Anda di halaman 1dari 26

DEFISIENSI IMUN

Disusun oleh
Nama : Ni’matul
Khoeriyah
NIM : 17330100
Kelas : A
PENGERTIAN DEFISIENSI IMUN

• Defisiensi imun atau immunodefisiensi adalah


salah satu gangguan imunitas, dimana system
kekebalan tidak berfungsi sebagaimana mestinya
karena satu atau lebih komponen system imun tidak
aktif.
• Defisiensi imun adalah keadaan dimana
komponen sistem imun tidak dapat berfungsi secara
normal.
• Akibatnya, penderita defisiensi imun lebih rentan
terhadap infeksi virus, jamur atau bakteri, kanker,
dan juga infeksi berulang (reaktivasi infeksi laten).
2
DEFISIENSI IMUN

Adanya defisiensi imun harus dicurigai bila ditemukan


tanda – tanda klinis sebagai berikut:
a. Peningkatan kerentanan terhadap infeksi dan jenis
infeksinya tergantung dari komponen system imun yang
defektif
b. Penderita dengan defisiensi imun juga rentan terhadap jenis
kanker tertentu
c. Defisiensi imun dapat terjadi akibat defek pematangan
limfosit atau aktivasi atau dalam mekanisme efektor imunitas
nonspesifik dan spesifik.
d. Yang merupakan paradox adalah bahwa imunodefisiensi
tertentu berhubungan dengan peningkatan insidens
autoimunitas. mekanismenya tidak jelas, diduga
berhubungan dengan defisiensi sel Tr.
3
DEFISIENSI IMUN

Keadaan imunodefisiensi dapat terjadi disebabkan oleh


berbagai hal, antara lain :
1. Akibat infeksi (AIDS, virus mononukleus, rubella, dan
campak),
2. Penggunaan obat (steroid, penyinaran, kemoterapi,
imunosupresi, serum anti-limfosit),
3. Neoplasma dan penyakit hematologi (limfoma/hodgkin,
leukemia, myeloma, neutropenia, anemia aplastik, anemia
sel sabit),
4. Penyakit metabolic (enteropati dengan kehilangan protein,
sindrom nefrotik, diabetes mellitus, malnutrisi),
5. Trauma dan tindakan bedah (luka bakar, splenektomi,
anestesi), lupus eritematosus sistemik dan hepatitis kronis.
4
PEMBAGIAN DEFISIENSI IMUN

A. DEFISIENSI IMUN NON B. DEFISIENSI IMUN


SPESIFIK, NON SPESIFIK,
meliputi : meliputi :
1. Defisiensi Komplemen
a. Defisiensi komplemen 1. Defisiensi Kongenital
kongenital 2. Defisiensi imun fisiologik
b. Defisiensi komplemen 3. Defisiensi didapat atau
fisiologik sekunder
c. Defisiensi komplemen 4. AIDS
didapat
2. Defisiensi Interferon dan
lizosim
a. Defisiensi Interferon
kongenital
b. Defisiensi Interferon
dan lisozim didapat 5
DEFISIENSI IMUN NON SPESIFIK
1.Defisiensi komplemen
Defisiensi komplemen dapat menimbulkan berbagai akibat seperti infeksi bakteri
yang rekuren dan peningkatan sensitivitas terhadap penyakit autoimun. Komponen
komplemen diperlukan untuk membunuh kuman, opsonisasi, kemotaksis,
pencegahan penyakit autoimun dan eliminasi kompleks antigen antibody.
2. Defisiensi interferon dan lisozim, ada 2 yaitu :
*Defisiensi interferon kongenital : dapat menimbulkan infeksi mononucleosis yang
fatal.
* Defisiensi interferon dan lisozim didapat : ditemukan pada malnutrisi protein/
kalori.
3. Defisiensi sel NK
*Defisiensi kongenital : ditemukan pada penderita osteoporosis
*Defisiensi didapat : terjadi akibat immunosupresi atau radiasi
4. Defisiensi sistem fagosit
Fagosit dapat menghancurkan mikroorganisme dengan atau tanpa bantuan
komplemen. Defisiensi fagosit sering disertai dengan infeksi berulang. Kerentanan
terhadap infeksi piogenik berhubungan langsung dengan jumlah neutrofil yang
menurun. 6
DEFISIENSI IMUN SPESIFIK

1. Defisiensi kongenital atau primer


Defisiensi imun spesifik congenital sangat jarang terjadi. Sel
B ditandai dengan infeksi rekuren oleh bakteri. Defisiensi sel
T ditandai dengan infeksi vrus, jamur, protozoa yang
rekuren.
2. Defisiensi imun fisiologik
Meliputi : kehamilan, usia tahun pertama, dan usia lanjut
3. Defisiensi didapat atau sekunder
Meliputi : malnutrisi, infeksi, obat, trauma, tindakan
kateterisasi dan bedah, penyinaran, penyakit berat,
kehilangan Ig/leukosit
Stres, dan agamaglobulinemia dengan titoma
4. AIDS (Acquired Immunedeficiency Syndrome)
7
DIAGNOSIS DEFISIENSI IMUN

1. Antibodi mikrobial dalam pemeriksaan defisiensi imun


Penemuan antibody microbial telah digunakan dalam
diagnosis infeksi. Antibodi tersebut biasanya ditemukan
dengan esai ELISA. Antibody terhadap S. pneumonia
ditemukan pada hampir semura orang dewasa sehat, tetapi
tidak pada indicidu dengan defisiensi imun primer. Antibodi
terhadap antigen virus yang umum juga dapat digunakan
bila ditemukan ada riwayat terpajan dengan virus.

2. Pemeriksaan in vitro
Tes in vitro dilakukan dengan uji fiksasi komplemen dan
fungsi bakterisidal, reduksi NBT atau stimulasi produksi
superoksida yang memberikan nilai enzim oksidatif yang
berhubungan dengan fagositosis aktif dan aktivitas
bakterisidal.

8
PENGOBATAN DEFISIENSI
IMUN
1. Gambaran Umum : Pengobatan dengan penderita defisiensi imun antara
lain adalah dengan menggunakan antibiotik atau antiviral yang tepat,
pemberiaan pooled human immunoglobulin yang teratur. Transplantasi
sumsum tulang dan transplantasi timus
2. Tujuan Pengobatan : Tujuan pengobatan umumnya adalah untuk
mengurangi kejadian dan dampak infeksi seperti menjauhi subyek dengan
penyakit menular, memantau penderita terhadap infeksi, menggunakan
antibiotic/antiviral yang benar, imunisasi aktif atau pasif memungkinkan dan
memperbaiki komponen system imun yang defektif dengan transfer pasif
atau transplantasi.
3. Pemberian Gama Globulin kepada penderita dengan defisiensi Ig tertentu
(tidak pada defisiensi IgA).
4. Pemberian infuse sitokin seperti IL-2, GM-CSF, M-CSF, dan IFN-y kepada
subyek dengan penyakit tertentu.
5. Transfuse diberikan dalam bentuk neutrofil kepada subyek dengan
defiesiensi fagosit dan pemberian transfeksi dengan gen adonesin
deaminase (ADA) untuk mengobati ACID. 9
PENGOBATAN DEFISIENSI
IMUN
6. Transplantasi timus fetal atau stem cell dari sumsum tulang
dilakukan untuk memperbaiki kompetensi imun.
7. Obat antivirus : menggunakan kombinasi tiga obat yang terdiri atas
oritease inhibitor dengan 2 inhibitor reserve transcriptase yang
terpisah.
8. Terapi Genetik : Terpi gen somatic menunjukkan harapan dalam
terapi penyakit genetic. Prosedur tersebut antara lain dilakukan
dengan menyisipkan gen normal ke populasi sel yang terkena
penyakit. Hasil sementara menunjukkan bahwa limfosit T perifer
mempunyai kemampuan terbatas untuk berproliferasi.
9. Terapi potensial : DNA baru diintegrasikan dalam genom sel
terinfeksi dan banyak yang tetap laten dalam sel. Bila diaktifkan,
DNA digunakan sebagai tempat RNA yang diperlukan untuk
memproduksi virus.
10
DEFISIENSI IMUN PADA
PENYAKIT AIDS
• AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah
suatu penyakit yang disebabkan oleh retrovirus Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dan ditandai oleh suatu
kondisi imunosupresi yang memicu infeksi oportunistik,
neoplasma sekunder, dan manifestasi neurologis
(Kummar, et al. 2015).
• Ada tiga mekanisme transmisi AIDS yang utama, yaitu
*Kontak seksual,
*Inokulasi parenteral, dan
*Perpindahan virus dari ibu yang terinfeksi kepada bayi
baru lahir (Kummar, et al. 2015).

11
ETIOLOGI HIV-AIDS
• Etiologi HIV-AIDS adalah Human
Immunodefisiensi virus (HIV) yang
merupakan virus sitopatik yang
diklasifikasikan dalam family
retroviridae, subfamili lentiviridae,
genus lentivirus.
• Berdasarkan strukturnya HIV
termasuk family retrovirus yang
merupakan kelompok virus RNA
yang mempunyai berat molekul 0,7
kb (kilobase).
• Virus ini terdiri dari 2 grup, yaitu
HIV-1 dan HIV-2.

12
PATOGENESIS HIV-AIDS

Infeksi HIV di jaringan memiliki dua target utama yaitu


sistem imun dan sistem saraf pusat.

Gangguan pada sistem imun mengakibatkan kondisi


imunodefisiensi pada cell mediated immunity yang
mengakibatkan kehilangan sel T CD4+ dan
ketidakseimbangan fungsi ketahanan sel T helper.

Selain sel tersebut, makrofag dan sel dendrit juga menjadi


target. HIV masuk ke dalam tubuh melalui jaringan mukosa
dan darah selanjutnya sel akan menginfeksi sel T, sel
dendritik da makrofag. Infeksi kemudian berlangsung di
jaringan limfoid dimana virus akan menjadi laten pada
periode yang lama (Kummar, et al. 2014).
13
SIKLUS HIDUP HIV

Siklus hidup HIV berawal dari infeksi sel, produksi DNA virus dan
integrasi ke dalam genom, ekpresi gen virus dan produksi partikel virus.
Virus menginfeksi sel dengan menggunakan glikoprotein envelop yang
disebut gp120 (120kD glikoprotein) yang terutama mengikat sel CD4+ dan
reseptor kemokin (CXCR4 dan CCR5) dari sel manusia. Oleh karena itu virus
hanya dapat menginfeksi dengan efisiensi sel CD4+. Makrofag dan sel
dendritik juga dapat diinfeksinya.
Setelah virus berikatan dengan reseptor sel, membran virus bersatu
dengan membran sel pejamu dan virus masuk sitoplasma. Disini envelop
virus dilepas oleh protease virus dan RNA menjadi bebas. Kopi DNA dari
RNA virus disintesis oleh enzim transkriptase dan kopi DNA bersatu
dengan DNA pejamu. DNA yang terintegrasi disebut provirus. Provirus
dapat diaktifkan, sehingga diproduksi RNA dan protein virus. Sekarang
virus mampu membentuk struktur inti, bermigrasi ke membran sel,
memperoleh envelop lipid dari sel pejamu, dilepas berupa partikel virus
yang dapat menular dan siap menginfeksi sel lain. Integrasi provirus dapat
tetap laten dalam sel terinfeksi untuk berbulan-bulan atau tahun,
sehingga tersembunyi dari sistem imun pejamu, bahkan dari terapi 14
MEKANISME PENURUNAN
IMUNITAS PADA INFEKSI HIV
Infeksi HIV dapat menyebabkan penurunan fungsi sistem imun secara
bertahap, dimana hal itu terjadi karena Deplesi sel T pada infeksi HIV.Deplesi
sel T CD4+ disebabkan oleh beberapa hal yaitu :
1. Aktivasi kronik dari sel yang tidak terinfeksi. Non-cytopathic (abortif)
infeksi HIV mampu mengaktifkan inflammasome pathways dan memicu
bentuk kematian sel yang disebut pyroptosis.

2. HIV mampu menginfeksi sel di organ limfoid (limfa, limfonodi, tonsil) dan
dapat menyebabkan destruksi progresif di jaringan limfoid.
3. Terjadinya kehilangan immature precusor sel T CD4+ karena infeksi
langsung pada thymic progenitor cells atau karena infeksi sel asesori
yang mensekresikan sitokin yang penting untuk maturasi sel T CD4+

4. Fusi antara sel terinfeksi HIV dan tidak terinfeksi dengan pembentukan
syncytia (giants cells). Sel ini akan mati dalam waktu beberapa jam.

5. Defek kualitatif sel T CD4+ pada individu terinfeksi HIV asimptomatik.


(Maartens, et al. 2014, Kummar, et al. 2015). 15
MEKANISME PENURUNAN
IMUNITAS PADA INFEKSI HIV
• Dengan berbagai proses kematian limfosit T tersebut
terjadi penurunan jumlah limfosit T CD4 secara dramatis
dari normal yang berkisar 600- 1200/mm3 menjadi
200/mm3 atau lebih rendah lagi, sehingga pertahanan
individu terhadap mikroorganisme patogen menjadi lemah
dan meningkatkan risiko terjadinya infeksi sekunder dan
akhirnya masuk ke stadium AIDS.

• Infeksi sekunder ini biasanya disebut infeksi oportunistik,


yang menyebabkan munculnya keluhan dan gejala klinis
sesuai jenis infeksi (Fauci dan Chiffordlane 2008).

16
MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis pada orang yang terinfeksi dapat timbul paling cepat 1
sampai 4 minggu setelah pajanan. Gejala yang timbul dapat berupa malaise,
demam, diare, limfadenopati, dan ruam makulopapular. Beberapa orang
mengalami gejala yang lebih akut, seperti meningitis dan pneumonitis. Selama
periode ini, kadar limfosit T CD4 yang tinggi dapat terdeteksi di darah perifer .
Pada fase akut terjadi penurunan limfosit T yang dramatis dan kemudian terjadi
kenaikan limfosit T karena mulai terjadi respons imun. Jumlah limfosit T pada fase
ini masih di atas 500sel/mm3 dan kemudian akan mengalami penurunan setelah
6 minggu terinfeksi HIV. Setelah terinfeksi HIV akan muncul gejala klinis yaitu
demam, banyak berkeringat pada malam hari, kehilangan berat badan kurng dari
10 %, diare, lesi pada mukosa dan penyakit infeksi kulit berulang. Gejala-gejala ini
merupakan tanda awal munculya infeksii oportunistik.
fase simtomatik. : Terjadi peningkatan jumlah virion secara berlebihan di dalam
sirkulasi sistemik. Respons imun tidak mampu meredam jumlah virion yang
berlebihan, sehingga limfosit semakin tertekan karena intervensi HIV yang
semakin banyak. Dari perjalanan penyakit, jumlah limfosit T CD4 pasien biasanya
telah turun di bawah 200 sel/mm3. Penurunan limfosit T ini mengakibatkan
system imun menurun dan pasien semakin rentan terhadap berbagai macam
penyakit infeksi sekunder. Dan disertai pula dengan munculnya gejala-gejala
yang menunjukkan imunosupresi yang berlanjut sampai pasien memperlihatkan 17
• CDC mengklasifikasikan infeksi HIV menjadi kategori sebagai
berikut (CDC 2009) :
• 1. Kategori A adalah infeksi HIV asimtomatik, tanpa adanya
riwayat gejala maupun keadaan AIDS.
• 2. Kategori B adalah terdapatnya gejala-gejala yang terkait HIV;
termasuk: diare, angiomatosis basiler, kandidiasis orofaring,
kandidiasis vulvovaginal, pelvic inflammatory disease (PID)
termasuk klamidia, GO, atau gardnerella, neoplasma servikal,
leukoplakia oral (EBV), purpura trombosito-penik, neuropati perifer,
dan herpes zoster.
• 3. Kategori C adalah infeksi HIV dengan AIDS.
• 4. Kategori A1, B1, dan C1 yaitu CD4 >500/ μL.
• 5. Kategori A2, B2, dan C2 yaitu CD4 200-400/ μL.
• 6. Kategori A3, B3, dan C3 yaitu CD4 <200/ μL
18
INFEKSI OPORTUNISTIK PENYEBAB
KEMATIAN TERBESAR PASIEN
TERINFEKSI HIV
Penyebab utama morbiditas dan mortalitas di antara pasien dengan
stadium lanjut infeksi HIV adalah infeksi oportunistik, yaitu infeksi berat
yang diinduksi oleh agen yang jarang menyebabkan penyakit serius pada
individu yang imunokompeten
Infeksi oportunistik biasanya tidak terjadi pada penderita yang terinfeksi
HIV hingga jumlah sel CD4 turun dari kadar normal sekitar 1.000 sel/μl
menjadi kurang dari 200 sel/mm3. Penderita dengan jumlah sel CD4 >
200 sel/mm3 memiliki kerentanan enam kali dalam perkembangan infeksi
oportunistik dibandingkan dengan jumlah sel CD4 > 350 sel/mm3 (Ghate,
et a., 2009).
Beberapa faktor risiko yang menyebabkan peningkatan atau resistensi
terhadap infeksi oportunistik, diantaranya yaitu : terapi
immunomodulator, paparan patogen dan keadaan geografis, usia,
komorbid, malnutrisi,
Beberapa infeksi oportunistik yang melibatkan beberapa organ
diantaranya yaitu : Pneumonia pneumocystis, Tuberkulosis (TBC) ,
Esofagitis , Diare kronik, toksoplasmosis, leokoensefalopati multifokal
progesif, kompleks demensia AIDS, meningitis kriptokokal, dan infeksi
oportunistik lainnya 19
PEMERIKSAAN HIV DAN
PEMERIKSAAN OPORTUNISTIK
PEMRIKSAAN HIV PEMERIKSAAN
OPORTUNISTIK
1. Skiring HIV 1. PPD
2. Hitung sel T CD4 2. Cytomegalovirus (CMV)
3. Viral Load (VL) 3. Sifilis dengan RPR
4. Pemeriksaan HIV sekunder 4. Tes amplifikasi
5. Temuan Histologis 5. Serologi hepatitis A, B, C
6. Pemeriksaan secara 6. Tes fungsi liver
patologi anatomi 7. Antibodi anti-toksoplasma
8. Pemeriksaan fisik dan
penunjang lainnya

20
VIDEO MEKANISME
PENURUNAN IMUNITAS PADA
HIV-AIDS

21
PENJELASAN DARI VIDEO

 Jika seseorang menderita HIV (Human Immunodeficiency Virus), maka


sistem kekebalah tubuh akan rmelemah atau rusak dari waktu ke waktu
dan menyebabkan AIDS. AIDS (Acquired Sindrom Immunodeficiency),
kondisi ini merupakan tahap akhir dari infeksi HIV, ketika sistem kekebalan
tubuh lemah untuk melawan benda asing (patogen) seperti bakteri dan
virus yang dapat menyebabkan infeksi, pada saat itulah tubuh
mengaktifkan sitem kekebalan tubuh. Sel-sel darah putih pada system
kekebalan tubuh merupakan bagian dari pertahanan tubuh kita.
 Salah satu jenis sel darah putih yaitu limfosit T ( T helper atau sel T
pembantu). Limfosit T atau se T helper memperkuat respon sistem
kekebalan tubuh dengan dua cara yaitu :
 1. Cara I : Sel T helper melepaskan senyawa yang menarik sel darah putih
lainnya agar menuju ke lokasi yang terdapat banyak bakteri / virus.
 2. Cara II : sel T helper melepaskan snyawa yang menyebabkan sel darah
purih lainnya untuk berkembang biak/bereplikasi.
 Sel darah putih memembuat antibodi untuk mengidentifikasi penjajah asing
atau patogen yang sama diseluruh tubuh, dan menjadi patogen tersebut
sebagai target bagi sistem kekebalan tubuh untuk dihancurkan. 22
PENJELASAN DARI VIDEO

Seseorang yang memiliki HIV, virus begerak melalui darah dan


cairan tubuh lainnya untuk menginfeksi dan membunuh sel–sel
darah putih. Target utama HIV yaitu sel T helper. Sel T helper teridir
dari sel CD4 dan sel T. HIV masuk kedalam sel dengan cara
menempel pada co-reseptor (gp120) yang terdapat pada sel CD4,
kemudiaan mengikat co-reseptor dan CD4 agar dapat masuk
kedalam sel.
Setelah masuk kedalam sel, HIV membuat banyak salinan atau
replikasi dirinya sendiri dan kemudian meninggalkan sel T helper
untuk menginfeksi sel lainnya.

HIV menyebar dan membunuh lebih banyak sel-sel darah putih (sel
T helper). Sehingga daya tahan tubuh menurun, akibatnya jenis
bakteri lainnya memanfaatkan ketidak mampuan tubuh untuk
mempertahankan diri. Infeksi ini disebut infeksi oportunistik. Jika
seseotang mempunyai infeksi HIV dan satu atau lebih infeksi
oportunistik, maka orang tersebut menderita AIDS 23
PENJELASAN DARI VIDEO
 Beberapa infeksi opportunistic terkait AIDS yang umum adalah radang jaringan
yang menutupi otak dan sumsum tulang belakang yang disebut meningitis,
peradangan otak yang disebut ensefalitis. Penyakit pernafasan, seperti
pneumonia dan TBC. Penyakit usus seperti diare kronis yang disebabkan oleh
parasit menular. Dan kanker seperti sabagai sarcoma Kaposi dan limfoma non-
Hodgkin.

 HIV menular dari satu orang ke orang lain melalui cairan tubuh yang
terinfeksi. HIV dapat masuk ke tubuhmu selama hubungan seks tanpa
kondom, sambil berbagi jarum suntik narkoba, saat kamu lahir, saat
menyusui dari ibumu, atau dari terkontaminasi darah atau produk
darah.
 Meskipun tidak ada obat untuk HIV, obat yang disebut antiretroviral dapat
mengurangi jumlah HIV dalam tubuhmu. Satu kelas pengobatan
antiretroviral yang disebut entry atau fusion inhibitor, mengganggu proses
infeksi HIV dengan mencegah virus menempel pada sel tubuh. Kela-kelas
lain dari obat antiretroviral termasuk inhibitor transcriptase terbalik,
inhibitor protease dan inhibitor integrase. Obat ini mencegah penciptaan,
perakitan, dan penyebaran virus baru. Dokter mungkin meresepkan 24

kombinasi dari kelas obat ini, yang dikenal sebagai terapi antiretroviral
PENJELASAN DARI VIDEO

 Obat antiretroviral tidak sepenuhnya menghapus HIV dari tubuh, tetapi cukup
memperlambat HIV, sehingga tubuh dapat mengaktifkan system kekebalan
tubuh untuk melawan infeksi. Tes darah secara teratur akan memberi tahu
dokter seberapa efektif obat antiretroviral untuk mengendalikan HIV. Jika
jumlah sel T pembantu cukup tinggi dalam sempel darah, maka obat yang
diminum bekerja. Perawatan untuk infeksi oportunistik AIDS adalah obat
khusus untuksetiap jenis infeksi. Sebagai contoh dokter anda mungkin
meresepkan antibiotic jika anda menderita radang paru-paru atau TBC.

Untuk menghindari atau menyebarkan infeksi HIV, ketahui status HIV


anda dan status pasangan anda dengan dites secara teratur. Cara
yang paling efektif untuk mencegah infeksi HIV adalah untuk
menghindari hubungan seks vaginal dan anal. Saat melakukan
aktivitas seksual, kamu akan cenderung tertular HIV jika kamu hanya
berhubungan seks dengan satu pasangan yang tidak terinfeksi, atau
menggunakan kondom untuk perlindungan. Hindari menggunakan
obat-obatan terlarang suntik, atau berbagai jarum suntik, hindari
penyalahgunaan obat-obatan atau alcohol, karena kamu akan lebih 25
TERIMAKASI
H
Disusun oleh :
Ni’matul Khoeriyah
NIM : 17330100
Kelas A
26

Anda mungkin juga menyukai