Anda di halaman 1dari 9

Sebelum Kemerdekaan

• Bahasa Indonesia merupakan salah satu dialek bahasa Melayu.


• Bahasa Melayu dipakai sebagai alat perhubungan.
• Prasasti tertua yang ditulis dalam bahasa Melayu dengan huruf
Pallawa berasal dari abad ke-7.
• Masuknya Islam ke Indonesia sekitar abad ke-13 atau sebelumnya
membawa pengaruh pada tradisi tulis dalam bahasa Melayu.
• Huruf Arab mulai digunakan untuk menulis bahasa Melayu.
• Tradisi penulisan bahasa Melayu dengan huruf Arab atau dikenal
dengan tulisan Jawi masih berlangsung sampai abad ke-19.
 Pada masa penjajahan Belanda, bahasa Melayu tetap
dipakai sebagai bahasa perhubungan yang luas.
 Pemerintah Belanda tidak mau menyebarkan pemakaian
bahasa Belanda pada penduduk pribumi.
 Selama masa penjajahan Belanda terbit banyak surat
kabar yang ditulis dengan bahasa Melayu.
 Pada tanggal 28 Oktober 1928 dalam kongres pemuda
yang dihadiri oleh aktivis dari berbagai daerah di
Indonesia, bahasa Melayu diubah namanya menjadi
bahasa Indonesia yang diikrarkan dalam Sumpah Pemuda
sebagai bahasa persatuan atau bahasa nasional.
 Sebagai wujud perhatian yang besar terhadap bangsa
Indonesia, pada tahun 1938 diselenggarakan Kongres
bahasa Indonesia pertama di Solo.
 Pada masa pendudukan Jepang, pemerintah Jepang
memberlakukan pelarangan penggunaan bahasa
Belanda.
 Pelarangan ini berdampak positif terhadap bahasa
Indonesia karena bahasa Indonesia dipakai dalam
berbagai aspek kehidupan termasuk kehidupan politik
dan pemerintahan yang sebelumnya lebih banyak
dilakukan dengan bahasa Belanda.
Sesudah Kemerdekaan
* 18 Agustus ditetapkan Undang-Undang Dasar 1945 yang di dalamnya terdapat
pasal, yaitu pasal 36, yang menyatakan bahwa “Bahasa Negara ialah Bahasa
Indonesia.”
 Sesudah kemerdekaan, bahasa Indonesia mengalami perkembangan yang
pesat. Setiap tahun jumlah pemakai bahasa Indonesia bertambah.
 Pemerintah Orde lama dan Orde baru menaruh perhatian besar terhadap
perkembangan bahasa Indonesia di antaranya melalui pembentukan lembaga
yang mengurus masalah kebahasaan yang sekarang menjadi pusat bahasa dan
penyelenggaraan kongres bahasa Indonesia.
 Perubahan ejaan bahasa Indonesia dari ejaan Van Ophuijsen ke ejaan Soewandi
hingga ejaan yang disempurnakan selalu mendapat tanggapan dari
masyarakat.
Ciri-Ciri Khusus Ejaan Van Ophuijsen (1901)
 Masih menggunakan huruf/ j/ untuk bunyi huruf /y/ seperti contoh yang atau
Sayang ditulis dengan jang, sajang.
 Masih menggunakan huruf /oe/ untuk untuk bunyi huruf /u/ seperti kata itu dan guru
ditulis dengan itoe dan guroe.
 Masih Menggunakan Tanda diakritik, seperti koma ain /’/ seperti contoh ma’moer, ‘akal,
dan huruf /k/ ditulis dengan tanda /’/ pada akhir kata misalnya bapa’,ta’
 Jika pada suatu kata berakhir dengan huruf /a/ mendapat akhiran /i/, maka di atas
akhiran itu diberi tanda trema /’/ ta’, pa’, dinamai’
 Huruf /c/ yang pelafalannya keras diberi tanda /’/ diatasnya.
 Kata ulang diberi angka 2, misalkan: jalan2 (jalan-jalan)
 Kata majemuk dirangkai ditulis dengan 3 cara :
 a. Dirangkai menjadi satu, misalnya /hoeloebalang, apabila/, dsb.
 b. Dengan menggunakan tanda penghubung misalnya /rumah-sakit/, dsb.
 c. Dipisahkan, misalnya /anak-negeri/, dsb.
Ciri-Ciri Khusus Ejaan Suwandi (1947)
 Penggunaan huruf /oe/ dalam ejaan Van Ophuijsen berubah menjadi /u/ seperti pada contoh
guru, itu, umur.
 Masih menggunakan huruf /dj/ djalan untuk kata jalan, /j/ pajung untuk kata payung, /nj/ bunji
untuk kata bunyi, /tj/ tjukup untuk kata cukup, /ch/ tarich untuk kata tarikh.
 Tanda Koma ain dan koma hamzah untuk bunyi sentak dihilangkan ditulis dengan k, seperti pada
kata-kata tak, pak, makmur, rakyat.
 Kata ulang masih seperti ejaan Van Ophuijsen ditulis dengan angka 2, seperti anak2, jalan2, ke-
barat2-an. Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang
mengikutinya, seperti kata depan di pada dirumah, dikebun, disamakan dengan imbuhan di-
pada ditulis, dikarang.
 Huruf /e/ keras dan /e/ lemah ditulis tidak menggunakan tanda, misalnya ejaan, seekor, dsb.
 Tanda trema pada huruf /a/ dan /i/ dihilangkan.dinamai’ menjadi dinamai
 Penulisan kata ulang dapat dilakukan dengan dua cara. Contoh: Berlari-larian Berlari2-an
 Penulisan kata majemuk dapat dilakukan dengan tiga cara. Contoh: Tata laksana, Tata-
laksana, Tatalaksana
 Kata yang berasal dari bahasa asing yang tidak menggunakan /e/ lemah (pepet) dalam bahasa
Indonesia ditulis tidak menggunakan /e/ lemah, misalnya : /putra/ bukan /putera/, /praktek/
bukan /peraktek/, dsb.
Ciri-Ciri EYD (1972)
• Perubahan Huruf Ejaan Suwandi dari /dj/ menjadi /j/ (jalan) ,/j/ menjadi /y/ (payung), /tj/ menjadi /c/ (cukup),
/ch/ menjadi /kh/ (tarikh)
* Huruf-huruf di bawah ini, yang sebelumnya sudah terdapat dalam Ejaan Soewandi sebagai unsur pinjaman abjad
asing, diresmikan pemakaiannya.seperti f: maaf, fakir, v: valuta, universitas, z: zeni, lezat
• Huruf-huruf q dan x yang lazim digunakan dalam ilmu eksakta tetap dipakai.
a : b = p : q Sinar-X
• Penulisan di- atau ke- sebagai awalan dan di atau ke sebagai kata depan dibedakan, yaitu di- atau ke-sebagai
awalan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya, sedangkan di atau ke sebagai kata depan ditulis
terpisah dengan kata yang mengikutinya. Contoh: di- (awalan): ditulis, dibakar,dilempar dsb.; di (kata depan): di
kampus, di rumah, di jalan dsb.
 Kata ulang ditulis penuh dengan huruf, tidak boleh digunakan angka 2 dengan menggunakan tanda , seperti
anak-anak, berjalan-jalan, meloncat-loncat dsb.
 Penulisan kata ulang dengan menggunakan angka /2/ hanya diperkenankan pada tulisan cepat atau notula.
 Penulisan kata majemuk harus dipisahkan dan tidak perlu menggunakan tanda hubung. Contoh : Duta-
besar menjadi duta besar; Kaya-raya menjadi kaya raya; Tata-usaha menjadi tata usaha
 Kata ganti ku, mu, kau, dan nya ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya. Contoh: kumiliki, dipukul,
barangmu, pacarku, dsb.
 Partikel pun terpisah dari kata yang mendahuluinya, kecuali pun yang menjadi kelompok kata. Contoh:
Kapan pun aku tetap menantimu: Meskipun demikian aku tak akan marah (meskipun adalah kelompok kata)
 Penulisan kata si dan sang dipisah dari kata yang mengikutinya. Contoh: Si penjual bakso bukan sipenjual bakso;
Sang pujangga bukan sangpujangga
 Partikel per berarti tia-tiap dipisah dari kata yang mengikutinya. Contoh: Per orang bukan perorang; Per
lembar bukan perlembar
Dalam era globalisasi sekarang ini, bahasa Indonesia
mendapat saingan berat dari bahasa Inggris. Semakin
banyak orang Indonesia yang belajar dan menguasai
bahasa Inggris, tentu saja merupakan hal yang positif
dalam rangka perkembangan ilmu dan teknologi. Akan
tetapi, ada gejala semakin mengecilnya perhatian orang
terhadap bahasa Indonesia. Tampaknya orang lebih
bangga memakai bahasa Inggris daripada bahasa
Indonesia. Bahasa Indonesia yang dipakai juga banyak
dicampur dengan bahasa Inggris. Kekurangpedulian
terhadap bahasa Indonesia ini akan menjadi tantangan
yang berat dalam pengembangan bahasa Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai