Anda di halaman 1dari 35

PLENO 1

PERKEMBANGAN DAN KELAINAN KONGENITAL SUSUNAN SISTEM MUSKULOSKELTAL

1
JUMP 1

(SKENARIO)
Jump 2 dan 3
1. Mengapa kaki anak bu kamelia mengalami bengkok kedalam ?
➞ kemungkinan anak bu kamelia mengalami kelainan kongenital (CTEV) yang mena etiologinya
adalah : ・Defek neuromuscular
・pemendekan tendon archiles
・factor mekanik invitro
2. Bagaimana interpretasi kondisi lahir anak ibu kamelia ?
➞ ・BB 2,5 kg : normal
・kaki bengkok : karena terdapat abnormalitas pada musculoskeletal
・ditemukan kelainan yaitu equinus bisa juga disebut CTEV atau clubfoot
3. Bagaimana interpretasi screningyang dilakukan oleh dokter ?
➞ inversi , aduksi ➝ telapak kaki yang masuk kedalam mendekati tubuh.
spina bifida ➝ x kelainan pada system saraf
4. Mengapa dokter menanyakan tentang riwayat keluarga /
➞ karena kejadian yang dialami oleh anaknya kebanyakan terjadi pda penderita yang memiliki
riwayat keluarga menderita kelainan yang sama. Riwayat keluarga termasuk salah satu faktor
resikonya.
5. Apa diagnosa dan diagnose bandingnya ?
➞ Dx : CTEV
DD : postural clubfoot dan spinabifida
6. Mengapa dr menganjurkan dilakukannya pemasangan gips serial ?
➞ pemasangan gips serial merupakan tatalaksana awal pada bayi.

7. Apakah ada hubungan jenis kelamin pada keluhan tersebut ?


➞ Jk = lebih banyak terjadi pada laki” dibandingkan perempuan dengan perbandingan 2:1

8. Px penunjang apa yang dapat dilakukan?


➞ radiologi , X-ray dan foto polos
9. Bagaimana komplikasi dan prognosisnya ?
➞ komplikasinya : deformasi menetap, infeksi dan terjadi lecet dikulit.
prognosisnya : jika dilakukan tindakan yang tepat bisa kembali normal.
10. Bagaimana tatalaksananya ?
➞ tindakan : operatif dan non operatif
Non operatif : ponseti dan predisfunctional

11. Pada minggu ke berapa terbentuknya kaki pada embrio ?


➞ minggu ke 6 dan ke7
CONGENITAL TALIPES EQUINOVARUS (CTEV)

• DEFINISI
CTEV, bisa disebut juga dengan clubfoot, merupakan suatu kombinasi
deformitas yang terdiri dari supinasi dan adduksi forefoot pada sendi midtarsal, heel varus pada sendi
subtalar, equinus pada sendi ankle, dan deviasi pedis ke medial terhadap lutut (1,6). Deviasi pedis ke
medial ini akibat angulasi neck talus dan sebagian internal tibial torsion
• EPIDEMIOLOGI
CTEV rata-rata muncul dalam 1-2:1000 kelahiran bayi di dunia dan merupakan salah satu defek saat
lahir yang paling umum pada system musculoskeletal
Insidensi CTEV beragam pada beberapa Negara, di Amerika Serikat 2,29:1000 kelahiran; pada ras
Kaukasia 1,6:1000 kelahiran; pada ras Oriental 0,57:1000 kelahiran; pada orang Maori 6,5-7,5:1000
kelahiran; pada orang China 0,35:1000 kelahiran; pada ras Polinesia 6,81:1000 kelahiran; pada orang
Malaysia 1,3:1000 kelahiran; dan 49:1000 kelahiran pada orang Hawai
• ETIOLOGI
Etiologi dari CTEV belum sepenuhnya dimengerti. CTEV umumnya merupakan isolated birth defect dan diperkirakan
idiopatik, meskipun kadang muncul bersamaan dengan myelodysplasia, arthrogryposis, atau kelainan kongenital multiple.
Ada beberapa teori yang telah diajukan untuk menjelaskan etiologi CTEV, yaitu:
1. Faktor mekanik in utero
Teori ini merupakan yang pertama dan tertua, diutarakan oleh Hippocrates.
Dia percaya bahwa kaki tertahan pada posisi equinovarus akibat adanya
kompresi dari luar uterus. Namun Parker pada 1824 dan Browne pada 1939
mengatakan bahwa keadaan dimana berkurangnya cairan amnion, seperti
oligohidramnion, mencegah pergerakan janin dan rentan terhadap kompresi
dari luar.
2. Arrested fetal development
• Intrauterina
Heuter dan Von Volkman pada 1863 mengemukakan bahwa adanya
gangguan perkembangan dini pada usia awal embrio adalah penyebab
clubfoot kongenital.
• Pengaruh lingkungan
Beberapa zat seperti agen teratogenik (rubella dan thalidomide) serta
asap rokok memiliki peran dalam terbentuknya CTEV, dimana terjadi
temporary growth arrest pada janin
• PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan radiologi dini tidaklah informatif dibandingkan dengan pemeriksaan fisik,
dikarenakan hanya akan tampak ossification center pada tulang tarsal, calcaneus, dan metatarsal.
Setelah usia 3 atau 4 bulan, tulang-tulang tersebut telah cukup terosifikasi, dan pemeriksaan
radiologi dapat dilakukan dengan proyeksi film anteroposterior dan lateral dengan stress
dorsofleksi.
Pada proyeksi AP diukur sudut talocalcaneal (30-50°) dan talo-metatarsal I (0-10°), sedangkan
pada proyeksi lateral diukur sudut talocalcaneal (30-50°) dan tibiocalcaneal (10-20°). Sudut-sudut
tersebut akan menghilang/berkurang pada CTEV, sehingga dapat memprediksi keparahan dan
respon terhadap intervensi yang akan diberikan.
Sindaktili
• Sindaktili merupakan kelainan jari berupa pelekatan dua jari atau lebih sehingga
menjadi berbentuk seperti kaki bebek atau angsa (webbed fingers).
• ada yang pelekatannya hanya sepertiga dari panjang jari, atau sepanjang jari saling
melekat serta bisa juga hanya terjadi pada jaringan kulit, tendon (jaringan lunak),
bahkan pada kedua tulang jari yang bersebelahan
Jari yang sering mengalami pelekatan adalah jari telunjuk dengan jari tengah&
jari,tengah dengan jari manis& atau ketiganya. Sindaktili terjadi pada 1 dari 2500
kelahiran.Lebih banyak terjadi pada bayi laki-laki dibandingkan bayi perempuan

