Anda di halaman 1dari 31

SISTEM PENCERNAAN

KELOMPOK 2
A2 - 2018
1. NURIKA DIAN M. (131811133075)
2. ANNI IZZA HANIFA (131811133076)
3. FARID PERDANA P. S. (131811133082)
4. MOCH LUKMAN HAKIM (131811133124)
LISTIA CAHYA AMINI (131811133125)
Anggota kelompkok : 5.

6. NUR ATHIYYAH AMINI (131811133126)


7. DINA SHIFANA (131811133128)
8. SABRINA FADILAH (131811133130)
Sirosis hati

 Penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya


pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai
dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas.
Pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi
arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro
dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan
ikat dan nodul tersebut (Smeltzer & Bare)
Fungsi metabolik hati

 Metabolisme glukosa
 Konversi amonia
 Metabolisme protein
 Metabolisme lemak
 Penyimpanan vitamin dan zat besi
 Metabolisme obat
 Pembentukan empedu
 Ekskresi bilirubin
Etiologi penyebab sirosis hepatis

 Malnutrisi

 Alkoholisme

 Virus hepatitis
 Kegagalan jantung yang menyebabkan bendungan vena hepatika
 Penyakit Wilson (penumpukan tembaga yang berlebihan
bawaan)
 Hemokromatosis (kelebihan zat besi)
 Zat toksik
Ada 3 tipe sirosis atau pembetukan parut dalam hati
:

 Sirosis Laennec (alkoholik, nutrisional), dimana jaringan parut


secara khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh
alkoholis kronis.
 Sirosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang
lebar sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi
sebelumnya.
 Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam
hati disekitar saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier
yang kronis dan infeksi (kolangitis).
Manifestasi Klinis

 Obstruksi Portal dan Asites


 Varises Gastrointestinal
 Defisiensi Vitamin dan Anemia
 Kemunduran Mental
Pembesaran Hati
Edema
Komplikasi

 Hipertensi portal

 Coma/ ensefalopaty hepatikum


 Hepatoma

 Asites

 Peritonitis bakterial spontan

 Kegagalan hati (hepatoselular)


 Sindrom hepatorenal
Apendisitis

 peradangan pada apendiks vermiformis dan


merupakan penyebab abdomen akut yang paling
sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur
baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih
sering menyerang laki-laki berusia 10-30 tahun
(Mansjoer, 2010).
Anatomi
Fisiologi

 Secara fisiologis apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari.


Lendir tersebut normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan
selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara
apendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis.
Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh Gut Associated
Lymphoid Tissue (GALT) yang terdapat di sepanjang saluran cerna
termasuk apendiks adalah IgA, imunoglobulin tersebut sangat
efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian,
pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh
Klasifikasi

1. Apendisitis akut
2. Apendisitis kronik
Apendisitis akut
1. Apendisitis Akut Sederhana
Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan obstruksi. Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah umbilikus, mual,
muntah, anoreksia, malaise dan demam ringan (Rukmono, 2011).
2. Apendisitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding apendiks dan menimbulkan
thrombosis
3. Apendisitis Akut Gangrenosa
Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai terganggu sehingga terjadi infark dan gangren.
4. Apendisitis Infiltrat
Apendisitis infiltrat adalah proses radang apendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum
5. Apendisitis Abses
Apendisitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus), biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrosekal,
subsekal dan pelvikal (Rukmono, 2011).
6. Apendisitis Perforasi
Apendisitis perforasi adalah pecahnya apendiks yang sudah gangren yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi
peritonitis umum
Apendisitis kronik

 Diagnosis apendisitis kronik baru dapat


ditegakkan jika ditemukan adanya riwayat nyeri
perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang
kronik apendiks secara makroskopik dan
mikroskopik.
Etiologi

 Faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya apendisitis akut ditinjau dari teori Blum
dibedakan menjadi empat faktor, yaitu faktor biologi, faktor lingkungan, faktor
pelayanan kesehatan, dan faktor perilaku. Faktor biologi antara lain usia, jenis
kelamin, ras sedangkan untuk faktor lingkungan terjadi akibat obstruksi lumen akibat
infeksi bakteri, virus, parasit, cacing dan benda asing dan sanitasi lingkungan yang
kurang baik. Faktor pelayanan kesehatan juga menjadi resiko apendisitis baik dilihat
dari pelayan keshatan yang diberikan oleh layanan kesehatan baik dari fasilitas
maupun non-fasilitas, selain itu faktor resiko lain adalah faktor perilaku seperti
asupan rendah serat yang dapat mempengaruhi defekasi dan fekalit yang
menyebabkan obstruksi lumen sehingga memiliki risiko apendisitis yang lebih tinggi
(Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).
PENATALAKSANAAN

 Apendisitis
1. Sebelum operasi
2. Operasi
3. Pasca operasi
4. Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif
5. Tindakan pembedahan segera setelah klien dipersiapkan, karena
dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis umum. Persiapan
dan pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit
infeksi luka lebih tiggi daripada pembedahan pada apendisitis sederhana
tanpa perforasi. Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang
yang telah mereda
Sebelum operasi

1. Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi.


2. Pemasangan kateter untuk control produksi urin.
3. Rehidrasi
4. Antibiotic dengan spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara
intravena.
5. Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil, largaktil
untuk membuka pembuluh – pembuluh darah perifer diberikan setelah
rehidrasi tercapai.
6. Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi.
Operasi

1. Apendiktomi.
2. Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas,maka
abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.
3. Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV,massanya mungkin
mengecil,atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu
beberapa hari. Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan operasi elektif
sesudah 6 minggu sampai 3 bulan.
Pasca operasi

1. Observasi TTV.
2. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah.
3. Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.
4. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama pasien dipuasakan.
5. Bila tindakan operasilebih besar, misalnya pada perforasi, puasa dilanjutkan sampai fungsi usus
kembali normal.
6. Berikan minum mulai15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikan menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya
berikan makanan saring dan hari berikutnya diberikan makanan lunak. Satu hari pasca operasi
pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2×30 menit.
7. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar.
8. Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang
yang masih aktif yang ditandai dengan :

1. Keadaan umum klien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi.
2. Pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih
jelas terdapat tanda-tanda peritonitis.
3. Laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis
terdapat pergeseran ke kiri.
Sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan segera setelah klien
dipersiapkan, karena dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan
peritonitis umum. Persiapan dan pembedahan harus dilakukan sebaik-
baiknya mengingat penyulit infeksi luka lebih tiggi daripada pembedahan
pada apendisitis sederhana tanpa perforasi.
Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda
ditandai dengan :
1. Umumnya klien berusia 5 tahun atau lebih.
2. Keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh
tidak tinggi lagi.
3. Pemeriksaan lokal abdomen tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan
hanya teraba massa dengan jelas dan nyeri tekan ringan.
4. Laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.
5. Tindakan yang dilakukan sebaiknya konservatif dengan pemberian
antibiotik dan istirahat di tempat tidur. Tindakan bedah apabila
dilakukan lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, lebih-lebih bila
massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu minggu sejak serangan
sakit perut.Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi
abses dengan atau tanpa peritonitis umum.
Sirosis Hepatitis

1. Simtomatis
2. Supportif
3. Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati
akan diberikan jika telah terjadi
komplikasi seperti
1. Simtomatis
Obat untuk meredakan gejala umum dari suatu penyakit, obat ini hanya sebatas mengatasi gejala tapi tidak menyembuhkan
penyebab dasar penyakitnya.
2. Supportif, yaitu antara lain :
a) Istirahat yang cukup
b) Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang, misalnya : cukup kalori, protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin
c) Pengobatan berdasarkan etiologi, misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus Hepatitis C dapat dicoba dengan interferon
3. Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati akan diberikan jika telah terjadi komplikasi seperti :
a) Asites
Dapat di kendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas :
1. Istirahat
2. Diit rendah garam : untuk asites ringan dicoba dulu dengan istirahat dan diet rendah garam dan penderita dapat berobat jalan
dan apabila gagal maka penderita harus di rawat.
3. Diuretik : pemberian diuretik hanya bagi penderita yang telah menjalani diit rendah garam dan pembatasan cairan, namun
penurunan berat badannya kurang dari 1 kg setelah 4 hari.
4. Terapi lain : Sebagian kecil penderita asites tidak berhasil dengan pengobatan konservatif. Pada keadaan demikian pilihan
kita adalah parasintesis. Mengenal parasintesis cairan asites dapat di lakukan 5-10 liter per hari, dengan catatan harus
dilakukan infus albumin sebanyak 6-8 gr/l cairan asites yang di keluarkan. Ternyata parasintesa dapat menurunkan masa
opname pasien.
b) Spontaneous bacterial peritonitis.
1. Adanya kecurigaan akan SBP bila dijumpai keadaan sebagai berikut :
2. Dicurigai sebagai kronis tingkat B dan C dengan asites
3. Gambaran klinis mungkin tidak ada dan leukosit tetep normal
4. Protein asites biasanya < 1g/dl
5. Biasanya monomicrobial dan bakteri Gram-Negative
6. Mulai pemberian antibiotik jika asites > 250 mm polymorphs
7. 50% mengalami kematian dan 69% sembuh dalam 1 tahun
8. Pengobatan SBP dengan memberikan Cephalosporins Generasi III ( Cefotaxime ) secara
parental selama 5 hari , atau Qinolon secara oral. Mengingat akan rekurennya tinggi maka
untuk Profilaxis dapat diberikan Norfloxacin ( 400grm/hari ) selama 2-3 hari
c) Hepatorenal syndrome
Adapun kriteria diagnostik dapat dilihat sebagai berikut :
A. Major :
1. Penyakit hati kronis dengan asites, glomerular fitration rate yang rendah, serum creatin > 1,5
mg/dl, creatine clearance ( 24jam) < 4,0ml/menit, tidak ada syok, infeksi berat, kehilangan
cairan peningkatan ekspansi volume plasma
2. Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai banyak sekali kegunaan yaitu : untuk
B. Minor :
1. Volume urin < 1L/hari, sodium urin <10 mmol/L, osmolaritas urin > osmolaritas plasma, konsentrasi sodium serum < 13 mmol/L.
2. Sindroma ini dicegah dengan menghindari pemberian Diuretikk yang berlebihan, pengenalan secara dini setiap penyakit seperti gangguan
elektrolit, pendarahan dan infeksi. Penanganan secara konservatif dapat dilakukan berupa : Retriksi cairan, garam, potassium dan protein. Serta
menghentikan obat-obatan yang Nefrotoxic. Manitol tidak bermanfaat bahkan dapat menyebabkan Asidosis intraseluler. Diuretik dengan dosis
yang tinggi juga tidak bermanfaat, dapat mencetuskan pendarahan dan syok. Pilihan yang terbaik adalah transplantasi hati yang diikuti dengan
perbaikan dan fungsi ginjal
c) Perdarahan karena pecahnya varises esofagus (hematemesis, hematemesis dengan melena atau melena saja)
1. Pasien diistirahatkan dan dipuasakan
2. Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu transfuse
3. Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai banyak sekali kegunaan yaitu : untuk
4. mengetahui pendarahan, cooling dengan es, pemberian obat-obatan, evaluasi pendarahan
5. Pemberian obat-obatan berupa antasida, ARH2, Antifibrinolitik, Vit K, Vasopressin, Octriotide dan Somatostatin
6. Disamping itu diperlukan tindakan-tindakan lain dalam ragka menghentikan pendarahan seperti misalnya Pemasangan Ballon Tamponade dan
Tindakan Skleroterapi / Ligasi atau Oesophageal Transection
d) Ensefalopati
1. Suatu syndrome Neuropsikiatri yang didapatkan pada penderita penyakit hati menahun, mulai dari gangguan ritme tidur, perubahan kepribadian,
gelisah sampai pre koma dan koma. Faktor pencetus antara lain : infeksi, pendarahan gastro intestinal, obat-obat yang Hepatotoxic. Prinsip
penanganan yaitu : Dilakukan koreksi faktor pencetus seperti pemberian KCL pada hipokalemia.
2. Mengurangi pemasukan protein makanan dengan memberi diet sesuai.
3. Aspirasi cairan lambung bagi pasien yang mengalami perdarahan pada varises.
4. Pemberian antibiotik campisilin/ sefalosporin pada keadaan infeksi sistemik.
5. Transplantasi hati.
TERIMA KASIH TERIMA KASIH MUAH

THANK U

Anda mungkin juga menyukai