Anda di halaman 1dari 10

Filosofi Etika Bab 3

Moh.Haisal Husaini
B12.2017.03544
HAK ASASI MANUSIA

Pembahasan tentang filsafat etika tidak dapat


dilepaskan dari pemahaman mengenai hak asai
manusia. Sumber dari etika adalah pengakuan tentang
adanya hak asasi manusia, Walaupun ide dasar tentang
hak asasi manusia telah lama berkembang, tetapi secara
internasional baru diakui melalui adopsi Universal
Declaration of Human Rights (UDHR) dalam siding
umum perserikatan Bangsa-Bangsa pada 1948 di paris.
Di Indonesia, Konsep Hak asasi manusia tersebut
dijabarkan dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun
1999 tentang hak asasi manusia.
Contoh dari Hak Asasi Manusia

Ada berbagai hak yang terkandung dalam hak


asasi manusia, salah satunya adalah hak asasi
ekonomi. Contoh dari hak dibidang ini adalah
kebebasan dalam melakukan kegiatan jual beli,
kebebasan dalam menyelenggarakan kegiatan
sewa menyewa atau utang piutang, hak untuk
mempunyai sesuatu, dan hak untuk mendapatkan
pekerjaan yang layak.
UTILITARIANISME

Filsafat tentang etika biasanya dikembangkan oleh para filsuf dari barat
(Eropa) dan diinspirasikan dari pemikiran Kristen. Seperti telah
dikemukakan, pemisahan antara filosofi dan teologi dipelopori oleh
Albertus Magnus, Thomas Aquinas, Bonaventure dan Duus scotus.
Filsafat etika berbeda dengan teologi. Filsafat etika mengandung moralitas
secara rasional dan sekuler yang didasari oleh kebahagiaan manusia atau
kehidupan. Teori utilitarianisme mengandalkan konsep bahwa perbuatan
dikendalikan oleh tujuan. Dalam hal ini, tujuan hidup. Teori ini
mendasarkan pada pemikiran bahwa tujuan hidup adalah kebahagiaan.
Kebahagiaan diukur dengan kesenangan dan berkurangnya penderitaan.
DEONTOLOGI
Deontologi (deontology) berasal dari kata yunani “deon” Yang
berarti tugas (duty) atau kewajiban (Obligation). Immanuel
Kent (1724-1804) membeerikan artikulasi paling jelas
mengenai teori ini. Bagi Kent. tugas (duty) merupakan satu-
satunya standar moral bagi seseorang untuk melakukan atau
tidak melakukan sesuatu. Konsekuensi tidak dipertimbangkan
dalam perbuatan. Tugas harus di lakukan kerena kewajiban
(Obligation) Teori deontologi mengukur baik buruk
berdasarkan ada tidaknya prinsip-prinsip universal yang
mengharuskan adanya tugas dan kewajiban tersebut.
DEONTOLOGISME

Teori Deontologisme mencangkup kewajiban untuk mematuhi hak-hak moral seseorang


selain hak-hak legalnya. Menurut paham Deontologisme menghendaki keseimbangan
antara perlakuan terhadap diri sendiri dan perlakuan terhadap orang lain. Antara keduanya
tidak boleh dibedakan. Selain itu keharusan untuk melakukan hak dan kewajiban diri
sendiri, seseorang juga harus menghormati kewajiban dan hak orang lain. Asas timbal
balik yang berkeadilan merupakan inti dari deontologisme. Tugas dan kewajiban dalam
deontologisme akan sangat erat berkaitan dengan hubungan fidusia yang terjalin antara
pemberi dan penerima amanah.
HAK DAN KEADILAN

Penjabaran deontologisme ke dalam asas keadilan dikemukakan oleh


David Hume (1711-1776). Hume mendasarkan teorinya pada anggapan
bahwa setiap orang mempunyai hak (claims) terhadap sumber daya
yang terbatas atau scarce resources (Brooks & Dunn, 2012: 146). Teori
tentang hak dan keadilan mendasarkan baik-buruknya tindakan pada
ada atau tidaknya hak serta cara penentuannya yang harus berkeadilan.
Tidak semua orang dapat memperoleh manfaat dari sumber daya
tersebut, bahkan banyak kejadian dimana manfaat yang diterima oleh
seseorang hanya dapat diperolehengan beban (burden) atau
pengorbanan orang lain. Oleh karena itu, perlu ada mekanisme dalam
rmengalokasikan manfaat dan beban dalam masyarakat.
Dari pandangan tersebut, kemudian muncul konsep keadilan (justice). Ada dua aspek dalam
keadilan, yaitu:
1. Keadilan prosedural terutama berkaitan dengan masalah administrasi yang dicerminkan dalam
sistem hukum yang adil. Dua hal pokok tercakup dalam sistem hukum dengan prosedur yang
adil. Yaitu fair dan transparant. Fair menghendaki bahwa setiap orang harus diperlakukan
sama di muka hukum dan bahwa aturan ditegakkan tanpa memihak (impartial)
2. Keadilan distributif berkaitan dengan pembagian atau alokasi sumber daya, manfaat, atau
beban, Penerima pembagian atau alokasi dapat berupa orang, kelompok masyarakat, atau
organisasi (perusahaan) yang pada dasarnya akan terdiri atas orang.
VIRTUISME

Virtuisme dijabarkan dalam karakter (watak), hubungan, perilaku, nilai-nilai, dan keyakinan
yang melekat pada diri manusia yang berintegritas (Hartman dan Desjardins, 2011: 86).
Tentu saja, karakter yang dimaksud adalah karakter yang peduli kepada orang lain
(altruisme). Karakter yang tidak hanya memikirkan egoisme pribadi. Virtuisme membangun
budaya dan sistem nilai tentang kehidupan lebih utuh yang diinginkan dan yang peduli
kepada orang lain. Keinginan yang tercermin dalam budaya (culture) dan sistem nilai (value
system) tersebut diharapkan akan mewujud dalam perilaku, kemudian perbuatan yang
dilakukan. Oleh karena itu, virtuisme berkaitan dengan masalah pendefinisian tentang
kehidupan yang lebih utuh dan altruisme atau jati diri (identitas) seseorang.
Thank you

Anda mungkin juga menyukai