Anda di halaman 1dari 25

UPAYA MENINGKATKAN MOBILITAS FISIK

DAN KEMANDIRIAN PADA PASIEN POST


OPERASI FRAKTUR

Sistem Muskuloskeletal
Disusun Oleh : Kelompok 2

1. Enes Astriani
2. Erih Intan Susnerih
3. Erika Nur Safitri
4. Esih
5. Fahrulrozi
6. Fahruroji Ishaq
7. Intan Agus Diani
 
A. Latar Belakang
 Fraktur adalah patah tulang atau terganggunya kesinambungan jaringan
tulang yang disebabkan oleh trauma langsung maupun trauma tidak langsung.
Menurut DEPKES RI tahun 2011 di Indonesia sendiri juga banyak yang
mengalami fraktur, fraktur di Indonesia terdapat 45.987 orang yang
mengalami fraktur, prevalensi kejadian fraktur yang paling tinggi adalah
fraktur femur yaitu terdapat 19.729 orang yang mengalami fraktur, sedangkan
ada 14.037 orang yang mengalami fraktur cluris dan terdapat 3.776 orang
mengalami fraktur tibia. Salah satu cara untuk mengembalikan fraktur seperti
semula yaitu salah satu cara adalah rekognisi atau dilakukan tindakan
pembedahan (Sjamsuhidayat & Jong, 2005).
 Hambatan mobilitas fisik adalah suatu keadaan keterbatasan kemampuan
pergerakan fisik secara mandiri yang dialami oleh seseorang, dalam
hubunganya dengan perawatan pasien maka imobilisasi pada pasien tersebut
dapat disebabkan oleh penyakit yang dideritanya seperti trauma, fraktur pada
ekstremitas, atau menderita kecacatan (Asmadi, 2008).
FRAKTUR
A. PENGERTIAN FRATKUR
Fraktur adalah patah tulang atau terganggunya kesinambungan jaringan tulang
yang disebabkan oleh trauma langsung maupun trauma tidak langsung. Badan
kesehatan dunia (WHO) mencatat jumlah kejadian fraktur pada tahun 2011-2012
terdapat 1,3 juta orang yang menderita fraktur.
B. Klasifikasi Fraktur
1. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)
a. Fraktur tertutup (closed/sederhana), dikatakan tertutup bila tidak terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih
(karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Atau permukaan fraktur tidak
bersinggungan dengan kulit atau selaput lendirnya.
b. Fraktur terbuka (open/compound/majemuk), dikatakan fraktur terbuka bila
tulang yang patah menembus otot dan kulit yang memungkinkan untuk terjadi infeksi
dimana kuman dari luar dapat masuk kedalam luka sampai ke tulang yang patah.
2. Berdasarkan komlit atau ketidakkomplitan fraktur dibedakan menjadi
:
a. Fraktur komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang atau
melalui kedua korteks tulang.
b. Fraktur inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang
tulang seperti:
1) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
2) Fraktur tempaan (Buckle/Torus), bila terjadi lipatan dari satu korteks
dengan tulang spongiosa dibawahnya. Atau suatu fraktur yang satu
korteknya terkompresi sementara korteks yang berlawanan intak.
Terjadi pada anak-anak.
3) Green stick fraktur, suatu fraktur tak sempurna yang ditimbulkan oleh
tenaga angulasi. Konteks yang berlawanan masih intak. Terjadi pada
anak-anak.
3. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma
a. Fraktur Transversal
b. Fraktur Oblik
c. Fraktur Spiral
d. Fraktur Kompresi
e. Fraktur Avulsi

4. Berdasarkan jumlah garis patah


f. Fraktur Komunitif
g. Fraktur Segmental
h. Fraktur Multiple
5. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
a. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser), garis patah lengkap tetapi kedua fragmen
tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
b. Fraktur Displaced (bergese), terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut
lokasi fragmen.

6. Berdasarkan posisi fraktur, sebatang tulang terbagi menjadi 3 bagian, yaitu :


 1/3 proksimal
 1/3 medial
 1/3 distal
7. Fraktur Kelelahan, fraktur akibat tekanan yang berulang ulang
8. Fraktur Patologis, fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.
C. Etiologi Fraktur
Tulang paling kuat bila dikenai tenaga kompresi yang simetris. Beban tekuk
atau torsi menyebabkan gagalnya tegangan dan fraktur.
1. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang dan retak pada titik terjadinya
kekerasan. Frakttur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring.
2. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari
tepat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagianyang paling lemah
dalam jalur hantaran vector kekerasan
3. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukuan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya dan
penarikan.
D. Gejala Fraktur
1. Nyeri terus menerus dan bertabah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa), bukan tetap rigid seperti
normalnya
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan di bawah tempat fraktur.
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derki tulang yang
dinamakan krepitasi/krepitus yang teraba akibat gesekan antara frakmen
satu dengan yang lain.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
6. Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur.
Kebanyakan justru tidak ada pada fraktur linier atau fraktur impaksi
D. Pencegahan Fraktur
1. Pencegahan primer
2. Pencegahan sekunder
3. Pencegahan tersier
E. Pengobatan Fraktur
4. Sebelum dilakukan pengobatan definitif pada satu fraktur, maka diperlukan:
a) Pertolongan pertama
b) Penilaian Klinis
c) Resusitasi
5. Prinsip Umum Pengobatan Fraktur :
a. Recognition
b. Reduction
c. Retention
d. Rehabilitation;
MOBILITAS

A. Pengertian Mobilitas
Mobilitas atau Mobilisasi adalah kemampuan individu untuk bergerak secara bebas, mudah,
dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna mempertahankan
kesehatannya. Imobilitas atau Imobilisasi adalah keadaan dimana seseorang tidak dapat
bergerak secara bebas karena kondisi yang menggangu pergerakan (aktivitas).
B. Jenis-Jenis Mobilitas
1. Mobilitas penuh
2. Mobilitas sebagian
Mobilisasi sebagian ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
a. Mobilitas sebagian temporer merupakan kemampuan individu untuk bergerak
dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat disebabkan oleh
trauma reversibel pada sistem muskulus skeletal seperti adanya duslokasi sendi dan
tulang.
b. Mobilitas sebagian permanen merupakan kemampuan individu untuk bergerak
dengan batasan yang sifatnya tetap. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya sistem
saraf yang reversibel
C. Etiologi
1. Gaya hidup
2. Proses penyakit/ cidera
3. Kebudayaan
4. Tingkat energy
5. Usia dan status perkembangan
6. Intoleransi aktifitas
7. Gangguan neuromuskuler
8. Gangguan muskulus
D. Anatomi dan Patofisiologis
Struktur tulang dan jaringan ikat menyusun kurang lebih 25% BB dan otot menyusun
kurang lebih 50%. Kesehatan dan baiknya sistem muskulus skeletal sangat tergantung
pada sistem tubuh. Struktur tulang memberikan perlindungan terhadap organ vital
termasuk otak, jantung dan paru-paru. Kerangka tulang merupakan kerangka yang kuat
untuk menyangga struktur tubuh otot yang melekat ke tulang memungkinkan tubuh
bergerak.
Sistem muskulus skeletal merupakan sistem tubuh yang terdiri dari otot (muskula) dan
tulang-tulang yang membentuk rangka (skelet)
Otot adalah fungsi tubuh yang mempunyai kemampuan mengubah energi kimia menjadi
energi mekanik.
E. Tanda dan Gejala
1. Kontraktur sendi
2. Perubahan eliminasi urine
3. Perubahan sistem integumen
4. Perubahan metabolik
5. Perubahan sistem muskulus skeletal
6. Perubahan pada sistem respiratori
F. Manfaat Mobilisasi
1. Penderita merasa lebih sehat dan kuat dengan early ambulation
2. Mengurangi rasa sakit dengan demikian pasien merasa sehat
3. Membantu mempercepat organ-organ tubuh bekerja seperti semula
4. Mobilisasi memungkinkan kita mengajarkan segera untuk pasien agar dapat
merawat dirinya
5. Mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli
6. Memelihara fleksibilitas dari tulang dan sendi juga meningkatkan kekuatan otot
G. Dampak Mobilisasi
7. Status gizi yang kurang baik
8. Kesulitan dalam memperbaiki kemampuan mobilisasi
9. Ketidaknyamanan dalam latihan pasif dan aktif
10.Dalam mengalami kelumpuhan baik humplegi maupun praplegi
11.Dapat menyebabkan penurunan kesadaran
12.Infeksi saluran kemih
H. Gejala Klinis/ Masalah-Masalah Mobilisasi
1. Penyakit sistem saraf
2. Distrofi otot
3. Tumor pada sistem syaraf pusat
4. Peningkatan pada intra kranial
5. Penyakit jaringan ikat
I. Skala ADL (Acthyfiti Dayli Living)
a) 0 : Pasien mampu berdiri
b) 1 : Pasien memerlukan bantuan/ peralatan minimal
c) 2 : Pasien memerlukan bantuan sedang/ dengan pengawasan
d) 3 : Pasien memerlukan bantuan khusus dan memerlukan alat
e) 4 : Tergantung secara total pada pemberian asuhan
J. Kekuatan Otot/Tonus Otot
1. 0                : Otot sama sekali tidak bekerja
2. 1 (10%)     : Tampak berkontraksi/ ada sakit gerakan tahanan sewaktu jatuh
3. 2 (25%)     : Mampu menahan tegak tapi dengan sentuhan agak jauh
4. 3 (50%)     : Dapat menggerakkan sendi dengan aktif untuk menahan berat
5. 4 (75%)     : Dapat menggerakkan sendi dengan aktif untuk menahan berat dan
melawan tekanan secara stimulant
6. 5 (100%)   : Normal
K. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Mobilisasi
Biasanya melakukan pengkajian pada waktu sebelum mobilisasi dan setelah melakukan
mobilisasi seperti tanda-tanda yang akan dikaji pada intoleransi aktifitas antara lain
(Goldon, 1976)
L. Pemeriksaan Penunjang
7. Sinar X tulang
8. Laboratorium
9. Radiologis
10.Memuat gambar foto 2 ekstremitas
M. Penatalaksanaan
1. Membantu pasien duduk di tempat tidur
2. Posisi fowler adalah posisi pasien setengah duduk/ duduk
3. Posisi sim adalah pasien terbaring miring baik ke kanan atau ke kiri
4. Posisi trelendang adalah menempatkan pasien di tempat tidur
dengan bagian kepala lebih rendah dari bagian kaki
5. Posisi dorsal recumbent adalah posisi pasien ditempatkan pada posisi
terlentang dengan kedua lutut fleksi di atas tempat tidur
6. Posisi litotomi adalah posisi pasien yang ditempatkan pada posisi
terlentang dengan mengangkat kedua kaki dan ditarik ke atas
abdomen
7. Posisi genu pectorat adalah posisi nungging dengan kedua kaki
ditekuk dan dada menempel pada bagian atas tempat tidur.
METODE
Metode yang kelompok kami gunakan adalah dengan mencari jurnal di google
scholar dengan tiga kata kunci yaitu fraktur, mobilisasi dan post ORIF setelah
itu kami menemukan tiga jurnal, jurnal pertama yang berjudul Upaya
Peningkatan Mobilitas Fisik Pada Pasien Post Orif Fraktur Femur Di Rsop Dr.
Soeharso Surakarta ditulis oleh Elham Eka Ermawan, alasan kelompok kami
mengambil jurnal tersebut karena pada pasien fraktur post operasi sangat
membutuhkan upaya untuk meningkatkan mobilitas fisik. Jurnal yang kedua
Meningkatkan Kemandirian Dalam Merawat Diri Pada Pasien Dengan Fraktur
Femur 1/3 Proksimal Dektra Post Orif Hari Ke-2 Di Rsop. Dr. R. Soeharso
Surakarta yang ditulis oleh Ade Cahya Lesmana, alasan kelompok kami
mengambil jurnal tersebut karena pada pasien fraktur post operasi sangat
membutuhkan untuk meningkatkan kemandirian dan menghindari
ketergantungan. Dan jurnal yang ketiga Upaya Peningkatan Mobilisasi Pada
Pasien Post Operasi Fraktur Intertrochanter Femur yang ditulis oleh Ary Agustin,
alasan kelompok kami mengambil jurnal tersebut adalah karena pada pasien
fraktur post operasi sangat membutuhkan upaya untuk meningkatkan
mobilisasi.
Analisa Jurnal
Judul : Upaya Peningkatan Mobilitas Fisik Pada Pasien Post Orif Fraktur Femur di
RSOP Dr. Soeharso Surakarta
Penulis : Elham Eka Hermawan
Latar Belakang : Mobilitas manusia yang ingin serba cepat dapat meninmbulkan masalah
yang cukup serius, yaitu jumlah kepadatan lalu lintas yang semakin bertambah.
Bertambahnya kepadatan lalu lintas tersebut berakibat miningkatnya hari terjadi 4,0 kejadian
kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan 30 orang meninggal dunia (Utama et al, 2008).
Tujuan : Agar dapat memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa post
operasi fraktur femur di bangsal Parang Kusumo RSOP Dr. Soeharso Surakarta.
Metode Penelitian
a. Metode : Menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan studi kasus yaitu metode
ilmiah yang bersifat mengumpulkan data, menganalisis data dan menarik kesimpulan data.
b. Sampel : Pasien post orif fraktur femur di rsop dr. Soeharso surakarta , berjumlah 1
orang, dengan pendekatan studi kasus.
Analisa : pemberian ROM pada NY. S dengan post operasi fraktur femur yaitu efektif dalam
meningkatkan mobilitas fisik klien, hal ini bisa dibuktikan dari hasil evaluasi selama 3 hari
yaitu dari hari pertama yang hanya bisa digerakkan 150° hari ke dua 90° dan hari ke tiga 90°
dan sudah mulai belajar berjalan dengan menggunkan alat bantu kruk
Hasi pembahasan : Komponen kunci dan pondasi proses keperawatan adalah
pengkajian. Suatu pengkajian yang mendalam memungkinkan perawat kritikan
untuk mendeteksi perubahan cepat, melakukan intervensi dini dan melakukan
asuhan (Talbot, A, Laura 2007).
Kesimpulan : Pemberian ROM pada NY. S dengan post operasi fraktur femur
yaitu efektif dalam meningkatkan mobilitas fisik klien, hal ini bisa dibuktikan dari
hasil evaluasi selama 3 hari yaitu dari hari pertama yang hanya bisa digerakkan
150°hari ke dua 90° dan hari ke tiga 90° dan sudah mulai belajar berjalan dengan
menggunkan alat bantu kruk.
Saran : Diharapkan agar lebih memberikan dan meningkatkan pelayanan asuhan
keperawatan pada klien fraktur femur sinistra dan memperbarui ilmu tentang
asuhan keperawatan pada klien fraktur femur sinistra.
Judul : Meningkatkan Kemandirian Dalam Merawat Diri Pada Pasien Dengan
Fraktur Femur 1/3 Proksimal Dektra Post Orif Hari Ke-2 Di Rsop.Dr. R Soeharso
Surakarta

Penulis : Ade Cahya Lesman

Latar Belakang : Fraktur adalah hilangnya kontiunitas tulang rawan baik bersifat total
maupun sebagian, penyebab utama dapat disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik
tulang itu sendiri dan jaringan lunak disekitarnya. Tulang akan menentukan apakah fraktur
yang terjadi lengkap atau tidak lengkap (Helmi, 2012).

Tujuan : Meningkatkan kemandirian dalam merawat diri, meliputi pengkajian, intervensi,


implementasi, evaluasi

Metode Penelitian
a. Metode : Menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan studi kasus yang
menjelaskan dan melakukan proses keperawatan.
b. Sampel : Pasien dengan fraktur femur 1/3 proksimal dektra post orif hari ke-
2,berjumlah 1 orang,dengan pendekatan studi kasus yang menjelaskan dan melakukan
proses keperawatan.
 
Analisa : Hasil analisa pada jurnal ke 2 ROM (Range of Motion) terbukti untuk menigkatkan dan
menyelamatkan klien dari kecacatan pada anggota gerak yang mengalami fraktur hal ini sesuai
dnegan teori (Lukman dan Ningsih, 2009) yang menyatakan bahwa fraktur dapat menyebabkan
kecacatan pda anggota gerak yang mengalami fraktur, untuk itu diharuskan segera dilakukan tindakan
untuk menyelamatkan klien dari kecacatan fisik. Sedangangkan kecacatan fisik dapat dipulihkan
secara bertahap melalui latihan rentang gerak yaitu dengan latihan ROM (Range of Motion)

Hasi pembahasan : Komponen kunci dan pondasi proses keperawatan adalah pengkajian. Suatu
pengkajian yang mendalam memungkinkan perawat kritikan untuk mendeteksi perubahan cepat,
melakukan intervensi dini dan melakukan asuhan (Talbot, A, Laura 2007).

Kesimpulan : Berdasarkan dari kasus yang membahas dan menjelaskan tentang


meningkatkan kemandirian dalam merawat diri dapat disimpulkan :
1) Meningkatkan kemandirian pasien dapat dilakukan dengan program latihan fungsi program latihan
tersebut untuk meningkatkan perawatan diri dan meningkatkan kekuatan otot dengan meminimalkan
bantuan dari keluarga untuk memandirikan pasien dalam perawatan diri, kesiapan klien dalam
melakukan mandiri setelah dirumah nanti.

Saran : Bagi rumah sakit, disarankan agar karya tulis ilmiah tentang peningkatan mobilitas fisik
dapat dipakai sebagai masukan sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan evaluasi
dalam meningkatkan pelayanan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien sesuai dengan
masalah serta kebutuhan klien.
Judul : Upaya Peningkatan Mobilisasi Pada Pasien Post Operasi Fraktur
Intertrochanter Femur

Penulis : Ary Agustin

Latar Belakang : Bertambah padatnya arus lalu lintas mengakibatkan meningkatnya


angka kecelakaan lalu lintas di jalan raya, yang dapat menyebabkan cedera
pada anggota gerak atau yang disebut fraktur. Fraktur merupakan hilangnya kontinuitas
tulang rawan baik yang bersifat total maupun sebagian yang disebabkan oleh trauma
atau tenaga fisik (Helmi, 2012). Kejadian fraktur didunia kini semakin meningkat.

Tujuan : Menggambarkan upaya peningkatan mobilisasi pada pasien fraktur


intertrochanter femur

Metode Penelitian
a. Metode : Metode deskriptif dengan pendekatan studi kasus di ruang ICU pada tanggal
1416 Februari 2017.

b. Sampel : Pasien post operasi fraktur intertrochanter femur,berjumlah 1 orang


dengan pendekatan studi kasus di ruang ICU pada tanggal 1416 Februari 2017.
 
 
Analisa data : untuk menentukan diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan
merupakan gambaran tentang status kesehatan klien baik aktual maupun potensial yang
ditetapkan berdasarkan analisis dan interpretasi data hasil pengkajian yang dilakukan oleh
perawat profesional (Asmadi, 2008).

Hasi pembahasan : Dalam melakukan asuhan keperawatan kepada pasien dengan melalui
5 proses yaitu pengkajian, menentukan diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi.

Kesimpulan : Berdasarkan hasil dan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan


tindakan mengubah posisi sesering mungkin atau tirah baring, mengajarkan pasien
memposisikan tungkai dalam keadaan abduksi dengan memberikan bantal diantara kedua
tungkai untuk menghindari adduksi, melatih aktivitas fungsional terbukti efektif dilakukan untuk
pasien fraktur intertrochanter femur dengan hambatan mobilitas fisik dan data yang
mendukung yaitu dengan evaluasi ke pasien yang terlihat mampu memposisikan duduk,
mampu melakukan aktivitas fungsional.

Saran : Latihan aktivitas fungsional dan memposisikan tungkai abduksi dapat sebagai
masukan dalam tindakan keperawatan mandiri untuk menangani mobilisasi.

 
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari ketiga yang kami analisis dapat disimpulkan bahwa
pengaruh ROM (Range Of Motion) program perawatan diri dan latihan
aktivitas fungsional sangat efektif dalam meningkatan mobilitas fisik dan
kemandirian pada pasien post operasi fraktur.

Saran
Diharapkan tindakan keperawatan latihan ROM (Range Of Motion) latihan
perawatan diri dan latihan aktivitas fungsional dapat dimasukan dalam
tindakan keperawatan mandiri baik bagi perawat senior maupun mahasiswa
keperawatan yang sedang menjalani praktik.
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai