yang
jaringan irigasinya berfungsi multiguna dilaksanakan melalui kesepakatan bersama antar
pihak-pihak yang berwenang.
○ Pasal 11 membahas apabila berdasarkan audit pengelolaan irigasi perkumpulan petani
pemakai air dinyatakan gagal dalam pengelolaan irigasi yang telah diserahkan, maka
pengelolaan irigasi diambil kembali oleh pemerintah daerah, yang dituangkan dalam berita
acara.
○ Pasal 12 membahas penyerahan kewenangan pengelolaan irigasi dilakukan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
45
BAB V
PEMBERDAYAAN
PERKUMPULAN PETANI
PEMAKAI AIR

○ Pasal 13 membahas mengenai kesepakatan


kebijakan dan aturan yang berlaku antara
pemberdayaan perkumpulan petani pemakai air
irigasi dengan pemerintah daerah.

46
BAB VI
POLA PENGATURAN AIR IRIGASI

Bagian Pertama
Hak Guna Air Irigasi
○ Pasal 14 membahas mengenai hak guna air irigasi yang diberikan oleh
Bupati/Walikota, Gubernur, dan menteri sesuai kewenangannya kepada
perkumpulan petani pemakai air dan diberikan berdasarkan wilayah, kepentingan
pertanian, dan ketersediaan serta kebutuhan air pada daerah pelayanan.
○ Pasal 15 membahas mengenai bentuk hak guna berupa izin pengambilan air serta
pihak yang berhak menjadi pemegang izin.
○ Pasal 16 membahas tentang pengaturan dan penetapan izin pengambilan air irigasi
dilakukan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
47
BAB VI
POLA PENGATURAN AIR IRIGASI

Bagian Kedua
Penyediaan Air Irigasi
○ Pasal 17 membahas mengenai penyediaan air irigasi.
○ Pasal 18
• Pada poin 1 & 2 membahas mengenai perencanaan tahunan penyediaan air
irigasi.
• Pada poin 3 & 4 membahas mengenai penyediaan air irigasi berdasarkan
perencanaan tahunan serta pengupayaan penyediaan air dengan pompanisasi.
• Poin ke 5 membahas mengenai pompanisasi.
• Poin ke 6 membahas penyesuaian alokasi air bagi para pemegang hak guna air.
48
BAB VI
POLA PENGATURAN AIR IRIGASI

Bagian Ketiga
Pembagian dan Pemberian Air Irigasi
○ Pasal 19 membahas mengenai rencana pembagian air irigasi beserta jabarannya dan pihak yang
berwenang dalam menetapkan pembagian.
○ Pasal 20 membahas tentang kelebihan air irigasi dapat dimanfaatkan untuk keperluan tanaman di
luar lahan yang telah ditetapkan atau telah memperoleh izin pejabat yang berwenang.

49
Bagian Ketiga
Pembagian dan Pemberian Air Irigasi
(lanjutan)

○ Pasal 21
• Pada poin ke 1 membahas pembagian dan pemberian air harus
secara tepat guna untuk setiap daerah irigasi.
• Poin ke 2 membahas mengenai prioritas pembagian air irigasi
sesuai dengan situasi dan kondisi tempat apabila debit air tidak
mencukupi kebutuhan.
• Poin ke 3 membahas mengenai pembagian dan pemberian air tidak
mengurangi kewajiban perkumpulan petani untuk memberikan air
guna keperluan rumah tangga dan kebutuhan sehari-hari.
50
Bagian Ketiga
Pembagian dan Pemberian Air Irigasi
(lanjutan)

○ Pasal 22 membahas mengenai pengeringan


jaringan irigasi untuk keperluan pemeriksaan
dan atau perbaikan serta kebijakan dalam proses
pengeringan.

○ Pasal 23 membahas mengenai pemberian air


irigasi melalui bengunan sadap dan syarat
bangunan sadap.

51
BAB VI
POLA PENGATURAN AIR IRIGASI

Bagian keempat
Penggunaan Air Irigasi
○ Pasal 24 membahas penggunaan air irigasi hanya
dapat diambil dari tempat pengambilan yang telah
ditetapkan dan diatur oleh petugas pembagi air.
○ Pasal 25 penggunaan air irgasi dalam daerah irigasi
untuk tanaman industri harus mendapat persetujun
dari perkumpulan petani pemakai air.

52
BAB VI
POLA PENGATURAN AIR IRIGASI
Bagian kelima
Drainase
○ Pasal 26
 Poin ke 1 membahas bahwa untuk mengatur air irigasi secara baik dan memenuhi syarat-
syarat teknik irigasi maka pada setiap jaringan irigasi disertai dengan pembangunan
jaringan drainase.
 Poin ke 2 air irigasi yang disalurkan kembali ke suatu sumber air melalui jaringan drainase
harus dilakukan upaya pengendalian atau pencegahan pencemaran agar memenuhi syarat
kualitas berdasarkan perpu yang berlaku.
 Poin ke 3 membahas perkumpulan petani pemakai air dan masyarakat wajib menjaga
kelangsungan fungsi jaringan drainase.
53
BAB VI
POLA PENGATURAN AIR IRIGASI

Bagian keenam
Penggunaan Langsung Air Irigasi dari Sumber
Air
○ Pasal 27 membahas bahwa setiap pemakai air
irigasi dari sumber manapun harus mendapat
izin dari pemerintah daerah sesuai dengan
peraturan perpu yang berlaku.

54
BAB VII
PEMBANGUNAN JARINGAN
IRIGASI

○ Pasal 28 membahas mengenai rencana induk


pengembangan irigasi dalam lingkup
Provinsi/Kabupaten/Kota beserta
penjabarannya.

55
BAB VII
PEMBANGUNAN JARINGAN
IRIGASI
○ Pasal 29 membahas sebagai berikut:
 Poin ke 1 sampai 3 membahas mengenai pembangnan jaringan irigasi dan pihak yang
bertanggung jawab serta memiliki wewenang dalam pembangunan.
 Poin ke 4 membahas mengenai wewenang pemerintah dan pemerintah daerah dalam
pembangunan jaringan irigasi untuk perluasan areal irigasi di luar wilayah kerja.
 Poin ke 5 membahas mengenai wewenang perkumpulan petani pemakai air dalam
pembangunan jaringan irigasi untuk perluasan areal irigasi di wilayah kerja.
 Poin ke 6 pemerintah dan Perda memfasilitasi pembangunan jaringan dan perluasan areal
irigasi dengan tetap memperhatikan prinsip kemandirian.
 Poin ke 7 badan hukum, badan sosial, perorangan, dan pemakai air irigasi untuk keperluan
lainnya yang memanfaatkan sumber air dan atau jaringan irigasi dapat membangun
jaringannya sendiri berdasarkan rencana induk pengembangan irigasi sebagaimana
56
dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1).
BAB VII
PEMBANGUNAN JARINGAN
IRIGASI

○ Pasal 30 membahas mengenai seluruh


pemakai air irigasi dapat melaksanakan
pembangunan jaringan irigasi untuk
keperluannya setelah memperoleh izin
pengambilan air dari pejabat yang
berwenang.

57
BAB VIII
OPERASI DAN PEMELIHARAAN
JARINGAN IRIGASI

Bagian pertama
Wewenang, Tugas, dan Tanggung Jawab
○ Pasal 31 membahas mengenai tanggung jawab setiap pihak yang
bersangkutan dalam operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi.
○ Pasal 32 untuk penyelenggaraan operasi dan pemeliharaan jaringan
irigasi yang dikelola oleh perkumpulan petani pemakai air,
Pemerintah Daerah memberikan bantuan dan fasilitasi yang
diperlukan dengan memperhatikan prinsip kemandirian.

58
BAB VIII
OPERASI DAN PEMELIHARAAN
JARINGAN IRIGASI

Bagian Kedua
Pengaman Jaringan Irigasi
○ Pasal 33
Dalam rangka operasi dan pemeliharaan jaringan
irigasi, seluruh pihak yang terkait melakukan
pengamanan jaringan irigasi untuk menjamin
kelangsungan fungsinya.

59
Bagian Kedua
Pengaman Jaringan Irigasi

○ Pasal 34
 Poin ke 1 dalam upaya pengamanan jaringan irigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal33, seluruh
pihak yang bersangkutan, bersama-sama PerDa menetapkan garis sepadan yang diukur dari batas luar
tubuh saluran dan atau bangunan irigasi dimaksud.
 Poin ke 2 untuk menghindari kehilangan air, PerDa berwenang menetapkan larangan membuat galian
pada jarak tertentu di luar garis sempadan.
 Poin ke 3 dilarang mendirikan, mengubah ataupun membongkar bangunan lain yang berada di dalam,
di atas, maupun yang melintasi saluran irigasi, kecuali dengan izin Perda yang bersangkutan.
 Poin ke 4 ketentuan lebih lanjut mengenai pengamanan jaringan irigasi ditetapkan dengan peraturan
daerah.
60
BAB XI
REHABILITASI DAN PENINGKATAN
JARINGAN

○ Pasal 35 membahas bahwa perkumpulan petani


pemakai air memiliki wewenang, tugas dan
tanggung jawab dalam rehabilitasi dan
peningkatan jaringan irigasi di wilayah kerjnya,
selain itu dalam pelaksanaannya pemerintah dan
pemerintah daerah atau pihak lain memberikan
bantuan dan memfasilitasi. Perubahan atau
pembongkaran jaringan irigasi harus mendapat
izin dari Bupati/Walikota atau Gubernur yang
bersangkutan.
61
BAB X
INVENTARISASI DAERAH
IRIGASI

○ Pasal 36 membahas mengenai cakupan


inventarisasi dan penjelasan mengenai
inventarisasi yang merupakan salah satu
persyaratan dalam penyerahan kewenangan
pengelolaan. Inventarisasi dilakukan oleh
pemerintah Kabupaten/Kota bersama dengan
perkumpulan petani pemakai air. Inventarisasi
ditetapkan setelah dilakukan kompilasi data
oleh pemerintah provinsi dan ditetapkan oleh
pejabat yang berwenang setiap akhir tahun.
62
BAB XI
AUDIT PENGELOLAAN IRIGASI

○ Pasal 37 membahas mengenai audit pengelolaan


irigasi untuk menjamin kesesuaian antara
pelaksanaan pengelolaan dengan kesepakatan
yang mengikat antara Pemerintahan Daerah dan
perkumpulan petani pemakai air. Dilaksanakan
setiap tahun oleh Perda dan didampingi oleh
perkumpulan petani pemakai air tingkat daerah
irigasi.

63
BAB XII
MANAJEMEN ASET IRIGASI

○ Pasal 38 membahas mengenai perencanaan


manajemen aset jaringan irigasi.
○ Pasal 39 membahas mengenai pemanfaatan aset
jaringan irigasi.
○ Pasal 40 membahas mengenai evaluasi
manajemen aset jaringan dilakukan oleh
Pemerintah dan PerDa setiap 5 tahun sekali.

64
BAB XIII
PEMBIAYAN

○ Pasal 41
 Poin ke 1 menjelaskan bahwa biaya pembangunan menjadi tanggung jawab
Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
 Poin ke 2 menjelaskan bahwa biaya pengelelolaan irigasi dilakukan oleh
perkumpulan petani secara otonom dan mandiri.
 Poin ke 3 membahas bahwa pemerintah dan pemerintah daerah membantu dalam
penyediaan dana dan penyaluran berdasarkan kesepakatan antara pemerintah
dengan petani pemakai air.
 Poin ke 4 menjelaskan bahwa oembiayaan pengelolaan jaringan irigasi menjadi
tanggung jawab pihak yang bersangkutan.
65
BAB XIII
PEMBIAYAN
○ Pasal 42
 Pembiayaan pengelolaan jaringan irigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (3)
disalurkan melalui dana pengelolaan irigasi Kabupaten/Kota untuk mendukung efisiensi dan
efektivitas penggunaan dana pengelolaan irigasi.
 Perkumpulan petani pemakai air dapat mengajukan usulan pemanfaatan dana pengelolaan irigasi
kepada komisi irigasi.
 Prioritas alokasi dana pengelolaan irigasi Kabupaten/Kota ditentukan oleh komisi irigasi
berdasarkan prinsip keadilan dan transparan.
○ Penggunaan dana pengelolaan irigasi Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Bupati/Walikota
berdasarkan rekomendasi dari komisi irigasi.
○ Pemerintah Kabupaten/Kota menetapkan Kebijakan Daerah sebagai pengaturan lebih lanjut
tentang dana pengelolaan irigasi Kabupaten/Kota. 66
BAB XIV
KEBERLANJUTAN SISTEM IRIGASI

○ Pasal 43
 Poin ke 1 membahas mengenai pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat sesuai dengan
kewenangannya mempertahankan sistem iru=igasi secara berkelanjutan dengan mewujudkan
kelestarian sumberdaya air, dan segala kegiatan pendukungnya.
 Poin ke 2 membahas mengenai penegakan peraturan perundang-undangan untuk menjamin
keberlanjutan sistem irigasi.
○ Pasal 44
 Poin 1 membahas bahwa perubahan penggunaan lahan beririgasi untuk kepentingan selain
pertanian dengan tujuan komersial dalam suatu daerah irigasi yang telah ditetapkan harus
memperoleh izin terlebih dahulu dari pemerintah Daerah dengan mengacu tata ruang yang telah
ditetapkan serta memberi kompensasi yang setara.
 Poin ke 2 membahas pemerintah daerah melakukan penertiban pada lahan beririgasi yang tidak
berfungsi dengan memfungsikan kembali sesuai dengan tata ruang yang telah ditetapkan.
67
BAB XV
PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN

○ Pasal 45 membahas mengenai pemerintah dan pemerintah daerah melaksanakan


kegiatan penertiban, pengawasan, dan pengamanan terhadap prasarana jaringan
irigasi serta menegakkan peraturan perundang-undangan sebagai bentuk
pengendalian dan pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan irigasi.
○ Pasal 46
○ Perkumpulan petani pemakai air, badan hukum, badan sosial, perorangan, dan
pemakai air irigasi untuk keperluan lainnya menyediakan informasi pengelolaan
irigasi dan memberikan dukungan dalam pelaksanaan pengendalian dan
pengawasan.

68
BAB XVI
KETENTUAN PERALIHAN

○ Pasal 47
○ Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka izin
penggunaan air irigasi dan hak guna air irigasi yang telah
diberikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun
1982 tetap berlaku dan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sudah
menyesuaikan dengan Peraturan Pemerintah ini.

69
BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP

○ Pasal 48. Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, semua Peraturan Perundang-
undangan yang berkaitan dengan irigasi dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini.
○ Pasal 49. Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah
Nomor 23 Tahun 1982 tentang Irigasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1982 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3226) dinyatakan tidak berlaku.
○ Pasal 50. Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

70
PEDOMAN
PENYELENGGARAAN
PEMELIHARAAN
JARINGAN IRIGASI
BAB I
KEGIATAN PEMELIHARAAN
JARINGAN IRIGASI

○ Ruang lingkup kegiatan pemeliharaan jaringan


meliputi :
○ Inventarisasi kondisi jaringan irigasi
○ Perencanaan
○ Pelaksanaan
○ Pemantauan dan evaluasi

72
Data Pendukung Kegiatan Pemeliharaan
Jaringan Irigasi

Di dalam penyelenggaraan pemeliharaan jaringan irigasi diperlukan


data-data pendukung sebagai berikut :
○ a) Peta Daerah Irigasi (Skala 1 : 5.000 atau Skala 1 : 10.000)
○ b) Skema Jaringan Irigasi
○ c) Inventarisasi Jaringan Irigasi.
○ d) Gambar pasca konstruksi (as built drawing)
○ e) Perencanaan 5 (lima) tahunan pengelolaan asset irigasi.
○ f) Dokumen dan data pendukung lainnya.
73
Jenis-Jenis Pemeliharaan Jaringan
Irigasi

Jenis pemeliharaan jaringan irigasi terdiri dari :


○ Pengamanan jaringan irigasi
○ Pemeliharaan rutin
○ Pemeliharaan berkala
○ Perbaikan darurat

74
PENGAMANAN JARINGAN
IRIGASI
○ Pengamanan jaringan irigasi merupakan upaya untuk mencegah dan
menanggulangi terjadinya kerusakan jaringan irigasi yang disebabkan oleh daya
rusak air, hewan, atau oleh manusia guna mempertahankan fungsi jaringan irigasi.
○ Kegiatan ini dilakukan secara terus menerus oleh dinas yang membidangi irigasi,
anggota/ pengurus P3A/GP3A/IP3A, Kelompok
○ Pendamping Lapangan dan seluruh masyarakat setempat. Setiap kegiatan yang
dapat membahayakan atau merusak jaringan irigasi dilakukan tindakan pencegahan
berupa pemasangan papan larangan, papan peringatan atau perangkat pengamanan
lainnya.
○ Adapun tindakan pengamanan dapat dilakukan antara lain sebagai berikut :
○ a) Tindakan Pencegahan
○ b) Tindakan Pengamanan 75
PEMELIHARAAN RUTIN

○ Merupakan kegiatan perawatan dalam rangka


mempertahankan kondisi Jaringan Irigasi yang
dilaksanakan secara terus menerus tanpa ada
bagian konstruksi yang diubah atau diganti.
○ Kegiatan pemeliharaan rutin meliputi :
○ a) Yang bersifat Perawatan
○ b) Yang bersifat Perbaikan ringan

76
PEMELIHARAAN BERKALA

○ Pemeliharaan berkala merupakan kegiatan perawatan dan perbaikan yang dilaksanakan secara
berkala yang direncanakan dan dilaksanakan oleh dinas yang membidangi Irigasi dan dapat
bekerja sama dengan P3A / GP3A / IP3A secara swakelola berdasarkan kemampuan lembaga
tersebut dan dapat pula dilaksanakan secara kontraktual.
○ Pemeliharaan berkala dapat dibagi menjadi tiga, yaitu pemeliharaan yang bersifat perawatan,
pemeliharaan yang bersifat perbaikan, dan pemeliharaan yang bersifat penggantian.
○ Pekerjaan pemeliharaan berkala meliputi :
○ a) Pemeliharaan Berkala Yang Bersifat Perawatan
○ b) Pemeliharaan Berkala Yang Bersifat Perbaikan
○ c) Pemeliharaan Berkala Yang Bersifat Penggantian

77
PENANGGULANGAN/PERBAIKAN
DARURAT

○ Perbaikan darurat dilakukan akibat bencana alam dan atau


kerusakan berat akibat terjadinya kejadian luar biasa (seperti
Pengrusakan/penjebolan tanggul, Longsoran tebing yang
menutup Jaringan, tanggul putus dll) dan penanggulangan
segera dengan konstruksi tidak permanen, agar jaringan
irigasi tetap berfungsi.

78
PERAN SERTA P3A DALAM
PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI

○ Dinas yang membidangi irigasi dalam melaksanakan


kegiatan pemeliharaan jaringan irigasi dilakukan dengan
melibatkan peran serta P3A/GP3A/IP3A diwujudkan
mulai dari pemikiran awal, pengambilan keputusan, dan
pelaksanaan kegiatan pemeliharaan jaringan.

79
BAB II
TATA CARA PEMELIHARAAN
JARINGAN IRIGASI

Untuk mendapatkan hasil pemeliharaan yang optimal, diperlukan


tata cara/prosedur yang tepat seperti pada bagan alir (lampiran 1)
dengan mengacu pada tahapan sebagai berikut :
○ 1. Inventarisasi jaringan irigasi pada setiap daerah irigasi
○ 2. Perencanaan pemeliharaan jaringan irigasi
○ 3. Pelaksanaan pemeliharaan jaringan irigasi
○ 4. Pemantauan dan evaluasi pemeliharaan jaringan irigasi

80
INVENTARISASI JARINGAN
IRIGASI

○ Inventarisasi jaringan irigasi dilakukan untuk


mendapatkan data jumlah, dimensi, jenis, kondisi dan
fungsi seluruh asset irigasi serta data ketersediaan air,
nilai asset jaringan irigasi dan areal pelayanan pada
setiap daerah irigasi.Inventarisasi jaringan irigasi
dilaksanakan setiap tahun mengacu pada
ketentuan/pedoman yang berlaku.

81
PERTEMANAN PEMELIHARAAN
JARINGAN IRIGASI

○ Perencanaan pemeliharaan dibuat oleh Dinas/pengelola irigasi


bersama perkumpulan petani pemakai air berdasarkan rencana
prioritas hasil inventarisasi jaringan irigasi.Dalam rencana
pemeliharaan terdapat pembagian tugas, antara P3A dengan
pemerintah diantaranya bagian mana bisa ditangani P3A dan
bagian mana yang ditangani pemerintah melalui Nota
Kesepakatan kerjasama O&P.

82
PERTEMANAN PEMELIHARAAN
JARINGAN IRIGASI (lanjutan)

○ Penyusunan rencana pemeliharaan meliputi :


○ Inspeksi Rutin
○ Penelusuran Jaringan Irigasi
○ Identifikasi dan Analisis Tingkat Kerusakan
○ Pengukuran Dan Pembuatan Detail Desain Perbaikan
Jaringan Irigasi
○ a) Survai Dan Pengukuran Perbaikan Jaringan Irigasi
○ b) Pembuatan Detail Desain
○ Perhitungan Rencana Anggaran Biaya (RAB) 83
PERTEMANAN PEMELIHARAAN
JARINGAN IRIGASI (lanjutan)

○ Penyusunan Program/Rencana Kerja


a) Pekerjaan Yang Dilaksanakan Secara Swakelola.
○ Pekerjaan yang dapat dilaksanakan dengan cara swakelola
antara lain adalah berupa pemeliharaan rutin,
pemeliharaan berkala yang bersifat perawatan, dan
penanggulangan
○ 1) Pemeliharaan Rutin
○ 2) Pemeliharaan Berkala
○ 3) Penanggulangan
84
PELAKSANAAN PEMELIHARAAN

○ Pelaksanaan pemeliharaan dilakukan berdasarkan detail desain dan rencana


kerja yang telah disusun oleh Dinas/Pengelola irigasi bersama perkumpulan
petani pemakai air. Adapun waktu pelaksanaannya menyesuaikan dengan
jadwal pengaturan air dan masa pengeringan yang telah disepakati bersama dan
ditetapkan oleh Bupati/Walikota/Gubernur sesuai kewenangannya.
○ Pelaksanaan pemeliharaan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
 Persiapan Pelaksanaan Pemeliharaan
 Pelaksanaan Pemeliharaan

85
PEMANTAUAN, EVALUASI, DAN
PELAPORAN

○ Pemantauan dan Evaluasi


○ Laporan Kemajuan Pelaksanaan
○ Laporan kemajuan pelaksanaan pekerjaan dilakukan secara berkala meliputi :
 Laporan bulanan
 Laporan Tahunan (Blangko 10-P)
○ Indikator Keberhasilan Kegiatan Pemeliharaan Indikator :
○ a) Terpenuhinya kapasitas saluran sesuai dengan kapasitas rencana.
○ b) Terjaganya kondisi bangunan dan saluran
○ c) Meminimalkan biaya rehabilitasi jaringan irigasi
○ d) Tercapainya umur rencana jaringan irigasi
86
BAB III
KELEMBAGAAN DAN SUMBER
DAYA MANUSIA

Tugas Pokok Dan Fungsi Petugas Pemeliharaan Yang Berada Di Lapangan


○ a) Pengamat/Ranting/UPTD
○ b) Mantri/Juru
○ c) Staf Ranting/Pengamat/UPTD/Cabang Dinas/Korwil
○ d) Petugas Operasi Bendung (POB)
○ e) Petugas Pintu Air (PPA)
○ f) Pekerja/Pekarya Saluran (PS)
3.2. Kebutuhan Tenaga Pelaksana Operasi & Pemeliharaan
87

Anda mungkin juga menyukai