Anda di halaman 1dari 29

dr.

PASID HARLISA SpKK

Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sultan Agung
Semarang
KUSTA / MORBUS HANSEN
Adalah infeksi kronik oleh Mycobacterium leprae yang
menyerang: Saraf perifer  Saluran nafas atas
Kulit  Sist. Retikuloendotelial
Mukosa  Mata, otot, tulang, testis
mulut
Pada Individu yang
terinfeksi
>>> asimptomatik

Tergantung
respon imun << gejala / kecacatan

2
PATOGENESIS

M. leprae

Sist imun seluler  ( tipe LL)


Makrofag tak mampu
Kulit yang lecet/ hancurkan M. leprae 
Mukosa nasal multiplikasi bebas  merusak
jaringan

Sel makrofag/sel Sist imun seluler  (tipe BB)


Schwann
Makrofag mampu hancurkan
(obligat intraseluler)
M.leprae  berubah jadi sel
epitheloid  sel datia Langhans 
kerusakan saraf/jaringan yang
progresif
3
M. Leprae (G.A Hansen)

Basil Gram +, tahan asam dan alkohol.


Obligat intraseluler pada jaringan bersuhu dingin
(cuping telinga, mukosa hidung
Masa tunas : 2-5 tahun
Penularan : kontak lansung & melalui saluran
nafas.

4
DIAGNOSIS

Didasarkan adanya tanda kardinal, yaitu :


Bercak kulit yang mati rasa
Bercak hipopigmentasi/eritematosa yang mati
rasa thd rasa raba, suhu dan nyeri.
Penebalan saraf tepi dg/tanpa gangguan fungsi
sensoris, motoris dan otonom.
Ditemukan kuman tahan asam pada hapusan
kulit cuping telinga/lesi aktif.

5
KLASIFIKASI

A. Klasifikasi Madrid (1953) B. Klasifikasi Ridley-Jopling


– Indeterminate (I) (1962) - kepentingan risert
– Tuberkuloid (T) – Tuberkuloid (TT)
– Borderline (B) – Borderline tuberkuloid
– Lepromatosa (L) – Mid-borderline (BB)
– Borderline lepromatous (BL)
– Lepromatosa (LL)

C. Klasifikasi WHO/modifikasi WHO (1981/1988)-


kepentingan program
– Pausibasilar (PB)
  tipe I, TT, BT dengan BTA -
– Multibasilar (MB)
  tipe LL, BL, BB, BT dengan BTA +
6
TUJUAN KLASIFIKASI

Menentukan rejimen terapi, prognosis, gambaran


klinis
Menentukan perencanaan operasional (pasien
menular  target terapi)
Identifikasi pasien dengan kemungkinan cacat

7
TABEL GAMBARAN KLINIS, BAKTERIOLOGIK DAN IMUNOLOGIK KUSTA MULTIBASILER (MB)

SIFAT LEPRAMATOSA (LL) BORDERLINE MID BORDERLINE


LEPROMATOUS (BL) (BB)
LESI
 Bentuk Makula Makula Plakat
Infiltrat difus Plakat Dome-shape (kubah)
papul Papul Punched-out
Nodus
 Jumlah Tak terhitung praktis tidak Sukar dihitung, masih ada Dapat dihitung
ada kulit sehat kulit sehat Kulit sehat jelas ada
 Distribusi Simetris Hampir simetris Asimetris
 Permukaan Halus berkilat Halus berkitat Agak kasar, agak berkilat
 Batas Tak jelas Agak jelas Agak jelas
 Anestesia Tak ada sampai tak jelas Tak jelas Lebih jelas

BTA
 Lesi kulit Banyak (ada globus) Banyak Agak banyak
 Sekret hidung Banyak (ada globus) Biasanya negatif Negatif

Tes lepromin Negatif Negatif Biasanya negatif


8
TABEL GAMBARAN KLINIS, BAKTERIOLOGIK DAN IMUNOLOGIK KUSTA PAUSIBASILER (PB)

SIFAT TUBERKULOID (TT) BORDERLINE INDETERMINATE (I)


TUBERKULOID (BT)
LESI
 Bentuk Makula saja Makula dibatasi infiltrat Hanya makula
Makula dibatasi infiltrat Infiltras saja
 Jumlah Satu, Beberapa atau satu dengan Satu atau beberapa
dapat beberapa satelit
 Distribusi asimetris Masih asimetris variasi
 Permukaan Kering bersisik Halus berkitat Halus agak berkilat
 Batas Jelas Agak jelas Dapat jelas atau dapat
tidak jelas
 Anestesia jelas Tak jelas Tidak ada sampai tidak
jelas

BTA
 Lesi kulit negatif Negatif atau hanya positif 1 Biasanya negatif

Tes lepromin Positif kuat Positif lemah Dapat positif lemah atau
negatif

9
KUSTA TIPE INDETERMINATE

Klinis : makula hipopigmentasi + skuama


Lokasi : ekstensor ekstremitas, wajah, bokong
Merupakan 20-80% tanda pertama penderita MH
 sebagian besar sembuh spontan
Histo PA : kuman/infiltrat sekitar saraf perifer

10
REAKSI KUSTA
PENGERTIAN
Istilah Reaksi menggambarkan keadaan berbagai
gejala dan tanda radang akut pada lesi kusta,
akibat perjalanan penyakit atau komplikasi
penyakit kusta. Meliputi hal-hal sebagai berikut :
• Komplikasi akibat reaksi
• Komplikasi akibat imunitas yang menurun.
• Komplikasi akibat kerusakan saraf.
• Komplikasi disebabkan resisten terhadap obat anti kusta.