Penyebab
• Kelainan genetika
• Cairan amnion pecah
• Obat-obatan tertentu yang dikonsumsi ibu selama masa kehamilan
Pencegahan
• Apabila penyebabnya akibat kelainan genetika, maka tidak dapat
dilakukan pencegahan. Kemungkinannya dapat diperkecil bila penyebabnya adalah
obat-obatan yang dikonsumsi ibu selama hamil.

Cara Mengatasi Sindaktili


• melakukan operasi pemisahan pada jari-jari yang saling melekat atau menyatu.
Operasi pemisahan jari-jemari dilakukan setelah anak berumur antara 12-18
bulan.Bila ada beberapa jari yang melekat, operasi pemisahan dilakukan satu per
satu untuk menghindari komplikasi pada luka dan sistem perdarahan jari yang
dipisahkan.
DDH
• Definisi
• Displasia perkembangan pinggul adalah suatu kondisi bawaan kelainan
panggul yang didapatsejak lahir berupa dislokasi pada panggul karena
acetabulum dan caput femur tidak
berada pada tempat seharusnya. Hal ini dapat terjadi sekali dalam setiap 1.00
0 kelahiran hidup.Sendi panggul diciptakan seperti bola dan sendi soket.
• Epidemiologi
• bilateral > unilateral

• Perempuan > laki laki (8:1)

• kejadian meningkat pada :

-ada riwayat keluarga

-kebiasaan membedung bayi


-kongenital muskular torticolis dan metatarsus -ddutus.
• Etiologi
• Penyebab pasti pada kasus DDH belum dapat diketahui secara pasti namun secara luas kasus DDH ini diyakini sebagai
gangguan perkembangan pada seorang anak. Hal ini karena DDH dapat terjadi pada saat kehamilan setelah lahir
bahkan selama masa kanak kanak. Faktor risiko
• genetik
• kelemahan ligamen
• lingkungan
• intrauterin
• Desakan kembar, oligohidramnionD
desakan dapat mengakibatkan caput femur janin yang masih belumterfiksasi dengan baik lepas dari acetabulum.
• Hormon relaksin merupakan hormon yang muncul saat partus untuk melemaskan tulang panggul
• Manifestasi Klinis
-kaki bayi panjang sebelah
-terdapat lipatan bokong dan paha yang asimetris & lipatan bokong dan paha yang asimetris
dapat menggambarkan kemungkinan terjadi DDH pada bayi tetapi pemeriksaan penunjang
seperti USG dan foto rontgen tetap diperlukan untuk memastikan pinggul normal atau tidak.
-ketika bayi dengan DDH sudah tumbuh beberapa bulan
maka pinggul secara bertahap akan kehilangan rentang gerak dan kedua kaki tidak akan sama p
anjangkarena pinggul telah tumbuh semakin ke atas.
-kalau sudah berjalan, jalannya tidak seimbang.
-nyeri
Diagnosis
- Anamnesa : usia, faktor resiko, gejala
- Pemeriksaan fisik : barlow test, ortolani test, galeazzi test, tredelernberg test
Pemeriksaan penunjang
USG, X-ray, CT Scan, MRI
Penatalaksanaan
1. Metode pengobatan tanpa bedah
- Penggunaan palvic harness
- Hip abduction brace
- Traksi
2. Metode pembedahan
- Closed reduction : arthogram, adductor tenotomy, hip reduction, spica cast
- Open reduction
- Pelvic osteotomy : dega osteotomy, salter osteotomy, combined osteotomy
Prognosis
Semakin muda usia bayi saat dilakukan penatalaksanaan , maka semakin baik
prognosisnya
Skoliosis kongenital
scoliosis kongenital adalah suatu kondisi perubahan kurvatura spina
kearah lateral yang disebabkan oleh anomaly dari perkembangan tulang
belakang.

Klasifikasi
- kegagalan formasi
- kegagalan segmentasi
- bentuk campuran.
Diagnosis
1. anamnesis
- riwayat keluarga
- riwayat kehamilan
- riwayat antenatal
- riwayat persalinan
- riwayat perinatal
- BBL
- riwayat obat obatan
- lain lain seperti adanya sesak napas, cepat lelah dangangguan
perkemihan.
2. pemeriksaan fisik
- pengukuran BB dan TB
- periksa kulit untuk melihat apakah terdapat “café au lait” atau binting
bintik pada ketiak sperti terlihat pada neurofibromatosis dan patch berambut
pada garis tengah sebagai bukti disrafisme tulang belakang.
- disrafisme tulang belakang
- pemeriksaan tulang belakang

3. pemeriksaan radiologis
- foto polos radiologis
- Ct scan praoperasi
- MRI
tatalaksana
1. non operatif
- penggunaan brace  sebagai terapi utama karena kurva yg tidak kaku.
- traksi gravitasi halo  digunakan sebelum operasi dan efektif untuk
memaksimalkna koreksi deformitas yg kaku.
2. operatif
tujuannya untuk mencapai tulang belakang yg lurus, profil sagittal yg
fiisologis sambal mempertahankan fleksibilitas, untuk menghentikan
perkembangan kurva dan fusi segmen sependek mungkin, serta
mempertahankan sebanyak mungkin perumbuhan normal tulang belakang.
 TORTICOLLIS (CMT)
 Torticollis adalah suatu keadaan keterbatasan gerakan leher dimana kepala miring kesisi yang
terkena dan dagu mengarah ke sisi berlawanan, yang disebabkan oleh pemendekan otot
sternokleidomastoideus .
 Penyebab Tortikolis
Saat seseorang mengalami tortikolis, otot pada salah satu sisi leher yang membentang dari belakang
telinga hingga tulang selangka menjadi lebih pendek dari sisi lainnya. Berbagai kondisi dapat
menyebabkan otot yang disebut sternokleidomastoid ini menjadi lebih pendek.Salah satu penyebabnya
adalah karena kelainan genetik yang diturunkan dalam keluarga atau masalah pada sistem saraf, tulang
belakang bagian atas, atau otot. Selain itu, tortikolis juga kerap terjadi tanpa diketahui penyebab yang
jelas atau dikenal dengan istilah tortikolis idiopatik.
Sedangkan tortikolis kongenital biasanya terjadi karena posisi kepala bayi yang tidak normal dalam
kandungan, seperti sungsang, yang dapat meningkatkan tekanan pada salah satu sisi kepala janin
sehingga otot leher menegang. Tortikolis juga bisa terjadi saat persalinan jika proses kelahiran bayi
dilakukan dengan bantuan alat forsep atau vakum, sehingga salah satu sisi otot leher mendapat tekanan
lebih besar. Selain itu, kerusakan otot atau kurangnya pasokan darah pada leher juga dapat menimbulkan
tortikolis.
 Berdasarkan penyebabnya, terdapat beberapa jenis tortikolis, yaitu:
• Tortikolis temporer. Tortikolis ini disebabkan kelenjar getah bening yang bengkak, infeksi telinga,
pilek, atau cedera kepala dan leher yang menyebabkan bengkak. Tortikolis jenis ini biasanya dapat
hilang dalam waktu satu atau dua hari.
• Tortikolis permanen. Kondisi ini terjadi karena masalah pada otot atau struktur tulang.
• Tortikolis otot. Jenis ini diakibatkan jaringan parut atau otot yang mengeras pada salah satu sisi leher.
• Distonia tengkuk atau tortikolis spasmodik. Kondisi ini membuat otot leher tegang dan miring ke
samping, ke atas, atau bawah, serta terasa sangat menyakitkan. Umumnya, tortikolis spasmodik terjadi
pada usia di atas 40-60 tahun, dan lebih banyak diderita oleh wanita..
• Sindrom Klippel-Feil. Kondisi ini terjadi karena kelainan posisi tulang pada leher bayi. Penderita
sindrom Klippel-Feil biasanya juga mengalami kesulitan dalam mendengar dan melihat.
 Gejala Tortikolis
 Awal gejala tortikolis dapat terjadi secara perlahan. Gejala ini terkadang tidak terlihat pada bulan pertama
atau kedua setelah lahir, dan baru diketahui secara jelas saat bayi sudah lebih dapat mengendalikan gerakan
leher dan kepala. Seiring waktu, gejala bisa semakin parah.
 Beberapa gejala yang nampak pada penderita tortikolis adalah:
• Gerakan kepala terbatas, sehingga kepala sulit berpaling ke samping, atau melihat ke atas dan bawah.
• Kaku otot leher
• Leher terasa nyeri.
• Otot leher terlihat bengkak.
• Tremor kepala.
• Sakit kepala.
• Salah satu sisi bahu terlihat lebih tinggi.
• Dagu miring ke satu sisi.
• Ada benjolan lunak pada otot leher.
• Bayi tortikolis lebih suka menyusui pada satu sisi payudara saja.
• Kepala terlihat datar pada satu sisi akibat sering berbaring hanya di sisi tersebut (plagiosefali).
• Kepala terlihat datar pada satu sisi akibat sering berbaring hanya di sisi tersebut (plagiosefali).
• Mengalami gangguan pendengaran atau penglihatan.
 Diagnosis Tortikolis
Diagnosis tortikolis diawali dengan menanyakan kebiasaan serta gejala yang dialami pasien, serta
melakukan pemeriksaan fisik, terutama melihat gerakan kepala pasien dan kondisi otot leher pasien.
Guna memastikan diagnosis, dokter dapat melakukan beberapa pemeriksaan penujang. Salah satunya
adalah elektromiogram (EMG). Pemeriksaan ini bertujuan mengukur aktivitas listrik dalam otot
sehingga dapat memastikan bagian otot yang terganggu.
Selain itu, pemindaian dengan foto Rontgen leher, CT scan leher, atau MRI juga bisa dilakukan untuk
melihat masalah pada struktur jaringan yang diduga menimbulkan keluhan pada penderita. Sementara
itu, tes darah dilakukan untuk mencari kondisi lain yang menyebabkan tortikolis.
Penatalaksanaan
 Penanganan penyakit tortikolis perlu dilakukan secepat mungkin untuk mencegah komplikasi dalam
jangka panjang. Berikut beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengangani penyakit tortikolis:
• Terapi Fisik. Peregangan secara pasif dan manual pada otot leher sebelum usia 12 bulan adalah
terapi fisik yang paling efektif. Cara ini dilakukan setidaknya dua kali dalam satu hari, dilakukan 10-
15 peregangan, dengan waktu dilatasi mencapai 30 detik. Dengan latihan yang dilakukan secara
benar dan teratur setiap hari, didapatkan hasil yang memuaskan yakni lebih dari 90%
• Toksin botulinum. Injeksi atau suntikan toksin ini akan menurunkan spasme dan dapat meregangkan
atau melemaskan otot yang kaku secara manual. Beberapa kasus tortikolis dewasa berhasil diatasi
dengan toksin botulinum ini.
• Pembedahan. Penatalaksanaan operatif dianjurkan untuk anak dengan usia diatas 12-18 bulan yang
tidak berhasil dengan penatalaksanaan secara konservatif. Operasi sangat direkomendasikan jika
didapati keterbatasan gerakan sampai 30 derajat serta pada kasus deformitas tulang wajah yang
kompleks.
 Komplikasi Tortikolis
Tortikolis biasanya merupakan cedera ringan, dan dapat disembuhkan. Namun pada tortikolis kongenital
yang parah, dapat terjadi gangguan jangka panjang.Pada kasus tortikolis akut yang terjadi secara
sementara, penanganan perlu dilakukan dengan segera. Jika tidak, terdapat risiko munculnya beberapa
komplikasi berikut:
• Pembengkakan otot leher.
• Gangguan saraf akibat ada saraf yang tertekan.
• Nyeri kronis.
• Kesulitan menjalankan kegiatan rutin atau berkendara.
• Depresi

Anda mungkin juga menyukai