Anda di halaman 1dari 14

KELOMPOK 1

PERAN AGAMA BAGI PEMBANGUNAN


DI BIDANG EKONOMI
Perspektif Kristen Tentang Ekonomi
Peristiwa yang belum lama ini menimpa Indonesia dan
kawasan Asia Timur dalam bidang ekonomi dan politik,
tepat bila dinilai sebagai pengukuhan kebenaran firman
yang diucapkan Tuhan Yesus dalam perumpamaan-Nya
"dua macam dasar" (Mat. 7:24-27). Perumpamaan Tuhan
Yesus yang diambil dari fakta hidup sehari-hari itu jelas
mengandung "common sense" yang berlaku bukan saja
bagi pembangunan kehidupan spiritual tetapi juga bagi
seluruh aspek kehidupan termasuk pembangunan
kehidupan sosial ekonomi-politik. Bila kehidupan sosial-
ekonomi-politik tidak dibangun atas dasar-dasar yang
kokoh yaitu prinsip-prinsip keadilan, kejujuran, kerja
keras dan cerdas, pelaksanaan hukum secara benar,
pencerdasan bangsa, sikap hemat, dlsb., maka hal-hal
yang berhasil dibangun betapa pun megahnya ternyata
hanya berdiri di atas dasar-dasar yang rapuh.
Kebangkrutan ekonomi dan kejatuhan kepemimpinan politik
belum lama ini adalah akibat dari diabaikannya prasyarat-
prasyarat tersebut. Penjarahan dan perusakan yang belum
lama ini terjadi di berbagai kota kita, betapapun dengan
pedih dan marah kita menyikapinya, hanya mungkin terjadi
di dalam kondisi di mana para penguasa dan pengusaha lebih
dulu telah menjarahi kalangan bawah dan membangun
kegemilangan di atas kehancuran banyak pihak. Prinsip yang
sama pun berlaku juga untuk lingkup lebih luas. Lautan api
yang melahap ratusan ribu hektar hutan-hutan di
Kalimantan, Sumatera; perikliman dunia yang beberapa
tahun terakhir ini menjadi kacau; malapetaka El Nino yang
mungkin sekali akan berkelanjutan dengan datangnya La
Nina; semua kemungkinan besar diakibatkan oleh kebijakan
dan perilaku ekonomi-politik yang memperkosa prinsip-
prinsip ekologis. Badai memang menyukai negeri tempat
orang menabur angin.
Perbedaan Dasar Prinsip Ekonomi Alkitab dan Dunia
1. Orientasi pada Allah.
Ekonomi Alkitab mengajarkan prinsip yang sangat
jelas, yaitu seluruh alam semesta dan isinya
adalah milik Allah yang perlu dikelola dan
dipertanggungja­wab­kan bagi kemuliaan Allah.
Semua perilaku ekonomi harus dikembalikan pada
kehendak Allah. Tidak ada perilaku ekonomi yang
beres, yang keluar dari rencana Allah. Sebaliknya,
dunia justru mengajar untuk melakukan tindakan
ekonomi tanpa mempedulikan Allah, atau yang
lebih parah lagi justru menunggangi atau
menjadikan Allah sebagai alat eko­no­mi. Di sini
manusia yang menjadi pusat dan kebutuhan
manusia yang menjadi intinya.
2. Intinya pertanggungjawaban.
Ekonomi Alkitab mengajarkan prinsip
pertanggungjawaban pengelolaan yang manusia laku­kan
terhadap alam kepada Allah. Manusia tidak boleh
menggarap alam semena-mena untuk dirinya atau golong­
an­nya sendiri, karena bukan manusia yang memiliki
semua itu. Dengan mempertanggungjawabkan semua
ekonomi seturut perintah Allah, maka kesejahteraan
manusia bisa dijaga. Untuk itu, Alkitab merupakan basis
studi ekonomi, bukannya semang­at materialisme dan
tuntutan kebutuhan manusia. Sebaliknya, di dalam sistem
ekonomi dunia, pertanggungjawaban kepada Allah sama
sekali tidak pernah diperhitungkan. Akibatnya, manusia
hanya menjadi pelaku-pelaku ekonomi yang buas dan
hanya mencari keuntungan bagi dirinya sendiri.
3. Penekanan pola ekonomi spiritual.
Ekonomi Alkitab menekan­kan bahwa seluruh perilaku
ekonomi merupakan keseim­bangan antara aspek
rohani dan jasmani, bahkan menyangkut seluruh
bagian kehidupan manusia, yang bisa memper­mu­lia­kan
Allah. Ekonomi seolah-olah men­jadi bidang yang split
atau terpisah dari dunia rohani, bahkan ada