11
PENYEBAB
Penyebab pasti masih belum diketahui
kemungkinan akibat episode hipersensitivitas
akut terhadap antigen basil yang menimbulkan
gangguan keseimbangan imunitas

Pencetus :
 Setelah pengobatan anti kusta intensif
 Infeksi rekuren
 Pembedahan
 Stres fisik
 Imunisasi
 Kehamilan
12
PEMBAGIAN REAKSI

• reaksi lepra tipe 1 disebabkan oleh


hipersensitivitas selular

• reaksi lepra tipe 2 disebabkan oleh


hipersensitivitas humoral

13
Reaksi Tipe 1
• Merupakan delayed hypersensitivity reaction
seperti halnya reaksi hipersensitivitas tipe IV
menurut Coombs dan Gall dengan antigen yang
berasal dari basil yang telah mati

• lebih sering terjadi pada bentuk BB yang akan


berubah menjadi bentuk BT dan akhirnya ke
bentuk TTs atau berubah menjadi bentuk BL dan
akhirnya ke bentuk LLs.

14
Manifestasi dari reaksi kusta tipe 1:

15
. Reaksi Tipe 2
• Dikenal dengan nama eritema nodosum
leprosum (ENL).
• Reaksi hipersensitivitas tipe III menurut
Coomb dan Gell dengan antigen berasal
dari produk kuman yang telah mati dan
bereaksi dengan antibodi membentuk
kompleks Ag-Ab.
• Kedudukannya dalam spektrum tetap

16
Manifestasi reaksi lepra tipe 2 dapat sebagai berikut:

17
PENANGANAN REAKSI KUSTA

Pada prinsipnya pengobatan reaksi kusta


terutama ditujukan untuk:
o Mengatasi neuritis mencegah tidak menjadi
paralisis / kontraktur.
o Pencegahan terjadinya kebutaan bila mengenai
mata.
o Membunuh kuman penyebab
o Mengatasi rasa nyeri

18
PENGOBATAN

• Prinsip pengobatan reaksi kusta:


 Pemberian obat anti reaksi.
 Istirahat atau imobilisasi.
 Analgetik, sedatif untuk mengatasi rasa nyeri.
 Obat anti kusta diteruskan.

19
Reaksi ringan

• Nonmedikamentosa
 Istirahat, imobilisasi, berobat jalan.

• Medikamentosa
 Aspirin:
 Dosis 600-1200 mg / 4 jam, 4 sampai 6 kali sehari.
 Klorokuin:
 Dosis: 3 kali 150 mg/hari.

Reaksi berat
Segera rujuk ke Rumah Sakit untuk perawatan
20
21
CACAT KUSTA
Kecacatan akibat kerusakan saraf tepi dapat dibagi menjadi
tiga tahap, yaitu :
Tahap I
Terjadi kelainan pada saraf berupa penebalan saraf, nyeri, tanpa
gangguan fungsi gerak, terjadi gangguan sensorik.

Tahap II
Kerusakan saraf berupa paralisis tidak lengkap pada otot kelopak
mata, jari tangan, dan kaki. Dapat terjadi pemulihan kekuatan otot.

Tahap III
Terjadi penghancuran saraf. Kelumpuhan akan menetap. Dapat
terjadi infeksi progresif dengan kerusakan tulang dan kehilangan
penglihatan.
22
PATOGENESIS KECACATAN

23
JENIS CACAT KUSTA

Kelompok cacat primer


kelompok cacat/ kerusakan yang terjadi akibat
respons jaringan terhadap M.leprae.
Misalnya :
 Cacat pada fungsi saraf sensorik seperti claw hand,
wrist drop, foot drop, claw toes.
 Infiltrasi kuman langsung pada kulit dan jaringan
penyangga misalnya fasies leonina, alopesia atau
madarosis, kulit kering.
 Infiltrasi kuman kusta pada tendo, ligamen, sendi,
tulang rawan, tulang, testis, dan bola mata.
24
Kelompok cacat sekunder

Cacat sekunder ini terjadi akibat cacat primer,


terutama akibat adanya kerusakan saraf
(sensorik, motorik, otonom).
 Anestesi → luka (trauma) → infeksi sekunder
 Kelumpuhan motorik → kontraktur → gangguan
menggenggam / berjalan → terjadi Iuka
 Kelumpuhan saraf otonom → kulit kering →
mudah retak-retak (fisura) → infeksi sekunder

25
DERAJAT CACAT KUSTA

• Tingkat 0 : tidak ada anestesi dan kelainan


anatomis.
• Tingkai 1 : ada anestesi, tanpa kelainan
anatomis.
• Tingkat 2 : ada anestesi disertai kelainan
anatomis

26
PENCEGAHAN CACAT PADA KUSTA

• Tujuan pencegahan cacat pada kusta

Mencegah timbulnya cacat (disability atau


deformitas) pada saat diagnosis kusta
ditegakkan dan diobati.
Mencegah agar cacat yang telah terjadi jangan
menjadi lebih berat.
Menjaga agar cacat tidak kambuh lagi

27
Upaya pencegahan cacat terdiri atas :
 Upaya pencegahan cacat primer
oDiagnosis dini
oPengobatan secara teratur dan adekuat
oPenatalaksanaan neuritis sedini mungkin
oPenatalaksanaan reaksi sebaik mungkin
 Upaya pencegahan cacat sekunder
Perawatan diri sendiri untuk mencegah luka
Fisioterapi
Bedah rekonstruksi
Bedah septik
Perawatan mata, tangan dan atau kaki yang
anestesi atau mengalami kelumpuhan otot. 28
29

Anda mungkin juga menyukai