Anda di halaman 1dari 31

REFARAT

TERAPI OKSIGEN PADA


NEONATUS

Alessandra Nidia
1965050067
Pembimbing :
dr. Catharina Dian,Sp.A
DEPARTEMEN PENDIDIKAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
KRISTEN INDONESIA PERIODE 9 DESEMBER-22 FEBRUARI 2020
PENDAHULUAN

Penting untuk mengetahui


American cara untuk menyesuaikan
Heart kebutuhan oksigen neonatus
WHO Association dan mengenal tanda-tanda
sekitar 23% dari 5.9 juta tahun 2015, sekitar 1
hipoksemia untuk mencegah
kematian anak di seluruh dari 10 bayi baru lahir bahaya akibat hipoksemia
dunia akibat kasus pada memerlukan bantuan ataupun efek toksik akibat
masa neonatus, seperti untuk memulai hiperoksia.
asfiksia pada saat lahir, bernapas dalam
sepsis, dan berat badan kondisi lingkungan perlu juga mengetahui indikasi
lahir rendah yang ekstrauterin saat
mengakibatkan lahir. Karena itu, penggunaan berbagai mode
hipoksemia. Kondisi ini oksigen merupakan administrasi oksigen yang
memberi beban yang terapi yang paling bertujuan untuk memberikan
bermakna khususnya di umum diberikan pada terapi oksigen efektif dengan
negara-negara bayi baru lahir risiko seminimal mungkin
TRANSISI FETUS KE NEONATUS

S I R K U L A S I PA R U
B AY I AT E R M

Janin menerima oksigen melalui pertukaran gas yang terjadi di


plasenta  Dalam sirkulasi janin, sebagian besar output ventrikel
kanan diarahkan melalui ductus arteriosus ke aorta, dan hanya 5-
10% dari output ventrikel gabungan diarahkan pembuluh darah paru
 Resistensi vaskular dalam plasenta rendah selama periode ini 
sedangkan resistensi vaskular paru tinggi  terjadi shunt aliran
darah menuju plasenta  Resistensi pembuluh darah paru ↑dengan
usia kehamilan mencapai nilai yang setara dengan tekanan sistemik.
Nada pembuluh darah paru- paru janin dipertahankan oleh jalur yang
berbeda, yang meliputi agen vasokonstriksi tinggi :
• tekanan oksigen rendah
• endotelin-1
• leukotrien,
• Rho kinase
• vasodilator tingkat basal rendah, seperti prostasiklin dan nitrat oksida
(NO) (30)
Perubahan mendadak pada sirkulasi paru terjadi segera setelah penjepitan
tali pusat dan inisiasi napas pertama. ditandai penurunan cepat dalam
resistensi pembuluh darah paru dan tekanan arteri paru, dan peningkatan
10 x lipat dalam aliran darah paru sebagai respons terhadap efek
vasodilatasi oksigen.  Tekanan atrium kiri meningkat lebih dari tekanan
atrium kanan, sehingga penutupan foramen ovale.
• distensi mekanis paru-paru
Sinyal paling kritis
• penurunan tekanan karbon
untuk perubahan
dioksida,
transis
• peningkatan tekanan oksigen di
paru-paru.
perubahan-perubahan ini dipicu oleh eliminasi
cairan yang mengisi paru-paru dan aerasi
paru yang terjadi selanjutnya. Saat lahir,
semua perubahan paru ini membantu
memfasilitasi paru-paru neonatus dalam
menetapkan kapasitas residual fungsional
(FRC).
B AY I P R E M AT U R

• Periode kritis dari perkembangan paru fetus terjadi


pada tahap kanalikular ke sakular. Bayi prematur
terlahir dalam periode kritis ini sehingga kodisi paru
masih belum matur dan rentan cedera.

• Terdapat beberapa faktor yang menghambat


perkembangan kapasitas residu fungsional secara
adekuat pada bayi yang lahir prematur : menyebabkan bayi lahir
• parenkim paru imatur, prematur sering
memerlukan ventilasi
• defisiensi surfaktan, tekanan positif (VTP):
segera setelah lahir
• komplians dinding dada yang masih kurang, karena :
• buruknya kapasitas
• klirens cairan paru lebih lambat, residu fungsional
• respirasi yang tidak
• otot respirasi lemah, tonus laring yang buruk yang efektif bisa
menurunkan kemampuan untuk mendengkur,
S I S T E M P E RTA H A N A N A N T I O K S I D A N Secara teori
Sistem pertahanan enzimatik dan
non-enzimatik akan matur pada
trimester ke III kehamilan.
• Hal-hal mendasar yang perlu diperhatikan untuk Sepanjang sisa periode akhir
mencegah terjadinya stress oksidatif pada neonatus : kehamilan, terjadi ↑ eksponensial
sebanyak 150-200% dari aktivitas
1. menghindari terpapar oleh infeksi, enzim AO pada jaringan paru. 
bayi premature, khususnya bayi
2. suplementasi besi, pajanan cahaya terhadap retina
yang sangat premature (≤ 28
3. hiperoksia minggu)
dengan sistem enzim AO yang
Neonatus prematur lebih berisiko mengalami komplikasi masih imatur akan terpapar
akibat stress oksidatif  sistem pertahanan antioksidan dengan kerusakan paru terkait
yang belum matur stress oksidatif  kemampuan
yang rendah untuk berespon
terhadap proses pro-oksidan

Antioksidan non-enzimatik lainnya seperti


Kadar GSH pada usia kehamilan 32 minggu lebih vitamin E, D, C, flavonoid, dan karotenoid
rendah secara signifikan dibandingkan usia ataupun mikronutrien seperti selenium,
kehamilan premature akhir (36minggu) ataupun copper, zink, dan lainnya berakumulasi pada
pada bayi aterm sehingga merisikokan bayi-bayi fetus pada masa gestasi akhir sehingga
ini terhadap peningkatan stress oksidatif pada jumlahnya juga masih rendah pada bayi
masa transisi fetus-neonatus prematur. Kadar vitamin A,E, dan C lebih tinggi
B I O M A R K E R U N T U K E VA L U A S I S T R E SS O K S I D AT I F

• Rasio GSH/GSSG dianggap sebagai satu dari beberapa penanda status reduksi
sel
• Biomarker ini memungkinkan untuk mengevaluasi stress oksidatif yang dapat
mencerminkan secara langsung status pro atau anti-oksidan (status redoks).
• isoprostan dan isofuran telah menjadi salah satu dari penanda stress oksidatif
yang paling dapat dipercaya untuk menilai peroksidasi dari PUFA (Poly-
Unsaturated Fatty Acids)
TERAPI OKSIGEN PADA
NEONATUS
TARGET LEVEL SATURASI
OKSIGEN

• Hingga saat ini, belum ada kesepakatan terkait rentang target SpO2 untuk neonatus baru
lahir yang diberikan suplementasi oksigen. beberapa penelitian telah membuat beberapa
kesepakatan, yaitu :
1. Konsentrasi oksigen awal yang diberikan untuk resusitasi bayi aterm (21%) dan prematur adalah
21-30%.

2. Target level SpO2 pada tiap-tiap pasien neonatus perlu dibedakan berdasarkan kondisi masing-
masing saat lahir dengan tujuan utama mencegah hipoksia dan menghindari hiperoksia sebisa
mungkin
• protocol untuk terapi oksigen tambahan
Cedars-Sinai Medical dengan level target SpO2 antara 85%-93%
Center and UCLA School memberi keuntungan yang signifikan terutama
bagi bayi yang lahir dengan berat sangat
of Medicine rendah (1000g-1500g)
• mengatur alarm bila rendah atau tinggi.
European Consensus
Guidelines on the • menyarankan bahwa SpO2 harus ditargetkan
Management of pada 90-95%, pada neonatus yang lahir di
Neonatal Respiratory usia gestasi antara 28-36 minggu
Distress Syndrome in menunjukkan angka mortalitas yang rendah
dibandingkan rentang SpO2 yang lebih
Preterm Infants tahun rendah (85-89%)
2013,
TA R G E T S P O 2 P R E D U KTA L S E T E L A H L A H I R PA DA
N E O N AT U S D E N G A N ATA U TA N PA T E RA P I O K S I G E N
MENURUT AHA 2015
PENILAIAN KEBUTUHAN OKSIGEN
DAN MODE TERAPI OKSIGEN

• Penggunaan Pulse Oximetry


• AHA tahun 2015 merekomendasikan bahwa oksimetri digunakan bila :
a) diperlukan resusitasi,
b) saat ventilasi tekanan positif diberikan,
c) sianosis sentral terjadi 5-10 menit pertama kehidupan,
d) terapi oksigen diberikan
• Mode Terapi Oksigen
• Ventilasi Tekanan Positif
• Neonatal Resuscitation Program (NRP) saat ini merekomendasikan
memulai VTP pada ruang bersalin bila terjadi bradikardia (HR
<100x/menit) dan atau ketika usaha napas neonatus tidak adekuat
PEEP ( PO SI T I VE EN D EX PI R ATO RY PR E SS UR E )

• Pada tahun 2015, Neonatal Resuscitation


ILCOR dan Guidelines Task Forces
merekomendasikan bahwa ketika VTP
diberikan pada bayi baru lahir dengan
kondisi prematur, disarankan pemberian
tekanan inflasi 20 cm H2O dan 5 cm H2O
PEEP pada kecepatan 40-60 kali
napas/menit.
• Assisted-Ventilation Devices (Non-
invasive Airway Therapy)
• Administrasi VTP merupakan standar terapi
yang direkomendasikan untuk bayi aterm
maupun prematur yang mengalami apneu
Perbandingan Alat Yang Digunakan Untuk
• Flow-inflating atau self-inflating Mengalirkan Ventilasi Tekanan Positif
resuscitation bag atau T-piece resuscitator
merupakan alat yang tepat digunakan untuk
VTP.
• Respon terhadap VTP dapat dievaluasi
C PA P ( C O N T I N U O U S P O S I T I V E A I R WAY
P R E SS U R E )

• CPAP bekerja dengan cara mengalirkan tekanan udara ringan untuk menjaga agar saluran napas
tetap terbuka. CPAP memerlukan sumber aliran udara kontinu (sebuah kompresor udara) dan
biasanya memerlukan sebuah pencampur oksigen yang terhubung ke sumber oksigen.

• CPAP mengalirkan PEEP disertai sejumlah oksigen yang bervariasi menuju saluran napas pada pasien
yang bernapas spontan untuk mempertahankan volume paru-paru selama ekspirasi.

• CPAP diindikasikan pada bayi dengan : 1


• Distress pernapasan yang berat
• Hipoksemia
• Apneu
B E R DA S A R KA N H A S I L P E N E L IT I A N DA R I 3 RC T YA N G M E N E L IT I 2 358 B AY I L A H I R
P R E M AT U R E ( < 30 M I N G G U ) M E N U N J U K KA N B A H WA

pemberian CPAP setelah lahir dapat


bermanfaat bila dibandingkan dengan
intubasi endotrakeal dan VTP
Manfaat yang didapatkan :
• penurunan angka intubasi
dalam ruang bersalin,

Berdasarkan temuan ini, maka • penurunan durasi ventilasi


bayi prematur yang bernapas mekanik dengan manfaat
spontan dengan distress potensial penurunan
pernapasan dapat didukung kematian dan atau BPD
dengan pemberian CPAP di awal (Bronchopulmonary
terapi oksigen dibandingkan Dysplasia).
intubasi rutin untuk administrasi
VTP
ADVANCED AIRWAYS (INVASIVE AIRWAY
THERAPY)
SUNGKUP LARING
Sungkup laring direkomendasikan sebagai alternatif untuk diberikan selama resusitasi bayi
baru lahir aterm ataupun premature yang berusia ≥34 minggu, apabila ventilasi dengan
sungkup wajah tidak berhasil mencapai ventilasi efektif atau intubasi intubasi trakeal tidak
tersedia. Untuk penggunaan pada bayi yang lahir < 34 minggu atau berat <2000 g, data
yang tersedia masih terbatas.
Terdapat beberapa tipe LMA :
1. LMA Classic TM , LMA ProSeal TM ,
and LMA Supreme TM (LMA North
America Inc., San Diego, CA, USA),

2. I-gel TM supraglottic airway


(Intersurgical, Liverpool, NY, USA),

3. Ambu ® AuraOnce TM (Ambu A/S,


Ballerup, Denmark),

4. Air-Q TM disposable laryngeal mask


airway (Mercury Medical, Clearwater, FL,
USA),

5. Shiley TM LMA (Medtronic, USA)


INTUBASI ENDOTRAKEAL
• Selama masa resusitasi neonatus, intubasi endotrakeal dapat diindikasikan apabila bag-mask
ventilation tidak efektif atau digunakan berkepanjangan, adanya kompresi dada atau kondisi khusus
seperti hernia diafgramatika kongenital. Ketika VTP diberikan melalui sebuah selang endotrakeal,

• indikator terbaik yang menunjukkan keberhasilan intubasi endotrakeal adalah :


• peningkatan denyut nadi.
• Penilaian klinis seperti pergerakan dinding dada, adanya bunyi nafas yang sama secara bilateral,
• kondensasi udara dalam selang endotrakeal merupakan indikator tambahan dari letak selang
endotrakeal yang tepat
• deteksi ekspirasi CO2 tetap menjadi metode konfirmasi yang paling dapat dipercaya sebagai tanda
letak selang endotrakeal yang tepat.
deteksi ekspirasi CO2 tetap menjadi metode
konfirmasi yang paling dapat dipercaya sebagai
tanda letak selang endotrakeal yang tepat.

Intubasi Endotrakeal Pada Neonatus. a). Laringoskop. b) Tampilan Laring beserta Area
Anatomis Sekitarnya
KOMPLIKASI TERAPI OKSIGEN

• Dalam praktik klinis, munculnya :

• ROS (anion superoksida)


• (O2−) ,
• hidrogen peroxida (H2O2),
• lipid peroksida (LOOH),
• peroxil radicals (RO•),
• electron delocalized phenoxyl radical (C6H50),
• nitrit oksida (NO), dan hidroksil radikal (OH•))
• akibat hiperoksia diketahui bertanggung jawab terhadap kerusakan paru, sistem saraf
pusat, retina, dan sel darah merah juga kerusakan jaringan generalisata yang dapat terjadi
pada masa neonatus dan usia dewasa
KOMPLIKASI JANGKA PENDEK

BPD (BRONCHOPULMONARY
DYSPLASIA)

Pajanan in vitro dan in vivo terhadap hiperoksia 


downregulasi reseptor gamma teraktivasi oleh proliferator
peroksisom dan peningkatan transdiferensiasi lipofibroblas
(bersifat protektif terhadap paru menjadi miofibroblas (MYF). 
Diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel tidak didukung dengan
baik oleh sel MYF.  gangguan alveolarisasi yang terjadi pada
BPD (bronchopulmonary dysplasia dan kadar neutrophil, IL-8,
dan leukotriene dalam cairan alveolus bayi dengan BPD
ditemukan dalam kadar tinggi yang berperan dalam proses
inflamasi
P P H N ( P E R S I S TE N T P U L M O N A RY
H Y P E RT E N S I O N O F T H E N E W B O R N ) .

• Gagal napas hipoksik pada neonatus premature mempengaruhi transisi normal


sirkulasi paru akibat vasokonstriksi yang mencegah penurunan resistensi vascular
paru. Peningkatan terus-menerus resistensi ini dapat mengakibatkan terjadinya
PPHN.
RETINA

• Pajanan terhadap hiperoksia juga berkaitan dengan risiko tinggi terjadinya retinopathy of
prematurity (ROP) berat  berat akibat rentannya sisi retina yang kaya akan fosfolipid terhadap
ROS.

• Sisi temporal (retina perifer) merupakan area yang paling terakhir tervaskularisasi dan masih imatur
bahkan saat usia aterm. Dengan adanya paparan oksigen berlebih, maka sel endotel retina yang
sedang berkembang mengaktifkan faktor transkripsi, termasuk HIF-1α dan VEGF, yang sebaliknya
mengakibatkan penghentian pertumbuhan pembuluh darah retina dan hilangnya pembuluh darah
retina yang telah ada
• . Mekanisme ini akhirnya mengakibatkan gangguan proliferasi vaskular retina dan pembentukan
jembatan, yang membuat traksi pada retina dan meningkatkan risiko terlepas seperti yang terjadi
pada ROP
HASIL FUNDUSKOPI DARI RETCAM FUNDUS CAMERA
MENUNJUKKAN MASING-MASING STADIUM ROP,

a) stadium 1: ROP (panah hitam menunjukkan


demarcartion line antara retina sisi posterior
tervaskularisasi dan retina sisi anterior
avascular tidak normal),
b) stadium 2: ROP (panah hitam menunjukkan
kelokan/bubungan), c) stadium 3: ROP
(panah hitam menunjukkan bubungan
disertai proliferasi fibrovaskular
ekstraretina),
c) stadium 4: ROP (ablasi retina parsial
melibatkan makula)
SEL DARAH MERAH

• eritrosit pada bayi baru lahir lebih rentan terhadap kerusakan oleh stress oksidatif dan memiliki
jumlah besi bebas yang lebih tinggi dibandingkan pada usia dewasa. Pada bayi prematur, eritrosit
akan lebih rentan mengalami stress oksidatif akibat rendahnya sintesis superoksida dismutase
(SOD) sebagai antioksidan non-enzimatik

• Lebih jauh lagi, paparan terhadap oksigen hiperbarik berkepanjangan mengakibatkan perubahan
bentuk eritrosit, sebagai konsekuensi dari efek toksik oksigen terhadap membran eritrosit 
mengakibatkan peningkatan risiko terjadinya anemia hemolitik pada bayi prematur
KOMPLIKASI JANGKA PANJANG

• Paru-paru : penelitian terhadap paru tikus, pajanan oksigen pada masa neonatus meningkatkan
reaktivitas saluran napas dan inflamasi persisten dengan perubahan pada jalur imunoregulasi
imunitas bawaan yang berkontribusi pada “resistensi yang buruk” terhadap infeksi virus saluran
napas pada usia dewasa.
• Jantung : disfungsi ventrikel kiri
• Gangguan neurodevelopmental saat dewasa, seperti gangguan perilaku, defisit pada memori
spasial dan pengenalan, dimensi hipokampus yang kecil.
• Cerebral palsy
• Kerusakan akibat stress oksidatif terhadap oligodendrosit premielinasi pada substansia putih
serebri dianggap sebagai mekanisme terjadinya leukomalasia periventrikuler yang dikorelasikan
dengan palsi serebral. Pada bayi prematur, oksigen akan mengurangi kecepatan aliran darah otak
terlepas dari efek hipokapnia atau hipotensi. Selain itu, kondisi hiperoksemia juga pada 8 hari
pertama dihubungkan dengan risiko 2 kali lipat mengalami palsi serebral saat berusia 2 tahun.
PEMANTAUAN TARGET SATURASI
OKSIGEN
• Sebuah penelitian prospektif multisenter yang memasukkan 14 pusat pengobatan menyatakan bahwa
rata-rata neonatus menghabiskan <50% waktu pada target oksigenasi yang telah ditetapkan. Hal ini
dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti :
• Fluktuasi kontinu oksigenasi yang memerlukan perhatian terus-menerus dan pengaturan alarm yang
ketat.
• Fluktuasi ini dapat mengakibatkan desensitisasi (kurang peka) perawat medis terhadap alarm yang
sering muncul.
• Kesulitan untuk menyampaikan pesan yang kuat pada perawat medis sebagai bukti efek berbahaya
jangka pendek dari fluktuasi oksigen tidak begitu kuat.
• Untuk bayi prematur yang memerlukan dukungan bantuan napas, fluktuasi oksigenasi yang disebabkan
oleh perubahan ventilasi, kemampuan untuk mentap pada target oksigenasi yang telah ditentukan
menjadi sulit.
• Respon yang paling umum dari klinisi terhadap episode hipoksia adalah meningkatkan konsentrasi FiO2
dibandingkan mencari penyebab lain.
STRATEGI PEMANTAUAN

• Meningkatkan rasio perawat terhadap pasien


• Mengatur alarm pulse oximetry mendekati rentang target SpO2
• Melatih, edukasi, dan memberi motivasi pada staf klinik.
• Mengembangkan panduan protocol titrasi oksigen yang spesifik.
• Strategi yang menargetkan pada volume akan menurunkan durasi
hipoksemia dan waktu yang terbuang saat nilai SpO2 menurun bila
dibandingkan dengan ventilasi yang diregulasi oleh tekanan.
• Kontrol otomatis FiO2 terhadap episode hipoksemia.
 
KESIMPULAN

• Terapi oksigen merupakan terapi yang paling umum diberikan pada neonatus. Target pemberian
konsentrasi oksigen awal pada bayi aterm yaitu 21% dan prematur sebesar 21%-30%.
• Target SpO2 dalam 10 menit pertama kehidupan adalah 90-95% pada bayi aterm dan prematur
>28 minggu. Sedangkan pada bayi dengan berat lahir sangat rendah, target SpO2 sebesar 85%-
93% untuk mencegah efek toksik akibat hiperoksia. Pemantauan rentang target SpO2 dapat
dilakukan menggunakan pulse oximetry atau analisa gas darah.
• Pemantauan keberhasilan terapi oksigen terutama berdasarkan peningkatan HR.
• Administrasi VTP merupakan standar terapi yang direkomendasikan baik untuk bayi aterm maupun
prematur yang mengalami apneu melalui 2 jenis mode, yaitu secara non-invasif maupun secara
invasif.
• CPAP sebagai ventilasi non-invasif terbukti lebih aman dan memberi manfaat potensial penurunan
kematian dan atau BPD dibandingkn intubasi endotrakeal.
• Diperlukan kerjasama yang baik oleh para ahli neonatologi, perawat bayi baru lahir, dan terapis
respirasi melalui pelatihan, edukasi, sehingga memiliki rasa bertanggung jawab terhadap bayi yang
menjalani terapi oksigen.
DAFTAR PUSTAKA

• World Health Organization. 2016. Oxygen therapy for children: a manual for health workers. Switzerland: WHO Press.
• Kayton A, Timoney P, Vargo L, Perez JA. A Review of Oxygen Physiology and Appropriate Management of Oxygen Levels in
Premature Neonates. Advances in Neonatal Care, 2018;(18):98-104.
• Prathik BH, Bandyopadhyay T, Datta V.Oxygen Therapy Review. Journal of Neonatology, 2013;(27):9-14.
• Wyckoff MH, Aziz K, Escobedo MB, Kapadia VS, Kattwinkel J, Perlman JM, Simon WM, Weiner GM, Zaichkin, JG. Part 13: Neonatal
Resuscitation: 2015 American Heart Association Guidelines Update for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency
Cardiovascular Care. Circulation. 2015;(132):543–60
• Torres-Cuevas I, Cernada M, Nuñez A, Escobar J, Kuligowski J et al. Oxygen Supplementation to Stabilize Preterm Infants in the
Fetal to Neonatal Transition: No Satisfactory Answer. Front. Pediatr,2016;(4);1-10. doi: 10.3389/fped.2016.00029
• Weydig H, Ali N, Kakkilaya V. Noninvasive Ventilation in the Delivery Room for the Preterm Infant. Neoreviews, 2019;(20):489-
99.
• https://www.stanfordchildrens.org/en/topic/default?id=fetal-circulation-90-P01790 diakses pada 01 Januari 2020.
• Singh Y, Tissot C. Echocardiographic Evaluation of Transitional Circulation for the Neonatologists. Front. Pediatr, 2018;(6):1-12.
doi: 10.3389/fped.2018.00140
• Perrone S, Bracciali C, Di Virgilio N, Buonocore. Oxygen Use in Neonatal Care: A Two-edged Sword. Front. Pediatr,2017;(4):1-7.
doi: 10.3389/fped.2016.00143
• Bansal SC, Caoci S, Dempsey E, Trevisanuto D, Roehr CC. The Laryngeal Mask Airway and Its Use in Neonatal Resuscitation: A
Critical Review of Where We Are in 2017/2018. Neonatology 2018;(113):152–61 doi: 10.1159/000481979
• https://www.bettersafercare.vic.gov.au/resources/clinical-guidance/maternity-and-newborn/intubation diakses pada 01 Januari
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai