Anda di halaman 1dari 39

REAKSI INFLAMASI

STIKKU
A. Deskripsi

Reaksi peradangan merupakan reaksi defensif


(pertahanan diri) sebagai respon terhadap cedera
berupa reaksi vaskular yang hasilnya merupakan
pengiriman cairan, zat-zat yang terlarut dan sel-
sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan
interstitial pada daerah cedera atau nekrosis.
Peradangan dapat juga dimasukkan dalam suatu
reaksi non spesifik, dari hospes terhadap infeksi.
Hasil reaksi peradangan adalah netralisasi
dan pembuangan agen penyerang,
penghancuran jaringan nekrosis dan
pembentukan keadaan yang dibutuhkan
untuk perbaikan dan pemulihan.
Tata nama proses peradangan
memperhitungkan masing-masing variable.
Berdasarkan lamanya respon peradangan
disebut akut, subakut dan kronik. Lokasi
reaksi peradangan disebut dengan akhiran -tis
yang ditambahkan pada nama organ
(misalnya; apendisitis, tonsillitis, gastritis dan
sebagainya).
Peradangan dan infeksi itu tidak sinonim. Pada infeksi
ditandai adanya mikroorganisme dalam jaringan,
sedang pada peradangan belum tentu, karena banyak
peradangan yang terjadi steril sempurna. Jadi infeksi
hanyalah merupakan sebagian dari peradangan.
B. MEDIATOR KIMIA
Selama proses peradangan terjadi pelepasan
histamine dan zat-zat humoral lain kedalam
cairan jaringan sekitarnya.

Akibat dari sekresi histamine tersebut berupa :

1. Peningkatan aliran darah lokal.


2. Peningkatan permeabilitas kapiler.
3. Perembesan ateri dan fibrinogen kedalam
jaringan interstitial.
4. Edema ekstraseluler lokal.
5. Pembekuan cairan ekstraseluler dan cairan
limfe.
C. RESPON VASKULER

Mediator kimia yang dihasilkan dari jaringan yang


cedera atau nekrotik akan menyebabkan peningkatan
permeabilitas membran vaskuler dan vasodilatasi.
Peningkatan permeabilitas membran vaskuler terjadi
dengan peregangan sel-sel endotel sehingga pori-pori
membran membesar dan dapat dilalui oleh protein
darah. Sedangkan vasodilatasi menyebabkan
peningkatan jumlah volume darah ke daerah
peradangan.
D. ASPEK CAIRAN DALAM REAKSI INFLAMASI

Setiap luka pada jaringan akan menimbulkan


reaksi inflamasi atau reaksi vaskuler. Mula-mula
terjadi dilatasi lokal dari arteriole dan kapiler
sehingga terjadi peningkatan volume darah.
Peningkatan volume darah menyebabkan
peningkatan tekanan hidrostatik yang mendorong
plasma merembes keluar (transudasi).
Selanjutnya cairan edema akan
terkumpul di daerah sekitar luka,
kemudian fibrinogen keluar dari
vaskuler membentuk benang-benang
fibrin yang menutupi saluran limfe
dengan tujuan membatasi penyebaran
mikroorganisme.
Leukosit juga ikut berperan dalam fagositosis.
Pada saat terjadi vasodilatasi maka aliran
darah menjadi lambat dan menyebabkan
neurofil mengalami marginasi kemudian
emigrasi dengan cara diapedesis, selanjutnya
bergerak secara kemotaksis ke lokasi radang
untuk melakukan fagositosis.
Mula-mula neutrofil membungkus
mikroorganisme, kemudian dimulailah digesti
dalam sel, hal ini akan mengakibatkan
perubahan pH menjadi asam. Selanjutnya akan
keluar protease selluler yang akan
menyebabkan lysis leukosit. Setelah itu
makrofag mononuklear besar akan tiba di
lokasi infeksi untuk membungkus sisa-sisa
leukosit dan akhirnya terjadilah pencairan
(resolusi) hasil proses inflamasi lokal.
Cairan kaya protein dan sel darah putih yang
tertimbun dalam ruang ekstravaskular sebagai
akibat reaksi radang disebut eksudat.

1. Transudat

Transudat adalah cairan dalam ruang interstitial


yang terjadi akibat peningkatan tekanan
hidrostatik atau turunnya protein plasma
intravaskular yang meningkat. Berat jenis
transudat pada umumnya kurang dari 1.012 yang
mencerminkan kandungan protein yang rendah.
2. Eksudat
Eksudat adalah cairan radang ekstravaskular dengan
berat jenis tinggi (diatas 1.020) dan seringkali
mengandung protein 2-4 mg % serta sel-sel darah putih
yang melakukan emigrasi. Cairan ini tertimbun sebagai
akibat permeabilitas vaskular (yang memungkinkan
protein plasma dengan molekul besar dapat terlepas),
bertambahnya tekanan hidrostatik intravascular
sebagai akibat aliran lokal yang meningkat pula dan
serentetan peristiwa rumit leukosit yang menyebabkan
emigrasinya.
E. RESPON SELULER
Leukositosis terjadi bila ada jaringan cedera
atau infeksi sehingga pada tempat cedera atau
radang dapat terkumpul banyak leukosit untuk
membendung infeksi atau menahan
mikroorganisme menyebar keseluruh jaringan.
Leukositosis ini disebabkan karena produksi
sumsum tulang meningkat sehingga jumlahnya
dalam darah cukup untuk emigrasi pada waktu
terjadi cedera atau radang.
Leukosit yang bersirkulasi dalam aliran darah dan
emigrasi ke dalam eksudat peradangan berasal dari
sumsum tulang, dimana tidak saja leukosit tetapi
juga sel-sel darah merah dan trombosit dihasilkan
secara terus memenerus. Dalam keadaan normal, di
dalam sumsum tulang dapat ditemukan banyak
sekali leukosit yang belum matang dari berbagai jenis
dan "pool" leukosit matang yang ditahan sebagai
cadangan untuk dilepaskan ke dalam sirkulasi darah.
Jumlah tiap jenis leukosit yang bersirkulasi dalam darah
perifer dibatasi dengan ketat tetapi diubah "sesuai
kebutuhan" jika timbul proses peradangan. Artinya,
dengan rangsangan respon peradangan, sinyal umpan
balik pada sumsum tulang mengubah laju produksi dan
pengeluaran satu jenis leukosit atau lebih ke dalam aliran
darah.
F. AKTIVITAS NEUTROFIL

Vasodilatasi arteriol dan kapiler menyebabkan


aliran darah menjadi lambat sehingga neutrofil
mengalami marginasi kemudian terjadi adhesi
dengan membran vaskuler, selanjutnya neutrofil
keluar melalui membran vaskuler (emigrasi)
dengan cara diapedesis. Mediator kimia yang
dikeluarkan pada lokasi radang merupakan faktor
kemotaksik yang menyebabkan neutrofil bergerak
ke lokasi radang dan melakukan fagositosis.
G. FAGOSITOSIS

Fagositosis adalah proses penyerapan dan


eliminasi mikrobaatau partikel lain oleh sel-sel
khusus yang disebut fagosit. Fagosit adalah sel-sel
darah putih atau sel-sel yang berasal dari sel-sel
darah putih tersebut, yang terdapat di dalam aliran
darah.
Fagosit itu terdiri atas dua kelompok, yaitu:

1) Granulosit (lekosit polimorfonuklear) : 70%


jumlah sel darah putih.
a) Netrofil (menghasilkan senyawa yang dapat
melepaskan oksigen reaktit) : 68% jumlah
sel darah putih.
b) Eosinofil: 1% jumlah sel darah putih.
c) Basofil: 1% jumlah sel darah putih.

2) Agranulosit (sel-sel mononuklear) : 30%


jumlah lekosit.
a) Limfosit: 25% jumlah lekosit.
b) Monosit/makrofag : 5% jumlah lekosit.
H. TANDA DAN GEJALA

1. Rubor (kemerahan)
Rubor atau kemerahan biasanya merupakan hal pertama yang
terlihat di daerah yang mengalami peradangan. Waktu reaksi
peradangan mulai timbul maka arteriol yang mensupali daerah
tersebut melebar, dengan demikian lebih banyak darah
mengalir ke dalam mikrosirkulasi lokal. Kapiler-kapiler yang
sebelumnya kosong atau sebagian saja yang meregang dengan
cepat terisi penuh dengan darah.
• Keadaan ini yang dinamakan hyperemia atau
kongesti,menyebabkan warna merah lokal karena
peradangan akut. Timbulnya hyperemia pada
permulaan reaksi peradangan diatur oleh tubuh baik
secara neurogenik maupun secara kimia,melalui
pengeluaran zat seperti histamin.
2. Kalor (panas)
Kalor atau panas terjadi bersamaan dengan kemerahan
dari reaksi peradangan yang hanya terjadi pada
permukaan tubuh, yang dalam keadaan normal lebih
dingin dari -37 °C yaitu suhu di dalam tubuh. Daerah
peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari
sekelilingnya sebab darah yang disalurkan tubuh
kepermukaan daerah yang terkena lebih banyak
daripada yang disalurkan kedaerah normal.
• Fenomena panas lokal ini tidak terlihat pada
daerah-daerah yang terkena radang jauh di
dalam tubuh, karena jaringan-jaringan
tersebut sudah mempunyai suhu inti 37°C,
hyperemia lokal tidak menimbulkan
perubahan.
3. Dolor (rasa sakit)

Dolor atau rasa sakit, dari reaksi peradangan dapat


dihasilkan dengan berbagai cara. Perubahan pH lokal atau
konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang
ujung-ujung saraf. Hal yang sama, pengeluaran zat kimia
bioaktif lainnya dapat merangsang saraf. Selain itu,
pembengkakan jaringan yang meradang mengakibatkan
peningkatan tekanan lokal yang tanpa diragukan lagi dapat
menimbulkan rasa sakit.
4. Tumor (pembengkaan)
Segi paling menyolok dari peradangan akut mungkin adalah
pembengkaan lokal (tumor). Pembengkaan ditimbulkan oleh
pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan
interstitial. Campuran dari cairan dan sel yang tertimbun di daerah
peradangan disebut eksudat. Pada keadaan dini reaksi peradangan
sebagian besar eksudat adalah cair, seperti yang terjadi pada lepuhan
yang disebabkan oleh luka bakar ringan. Kemudian sel-sel darah putih
atau leukosit meninggalkan aliran darah dan tertimbun sebagai
bagian dari eksudat.
5. Functio Laesa (perubahan fungsi)
Functio laesa atau perubahan fungsi adalah reaksi
peradangan yang telah dikenal. Sepintas lalu, mudah
dimengerti, mengapa bagian yang bengkak, nyeri
disertai sirkulasi abnormal dart lingkungan kimiawi lokal
yang abnormal, berfungsi secara abnormal. Namun
sebetulnya kita tidak mengetahui secara mendalam
dengan cara apa fungsi jaringan yang meradang itu
terganggu.
Berbagai bentuk/Jenis Radang.

I. DAMPAK SISTEMIK REAKSI INFLAMASI

a. Demam
Demam merupakan akibat dari pelepasan zat
pirogen endogen yang berasal dari neutrofil dan
makrofag. Selanjutnya zat tersebut akan memacu
pusat pengendali suhu tubuh yang ada di
hypothalamus.
b. Perubahan Hematologis

Rangsangan yang berasal dari pusat peradangan


mempengaruhi proses maturasi dan pengeluaran
leukosit dari sumsum tulang yang mengakibatkan
kenaikan suatu jenis leukosit, kenaikan ini disebut
leukositosis. Perubahan protein darah tertentu juga
terjadi bersamaan dengan perubahan apa yang
dinamakan laju endap darah (LED).
c. Gejala Konstitusional
Pada cedera yang hebat, terjadi perubahan
metabolisme dan endokrin yang menyolok. Akhirnya
reaksi peradangan lokal sering diiringi oleh berbagai
gejala konstitusional yang berupa malaise, anoreksia
atau tidak ada nafsu makan dan ketidakmampuan
melakukan sesuatu yang beratnya berbeda-beda
bahkan sampai tidak berdaya melakukan apapun.
• Dengan adanya reaksi peradangan, maka hasil
perbaikan yang paling menggembirakan yang
dapat diperoleh adalah jika terjadi hanya sedikit
kerusakan atau tidak ada kerusakan jaringan di
bawahnya sama sekali. Pada keadaan ini agen
penyerang sudah dinetralkan dan dihilangkan.
Pembuluh darah kecil di daerah itu memperoleh
kembali mipermeabilitasnya, aliran cairan
berhenti dan emigrasi leukosit dengan cara yang
sama juga berhenti.
Cairan yang sebelumnya sudah dieksudasikan
sedikit demi sedikit diserap oleh pembuluh
limfe dan sel-sel eksudat mengalami disintegrasi
dan keluar melalui pembuluh limfe atau benar-
benar dihilangkan dari tubuh. Hasil akhir dari
proses ini adalah penyembuhan jaringan yang
meradang jaringan tersebut pulih seperti
sebelum reaksi atau resolusi.
Sebaliknya, bila jumlah jaringan yang rusak
cukup bermakna jaringan yang rusak harus
diperbaiki oleh proliferasi sel-sel hospes
berdekatan yang masih hidup. Perbaikan
sebenarnya melibatkan dua komponen yang
terpisah tetapi terkoordinir.
Pertama disebut regenerasi, hasil akhirnya adalah
penggantian unsur-unsur yang telah hilang dengan
jenis sel yang sama. Komponen perbaikan kedua
melibatkan proliferasi unsur-unsur jaringan
penyambung yang mengakibatkan pembentukan
jaringan parut. Namun apabila agen penyebab
peradangan tetap ada maka peradangan akan
berlangsung kronis.

Anda mungkin juga menyukai