Anda di halaman 1dari 50

Prinsip Desain Struktur, Desain Campuran

dan Konstruksi Perkerasan Kaku (Bagian II)


Joint
Joint biasanya digunakan pada perkerasan jenis CRCP, JPCP
dan JRCP untuk mengendalikan terjadinya retakan dan
pergerakan slab. Joint melintang (untuk konstraksi slab)
digunakan pada JRCP dan JPCP dan diberikan dowel untuk
beban lalu lintas yang besar. Sementara itu joint konstruksi
adalah joint yang timbul ketika slab ditempatkan atau dicor
pada waktu yang berbeda, terdiri dari joint memanjang dan
melintang.
Joint yang berfungsi dengan baik sangat penting untuk kinerja
perkerasan. Ketika terjadi kerusakan pada joint, maka
kerusakan perkerasan seperti faulting, pumping, spalling,
corner breaks, blowups dan retak pada pertengahan slab akan
muncul. Dari awal tahap perencanaan, desain, konstruksi dan
pemeliharaan joint sudah harus diperhitungkan.
 Gbr. 3.16. (a) joint memanjang dan melintang , (b).
Pembuatan joint dengan cara menggergaji slab, (c) dudukan
joint untuk konstruksi joint melintang, (d) Construction joints
 Gbr. 3.15. Nilai CTE (Coefficient of Thermal
Expansion)/koefisien muai karena panas untuk
beberapa material :
Joint Kontraksi Arah Melintang
Joint kontraksi pada arah melintang adalah joint yang
digergaji, dibentuk dan dibuat galurnya pada slab beton.
Joint ini membentuk bidang vertikal yang lemah dan
merupakan titik dimana tegangan yang tinggi muncul
serta retak dimulai dan menjalar. Joint konstraksi ini
mengendalikan lokasi retak yang terbentuk yang
diakibatkan perubahan bentuk slab karena perubahan
suhu atau kelembaban pada beton. Joint melintang
digunakan tegak lurus dengan arah lalu lintas,
sementara joint memanjang paralel dengan arah lalu
lintas serta ditempatkan diantara dua jalur lalu lintas.
Pada lapangan terbang menggunakan slab beton yang
dipasangi dowel pada keempat sisinya.
 Gbr. 3.17.
Contoh
beberapa
joint
memanjang
dan
melintang
pada
perkerasan
kaku
Joint Arah Memanjang
Joint memanjang dibuat diantara dua slab serta memungkinkan slab untuk
melengkung dan berdeformasi tanpa menimbulkan retakan yang berlebihan pada
slab. Walaupun transfer beban pada joint memanjang mengandalkan ikatan antar
agregat, namun tie bar tetap digunakan sepanjang joint memanjang untuk
menghindari faulting (patah) dan pemisahan. Tie bar lebih kecil dan lebih panjang
daripada dowel. Joint arah memanjang direkomendasikan ketika ketebalan slab
lebih dari 15 ft, walaupun beberapa kasus dengan slab selebar itu memiliki kinerja
yang baik dengan retak arah memanjang yang sedikit. Selain itu juga
direkomendasikan bahwa joint memanjang sebaiknya berada pada garis jalur untuk
membantu kinerja lalu lintas, jika dimungkinkan (FHWA 1990a)
Panduan desain tiebar ada dalam AASHTO Design Guidelines, 1993. FHWA
merekomendasikan bahwa ketika menggunakan baja grade 40, sebaiknya
digunakan tie bar berdiametr 5/8 in., panjang 30 in. atau diameter ½ in. dan
panjang 24 in. Juga ketika menggunakan baja grade 60, sebaiknya menggunakan
tie bar berdiameter 5/8 in. dan panjang 40 in. atau berdiameter ½ in. dan panjang
32 in. Karena tie bar terpasang pada beton dengan rapat dikarenakan kekuatan
geser, panjang yang direkomendasikan diperlukan untuk menimbulkan ikatan yang
cukup. Jarak tiebar tergantung pada ketebalan perkerasan dan jarak dari joint ke
tepi bebas slab. Tabel 3.3 menunjukkan panduan jarak antar tie bar dari ACI 325.
Tabel 3.3. dimensi dan jarak antar tiebar
Gbr. 3.18. Contoh konstruksi joint (a) bagian
atas (b) konstruksi expansion joint
Construction Joints
Construction joints, baik yang melintang maupun memanjang adalah
joint (pertemuan dua slab) yang terbentuk ketika pengecoran beton
dilakukan pada waktu yang berbeda. Construction joint arah
melintang sebaiknya ditempatkan dimana direncanakan contraction
joint (joint untuk mengakomodasi sifat susut dan muai beton).
Construction joint ini sebaiknya tidak dibuat miring (tampak dari
atas) karena kesulitan dalam hal konstruksi serta konsolidasi beton.
Joint konstruksi arah melintang harus dipasangi dowel. Construction
joint arah melintang dibentuk dengan cara mengiris/menggergaji
permukaan perkerasan, kemudian mengisi celah yang terjadi dengan
sealant (FHWA, 1990a).
Gbr. 3.18a menunjukkan foto sebelah atas dan expansion joint yang
dipasangi dowel serta batang-batang dowel yang diletakkan pada
sebuah dudukkan.
 Gbr. 3.18 Contoh konstruksi joint (a) gambar header (b)
Konstruksi expansion joint
Expansion joints
Expansion joint adalah joint atau pertemuan dua sisi slab yang ditempatkan pada
lokasi tertentu untuk memungkinkan slab atau perkerasan memuai tanpa merusak
struktur di depannya, misalnya jembatan, drainase ataupun struktur perkerasan itu
sendiri. Desain dan pemeliharaan contaction joint yang baik dapat menggantikan
keberadaan expansion joint, kecuali pada obyek yang berdiri sendiri misalnya
struktur. Karena perkerasan mengalami muai dan susut karena perubahan suhu dan
kelembaban, expansion joint akan tertutup untuk beberapa lama, jika hal ini terjadi
maka joint yang berdampingan akan terbuka, yang bisa merusak joint seal dan
ikatan antar agregat.
Lebar expansion joint biasanya ¾ in. atau lebih, sedangkan material pengisi berada
¾-1 in. di bawah permukaan slab untuk menyediakan tempat bagi material pengisi.
Jenis khusus pertemuan dowel digunakan untuk transfer beban di sepanjang
expansion joint. Sistem joint dowel khusus dibuat dengan tudung pada satu
ujungnya untuk menyediakan ruang dalam slab untuk mengakomodasi dowel
ketika slab yang bersebelahan menutup expansion joint. Gbr. 3.17 menunjukkan
sistem dowel yang diberi tudung untuk expansion joint, gbr. 3.18b menunjukan
konstruksi expansion joint.
 Efektifitas tie bar untuk menyalurkan beban di sepanjang joint memanjang serta
untuk menyambungkan dua slab sangat tergantung pada ikatan antara tie bar
dengan beton.
Perencanaan Joint
 Joint digunakan pada perkerasan kaku untuk mengurangi
efek melengkung beton serta retak yang timbul prematur
akibat perubahan suhu dan kelembaban pada beton. Jarak
joint harus cukup dekat agar tegangan-tegangan yang
timbul akibat slab yang melengkung tidak terjadi serta
retak melintang dan patah tidak terjadi
 Jarak contraction joint baik yang melintang maupun
memanjang tergantung pada material yang digunakan serta
lingkungan sekitarnya. Jarak antar joint yang dibutuhkan
untuk mengurangi retak pada tengah-tengah kedalaman
slab akan berkurang dengan meningkatnya CTE (koefisien
muai karena panas), gradien temperatur yang positif,
kekakuan lapisan dasar (base), atau ketahanan terhadap
geser pada subbase; walaupun begitu jarak akan meningkat
dengan meningkatnya kekuatan tarik beton. Jarak antar
joint juga berhubungan dengan tebal slab dan kapabilitas
Menurut FHWA (1990), untuk slab beton polos jarak maksimum 15 ft.
direkomendasikan. Walaupun begitu, kinerjanya sebagian besar akan
bergantung pada kondisi lokal dan slab dengan panjang slab yang
lebih panjang dalam beberapa kasus juga memiliki kinerja yang baik.
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa ketebalan perkerasan,
kekakuan tanah base, sifat dimensi beton dan suhu memiliki pengaruh
yang besar pada jarak joint maksimum diluar kemungkinan retak
melintang akan terjadi.Di samping itu menurut obseervasi terdapat
hubungan antara rasio panjang slab (L) terhadap jari-jari kekakuan

relatif ( ) serta jumlah retak melintang. Data penelitian
mengindikasikan bahwa terdapat peningkatan jumlah retakan
melintang ketika rasio L/
melampaui 5,0. Gbr. 3.21 adalah
menggunakan hubunganL /  = 5,0; Ec = 4*106 psi dan Poisson’s ratio
 =0,15. Sebagai contoh, jika ketebalan perkerasan 10 in., dan
dukungan fondasi slab k = 100 pci, panjang slab L=18 ft. Jika
dukungan fondasi dinaikkan menjadi k = 500 pci, maka jarak antar
joint diperpendek menjadi L= 12 ft.
 Gbr. 3.20 Tie bar yang dipasang selama konstruksi (a) Tie
bar yang dilengkungkan dimasukkan ke dalam beton; (b)
Tie bars yang sudah dilengkungkan akan dimasukkan ke
dalam beton; (c) tie bar yang lurus di dalam beton
Jarak Joint Untuk Perkerasan Bandar Udara

 Rekomendasi jarak joint untuk bandara direkomendasikan


oleh FAA-AC 150/5320-6D. Untuk tanah dasar asli, jarak
joint yang direkomendasikan untuk slab dengan ketebalan
slab lebih dari 12 in. adalah 25 ft., sementara untuk slab
dengan ketebalan 9-12 ft., jarak joint adalah 20 ft. Untuk
tanah dasar yang diperkuat, dimana meningkatkan nilai k
dan tegangan-tegangan akibat lengkung, jarak joint adalah
“5 ”. Joint pada bandara dibuat mengelilingi slab dan
memakai dowel. Rekomendasi FAA untuk diameter batang

dowel, panjang dan jarak untuk ketebalan slab tertentu
diberikan pada tabel 3.4. (FAA-AC 150/5320-6D). Dowel
adalah batang solid, namun jenis lain juga digunakan,
seperti pipa berkekuatan tinggi dimana di ujungnya
dipasangi tudung . Tie bar adalah batang baja dengan
diameter 5/8 in. dan berjarak 30 in. dari tengah ke tengah.
 Gbr. 3.21. Jarak maksimum antar joint sebagai
fungsi ketebalan
L/ slab dan k untuk = 5,0; Ec
= 4*106 psi,  =0,15.
Tabel 3.4 Rekomendasi diameter batang
dowel
Jarak Antar Joint Yang Bervariasi
Joint konstruksi biasanya diletakkan pada jarak yang
tetap dan tegak lurus garis tengah perkerasan,
namun jika suatu saat terjadi kesalahan, maka akan
menyebabkan goncangan pada kendaraan pada
kecepatan tertentu. Untuk mengurangi risiko hal ini,
beberapa jawatan jalan menggunakan jarak joint
yang tidak tetap. Jarak joint yang tidak tetap yang
menjadi standard adalah 13, 18, 19, 12 ft. Namun
jarak 19 dan 18 dinilai terlalu panjang dan dapat
menyebabkan retak pada tengah slab. Jeda dengan
jarak 12, 13, 15, 14 ft kemudian menjadi standard
yang baru. Menurut FHWA, ketikan menggunakan
jarak joint yang tidak tetap, ukuran slab terpanjang
sebaiknya kurang dari15 ft.
Joint yang dibuat tidak lurus (dimiringkan)
Joint yang dibuat tidak lurus adalah joint yang
dibuat membentuk sudut tumpul dengan garis
tengah perkerasan. Kegunaan joint ini adalah
bahwa ban sebelah kiri dan sebelah kanan
tidak menginjak joint pada saat yang
bersamaan, yang akan mengurangi tegangan-
tegangan transfer beban pada joint. Jika joint
kontraksi dimiringkan dengan benar, ban
sebelah kiri gandar akan melewati joint
setelah roda pada gandar sebelah kanan
melewati joint tersebut,dengan kata lain
hanya satu ban yang melewati joint tersebut.
Gbr. 3.22 Joint yang dibuat miring terhadap
garis tengah perkerasan
Ikatan Agregat Diantara Joint
Transfer beban yang efektif melalui joint sangat penting untuk
meminimalisasi defleksi pada joint. Pengurangan defleksi pada joint dapat
mengurangi risiko pumping dari material subbase dan patah. Hal ini bisa
dilakukan dengan menggunakan pendukung transfer beban seperti dowel
atau ikatan antar agregat. Ikatan antar agregat dicapai melalui gaya
gesek yang terjadi di bawah potongan joint yang digergaji. Jika kedalaman
joint yang digergaji ¼ - 1/3 dari kedalaman slab, maka retak akan timbul
secara alami pada sisa kedalaman slab yang tidak tergergaji. Agregat
yang keras dan bersudut akan berkontibusi baik pada ikatan antar
agregat dan efisiensi transfer beban. Campuran beton dengan agregat
kasar yang berukuran lebih besar yang pasta betonnya telah berkurang
volumenya tidak akan begitu menyusut, sehingga menjaga lebar joint
tetap kecil. Semua faktor yang menyebabkan bertambah lebarnya
retakan disertai beban lalu lintas yang besar akan mengurangi ikatan
antar agregat dan efisiensi transfer beban pada joint. Oleh karena itu
mengandalkan ikatan antar agregat untuk mendukung transfer beban
direkomendasikan untuk jalan lokal, yang volume lalu lintasnya tidak
terlalu besar (FHWA, 1900a).
Desain Dowel
Dowel digunakan pada joint melintang
(transversal) untuk menambah dukungan
terhadap transfer beban sepanjang joint
dan untuk mencegah kerusakkan jenis
pumping dan patah (gbr. 3.16). Dowel
adalah batang besi yang dilumuri pelumas
untuk memungkinkan pergerakan di
sepanjang sumbu memanjang. FHWA
merekomendasikan bahwa perkerasan
jalan dengan volume lalu lintas truk
sebaiknya pada jointnya dipasangi dowel.
Dowel dipakai pada slab dengan ketebalan
minimal 8 in. Dowel yang biasa digunakan
Desain Diameter Dowel
Desain dowel untuk transfer beban yang efektif di sepanjang joint memerlukan pemilihan
diameter dowel. Hal ini diperlukan untuk transmisi gaya geser dan lentur yang efektif
diantara slab dan mengurangi tegangan yang terjadi antara dowel dan beton pada tingkat
tertentu. Biasanya tegangan dukung beton akan membatasi parameter desain. Tegangan
yang tinggi dan terjadi berulang-ulang antara dowel dan beton akan mengerosi beton dan
merenggangkan dowel, sehingga mengurangi efektifitas transfer beban (Delatte, 2008).
Tegangan dukung dowel secara teoritis tergantung pada kekuatan beton. Dengan
menggunakan hubungan ini, diameter dowel secara teknis bisa lebih kecil pada beton yang
berkekuatan tinggi. Namun pada prakteknya hal ini tidak selalu benar. Rekomendasi ukuran
dowel sebaiknya berdasarkan ketebalan slab. Rekomendasi FHWA, diameter minimum
dowel sebaiknya 1/8 dari tebal slab, namun sebaiknya tidak kurang dari ¼ in., panjang
dowel 18 in. dan jarak antar dowel 12 in. Karat pada dowel sebaiknya dihindari sehingga
joint dowel tidak terkunci. Untuk menghindari korosi pada dowel, dowel dilapisi lapisan
epoxy. Penggunaan dowel stainless stell terbukti memiliki manfaat yang baik (FHWA,
1900a). Tabel 3.4 menunjukkan rekomendasi diameter, panjang dan jarak dowel untuk tiap
ketebalan perkerasan.
Penelitian Smith dan Hall (Huang, 2004) merekomendasikan ukuran diameter dowel
berdasarkan pada tingkat lalu lintas. Untuk perkerasan yang dirancang membawa kurang
dari 30 juta ESAL, dowel dengan ukuran diameter 1,25 in. direkomendasikan; untuk
perkerasan dengan beban 30-90 juta ESAL, dowel dengan diameter 1,5 in.
direkomendasikan; dan untuk perkerasan dengan beban lebih dari 90 juta ESAL, dowel
dengan diameter 1,625 in. direkomendasikan.
Tegangan dukungan yang diijinkan
Karena beton tidak sekuat baja, ukuran dan
jarak dowel yang dibutuhkan tergantung
pada tegangan yang timbul antara beton
dengan dowel. Tegangan dukungan yang
diijinkan menurut ACI (American Concrete
Institute) :

Dimana :
fb : tegangan dukungan yang diijinkan, psi
d : diameter dowel, in.
f’c : kuat tekan beton.
 Tegangan dukungan pada satu dowel
Jika beban yang bekerja pada sebuah dowel diketahui,
tegangan ijin maksimum yang terjadi dapat ditentukan
secara teoritis dengan mengasumsikan dowel adalah
sebuah balok dan beton sebagai fondasi Winkler (Huang,
1993). Berdasarkan solusi dari Timoshenko (Timoshenko
dan Goodie, 1934/1951), Friberg (1938), mengembangkan
hubungan untuk menentukan tegangan dukungan
maksimum (gbr. 3.23) :
Gbr. 3.23 Deformasi dowel di bawah beban roda
Persamaan ini dikembangkan oleh Yoder dan Witczak
(1975) dan Huang (2004). Pertama, deformasi dowel pada
antarmuka beton dapat digambarkan dengan persamaan
berikut :

Dimana :
y0 : deformasi dowel pada muka joint
Pt : beban pada sebuah dowel
z : lebar joint
Ed : Modulus Young dowel
Id : Momen inersia dowel
b adalah kekakuan relatif dowel yang
tertanam pada beton.

K adalah modulus dukungan yang diberikan


dowel antara 300.000 – 1.500.000 pci.
d adalah diameter dowel.
Tegangan dukungan pada beton b
proporsional (berbanding lurus) dengan
deformasi yang terjadi.
Tegangan dukung yang diperoleh dari persamaan ini harus
dibandingkan dengan tegangan dukungan yang diijinkan
pada persamaan untuk fb . Jika tegangan dukungan lebih
besar daripada yang diijinkan, maka dowel dengan
diameter yang lebih besar atau dowel dengan jarak yang
lebih kecil harus digunakan.
Ketika sebuah beban bekerja pada joint, batang dowel yang
berada di bawah beban tersebut akan menahan sebagian
besar beban tersebut, sementara dowel yang ada di
depannya akan menahan beban yang lebih kecil.
Menurut Friberg (1938), momen negatif maksimum baik
untuk pembebanan-pembebanan tepi dan interior terjadi
pada jarak 1,8 dari beban, dimana seperti telah  dibahas
sebelumnya, adalah radius kekakuan relatif. Penelitian
lebih lanjut menyatakan bahwa
 panjang efektif berada
pada 1,0 (Heinrich et al., 1989).
Contoh :
1. Gbr. 3.24 menunjukan sebuah perkerasan kaku
dengan tebal 9 in., memiliki lebar joint z=0,2 in.
(5,1 mm), modulus reaksi tanah dasar, k = 120
pci (32 KN/m3 ), modulus dukungan dowel, K =
1,6*106 pci (434 GN/m3 ). Sebuah beban roda
seberat 9000 lb. (40 KN) membebani sisi paling
luar dowel pada jarak 6 in.(152 mm) dari tepi.
Diameter dowel ¾ in. (19 mm) dan 12 in. (305
mm) pada tengah dowel. Tentukan tegangan
dukungan maksimum antara dowel dan beton.
Asumsi untuk beton : Ec = 4*106 psi.,  = 0,15.
Jawab :
Jari-jari/radius kekakuan relatif ditentukan oleh :
Tegangan dukungan dowel di bawah beban
roda tunggal :
Asumsikan bahwa sisi luar dowel langsung di bawah
beban roda dan mendukung gaya geser P t , oleh sebab
itu gaya-gaya
 pada dowel pada jarak 1,8 atau 68,3 in.
dapat ditentukan dengan asumsi variasi linier seperti
pada gbr. 3.22. Jumlah semua gaya pada semua dowel
adalah 3,36Pt . Dengan asumsi efesiensi transfer beban
100% pada joint dan dowel yang dipengaruhi akan
menahan setengah dari beban yang diaplikasikan
9000/2=4500 lb. (2000 KN); oleh karena itu P t =
4500/3,36 = 1338 lb. (5,95 KN).

Menentukan momen inersia dowel :


Untuk kuat tekan beton, f’c = 3000 psi (20,7
MPa), tegangan yang diperbolehkan adalah :

Dukungan aktual 3514 psi > tegangan yang


diijinkan 3250 psi, oleh karena itu desain tidak
mencukupi.
Sekarang kita akan memodifikasi beberapa parameter serta mengobservasi
tegangan aktual dan tegangan yang diijinkan :
 Jika kuat tekan beton ditingkatkan menjadi f’c 3600 psi, tegangan yang
diijinkan meningkat menjadi 3900 psi . Hal ini akan menimbulkan margin
sebesar 11 % dan desainer harus menentukan apakah margin ini sudah
mencukupi.
 Jika diameter dowel dinaikkan menjadi 1 in. (25 mm), maka tegangan
aktual b = 2090 psi. (14,4 MPa) dan tegangan yang diijinkan f b = 3000 psi.
(20,7 MPa). Menggunakan dowel dengan diameter 7/8 in. masih bisa
diterima, karena tegangan dukung aktual b = 2660 psi dan tegangan yang
diijinkan tetap sama, fb = 3000 psi.
 Jika kekakuan fondasi bertambah, dan k =200 pci, sehingga tegangan
aktual menjadi b = 3930 psi dan tegangan yang diijinkan tetap sama f b
=3250 psi.
 Jika ketebalan slab h dan kekakuan beton E c ditingkatkan, dan fondasi lebih
lemah, k lebih rendah, maka nilai 
meningkat dan kedua roda kendaraan
harus dipertimbangkan dalam penentuan P t pada dowel yang paling kritis.
Contoh 3.7 :
2. Gbr. 3.25 menunjukkan sebuah slab beton dengan tebal 10 in.
didukung oleh fondasi dengan k = 50 pci. Pada jalur dengan lebar 12
ft, terdapat 12 dowel dengan jarak 12 in. pada tengah slab. Dua
beban roda 9000 lb membebani titik A dan B yang berjarak 6 ft.
(1,82 m).Tentukan beban maksimal pada satu dowel dan tegangan
dukung maksimum yang diberikan oleh dowel.

Jawab :
Pertama, beban roda yang bekerja pada sebelah kiri di titik A akan
dihitung. Jika dowel pada titik A memiliki faktor beban 1,0 ; dengan
asumsi terjadi hubungan linier, maka nilai untuk dowel yang lainnya
dapat ditentukan menggunakan segitiga yang sama seperti gbr.
3.25b. Jumlah faktor adalah 4.35 dowel yang efektif dan beban
Langkah berikutnya adalah pada beban roda 4500 lb. pada titik B.
Jika dowel pada titik B memiliki faktor beban 1,0 ; maka faktor beban
pada dowel yang lain dapat ditentukan dengan segitiga yang sama
seperti pada gbr. 3.25c. Jumlah dari semua faktor beban adalah 7,30
dowel yang efektif. Dowel yang terletak di luar joint memanjang
(longitudinal) tidak dipertimbangkan efektif dalam menahan beban
sehingga tidak diikutsertakan dalam penjumlahan. Beban yang
ditahan oleh dowel pada titik B adalah 4500/7,30 = 616 lb. Beban
yang ditahan oleh dowel lainnya adalah proporsional dengan faktor
beban. Beban-beban yang ditahan oleh semua dowel yang
disebabkan oleh kombinasi beban roda pada titik A dan B adalah
seperti pada gbr. 3.25d. Beban yang paling kritis ditahan oleh dowel
yang terletak pada tepi slab. Beban ini dipergunakan untuk keperluan
desain. Dengan mengasumsikan nilai-nilai yang sama dari contoh
sebelumnya, maka kita dapat menghitung tegangan dukung dowel b
= 3070 psi. (21 MPa).
Gbr. 3.25 Tegangan
yang dihasilkan
dowel di bawah
beban roda ganda
(a) Lokasi beban-
beban dan dowel;
(b) tegangan pada
dowel karena
beban di A; (c)
tegangan pada
dowel karena
beban di B; (d)
Tegangan pada
dowel karena kedua
beban.
 Desain Tiebar

Tie bar diletakkan di sepanjang joint memanjang sebagai pengikat dua slab yang
saling bersebelahan atau di sepanjang slab dan bahu beton (gbr. 3.16 & 3.17). Tie
bars juga digunakan untuk transfer beban di sepanjang joint. Transfer beban pada tie
bars sepanjang joint memanjang, walaupun begitu tidaklah sekritis transfer beban
pada dowel di sepanjang joint melintang, karena beban lalu lintas pada tie bar baru
timbul jika kendaraan berubah jalur. Perbedaan tie bar dengan dowel adalah karena
tie bar harus menjaga agar tidak terjadi gerakan pada kedua slab yang diikatnya.
Jumlah baja yang dibutuhkan untuk memastikan transfer beban yang cukup juga
tergantung pada tegangan yang timbul karena gesekan. Perencanaan tiebars sama
dengan perencanaan untuk baja suhu memanjang dan melintang. Jumlah baja yang
dibutuhkan dapat dicari dengan persamaan yang dikembangkan oleh Huang(2004) :

Dimana :
As : luas baja yang dibutuhkan oleh tiap unit panjang slab.
L’ : jarak dari joint memanjang ke sisi bebas, yaitu dimana tidak ada tiebars.
Untuk jalan yang memiliki dua hingga tiga jalur, L’ adalah lebar jalur.
Jika tiebars digunakan pada tiga joint memanjang dari jalan yang
memiliki empat jalur, L’ sama dengan lebar jalur untuk dua joint luar
dan dua kali lebar jalur untuk joint yang di dalam.
Panjang rencana tiebars berdasarkan tegangan ikat yang diijinkan.
Untuk baja batangan, tegangan ikatan yang diijinkan adalah 350 psi
dan panjang batang ditentukan dengan persamaan (Huang, 2004) :

Dimana :
LT : panjang tiebars
fs : kekuatan yang dihasilkan baja
A : luas penampang tiebars, d2 /4
f: Kekuatan ikatan antara baja tiebars dan beton

P : keliling tiebar,d
Contoh 3.8 :
3. Sebuah perkerasan beton dua jalur setebal 9 in. , panjang 50 ft. dan
lebar 24 ft. dengan joint memanjang di tengah slab (gbr. 3.26).
Jawab :
1.Menentukan desain tiebars
Gunakan baja dengan tegangan yang dihasilkan 40 ksi. Lebar jalur
L = 12 ft (144 in; 3,66 m); berat jenis c = 150 pcf = 0,0868 pci.

Menggunakan batang dengan diameter 0,5 in.; luas 0,2 in2.


Jarak tiebar = 0,2/0,00624 in.2 /in = 32 in.
2. Menentukan panjang tiebars
Asumsikan  = ikatan kekuatan antara baja tiebar dan beton =
350 psi.
Dari persamaan, LT = ½(fs .d/) = 0,5*27000*0,5/350 = 19,3 in. +
3 in. untuk jagaan jika terjadi ketidaktepatan pemasangan = 22,3
atau 24 in. panjangnya.Jadi, gunakan batang baja dengan 24 in.
panjangnya, dan berjarak 32 in. di tengah.
 Gbr. 3.26 Contoh 3.8 Desain tie bar untuk joint
memanjang
Lalu lintas dan beban-beban.

Perkerasan kaku didesain untuk melayani beban lalu lintas yang beragam.
Ketebalan slab didesain untuk mengantisipasi bermacam-macam kerusakan seperti
retak, patah, punchout, joint yang melebar dan kerusakan lainnya. AASHTO
menghubungkan metoda ekuivalensi gandar dengan kerusakan yang terjadi pada
perkerasan berdasarkan tingkat layan perkerasan, sebagaimana dihubungkan
dengan standar beban gandar tunggal sebesar 18 kip (AASHTO 1993).
Metoda PCA (PCA, 1984) menentukan kerusakan yang diakibatkan oleh tiap jenis
kendaraan pada suatu jalur lalu lintas dan mengakumulasikan kerusakan total
selama masa layan perkerasan. Metoda ini memperhitungkan fatigue dan erosi
(pumping pada tanah dasar) sebagai kriteria kegagalan. Perlu diperhatikan bahwa
kerusakan berupa pumping dapat dicegah dengan desain yang baik pada base
atau subbase.
Metoda MEPDG juga menghubungkan kerusakan dengan beban lalu lintas tetapi
untuk kelompok beban tertentu. Untuk metoda MEPDG, desain ketebalan lebih
diperhitungkan dan kerusakan seperti retakan, patahan dan keausan lebih
dihubungkan sebagai akibat dari beban lalu lintas.
Metoda yang berbeda diterapkan oleh FAA. Metoda FAA menggunakan berat kotor
maksimum pesawat terbang untuk merancang tebal perkerasan. Gbr. 3.27
menunjukan contoh desain ketebalan slab untuk Boeing 767, yang memerlukan
tambahan data seperti kekuatan lentur beton, kapasitas daya dukung tanah dasar,
beban roda pesawat serta jarak antar roda pesawat (FAA AC150/532-6D).
 Gbr. 3.27 Desain ketebalan perkerasan menurut FAA

* FAA (Federal Aviation Administration) adalah badan penerbangan sipil


Amerika Serikat yang membuat aturan atau pedoman segala sesuatu
yang berhubungan dengan penerbangan sipil.
Sifat Beton dan Desain Campuran
Beton semen Portland terdiri dari semen Portland, agregat
kasar dan halus, air, bahan campuran kimia dan mineral,
dan bisa juga mengandung udara yang terperangkap.
Desain campuran adalah proses untuk menentukan
proporsi komponen-komponen yang berbeda,
mendapatkan karakteristik campuran yang diinginkan
berdasarkan kombinasi yang paling optimal dari segi
ekonomi dan kepraktisan dari material yang tersedia di
lokasi yang dapat menahan beban lalu lintas dan kondisi
lingkungan.Sifat-sifat beton yang terpenting untuk
diperhitungkan dalam desain adalah kekuatan dan
kekakuan, stabilitas dan ketahanan terhadap suhu dan
kelembaban, usia layan dan kemudahan
konstruksi/pengerjaan. Pertimbangan ini harus
dipertimbangkan dari segi ekonomi dan lingkungan.
Kekuatan lentur beton adalah yang diperhitungkan utama dalam proses desain.
Kekuatan lentur dapat ditentukan melalui uji balok tekuk (ASTM C78; AASHTO
T97) atau secara tidak langsung melalui nilai-nilai dari test uji tekan beton (ASTM
C39; AASHTO T22). Modulus elastisitas atau kekakuan beton menghubungkan
perilaku tegangan serta regangan dan memperkirakan deformasi yang terjadi jika
dilakukan pembebanan.
Sifat susut pada beton diasosiasikan dengan kadar air dalam campuran.
Pelengkungan yang disebabkan oleh suhu dan perubahan volume sangat
tergantung dari jenis agregat. Pada umumnya slab yang mengandung agregar
kasar kapur akan memiliki koefisien muai yang rendah, sedangkan slab yang
mengandung kuarsa ataupun kericak memiliki keofisien termal lebih tinggi. Susut
karena kering tergantung pada pergerakan kelembaban yang keluar masuk beton.
Perubahan dimensi memiliki pengaruh yang besar pada perkerasan serta beperan
dalam mengendalikan tegangan-tegangan akibat pelengkungan yang diakibatkan
perubahan suhu yang dapat menyebabkan jenis kerusakan seperti pecah pada
sudut, retak pada tengah slab, melebarnya joint serta patah (faulting).
Memproduksi beton dengan daya tahan yang tinggi dicapai dengan
menyeimbangkan desain campuran, material yang tersedia, kekuatan yang
diperlukan, detail pelaksanaan di lapangan serta stabilitas campuran bahan kimia
dan dimensi terhadap lingkungan sekitarnya.
Hidrasi, Kekuatan dan Material
Ketika
air ditambahkan pada semen, reaksi exotermik yang disebut hidrasi terjadi, yang
menghasilkan beberapa senyawa, yang utama adalah kalsium silikat hidrat. Proses ini serta
senyawa kimia yang dihasilkan, menghasilkan bahan perekat sebagai pengikat komponen-
komponen campuran dan memberikan kekuatan pada beton yang mengeras.
Rasiosemen-air adalah perbandingan massa air dibagi massa semen, campuran semen, dan
material pozzolan seperti abu terbang, terak, silica fume.
Jikabeton terdiri dari agregat yang bersih, hidrasi semen berjalan normal, kekuatan yang
didapat secara perbandingan berbanding terbalik dengan rasio air-semen dalam massa.
Kekuatan pasta semen berbanding lurus dengan kepadatan semen tiap unit volume.
Perbedaan pada kekuatan juga dipengaruhi oleh gradasi agregat, bentuk, ukuran partikel,
tekstur permukaan agregat, kekuatan dan kekakuan, pengaruh bahan tambahan, udara yang
terperangkap dan curing. Kekuatan beton diukur dengan ketentuan kuat tekan silinder dan
kekuatan yang didapat dievaluasi dengan memeriksa kekuatan pada periode waktu yang
berbeda dari waktu pencampuran beton.
Agregat memiliki pengaruh yang signifikan pada kinerja beton yang baru terbentuk. Ukuran
partikel agregat, gradasi, bentuk, penyerapan, dan tekstur permukaan akan mempengaruhi
jenis beton yang diproduksi dengan kualitas dan jumlah pasta semen (semen plus air).
Pemilihan agregat berukuran maksimum dipengaruhi oleh ketebalan yang direncanakan pada
slab dan oleh jarak tulangan. Koefisien muai agregat memiliki pengaruh yang besar pada
koefisien muai beton yang dihasilkan dan stabilitas ukuran slab terhadap pengaruh
temperatur. Hal ini akan mempengaruhi kontraksi dan muai beton serta tegangan-tegangan
yang terjadi karena lengkung yang disebabkan perubahan suhu.
Jika beton terlalu kering atau terlalu basah, maka plastisitasnya akan
berkurang. Test slump adalah ukuran konsistensi dan mengindikasikan
apakah campuran yang baru telah dirubah atau diganti. Test slump
adalah indikasi kinerja dari campuran beton dengan komposisi yang
sama. Proyek yang berbeda akan memerlukan nilai slump yang berbeda
pula.
Kandungan material untuk semen didasarkan oleh perbandingan air
terhadap semen. Namun, kadang-kadang kandungan minimum semen
ditentukan terlebih dahulu untuk memastikan daya tahan dan ketahanan
aus slab, walaupun mungkin kekuatan beton yang dicapai telah tercapai
dengan kandungan semen yang lebih rendah.
Bahan tambah semen biasanya digunakan untuk beton berkinerja tinggi
dengan kandungan air yang rendah. Bahan pengurang air adalah jenis
bahan tambah yang sering digunakan pada semen. Spesifikasi bahan ini
ada dalam ASTM C 494/AASHTO M 194, dan akan mengurangi kadar air
hingga mencapai nilai slump tertentu. Bahan tambah modifikasi
digunakan untuk mengendalikan (memperlambat atau mempercepat)
kecepatan curing beton dan kekuatan yang ingin didapat. Bahan tambah
jenis ini juga sangat membantu untuk proyek fast-track.
 Flowchart untuk desain campuran beton

Mempertimbangkan kondisi lalu lintas


dan lingkungan

Menentukan kebutuhan untuk kekuatan


dan ketahanan

Menentukan rasio
semen air

Menentukan perbandingan agregat kasar


terhadap mortar (semen, pasir dan air)
berdasarkan kemudahan pengerjaan

Menggunakan metoda desain volumetrik


untuk menentukan jumlah tiap komponen
dalam campuran
Konstruksi
Tanah dasar harus dipersiapkan untuk menyediakan permukaan yang
seragam. Perlindungan terhadap erosi dan pumping sangat penting. Jika perlu,
dilakukan pemadatan dan/atau modifikasi dengan zat tambah seperti
penambahan kapur atau semen. Tanah dasar tidak perlu menyediakan daya
dukung yang besar, karena slab beton sendiri sudah kaku dan menahan
sebagian besar tekanan. Keseragaman lebih penting untuk menghindari
terdapatnya material yang terlalu lunak atau terlalu keras, yang dapat
menyebabkan timbulnya daerah dengan tekanan/tegangan tinggi di bawah
beban lalu lintas.
Base atau subbase, yaitu lapisan di bawah dan yang mendukung slab beton,
harus memiliki daya dukung dan drainase yang baik. Keseragaman lapisan ini,
sekali lagi, lebih penting daripada daya dukungnya terhadap beban lalu lintas.
Pengaliran air yang baik sangat penting untuk ketahanan dan kerusakan jenis
pumping.
Sebelum pekerjaan konstruksi dimulai, metoda, material-material, desain
campuran, produksi beton, rencana kendali kualitas, serta pelaksanaannya
sudah harus dipelajari dan direncanakan. Percobaan dengan beberapa desain
campuran sebaiknya dilakukan untuk menyediakan beton yang sesuai untuk
proyek tsb.
Standard
Standard adalah dokumen yang disediakan oleh para ahli dan organisasi,
yang menyediakan pedoman-pedoman dari aktivitas-aktivitas yang sering
dilakukan untuk menjamin konsistensi, kualitas, dan keamanan. Standard
dikembangkan berdasarkan penelitian dan pengalaman (dan seringkali
direvisi jika diperlukan)
Untuk teknologi perkerasan, terdapat beberapa macam standard-misalnya
untuk melakukan test, menginterpretasikan hasil juga spesifikasi.
Standard digunakan untuk pemilihan material, misalnya agregat dan aspal,
melakukan tes dan merepresentasikan hasilnya dalam hal mendesain
campuran serta dalam hal desain struktur perkerasan dan kontrol kualitas.
Dua standard yang penting dalam teknologi perkerasan jalan adalah ASTM
(The American Society of Testing and Materials) serta AASHTO (The
American Society of State Highway and Transportation Officials), yang
mana standard dari kedua organisasi tersebut juga banyak diterapkan di
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai