Joints
Joints
Dimana :
fb : tegangan dukungan yang diijinkan, psi
d : diameter dowel, in.
f’c : kuat tekan beton.
Tegangan dukungan pada satu dowel
Jika beban yang bekerja pada sebuah dowel diketahui,
tegangan ijin maksimum yang terjadi dapat ditentukan
secara teoritis dengan mengasumsikan dowel adalah
sebuah balok dan beton sebagai fondasi Winkler (Huang,
1993). Berdasarkan solusi dari Timoshenko (Timoshenko
dan Goodie, 1934/1951), Friberg (1938), mengembangkan
hubungan untuk menentukan tegangan dukungan
maksimum (gbr. 3.23) :
Gbr. 3.23 Deformasi dowel di bawah beban roda
Persamaan ini dikembangkan oleh Yoder dan Witczak
(1975) dan Huang (2004). Pertama, deformasi dowel pada
antarmuka beton dapat digambarkan dengan persamaan
berikut :
Dimana :
y0 : deformasi dowel pada muka joint
Pt : beban pada sebuah dowel
z : lebar joint
Ed : Modulus Young dowel
Id : Momen inersia dowel
b adalah kekakuan relatif dowel yang
tertanam pada beton.
Jawab :
Pertama, beban roda yang bekerja pada sebelah kiri di titik A akan
dihitung. Jika dowel pada titik A memiliki faktor beban 1,0 ; dengan
asumsi terjadi hubungan linier, maka nilai untuk dowel yang lainnya
dapat ditentukan menggunakan segitiga yang sama seperti gbr.
3.25b. Jumlah faktor adalah 4.35 dowel yang efektif dan beban
Langkah berikutnya adalah pada beban roda 4500 lb. pada titik B.
Jika dowel pada titik B memiliki faktor beban 1,0 ; maka faktor beban
pada dowel yang lain dapat ditentukan dengan segitiga yang sama
seperti pada gbr. 3.25c. Jumlah dari semua faktor beban adalah 7,30
dowel yang efektif. Dowel yang terletak di luar joint memanjang
(longitudinal) tidak dipertimbangkan efektif dalam menahan beban
sehingga tidak diikutsertakan dalam penjumlahan. Beban yang
ditahan oleh dowel pada titik B adalah 4500/7,30 = 616 lb. Beban
yang ditahan oleh dowel lainnya adalah proporsional dengan faktor
beban. Beban-beban yang ditahan oleh semua dowel yang
disebabkan oleh kombinasi beban roda pada titik A dan B adalah
seperti pada gbr. 3.25d. Beban yang paling kritis ditahan oleh dowel
yang terletak pada tepi slab. Beban ini dipergunakan untuk keperluan
desain. Dengan mengasumsikan nilai-nilai yang sama dari contoh
sebelumnya, maka kita dapat menghitung tegangan dukung dowel b
= 3070 psi. (21 MPa).
Gbr. 3.25 Tegangan
yang dihasilkan
dowel di bawah
beban roda ganda
(a) Lokasi beban-
beban dan dowel;
(b) tegangan pada
dowel karena
beban di A; (c)
tegangan pada
dowel karena
beban di B; (d)
Tegangan pada
dowel karena kedua
beban.
Desain Tiebar
Tie bar diletakkan di sepanjang joint memanjang sebagai pengikat dua slab yang
saling bersebelahan atau di sepanjang slab dan bahu beton (gbr. 3.16 & 3.17). Tie
bars juga digunakan untuk transfer beban di sepanjang joint. Transfer beban pada tie
bars sepanjang joint memanjang, walaupun begitu tidaklah sekritis transfer beban
pada dowel di sepanjang joint melintang, karena beban lalu lintas pada tie bar baru
timbul jika kendaraan berubah jalur. Perbedaan tie bar dengan dowel adalah karena
tie bar harus menjaga agar tidak terjadi gerakan pada kedua slab yang diikatnya.
Jumlah baja yang dibutuhkan untuk memastikan transfer beban yang cukup juga
tergantung pada tegangan yang timbul karena gesekan. Perencanaan tiebars sama
dengan perencanaan untuk baja suhu memanjang dan melintang. Jumlah baja yang
dibutuhkan dapat dicari dengan persamaan yang dikembangkan oleh Huang(2004) :
Dimana :
As : luas baja yang dibutuhkan oleh tiap unit panjang slab.
L’ : jarak dari joint memanjang ke sisi bebas, yaitu dimana tidak ada tiebars.
Untuk jalan yang memiliki dua hingga tiga jalur, L’ adalah lebar jalur.
Jika tiebars digunakan pada tiga joint memanjang dari jalan yang
memiliki empat jalur, L’ sama dengan lebar jalur untuk dua joint luar
dan dua kali lebar jalur untuk joint yang di dalam.
Panjang rencana tiebars berdasarkan tegangan ikat yang diijinkan.
Untuk baja batangan, tegangan ikatan yang diijinkan adalah 350 psi
dan panjang batang ditentukan dengan persamaan (Huang, 2004) :
Dimana :
LT : panjang tiebars
fs : kekuatan yang dihasilkan baja
A : luas penampang tiebars, d2 /4
f: Kekuatan ikatan antara baja tiebars dan beton
P : keliling tiebar,d
Contoh 3.8 :
3. Sebuah perkerasan beton dua jalur setebal 9 in. , panjang 50 ft. dan
lebar 24 ft. dengan joint memanjang di tengah slab (gbr. 3.26).
Jawab :
1.Menentukan desain tiebars
Gunakan baja dengan tegangan yang dihasilkan 40 ksi. Lebar jalur
L = 12 ft (144 in; 3,66 m); berat jenis c = 150 pcf = 0,0868 pci.
Perkerasan kaku didesain untuk melayani beban lalu lintas yang beragam.
Ketebalan slab didesain untuk mengantisipasi bermacam-macam kerusakan seperti
retak, patah, punchout, joint yang melebar dan kerusakan lainnya. AASHTO
menghubungkan metoda ekuivalensi gandar dengan kerusakan yang terjadi pada
perkerasan berdasarkan tingkat layan perkerasan, sebagaimana dihubungkan
dengan standar beban gandar tunggal sebesar 18 kip (AASHTO 1993).
Metoda PCA (PCA, 1984) menentukan kerusakan yang diakibatkan oleh tiap jenis
kendaraan pada suatu jalur lalu lintas dan mengakumulasikan kerusakan total
selama masa layan perkerasan. Metoda ini memperhitungkan fatigue dan erosi
(pumping pada tanah dasar) sebagai kriteria kegagalan. Perlu diperhatikan bahwa
kerusakan berupa pumping dapat dicegah dengan desain yang baik pada base
atau subbase.
Metoda MEPDG juga menghubungkan kerusakan dengan beban lalu lintas tetapi
untuk kelompok beban tertentu. Untuk metoda MEPDG, desain ketebalan lebih
diperhitungkan dan kerusakan seperti retakan, patahan dan keausan lebih
dihubungkan sebagai akibat dari beban lalu lintas.
Metoda yang berbeda diterapkan oleh FAA. Metoda FAA menggunakan berat kotor
maksimum pesawat terbang untuk merancang tebal perkerasan. Gbr. 3.27
menunjukan contoh desain ketebalan slab untuk Boeing 767, yang memerlukan
tambahan data seperti kekuatan lentur beton, kapasitas daya dukung tanah dasar,
beban roda pesawat serta jarak antar roda pesawat (FAA AC150/532-6D).
Gbr. 3.27 Desain ketebalan perkerasan menurut FAA
Menentukan rasio
semen air