Anda di halaman 1dari 50

Masalah Psikologis pada

Lansia
KELOMPOK 3
Disusun oleh :
Kelompok 3

Aulia Zahrani 22020115130068


Lailatuz Zulia I. 22020115130067
Misratul 22020115120020
Ni’mah Vicky Priyani 22020115130078
Risky Setyo Putri 22020115130074
Riyantika Ayu R. 22020115120059
Sulistyani 22020115120051
Latar belakang
Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya
penurunan kondisi fisik, psikologis maupun social yang saling
berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi
menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun
kesehatan jiwa secara khusus pada lansia.

lansia adalah kelompok dengan resiko tinggi terhadap problema


fisik dan mental. Perubahan kondisi psikologis atau mental
pada lansia dapat dilihat pada kondisi seperti gangguan pola
tidur, depresi, dukacita, demensia, kesepian dan yang lainnya.
Gangguan Pola tidur pada Lansia

Tidur adalah sebuah proses dimana terjadi pemulihan,


sehingga dapat menyegarkan tubuh yang sudah lelah.
Organ- organ tubuh tidak akan dapat bekerja kembali jika
proses pemulihan ini terhambat, oleh karena itu orang
yang kurang tidur akan cepat lelah dan konsentrasinya
menurun (Ulimudiin,2011)
Penyebab
Beberapa penyebab gangguan tidur pada lansia adalah (Darmojo RB,
2009):
a.Penyakit- penyakit fisik (hipertiroid dan arthritis)
b.Gangguan tidur primer (SDB, PLMS, RBD)
c.Perubahan- perubahan ritme sirkadian
d.Penyakit- penyakit jiwa (depresi, gangguan anxietas)
e.Demensia
f.Pengobatan poli farmasi
g.Kebiasaan hygiene tidur yang tidak baik
Akibat jika kurang tidur :
a.Pelupa
b.Konfusi
c.Disorientasi

(Stanley, 2007)
Sistem Neurologis

Siklus tidur jika ditinjau dari segi neurologis terbagi menjadi 5 tahap,
yaitu terdiri dari 4 siklus NREM (non rapid eye movement) dan satu
siklus REM (rapid eye movement).
Tahap 1 tidur NREM diidentifikasi dengan gelombang voltase rendah, 3
sampai 7 siklus perdetik pada EEG (electroensefalogram), selanjutnya
dikenal sebagai gelombang teta.
Tahap NREM 2 sekitar 12 sampai 14 siklus perdetik. pada tahap ini
terjadi pemikiran singkat dan terpecah- pecah.
 Tahap 3 merupakan tahapan dalam menengah.
 Tahap 4 disebut tahap delta yang terlambat, sehingga disebut
tahapan tidur terdalam.
 Tidur REM terjadi bergantian dengan tidur NREM selama 90 menit
sekali pada orang dewasa.
Tanda dan Gejala
Insomnia, yaitu ketidakmampuan untuk tidur walaupun ada keinginan
untuk melakukannya. Keluhan insomnia mencakup ketidakmampuan
untuk tertidur,sering terbangun, ketidakmampuan untuk kembali tidur,
dan terbangun pada dini hari.

Hipersomnia, yaitu tidur dengan durasi waktu yang lama, lebih dari 8
jam atau 9 jam per 24 jam. Ciri- cirinya seperti mengalami serangan
kantuk pada siang hari, tampak mabuk, atau mengantuk pasca
ensefalopatik.
 Apnea tidur, yaitu berhentinya pernafasan selama tidur.,
diidentifikasi dengan gejala mendengkur, berhentinya pernafasan
minimal 10 detik. Gejala apnea tidur antara lain mendengkur dengan
keras dan periodic, aktifitas malam yang tidak biasa seperti berjalan
saat tidur, terjatuh dari tempat tidur, perubahan memori, nokturia,
rasa kantuk berlebihan pada siang hari, sakit kepala pagi hari, dan
ortopnea.
Pengkajian
Gangguan tidur yang disebabkan oleh gangguan pernapasan dapat dikaji
dengan pemeriksaan fisik meliputi:
Karakteristik umum : identifikasi adanya obesitas dan morfologi
kepala, wajah, dan gigi. Obesitas diidentifikasi dengan mengukur
antropometri seperti BB,tinggi badan dan atau panjang rentang tangan
dan IMT. Lansia beresiko terkena gangguan pernapasan jika IMT>28

Status mental : dilakukan untuk menilai apakah terdapat depresi dan


ansietas
 Ukuran leher : Lingkar leher dapat digunakan untuk memperediksi
ukuran cricothyrod. Pada laki- laki dengan lingkar leher >17 inci,
prevalensi OSA 30%. Sedangkan pada perempuan lingkar leher >15
risiko OSA juga meningkat.
 Pemeriksaan hidung: Pemeriksaan ini untuk mengetvhui adanya
obstruksi jalan napas, seperti: septum deviasi, adenoid yang besar,
polip atau massa tumor dihidung maupun nasoparing, pembengkakan
mukosa hidung dan nasofasing. Pemeriksaan menggunakan
nasofaringoskop
 Orofaring : Periksa adanya kelainan anatomi yang menyebabkan
penurunan luas orofaring seperti hipertrofi tonsil, palatum lunak
terlalu panjang, uvula yang terlalu besar, stenosis, tumor dan
jaringan parut di faring posterior.
 Leher: Tonus otot leher akan melemah jika terdapat
banyak lemak di leher.
 Pemeriksaan fisik lain: untuk mengidentifikasi adanya
penyakit kardiovaskuler dan penyakit paru yang lain.
 Pemeriksaan fungsi kognitif dan memori: terutama
penurunan konsentrasi, intelektual dan daya ingat.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Gangguan Tidur pada Lansia menurut (Stanley, 2007):
a. Pencegahan primer
Tidur seperlunya dan tidak berlebihan
Waktu bangun yang teratur dipagi hari
Jumlah latihan yang stabil setiap harinya dapat memperdalam tidur
Kamar tidur sebaiknya kedap suara
Suhu ruangan harus sesuai dengan kenyamanan klien
Sediakan makanan ringan agar tidak lapar
Dapat menggunakan obat tidur sewaktu- waktu saja
Hindari konsumsi kafein
Jika sedang marah dan sulit tidur sebaiknya nyalakan lampu dan lakukan aktifitas lain
b. Pencegahan sekunder
Pertahankan kondisi yang kondusif
bantu klien untuk rileks
berikan posisi yang nyaman
Berikan terapi music yang lembut atau tawarkan minuman hangat
Batasi waktu tidur siang < 2 jam

c. Pencegahan tersier
Jika pasien mengalami gangguan tidur seperti apnea, maka tindakan yang seharusnya
dilakukan adalah pengangkatan jaringan yang menyumbat di mulut dan mempengaruhi
jalan napas
Depresi

Depresi menurut WHO (World Health Organization)


merupakan suatu gangguan mental umum yang ditandai
dengan mood tertekan, kehilangan kesenangan atau
minat, perasaan bersalah atau harga diri rendah, gangguan
makan atau tidur, kurang energi, dan konsentrasi yang
rendah (Darmojo RB, 2009).
Penyebab
Stress dari lingkungan akan menyebabkan depresi pada lansia karena
kemampuan adaptasi yang menurun. Seorang lansia yang tinggal di kota
dua kali lebih depresi dibanding di desa, lansia yang tinggal sendiri,
lansia yang bercerai, kondisi ekonomi miskin, tidak punya tempat
tinggal, dan tidak bekerja selama enam bulan atau lebih tiga kali lebih
sering depresi (Irawan, 2013)
Sistem Neurologis

Depresi disebabkan oleh menurunnya neurotransmisi amine, dan mania


yang kemudian disebut abnormalitas monoamin (Lumbangtobing, 2004).
Monoamin sendiri merupakan neurotransmiter otak. Sekitar tiga puluh
neurotransmiter telah diketahui dan tiga di antaranya mempengaruhi
terjadinya depresi, yaitu serotonin, norepinefrin, dan dopamin.
Ketiga monoamin tersebut cepat dimetabolisme sehingga pengukuran
yang dapat dilakukan pada penderita depresi dengan mengukur
metabolit utama di cairan serebrospinal, yaitu :
5-hydroxyindoleacetic acid (5-HIAA) dari serotonin
3-methoxy-4- hydroxyphenyl glycol (MHPG) dari norepinefrin, dan
homovanillic acid (HVA) dari dopamin.