kecenderungan dikontraskan satu dari yang lain.
Melalui perumpamaan bendahara yang tidak jujur,
Alkitab mau menyatakan bahwa materi harus bisa
dipakai sebagai alat rohani. Hanya dengan cara itu
barulah seluruh keseimbangan bisa dicapai. Tuhan
Yesus mengajarkan bahwa kita harus mencari Kerajaan
Allah dan kebenaran-Nya terlebih dahulu, barulah
semua hal lainnya akan ditambahkan kepada kita.
Variabel Ekonomi
1. Ketaatan
Sebagai seorang penatalayan harta Allah,
maka kun­ci pertama yang harus kita
perhitungkan adalah sejauh ma­na ketaatan
kita di dalam menjalankan tugas ini kepada
Allah. Pelaku ekonomi yang tidak mau taat
kepada Allah, pasti tidak akan pernah
menikmati kehidupan ekonominya dengan
baik, karena di situlah kunci seluruh tugas
ekonomi. Di dalam Mat. 25, Tuhan Yesus
memberikan hukuman keras kepada orang
yang tidak mau menjalankan tugasnya.
2. Kejujuran dan Integritas
Hal kedua yang justru menjadi prin­sip ekonomi
adalah kejujuran dan integritas di dalam menjadi
penatalayan Allah. Tidak ada cara lain yang bisa
membuat ilmu ekonomi bisa berjalan dengan baik
kecuali melalui sistem yang jujur dan terintegritas
baik. Di mana terdapat ketidakjujuran, maka
seluruh penatalayanan akan kehilangan arah dan
keseimbangannya. Pasti akan terjadi kerusakan di
mana-mana. Dan ilmu ekonomi yang sejati adalah
ekonomi yang disoroti oleh Allah pemilik alam
semesta, yang menuntut kejujuran dan integritas
dari setiap orang yang diberi-Nya hak untuk
mengelola alam milik-Nya.
3. Kebajikan
Motivasi dasar Allah di dalam memberikan semua alam
semesta ini kepada manusia adalah agar manusia bisa hidup
bahagia dan sejahtera. Inilah kebajikan Allah yang
dinyatakan kepada manusia. Oleh karena itu, manusia harus
juga menjalankan prinsip kebajikan di dalam melakukan
ilmu ekonomi. Ketika ekonomi sudah kehilangan sifat
manusiawi­nya, ekonomi akan menjadi suatu perilaku yang
kejam sekali. Barulah belakangan ini orang-orang mulai
semakin menyadari bahwa ekonomi telah tidak lagi
memanusiakan manusia, bah­kan ada ide bahwa manusia
adalah makhluk ekonomis. Ar­ti­nya, manusia hanya dinilai
berdasarkan aspek ekonomi. Ma­nu­sia bukan di atas
ekonomi, tetapi manusia justru sudah men­jadi komoditi
ekonomi. Dari sini timbul banyak sekali masalah yang
menyengsarakan manusia.
4. Etika Ekonomi Kristen
Bagi Alkitab, ekonomi harus menjadi alat
bagi kemuliaan Tuhan. Oleh karena itu, etika
ekonomi ha­rus sejalan dengan etika Kristen.
Dalam kasus ini, etika eko­nomi tidak bisa
didualismekan dengan etika Kristen. Salahlah
pan­dangan bahwa etika ekonomi tidak bisa
dan tidak mung­kin bisa sejalan dengan etika
Kristen, karena di dalam eko­nomi ada
kaidah-kaidah yang harus bertentangan
dengan iman Kris­ten.
Misalnya, di dalam ekonomi ditekankan hukum “de­mand and
supply” (permintaan dan penyediaan). Jika penye­diaan
sedikit dan permintaan banyak, maka harga akan naik. Aki­bat­
nya, seringkali suatu produk alam dibuang atau dimus­nahkan
de­­mi untuk menaikkan harga barang (mem­per­se­dikit per­se­dia­
an), padahal begitu banyak orang yang kela­paran dan mem­bu­
tuh­kan bahan tersebut. Di sini, etika ekonomi harus dikem­ba­
li­kan kepada kebenaran Alkitab, atau ekonomi hanya menjadi
alat sebagian orang. Ini terjadi baik di dalam ekonomi sistem
kapitalis ataupun sistem sosialis. Baik di dalam pola per­da­
gang­an bebas, ataupun dalam sistem ekonomi terkontrol.
Tidak pernah ekonomi memperjuangkan kesejahteraan
masyarakat luas, tetapi hanya menyejahterakan segolongan
tertentu manusia, entah yang beruang atau berkekuasaan.

Anda mungkin juga menyukai