Teori Pembangunan
Nama : Ramadhani Aqmar A
Nim : E100180136
Teori pembangunan merupakan salah satu teori besar yang juga dikenal dengan istilah
ideologi developmentalisme. Sesuai namanya, teori ini berporos pada aspek pembangunan,
lebih khususnya pembangunan ekonomi atau pertumbuhan ekonomi. Gagasan inti teori
pembangunan adalah asumsi bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan motor penggerak
terciptanya kesejahteraan sosial dan progres politik.
Fondasi filosofis teori pembangunan terletak pada ide akan kemajuan (the idea of
progress). Konsep tentang progress sudah ada sejak para filsuf zaman Yunani kuno
membicarakan tentang politik dan masyarakat. J. B. Bury (1920) dan Robert Nisbet
(1980) menelusuri ide tentang progres sejak era Yunani kuno sampai dengan hari ini.
Pertanyaan yang diajukan adalah, jika pembangunan berarti kemajuan, bagaimana
kemajuan itu diukur? Bentuk masyarakat seperti apa yang dituju oleh teori
pembangunan? Meskipun masyarakat senantiasa berubah dan dinamis, perubahan yang
terjadi tidak selalu mengarah pada kemajuan.
Bury berpendapat bahwa masyarakat yang meninggalkan situasi barbar, artinya
sedang menuju ke arah kemajuan. Kata ’barbar’ di sini sangat problematis karena
Bury sebenarnya melihat masyarakat zaman dahulu dengan konteks sekarang.
Nisbet berpendapat bahwa ide tentang kemajuan adalah proses linier dari kondisi
primitif menuju pada tahap yang lebih baru. Proses ini terus berlangsung linier ke
masa depan.
Perkembangan teori pembangunan
Meskipun fondasi filosofisnya sudah ada sejak lama, pembangunan sebagai sebuah konsep dalam teori politik baru muncul pada 1950an. Pada
mulanya, konsep pembangunan diterapkan pada institusi formal level negara. Penerapannya melalui proses legal ditopang oleh konstitusi dan
hukum. Tujuannya menciptakan negara yang stabil dengan sokongan konstitusi yang jelas tentang pertumbuhan ekonomi.
Negara-negara di Eropa Barat, Amerika Serikat dan Uni Soviet adalah negara-negara awal yang mengutamakan stabilitas politik agar proses
pembangunan dapat terlaksana. Pada praktiknya, sistem politik yang dikembangkan oleh negara-negara tersebut pasca perang dunia kedua tidak
seragam. Keberagaman ini disambut munculnya beberapa studi komparatif tentang teori pembangunan. Tetapi umumnya studi-studi tersebut
Pada perkembangannya, teori pembangunan menjadi instrumen negara-negara yang lebih dulu maju untuk menjalin kerjasama politik dan ekonomi
dengan negara-negara berkembang. Negara-negara yang lebih dulu maju umumnya adalah negara kolonial pada masa perang dunia. Paradigma
pembangunan yang dikenalkan oleh negara maju diharapkan mampu mengangkat kondisi perekonomian negara-negara berkembang. Pada
akhirnya, negara berkembang mengikuti jejak negara maju yang kapitalis dan demokratis.
Harapan lain dari negara maju adalah negara berkembang nantinya dapat menjadi aliansinya pada konteks hubungan internasional pasca perang.
Tujuan ini tentu menuai perdebatan, terutama dari pandangan kritis yang menganggap bahwa bantuan ekonomi untuk pembangunan negara-negara
berkembang akan menciptakan ketergantungan. Sehingga teori pembangunan yang diterapkan sebenarnya hanyalah kedok dari bentuk
A. Economic growth (model pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan)
Teori ini menekankan pada kenaikan pendapatan nasional (perspektif ekonomi) dalam jangka waktu
misal per tahun. Tingkat pertumbuhan ekonomi tersebut akan secara langsung mempengaruhi
penyerapan tenaga kerja. Oleh karena itu, proses pembangunan menjadi terpusat pada produksi, antara
lain melalui:
akumulasi modal termasuk semua investasi baru dalam bentuk tanah, peralatan fisik dan SDM;
kemajuan teknologi, yakni cara baru untuk menggantikan pekerjaan- pekerjaan yang bersifat tradisional.
Tokoh teori ini adalah Gunnar Myrdall yang mencoba memecahkan masalah kemiskinan secara
langsung dengan memenuhi segala kebutuhan dasar masyarakat khususnya masyarakat miskin, misal
dengan memenuhi kebutuhan sandang, pangan, perumahan, serta akses terhadap pelayanan publik
seperti pendidikan, kesehatan, air bersih, transportasi, dan lain-lain.
Untuk itu, maka pemerintah dapat melakukan subsidi atau bantuan pemenuhan kebutuhan
mendasar masyarakat.
tugas sebagaimana yang di amanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945, yaitu “melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
Orde lama
Pada era Orde Lama, masa pemerintahan presiden Soekarno antara tahun 1959-1967, pembangunan dicanangkan oleh MPR Sementara
(MPRS) yang menetapkan sedikitnya tiga ketetapan yang menjadi dasar perencanaan nasional.
TAP MPRS No. I/MPRS/1960 tentang Manifesto Politik Republik Indonesia sebagai Garis-Garis Besar Haluan Negara;
TAP MPRS No. II/MPRS/1960 tentang Garis-Garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana 1961-1969;
Ketetapan MPRS No. IV/MPRS/1963 tentang Pedoman-Pedoman Pelaksanaan Garis-Garis Besar Haluan Negara dan Haluan Pembangunan.
Dengan dasar perencanaan tersebut membuka peluang dalam melakukan pembangunan Indonesia yang diawali dengan babak baru dalam
menciptakan iklim Indonesia yang lebih kondusif, damai, dan sejahtera. Proses merehabilitasi dan merekonstruksi yang di amanatkan oleh
MPRS ini diutamakan dalam melakukan perubahan perekonomian untuk mendorong pembangunan nasional yang telah didera oleh
Peristiwa yang lazim disebut Gerakan 30 September/ Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI) menandai pergantian orde dari Orde Lama ke Orde
Baru. Pada 11 Maret 1966 Presiden Soekarno menandatangani sebuah surat yang memerintahkan pada Jenderal Soeharto untuk mengambil segala
tindakan yang perlu untuk keselamatan negara dan melindungi Soekarno sebagai Presiden. Surat yang kemudian dikenal dengan sebutan Surat
Perintah Sebelas Maret (Supersemar) itu diartikan sebagai media pemberian wewenang kepada Soeharto secara penuh. Sejak keluarnya Supersemar,
secara de facto kekuasaan telah beralih dari tangan Soekarno ke Jenderal Soeharto.
Pelaksanaan Pembangunan Nasional yang dilaksanakan pemerintah Orde Baru berpedoman pada Trilogi Pembangunan dan delapan jalur
pemerataan. Inti dari kedua pedoman tersebut adalah kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat dalam suasana politik dan ekonomi yang stabil.
• Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
Pada masa Orde Baru pula pemerintahan menekankan stabilitas nasional dalam program politiknya dan untuk mencapai stabilitas nasional terlebih
dahulu diawali dengan apa yang disebut dengan konsensus nasional. Pada era Orde Baru ini, pemerintahan Soeharto menegaskan bahwa kedaulatan
dalam politik, berdikari dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam bidang sosial budaya. Tekad ini tidak akan bisa terwujud tanpa melakukan
upaya- upaya restrukturisasi di bidang politik (menegakkan kedaulatan rakyat, menghapus feodalisme, menjaga keutuhan teritorial Indonesia serta
melaksanakan politik bebas aktif), restrukturisasi di bidang ekonomi (menghilangkan ketimpangan ekonomi peninggalan sistem ekonomi kolonial,
menghindarkan neokapitalisme dan neokolonialisme dalam wujudnya yang canggih, menegakkan sistem ekonomi berdikari tanpa mengingkari
interdependensi global) dan restrukturisasi sosial budaya (nation and character building, berdasar Bhinneka Tunggal Ika dan Pancasila serta
yang dilakukan oleh birokrat perencanaan pembangunan untuk membuat perubahan sebagai proses peningkatan
Pembangunan sangat berkaitan dengan nilai, dan acap kali bersifat transendental, suatu gejala meta-disiplin, atau
bahkan sebuah ideologi the ideology of developmentalisme. Oleh karenanya, para perumus kebijakan, perencana
pembangunan, serta para pakar selalu dihadapkan nilai (value choice), mulai pada pilihan epistimologis-ontologi
sebagai kerangka filosofisnya, sampai pada derivasinya pada tingkat strategi, program atau proyek.
Mengukur pembangunan dapat dilihat dari berbagai indikator utama, yakni kekayaan rata-rata, pemerataan, kualitas
kehidupan, indeks pembangunan manusia (human development index), dan kerusakan lingkungan.
Potret kebijakan pembangunan nasional dapat dilihat dari analisis konsep pembangunan dari tiga periode situasi
nasional, yakni pada era Orde Lama, Orde Baru, dan era Reformasi. Kebijakan Orde Lama dimulai pada tahun 1947
yang mulai merencanakan pembangunan di Indonesia dengan lahirnya “Panitia Pemikir Siasat Ekonomi”.
Pelaksanaan pembangunan nasional yang dilaksanakan pemerintah Orde Baru berpedoman pada trilogi
pembangunan dan delapan jalur pemerataan. Sementara di era Reformasi pembangunan bersifat partisipatif, dapat di
kontrol langsung oleh rakyat, dan didasari rumusan dasar demokrasi, yakni oleh dan untuk rakyat.
Tantangan Pembangunan Indonesia paling pokok terjadi pada persoalan kemiskinan, pembangunan kelautan,
pendekatan ekosistem dalam otonomi daerah, serta pembangunan lingkungan dan globalisasi
Demikian yang dapat saya sampaikan, bila ada yang salah mohon maaf
Dan terimakasih