Pada penderita depresi kadar metabolit tersebut lebih rendah


bermakna dibandingkan yang tidak depresi. (Irawan, 2013)
Tanda dan Gejala
Kriteria untuk menentukan diagnosis depresi berdasarkan criteria DSM-III R (1997)
adalah :
Perasaan tertekan hampir sepanjang hari
Berkurangnya keinginan atau perhatian untuk hal- hal yang menyenangkan
Perubahan nafsu makan sehingga berat badan turun atau naik secara nyata
Insomnia atau justru hipersomnia
agitasi atau retardasi psikomotorik
Merasakan capek atau lemah, kekuatan hilang
Merasa tidak berharga
Hilangnya kemampuan berfikir
Selalu memikirkan kematian, dan bunuh diri pada fase akut
Perubahan pada lansia depresi ditinjau dari banyak aspek (Irawan, 2013):
a. Perubahan fisik
Nyeri, nyeri kepala, dan nyeri otot dengan penyebab fi sik yang tidak diketahui
Gangguan perut, konstipasi

b. Perubahan pemikiran
Sulit dan sering menghindari mengambil keputusan
Pemikiran obsesif akan terjadi bencana atau malapetaka
Preokupasi atas kegagalan atau kekurangan diri menyebabkan kehilangan kepercayaan
diri
Hilang kontak dengan realitas, dapat menjadi halusinasi (auditorik) atau delusi
c. Perubahan perasaan
 Tidak ada perasaan
 Menangis tiba-tiba, tanpa alasan jelas
 Iritabel, tidak sabar, marah, dan perasaan agresif
d. Perubahan perilaku
 Mengabaikan kewajiban seperti pekerjaan rumah, berkebun, atau membayar
tagihan
 Penurunan aktivitas fisik dan olahraga
 Pengurangan perawatan diri seperti perawatan diri dan makan
 Menarik diri dari lingkungan sosial, kerja, atau kegiatan santai
Pengkajian
Form yang biasanya dipakai untuk pengkajian geriatric, yaitu GDS dan Hamilton Anxiety Rating
Scale (Njoto, 2014)

GERIATRIC DEPRESSION SCALE 15 ITEM (GDS-15)


Pilihlah jawaban yang paling tepat, yang sesuai dengan perasaan pasien/responden dalam dua minggu terakhir. Jawaban yang bercetak tebal diberi nilai 1.

1  Apakah bapak/ibu sebenarnya puas dengan kehidupan bapak/ibu? Ya Tidak

Ya Tidak
2  Apakah bapak/ibu telah meninggalkan banyak kegiatan dan minat atau
kesenangan bapak/ibu?
Ya Tidak
3  Apakah bapak/ibu merasa kehidupan bapak/ibu kosong?

Ya Tidak
4  Apakah bapak/ibu sering merasa bosan?

Ya Tidak
5  Apakah bapak/ibu mempunyai semangat yang baik setiap saat?

Ya Tidak
6  Apakah bapak/ibu takut bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi pada
bapak/ibu?
Ya Tidak
7  Apakah bapak/ibu merasa bahagia untuk sebagian besar hidup bapak/ibu?

Ya Tidak
8  Apakah bapak/ibu sering merasa tidak berdaya?
Ya Tidak
9 Apakah bapak/ibu lebih senang tinggal di rumah daripada pergi ke luar dan mengerjakan
sesuatu hal yang baru?

Ya Tidak
10  Apakah bapak/ibu merasa mempunyai banyak masalah dengan daya ingat bapak/ibu
dibandingkan kebanyakan orang?

Ya Tidak
11  Apakah bapak/ibu pikir bahwa hidup bapak/ibu sekarang ini menyenangkan?

Ya Tidak
12  . Apakah bapak/ibu merasa tidak berharga seperti perasaan bapak/ibu saat ini?

Ya Tidak
13 Apakah bapak/ibu merasa penuh semangat?

Ya Tidak
14 Apakah bapak/ibu merasa bahwa keadaan bapak/ibu tidak ada harapan?

Ya Tidak
15  Apakah bapak/ibu pikir bahwa orang lain lebih baik keadaannya dari bapak/ibu?

Total Nilai: ……. (Hitung jumlah jawaban yang bercetak tebal)


Prognosis
Prognosis depresi pada usia lanjut :
Prognosis baik
Usia <70 tahun
Riwayat keluarga adanya penderita depresi
Riwayat pernah depresi berat dan sembuh sempurna sebelum 50 tahun.
Kepribadian ekstrovet dan temperamen yang datar

Prognosis buruk
Usia >70 tahun
Terdapat penyakit fisik serius dan disabilitas
Riwayat depresi selama 2 tahun tanpa sembuh
Terbukti adanya kerusakan otak, seperti dementia.
Lansia yang depresi dianjurkan untuk dirujuk kepsikiater jika menunjukkan gejala
Risiko bunuh diri tinggi
Masalah diagnostic yang serius
Mengabaikan diri sendiri
agitasi, delusi, atau halusinasi berat
Tidak memberikan tanggapan atau tak patuh terhadap pengobatan yang diberikan

Beberapa pilihan obat yang diperlukan,antara lain : Antidepresan trisiklik: Sedatif


(amitriptilin, dotipin), sedikit sedative (Imipramin, Nortriptilin, protiptilin)
Berduka Cita
Berduka merupakan respon akut terhadap kehilangan, termasuk
respon fisik, psikologis, social dan spiritual (Lueckenotte, 2000).
Periode duka cita pada lansia merupakan suatu periode yang sangat
rawan bagi lansia karena dapat memicu gangguan kesehatan
(Martono, 2009).

Karakteristik dari berduka meliputi (Lueckenotte, 2000):


Melibatkan banyak perubahan dari waktu ke waktu.
Reaksi alami terhadap semua jenis kehilangan, bukan hanya
kematian.
Didasarkan pada persepsi masing-masing individu tentang
kehilangan.
Penyebab
Penyebab dari lansia mengalami duka cita adalah
kehilangan. Kehilangan di kalangan lansia berfokus pada
kematian pasangan hidup. Transisi kehidupan secara
bertahap, kejadian yang terjadi secara tiba-tiba seperti
pensiun, pindah tempat tinggal, kehilangan hewan
peliharaan, dan ketidakmampuan untuk mengemudi juga
dipandang sebagai pemicu munculnya respon berduka
pada lansia (Lueckenotte, 2000)
Tanda dan Gejala
Respon Psikologis
perasaan bersalah
Cemas

Marah

Depresi

Tidak berdaya, dan


Kesepian
Gejala fisik
Menangis

kehilangan nafsu makan


perasaan penuh di perut
penurunan energi
Kelelahan

Apatis

lesu

Respon fisik lain dapat berupa perasaan tegang, penurunan/kenaikan berat


badan, mendesah, merasa sesak di dada atau tenggorokan, jantung berdebar-
debar, gelisah, sesak napas, mulut kering, dan mimpi tentang seseorang yang
dicintai yang telah meninggal (Lueckenotte, 2000).
Perubahan sosial
Perubahan sosial yang disebakan karena meninggalnya orang yang dicintai
tergantung pada jenis hubungan dan definisi peran sosial dalam hubungan
pasangan lansia. Perubahan status dalam masyarakat (janda/duda) adalah
dampak yang memiliki pengaruh besar terhadap perubahan peran sosial,
kehilangan pasangan membuat orang yang ditinggalkan merasa kesulitan. Selain
rasa sakit yang dalam, orang yang berduka harus belajar peran baru untuk
mengelola tugas-tugas kehidupan sehari-hari yang sebelumnya dilakukan bersama
pasangan. Berkurangnya kemampuan untuk aktivitas menyebabkan kemampuan
untuk membuat keputusan suatu tindakan tertentu menjadi sangat sulit bagi
lansia setelah kehilangan pasangan (Lueckenotte, 2000).
Aspek spiritual
Masalah spiritual yang umumnya bisa muncul karena adanya respon berduka
meliputi: kemarahan kepada tuhan, dan terkadang diikuti oleh krisis iman dan
makna. Penting bagi seseorang yang berduka untuk melihat kematian orang yang
mereka cintai sebagai transisi menuju kehidupan yang abadi. Bagi beberapa orang
pengalaman duka cita dapat memicu krisis dalam kepercayaan dan nilai-nilai yang
berlaku dalam kehidupan mereka. Gender, kelas sosial, etnis, dan budaya dapat
mempengaruhi respons spiritual akibat respon berduka (Lueckenotte, 2000).
Penatalaksanaan
Tujuan pemberian asuhan keperawatan untuk lansia yang berduka bukan untuk
membuat mereka merasa lebih baik dengan cepat dan membantu lansia untuk
menyadari bahwa rasa sakit adalah respons normal dan respon normal dari
kehilangan dan membiarkan lansia yang berduka untuk menyelesaikan proses
berduka dengan cara mereka sendiri (Lueckenotte, 2000).
Prinsip Konseling pada Lansia Berduka :
Bantu lansia untuk menerima kematian orang yang dicintai.
Bantu lansia untuk mengidentifikasi dan mengungkapkan perasaannya.
Bantu lansia untuk tinggal tanpa pasangan yang sudah meninggal.
Fasilitasi agar lansia tidak menarik diri.
Menyediakan waktu bagi lansia untuk merenungkan kesedihannya akibat kehilangan.
Menafsirkan perilaku normal dari lansia.
Memahami respon berduka setiap orang akan berbeda.
Menyediakan dukungan yang berkelanjutan.
Kaji mekanisme coping lansia.
Identifikasi adanya proses patologi dan membuat rujukan yang tepat
Demensia

Demensia adalah suatu kerusakan fungsi kognitif yang


bersifat progesif dan mempengaruhi dalam beraktivitas
sehari-hari (Stanley & Beare, 2007). Menurut Lego (1996)
demensia merupakan penurunan daya ingat yang terus
menerus yang semakin lama semakin memburuk dan
mengganggu aktivitas
Penurunan fungsi kognitif merupakan penyebab terbesar terjadinya
ketergantungan terhadap orang lain untuk merawat diri sendiri akibat
ketidakmampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Hal ini disebabkan
karena dengan semakin meningkatnya umur mengakibatkan perubahan-
perubahan anatomi, seperti menyusutnya otak dan perubahan biokimiawi di
Sistem Saraf Pusat (SSP) sehingga dengan sendirinya dapat menyebabkan
penurunan fungsi kognitif. (Manurung, Karema & Manaja, 2016)
Penyebab
Penyakit alzheimer
Masalah vascular seperti demensia multi infark
Hidrosefalus tekanan normal
Penyakit parkinson
Alkoholisme kronis
Penyakit pick
Penyakit huntington dan AIDS (stanley & beare, 2007).
Tanda dan Gejala (Stanley & Beare, 2007)
Tahap Awal
Perubahan alam perasaan atau kepribadian
Gangguan penilaian dan penyelesaian masalah
Konfusi tentang tempat (tersesat)
Konfusi tentang waktu
Kesulitan dengan angka, uang, dan tagihan
Anomia ringan
Menarik diri atau depresi
Tahap Pertengahan
Gangguan memori saat ini dan masa lalu
Anomia, agnosia, apraksia, afasia
Gangguan penilaian dan penyelesaian masalah yang parah
Konfusi tentang waktu dan tempat semakin memburuk
Gangguan persepsi
Kehilangan pengendalian impuls
Ansietas, gelisah, mengeluyur
Hiperoralitas

Kemungkinan kecurigaan, delusi atau halusinasi


Konfabulasi

Gangguan kemampuan merawat diri yang sangat besar


Mulai terjadi inkontinensia
Gangguan siklus tidur bangun
 Tahap Akhir
 Gangguan yang parah pada semua kemampuan kognitif
 Ketidakmampuan untuk mengenali keluarga dan teman-teman
 Gangguan komunikasi yang parah
 Sedikitnya kapasitas perawatan diri
 Inkontinensia kandung kemih dan usus
 Kemungkinan menjadi hiperoral dan memiliki tangan aktif
 Penurunan nafsu makan, disfasia dan risiko aspirasi
 Depresi system imun yang menyebabkan meningkatnya risiko infeksi
 Gangguan mobilitas dengan hilangnya kemampuan untuk berjalan, kaku otot dan
paratonia
 Reflex mengisap dan menggenggam
 Menarik diri
 Gangguan siklus bangun tidur, dengan peningkatan waktu tidur.
Pengkajian

Aspek Nilai Nilai Kriteria


kognitif maksima klien
l
1. Orientasi 5   Menyebutkan dengan benar
(tahun, musim, tanggal, hari
bulan)
2. Orientasi 5   Dimana sekarang kita berada?
registrasi 3 (Negara, provinsi, kabupaten)
Sebutkan 3 nama objek,
kemudian klien mengulangi
3. Perhatian 5   Meminta klien berhitung mulai
dan kalkulasi dari 100, kemudian dikurangi
7 sampai 5 tingkat
4 Mengingat 3   Meminta klien mengulangi
. tentang poin nomor 2 mengenai
benda
5 Bahasa 9   Menanyakan lansia tentang
. benda yang ditunjuk
Meminta klien untuk mengulangi
kata “tak ada jika, dan, atau
tetapi”
Minta klien untuk mengikuti
instruksi yang diberikan (3
instruksi)
Perintahkan klien untuk
melakukan sesuatu
Perintahkan klien untuk menulis
kalimat atau menggambar
Skor (UMM):
Nilai 24-30 = normal
Nilai 17-23 = probable gangguan kognitif
Nilai 0-16 = definitif gangguan kognitif
Penatalaksanaan
Terapi akktivitas
Dengan melakukan aktivitas fisik dapat meningkatkan atensi dan motivasi dengan
cara meningkatkan kadar dopamine dan norepinefrin. Selain itu adalah
meningkatkan aktivitas neurotransmitter, memperbaiki aliran darah, dan memicu
produksi faktor pertumbuhan otak. Dengan demikian, aktivitas fisik ini
menyiapkan sel saraf untuk terhubung lebih mudah dan lebih kuat. Aktivitas fisik
dapat meningkatkan aliran darah ke otak sehingga pembuluh darah terstimulasi
dan akses otak untuk mendapatkan energi dan oksigen meningkat.
 Terapi puzzle
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terapi puzzle yang dilakukan dapat
menaikkan skor MMSE lansia yang mengalami demensia. Latihan kognitif
tersebut akan merangsang otak dengan cara menyediakan stimulasi yang
memadai untuk mempertahankan dan meningkatkan fungsi kognitif otak yang
tersisa. Otak akan bekerja saat mengambil, mengolah, dan
menginterpretasikan gambar atau informasi yang telah diserap, serta otak
bekerja dalam mempertahankan pesan atau informasi yang didapat.
Kesepian

Kesepian merupakan bentuk perasaan terpisah dari lingkungan sosial


sekalipun secara fisik individu yang bersangkutan tidak terisolasi
(Hawley dan Cacioppo, 2003 dalam Gunarsa S, (2004).

Kesepian pada manula perempuan dan manula laki-laki berbeda, Fry


dan Debats (2002) dalam Gunarsa (2004) menjelaskan bahwa
kesepian pada manula perempuan dirasakan akibat berkurangnya
kuantintas dan kualitas hubungan emosional dengan lingkungan social
mereka, sedangkan pada manula pria kesepian dirasakan akibat
berkurangnya keberdayaan fisik dan finansial individu itu sendiri.
Penyebab
Martin dan Osborn (1989) dalam Juniarti dkk (2008) menjelaskan bahwa
terdapat tiga faktor yang memungkinkan munculnya rasa kesepian yaitu:
Faktor psikologis yaitu harga diri rendah pada lansia diserftai dengan
munculnya perasaan negative seperti takut, mengasihani diri sendiri dan
berpusat pada diri sendiri.
Factor kebudayaan dan situasional yaitu munculnya perubahan dalam tata
cara hidup dan kultur budaya dimana keluarga yang menjadi basis perawatan
bagi lansia kini banyak yang lebih menitipkan lansia ke panti dengan alasan
kesibukan dan ketidakmampuan dalam merawat lansia.
Faktor kekosongan spiritual dapat berakibat munculnya kesepian.
Penatalaksanaan
Fry dan Debats (2002) dalam Gunarsa (2004) mengatakan bahwa untuk
mengatasi kesepian terhadap manula laki-laki maupun perempuan dapat
mengaplikasikan dukungan spiritual. Metode dukungan spiritual diberikan
dengan tujuan rasa kesepian pada manula dapat diatasi karena dalam diri
individu tersebut merasa memperoleh dukungan yang cukup dari kepercayaan
spiritual.
Strategi utama intervensi pengurangan kesepian yang
dikemukakan oleh Cacioppo, dkk (2011) dalam sebuah jurnal
terdapat empat strategi utama yaitu :
1)Meningkatkan keterampilan sosial
2)Meningkatkan dukungan sosial
3)Meningkatkan kesempatan untuk interaksi sosial, dan
4)Menangani kognisi social maladaptif. Meningkatkan
kesempatan untuk interaksi sosial dan meningkatkan dukungan
sosial dapat mengatasi isolasi social lebih dari kesepian.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai