Anda di halaman 1dari 60

TANAMAN KOPI

Perkebunan kopi di Indonesia sebagian


besar (96%) merupakan perkebunan milik
rakyat. Ada tiga jenis kopi yang ditanam para
petani kopi yaitu robusta, arabika dan liberika
namun umumnya petani menanam kopi
robusta.
Pertanaman kopi robusta tersebar di
seluruh kepulauan Indonesia antara lain di
Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara Barat, Bali,
Kalimantan, Sulawesi, Maluku danPapua.
Pembuatan lubang tanam merupakan salah satu
bentuk pengolahan tanah dalam skala kecil dan
dianggap sebagai salah satu upaya minimum
tillage. Pembuatan lubang tanam bertujuan
untuk menyediakan lingkungan perakaran yang
optimal bagi bibit kopi baik secara fisik, kimia dan
biologi.
Tanah yang berada di lapangan sering terlalu
mampat bagi perakaran bibit kopi untuk
berkembang dengan baik setelah dipindahkan
dari tanah gembur di dalam polibag.
Oleh karena itu kondisi yang relatif sama dengan
pembibitan perlu disiapkan di lapangan dengan
cara mengolah tanah seminimal mungkin atau
dengan cara membuat lubang tanam bagi bibit
kopi. Dengan pembuatan lubang tanam ini maka
diharapkan dapat mendukung tanaman dalam
beradaptasi dengan baik pada awal
pertumbuhannya dilapang.
Ukuran lubang yang baik yaitu 60 cm x 60 cm
pada permukaan dan 40 cm x 40 cm pada
bagian dasar dengan kedalaman 60 cm.
Lubang sebaiknya dibuat 6 bulan sebelum tanam,
untuk tanah yang kurang subur dan kadar bahan
organiknya rendah ditambahkan pupuk hijau dan
pupuk kandang. Ukuran lubang tergantung tekstur
tanah, makin berat tanah ukuran lubang makin besar.
Jarak tanam kopi Arabika tipe katai (misalnya: Kartika
1 dan Kartika 2) 2,0 m x 1,5 m, tipe agak katai (AS 1,
AS 2K, Sigarar Utang) 2,5 m x 2,0 m, dan tipe
jangkung (S 795, Gayo 1 dan Gayo 2) 2,5 m x 2,5 m
atau 3,0 m x 2,0 m. Jarak tanam kopi Robusta 2,5 m x
2,5 m atau 3,0 m x 2,0 m. Jarak tanam kopi Liberika
3,0 m x 3,0 m atau 4,0 m x 2,5 m.
Selanjutnya lubang tanam sebaiknya ditutup 3 bulan
sebelum tanam kopi untuk menjaga agar batu-batu,
padas, dan sisa-sisa akar tidak masuk ke dalam lubang
tanam. Selama persiapan lahan tersebut areal kosong
dapat ditanami beberapa jenis tanaman semusim
sebagai pre-cropping, misalnya: keladi, ubi jalar,
jagung, kacang-kacangan.
Dalam kegiatan pembuatan lubang tanam, sebaiknya
juga perlu dibuat rorak untuk mengumpulkan serasah
kebun, menyimpan sisa pemangkasan dan buah yang
terserang OPT, menyimpan air dan sebagai tempat
untuk meletakkan kompos atau pupuk kandang.
Naungan diperlukan bagi tanaman kopi yang
ditanam di perkebunan yang kurang subur atau di
daerah yang kering. Kegunaan dari pohon
naungan adalah untuk melindungi tanaman kopi
dari penyinaran matahari langsung.
Syarat-syarat pohon penaung
a. Memiliki perakaran yang dalam
b. Memiliki percabangan yang mudah diatur
c. Ukuran daun relatif kecil tidak mudah rontok dan
memberikan cahaya yang menyebar (diffus)
d. Termasuk leguminosae dan berumur panjang
e. Menghasilkan banyak bahan organik.
f. Dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakan ternak.Tidak
menghasilkan senyawa yang bersifat alelopati.
g. Tidak menjadi inang hama dan penyakit kopi.
Jenis-jenis penaung
1. Penaung sementara
Manfaat penaung sementara:
a. Melindungi tanah dari erosi.
b. Meningkatkan kesuburan tanah melalui tambahan
organik asal tanaman penutup tanah sementara.
c. Menekan pertumbuhan gulma
Jenis tanaman penaung sementara yang banyak
dipakai Moghania macrophylla (Flemingia congesta),
Crotalaria sp., Tephrosia sp. Moghania cocok untuk
tinggi tempat kurang dari 700 m d.p.l. Untuk daerah
dengan ketinggian lebih dari 1.000 m d.p.l. sebaiknya
menggunakan Tephrosia sp. atau Crotalaria sp.
Untuk komplek-komplek serangan nematoda parasit
disarankan menggunakan Crotalaria sp. Naungan
sementara ditanam dalam barisan dengan selang
jarak 2 – 4 m atau mengikuti kontur. Ditanam minimal
satu tahun sebelum penanaman kopi
2. Penaung tetap
Penaung tetap mutlak diperlukan dalam sistem tanaman
kopi berkelanjutan. Pertanaman kopi tanpa penaung tetap
cenderung menyebabkan percepatan degradasi lahan dan
mengancam keberlanjutan budidaya tanaman kopi pada
lahan tersebut. Pohon penaung tetap yang banyak dipakai di
Indonesia lamtoro (Leucaena sp.), Gliricidia, kelapa, dadap
(Erythrina sp.), Kasuari (Casuarina sp.) dan sengon
(Paraserianthes falcataria).
Pada tempat-tempat tertentu di dataran tinggi dapat jeruk
keprok sebagai penaung tetap. Lamtoro tidak berbiji dapat
diperbanyak dengan atau okulasi, ditanam dengan jarak 2 m
x 2,5 m, setelah besar secara berangsur-angsur dijarangkan
menjadi 4 m x 5 m.
Pemangkasan adalah pemotongan bagian-bagian
tanaman yang tidak dikehendaki agar tanaman
tumbuh dengan sehat, kuat pertumbuhan
vegetatif dan generatifnya seimbang sehingga
menjadi lebih produktif. Selain itu, pemangkasan
ini penting dilakukan untuk mengurangi cabang
kopi supaya pembentukan cabang dan
pembuahan bisa berjalan dengan lancar sehingga
tanaman tidak membentuk payung. Oleh karena
itu, tanaman kopi harus dipangkas pada bagian
cabang primernya atau diperpendek untuk
merangsang pertumbuhan cabang sekunder.
DASAR UNTUK PERTIMBANGAN PRODUKSI
BIJI KOPI
1. Rata-rata buah pertama dipikul oleh 8 buku per cabang dan buah kedua
oleh 6 buku per cabang. Rata-rata buah dipikul oleh 7 buku per cabang.
2. Per dompol dalam satu buku terdiri atas rata-rata 20 glondong. Per
cabang, dimana 7 buku memikul buah, sebanyak 7 x 20 = 140 glondong.
Per glondong terdapat 2 kopi beras, shg = 280 kopi beras per cabang.
3. Dalam 1 kg kopi pasar terdapat 5.000 kopi beras besar dan kecil
4. Jika diinginkan agar per pohon memikul 1 kg kopi pasar, perlu disediakan
pikulan 5.000/280 x 1 cabang = 18 cabang. Jika per kapstok dipelihara
hanya 2 cabang reproduksi, maka per pohon cukup disediakan 9 kapstok
atau 4,5 pasang kapstok( pada cabang primer tumbuhnya berpasangan)
5. Dengan demikian kita akan dapat memerintah pohon kopi untuk
menghasilkan kopi sesuai yg dikehendaki.
PERBEDAAN MATA TUNAS SERI DAN LEGITIM

1. Mata tunas Legitim, setelah tumbuh ruas


pertamanya panjang (sebagai cabang
sekunder)dengan sepasang daun
pertama normal
2. Mata tunas Seri, setelah tumbuh ruas
pertamanya pendek (sebagai cabang
reproduksi), daun pertama berupa
kepel (kecil).
Tujuan pemangkasan antara lain:
a.Mendapatkan pohon kopi yang rendah agar memudahkan
pemeliharaan dan pemanenan
b.Mendapatkan cabang-cabang baru yang produktif secera
berkelanjutan dan optimal
c.Memudahkan masuknya cahaya matahari ke tajuk tanaman
d.Memperlancar peredaran udara untuk mengurangi
kelembaban
e. Memperlancar pertumbuhan tanaman
f. Mengatur letak, umur dan bentuk dari cabang produktif
g.Membuang cabang-cabang yang tidak dikehendaki (cabang
tua, kering, sakit, cabang cacing, cabang balik dan tunas air).
Pemangkasan bentuk adalah pemangkasan yang dilakukan
pada tanaman kopi yang masih muda dengan tujuan untuk
membentuk kerangka tanaman yang kuat dan seimbang.
Pemangkasan ini meliputi:
• 1. Pemenggalan batang tanpa bayonet . Biasanya dilakukan
pada awal musim hujan terhadap tanaman sehat dan kuat
pertumbuhannya. Pemenggalan dilakukan sekaligus tanpa
membentuk bayonet. Tinggi pemenggalan 180 cm dari tanah
dan semua wiwilan yang tumbuh dibuang. Selain melakukan
pemenggalan juga dilakukan penyunatan cabang primer 1
pada ketinggian 80 – 120 cm, penyunatan cabang primer 2
pada ketinggian 180 cm. Tempat penyunatan dilakukan pada
ruas ketiga cabang primer.
2. Pemenggalan bertingkat (bayonet)
Dilaksanakan terhadap tanaman yang
pertumbuhannya kurang kuatsehingga perlu
dilakukan untuk membentuk batang susulan.
Pemenggalan batang dapat diulang satu atau dua
kali tergantung kesehatan tanaman.
Batang kopi dipenggal pada ketinggian 120 cm dari
permukaan tanah. Semua wiwilan yang tumbuh
dibuang agar cabang-cabang kuat. Setelah 1-2
tahun dapat ditumbuhkan batang susulan kedua
dengan memelihara wiwilan paling atas.
Tabel 1. Tinggi pemenggalan pada berbagai Pertumbuhan Kopi
Pemangkasan Tanpa bayonet (cm) Dengan 1 bayonet(cm)
I 180 120
II - 180
Pertumbuhan Kuat Agak kuat

Setelah dilakukan pemenggalan, wiwilan akan banyak


tumbuh. Wiwilan ini harus dibuang saat sekecil
mungkin. Khusus untuk pemenggalan bertingkat
(bentuk bayonet) wiwilan yang tumbuh paling atas
dipelihara untuk dijadikan batang susulan.
3. Pemangkasan cabang primer (penyunatan)
a. Pangkas cabang primer pada ketinggian 80 –
120 cm dari permukaan tanah
b.Tempat pemangkasan tepat pada ruas ketiga dari
pangkal cabang
c. Pemangkasan kedua pada ketinggian 160-180 cm
d. Arah pangkasan berlawanan dengan pangkasan
pertama
e. Waktu pemangkasan dilaksanakan sebelum
cabang berbunga.
Pemangkasan pemeliharaan/produksi
Pemangkasan pemeliharaan/produksi terdiri
dari 2 kegiatan yaitu pemangkasan ringan dan
berat. Tujuan pemangkasan ini adalah untuk
mempertahankan keseimbangan kerangka
tanaman yang diperoleh dari pangkasan
bentuk dengan cara menghilangkan cabang-
cabang tidak produktif.
Cabang tidak produktif yang dibuang
meliputi : cabang tua yang telah berbuah 2-3
kali, cabang balik, cabang liar, cabang cacing,
cabang terserang hama dan penyakit/rusak
dan wiwilan (tunas air). Cabang B3 (berbuah
tiga kali) dapat dipelihara tetapi secara
selektif. Pemotongan cabang produksi
dilakukan pada ruas cabang yang telah
mengeluarkan tunas dan diusahakan sedekat
mungkin dengan batang.
1. Pemangkasan berat
Pemangkasan berat dilakukan setelah
panen, dan diulangi setiap tiga bulan sekali.
Pemangkasan ini dilakukan terhadap wiwilan
cabang primer yang sudah tua dan tidak
produktif, cabang primer dan bagian-bagian
lainnya yang terserang OPT.
2. Pemangkasan ringan
Pemangkasan ringan dalam 1 tahun dilakukan beberapa
kali yang dilaksanakan setelah pemangkasan berat
meliputi:
a. Membuang semua wiwilan yang tumbuh, kecuali wiwilan
yang dikehendaki untuk memperbaiki mahkota tanaman
b. Pemotongan wiwilan dilakukan tepat pada tempat
tumbuhnya, jangan sampai meninggalkan ruas pendek
yang ada di bawahnya
c. Sebaiknya wiwilan dihilangkan memakai tangan
d. Wiwilan dibuang waktu masih kecil dengan tenggang
waktu dua minggu sekali pada musim hujan dan 4 minggu
sekali pada musim kemarau.
Pemangkasan peremajaan
Pemangkasan rejuvinasi/peremajaan adalah pemangkasan
tanaman pada tanaman tua dan kurang produktif tapi
masih memiliki perakaran yang kuat. Pemangkasan
rejuvinasi hanya dilakukan ketika tingkat produktivitas
tanaman kopi terlalu rendah, tetapi pohon tampak sehat
dan kokoh.
Tujuan pemangkasan ini adalah untuk meremajakan batang
tanaman agar kualitasnya meningkat kembali. Sebaliknya,
jika produksi tanaman kopi dalam suatu kebun sudah
menurun lebih dari 50 persen, kebun kopi tersebut perlu
dibongkar total dan ditanami bibit-bibit kopi baru lagi
karena pemangkasan saja tidak dapat mengatasi masalah
ini.
Pemangkasan rejuvinasi dilakukan dengan
memotong batang tumbuhan kopi pada
ketinggian 40 cm dari atas permukaan tanah.
Waktu yang ideal mengerjakannya ialah pada
saat awal musim penghujan. Kemudian dari
beberapa wiwilan yang tumbuh, bisa merawat
1-2 tunas yang kondisinya paling baik untuk
keperluan penyambungan dengan klon yang
lebih berkualitas.
Jumlah pohon yang diremajakan dalam satu
areal dibedakan menjadi 3 yaitu:
1. Rejuvinasi total, yaitu seluruh kopi dalam satu
areal diremajakan secara serentak
2. Rejuvinasi selektif pada pohon-pohon yang
jelas sudah rusak/tua
3. Rejuvinasi sistematis yaitu seluruh pohon
dalam satu areal akan direjuvinasi namun
dilakukan secara bertahap
Rejuvinasi biasanya dilaksanakan pada akhir suatu tahun panenan
besar pada waktu akhir musim kemarau, menjelang musim hujan
yaitu setelah panen kopi selesai.
Tindakan penunjang untuk pelaksanaan rejuvinasi, adalah:
1. Pengolahan tanah dikerjakan bersamaan dengan pemotongan
cabang dan batang
2. Pada pengolahan tanah ini akan terjadi sekaligus pemotongan
akar
yang menyebabkan kopi tidak berkerut (mengerupuk)
3. Perbaikan teras untuk mencegah erosi
4. Pemupukan dengan pupuk N dan P yang dilakukan setelah
penyambungan dan penyulaman selesai
5. Perbaikan naungan (penyulaman dan penyambungan)
6. Penanaman pupuk hijau untuk menambah kesuburan tanah.
Hama penggerek buah kopi Hypothenemus
hampei (Ferr.)
Hama penggerek buah kopi memiliki nama ilmiah
Hypothenemus hampei (Ferr.), termasuk famili:
Scolitydae dan ordo: Coleoptera. Serangga
dewasa (kumbang) berwarna hitam kecoklatan,
berukuran kecil, panjang untuk jenis betina 2 mm
dan jenis jantan 1,3 mm.
Serangga/ hama ini telah tersebar diseluruh
Indonesia. Telur diletakkan oleh serangga dewasa
dalam buah kopi yang bijinya telah mengeras, umur
stadium telur adalah 5-9 hari.
Larva yang baru menetas berwarna putih jernih, selanjutnya
berubah menjadi putih kotor. Larva tidak memiliki kaki,
dengan stadium larva selama 10m-26 hari.

Masa pra-pupa 2 hari dan stadium pupa berumur 4-9 hari.


Masa perkembangan serangga dari telur diletakkan hingga
serangga dewasa memerlukan waktu 25 – 35 hari.

Lama masa perkembangan ini sangat dipengaruhi oleh suhu


yang umumnya berkaitan dengan ketinggian tempat. Makin
tinggi tempa dan, makin rendah suhunya, maka
perkembangan serangga makin panjang.
Lama hidup serangga betina rata-rata 156
hari sedang untuk serangga jantan maksimum
103 hari. Serangga Hypothenemus hampei
masuk ke dalam buah kopi dengan cara
membuat lubang pada ujung buah di sekitar
discus. Serangan pada buah muda
menyebabkan buah gugur.
Perkembangbiakan serangga hanya terjadi pada buah
yang bijinya telah mengeras, buah masak dan buah
lewat masak. Serangan berat pernah terjadi di Jawa
pada tahun 1929, mengakibatkan penurunan hasil
sampai mencapai 40%.
Serangga Hypothenemus hampei dapat berkembang
biak dan hidup normal hanya pada biji kopi (Coffea
spp.). Kopi Arabika (Coffea Arabica) merupakan jenis
paling rentan terhadap serangan hama penggerek buah
kopi, kemudian diikuti kopi Robusta (Coffea canephora).
Sedangkan kopi Ekselsa (Coffea excelsa) dan kopi
Liberika (Coffee liberica) merupakan jenis paling tahan.
Serangga dewasa Hypothenemus hampei
dilaporkan pernah dijumpai terdapat pada
polong Tephrosia, Crotalaria, Centrosema,
hibiscus, rubus, Leucaena galuca (lamtoro)
dan beberapa biji leguminosae. Namun
tanaman-tanaman tersebut diduga hanya
sebagai tempat makan sementara. Serangga
Hypothenemus hampei tidak bisa berkembang
biak pada jenis-jenis tanaman tersebut.
Cara PengendalianKultur Teknis meliputi
1. Sanitasi
Sanitasi bertujuan untuk memutus siklus hidup serangga
penggerek buah kopi dengan cara meniadakan makanannya
melalui tindakan petik bubuk, racutan atau rampasan, dan
lelesan. Kopi dari hasil kegiatan tersebut selanjutnya
direndam dalam air mendidih sampai semua stadia serangga
mati, dan biji kopi yang masih baik bias dimanfaatkan.
2. Pengaturan naungan
Serangan berat Hypothenemus hampei umumnya terjadi
pada kebun-kebun dengan intensitas naungan berat. Oleh
karena itu pengaturan naungan secara optimal akan
menurunkan intensitas serangan.
3. Pengendalian Fisis
Pengendalain dengan komponen fisis terutama ditujukan untuk
mempertahankan mutu biji kopi yang akan disimpan atau
dipasarkan, yaitu dengan mengeringkan biji kopi sampai kadar
airnya menjadi di bawah 12,5%. Pada kadar air tersebut hama
penggerek buah kopi tidak mampu lagi untuk berkembang.

Pengendalian Biologis
1. Aplikasi jamur Beauvaria bassiana
Hasil penelitian dan pelaksanaan di lapangan menunjukkan
bahwa jamur Beauvaria bassiana dapat menginfeksi stadia larva,
pupa dan serangga dewasa Hypothenemus hampei. Dosis aplikasi
yang efektif adalah 2,5 kg biakan Beauvaria bassiana pada media
padat (jagung atau beras) per hektar per satu kali aplikasi.
Aplikasi dilakukan dengan cara membuat
suspensi konidia yang selanjutnya
disemprotkan dengan alat knapsack sprayer
atau mistblower pada saat serangga Penggerek
Buah Kopi mulai masuk ke dalam buah (biji
mulai mengeras). Aplikasi diulang setiap bulan
sebanyak 3 kali aplikasi.
Untuk menjaga daya rekat konidia jamur pada
permukaan buah maka dapat ditambahkan
senyawa perekat dengan konsentrasi 0,1 – 0,2
%.
2. Pelepasan Parasitoid
Saat ini telah dimasukkan ke Indonesia serangga parasitoid
hama Penggerek Buah Kopi yaitu Cephalonomia
stephanoderis. Serangga tersebut berasal dari Afrika dan
memarasit serangga Hypothenemus hampei stadia larva dan
pupa. Perbanyakan serangga parasitoid ini mengalami
hambatan karena ketersediaan inang tidak bias kontinyu,
yaitu tergantung dari musim panen kopi yang hanya setahun
sekali.
3. Penggunaan klon tanaman yang masak serentak
Di daerah dataran rendah dengan menggunakan klon Kopi
Robusta BP 42, BP 288 dan BP 234. Sedang di daerah
dataran tinggi menggunakan klon BP 42, BP358 dan BP 409.
Pengendalian Dengan Insektisida
1. Pengendalian hama Penggerek Buah Kopi
dengan menggunakan insektisida hendaknya
dilakukan sesuai dengan perilaku hama, cara
dan alat aplikasi yang tepat, dan dalam keadaan
terpaksa yaitu apabila cara-cara pengendalian
lain tidak efektif dan tingkat serangan cukup
tinggi. Dari hasil pengujian diketahui bahwa
insektisida dengan bahan aktif endosulfan
sangat efektif dalam menekan populasi dan
kerusakan akibat serangan Penggerek buah Kopi.
Insektisida tersebut diaplikasikan dengan
alat knapsack sprayer pada saat biji kopi mulai
mengeras dengan dosis 0.8 – 1.6 liter
formulasi per hektar. Aplikasi dengan interval
satu bulan sebanyak 3 kali per masa panen.

2. Pengendalian secara kimiawi dapat juga


dilakukan dengan menggunakan feromon
(hormon) untuk menarik serangga jantan
masuk ke dalam jebakan (trap).
PENYAKIT EMBUN JELAGA PADA KOPI
Penyakit embun jelaga (sooty mold)
merupakan salah satu penyakit yang kerap
menyerang tanaman kopi. Kendati bukan
penyakit penting, tetapi keberadaannya dapat
mengganggu proses fotosintesis. Gejala utama
dari serangan ini terlihat dari permukaan daun
yang menghitam. Akibatnya, tanaman kopi
tidak bisa memproduksi makanan dengan baik
dan daunnya pun mudah gugur karena
menerima panas berlebih.
Penyakit embun jelaga disebabkan oleh Capnodium coffeae
yakni jamur saprofit, non parasit, tidak mengambil makanan
dari inangnya, tetapi bisa mengganggu jalannya proses
fotosintesis. Miselium jamur C. coffeae pada daun kopi
ditandai dengan warna hitam yang merupakan pigmen
melanoid pada
dinding sel hifa yang membentuk koloni.

Miselium ini terbentuk dari jalinan hifa yang tumbuh di


permukaan daun kopi sehingga menutupi stomata dan masuk
ke jaringan daun. Jamur C. coffeae umumnya tumbuh di hasil
ekskresi dari serangga penghisap seperti kutu daun, kutu
kebul, dan kutu daun sisik.
Hal ini dikarenakan kotoran tersebut mengandung glukosa,
asam amino, protein, vitamin, dan mineral. Selain itu, jamur
C. coffeae juga mampu tumbuh di hasil eksudat yang
diproduksi kelenjar trikoma pada rambut daun. Jamur ini
biasanya akan tumbuh subur di perkebunan kopi yang
memiliki kondisi terlalu rapat, naungannya banyak, suhunya
hangat sampai tinggi, dan udaranya cukup kering.
Gejala serangan jamur C. coffeae ditandai dengan munculnya
lapisan berwarna hitam yang menutupi permukaan daun
bagian atas. Kemunculan serangga penghisap juga bisa
menjadi pertanda awal akan adanya serangan jamur ini.
Pengendalian Penyakit Embun Jelaga
1. Pada umumnya, pengendalian penyakit embun jelaga dilakukan
dengan menyemprot perkebunan kopi dengan air bersih secara
berkala selama periode ekskresi serangga penghisap. Tujuannya
untuk menaikkan tingkat kelembaban udara di area perkebunan
sehingga tidak ideal bagi perkembangan jamur C. coffeae.
Selanjutnya, bagian tanaman yang sudah terinfeksi serangga ini
perlu dipotong dan dibuang jauh. Membersihkan bagian
tanaman yang terserang penyakit ini dengan mencucinya
memakai campuran air deterjen dengan perbandingan 1 kg
deterjen untuk 15 liter air. Meskipun tampak merepotkan, tetapi
metode ini terbukti ampuh mengatasi serangan penyakit embun
jelaga di perkebunan kopi di Sumatra Utara. Atau Daun dilap
dengan kain bersih hingga warna hitam menghilang.
2. Munculnya serangga penghisap juga bisa menjadi
pertanda awal akan adanya serangan jamur ini.
Jikalau populasi serangga penghisap yang ada di
suatu perkebunan telah melebihi batas ambang
ekonomi, maka pengendaliannya bisa dengan
memanfaatkan insektisida berupa sipermetrin
serta imidaklopid.
Setelah berhasil dikendalikan, lakukan
penghembusan memakai tepung belerang pada
permukaan daun kopi yang terserang jamur C.
coffeae penyebab penyakit embun jelaga tersebut.
Penyakit Karat Daun (Penyakit Hemileia vastatrix
/HV) Pada Kopi
Dalam usaha budidaya tanaman kopi, penyakit karat
daun adalah salah satu penyakit penting yang menjadi
perhatian serius bagi para peneliti dan petani.
Penyakit karat daun dianggap penting karena di
beberapa daerah, penyakit ini dapat menurunkan
produktivitas tanaman hingga 20 persen. Penyakit
yang disebabkan oleh parasitisme cendawan Hemileia
vastatrix pada daun ini sangat mengganggu
metabolisme tanaman dalam menyediakan fotosintat
yang optimal melalui pengrusakan daun
Penyakit karat daun sangat sering menyerang tanaman
kopi terutama kopi arabika yang ditanam di daerah
dataran rendah. Serangan penyakit karat daun kopi
bukan hanya dapat menyerang di lahan produksi,
melainkan juga dapat menjangkiti tanaman-tanaman
yang masih dalam fase pembibitan.
Penyakit karat daun kopi sering menyebabkan
kerontokan daun hingga kegundulan pada tanaman-
tanaman yang berasal dari varietas atau klon yang
resisten. Berikut ini
gejala serangan dan teknik pengendalian dari penyakit
karat daun kopi:
Gejala Serangan Penyakit Karat Daun Kopi
Serangan penyakit karat daun kopi dapat diidentifikasi melalui beberapa
gejala yang sebelumnya muncul dan dapat pada tanaman. Beberapa
gejala tersebut antara lain
1. Pada tahap awal serangan, terdapat beberapa bercak pada helaian
daun yang menghadap ke bawah. Bercak tersebut awalnya berwarna
kuning muda dan lama kelamaan berubah menjadi kuning tua.
2. Bercak ini mula-mula berbentuk bulatan kecil dengan diameter < 0,5
cm dan terus tumbuh membesar hingga diameter > 5 cm.
3. Bercak yang tadinya berwarna kuning tua lama kelamaan menjadi
coklat dan akhirnya mengering.
4. Pada berbagai stadium serangan, bercak daun dapat dilihat dari daun
bagian atas namun untuk tepung yang berwarna orange jingga yang
melingkupi bercak tersebut hanya dapat dilihat dari helaian daun yang
menghadap ke bawah.
5. Serangan tingkat lanjut dari penyakit ini dapat mengakibatkan daun
berguguran sebelum waktunya, tanaman gundul, dan akhirnya mati.
Teknik Pengendalian Penyakit Karat Daun Kopi
1. Pengendalian kultur teknis
Pengendalian penyakit karat daun dapat dilakukan mulai dari
awal penanaman dengan menggunakan bahan tanam atau
bibit yang berasal dariklon atau varietas yang resisten
terhadap inveksi jamur H. vastatrix seperti lini
S 795, S 1934, USDA 762, Kartika 1, Andungsari 2K dan Kartika
2.
Pengendalian pertumbuhan jamur H. vastatrix secara kultur
teknis juga dapat dilakukan dengan melakukan pemangkasan
pada daun yang terinfeksi untuk mengurangi tingkat
penyebaran serta pemangkasan berkala pada pohon penaung
atau tanaman kopi untuk menurunkan tingkat kelembaban
kebun.
Pengendalian juga dapat dilakukan dengan menjaga agar tanaman
selalu dalam keadaan sehat melalui pemupukan berimbang yang
sesuai dosis, waktu, cara, dan jenis. Cara pengendalian secara
kultur tekniklainnya dapat dilakukan dengan memperkuatdaya
tahan tanaman melalui pemupukan berimbang, pemangkasan
dan pemberian naungan yang cukup;
2. Pengendalian kimiawi
Pengendalian karat daun secara kimiawi sebaiknya dilakukan jika
pengendalian kultur teknis tidak membuahkan hasil yang
maksimal. Pengendalian dilakukan dengan aplikasi fungisida
berbahan aktif Mankozeb dari jenis kontak seperti Cupravit OB 21
0,4% atau dengan fungisida sistemik seperti Bayleton 250 EC 0,1%,
Anvil 50 SC 0,2%, Tilt 250 ES 0,1% atau Sumiate 2,5 WP 0,2%.
Tanaman yang terserang parah disemprot dengan Anvil 6650 EC,
dan Benlate, kemudian ditebang dan dibakar.
Tan. Kopi mulai berbuah pada umur 2,5—3 tahun untuk robusta
dan 3—4 tahun untuk arabika. Namun, buah kopi pertama
biasanya hanya sedikit. Produktivitasnya mulai naik maksimal
setelah berumur 5 tahun ke atas.
Jenis arabika dan robusta berbuah secara musiman. Robusta
memerlukan waktu 8—11 bulan dari mulai kuncup hingga matang.
Sementara itu, arabika memerlukan waktu 6—8 bulan. Jenis kopi
lain seperti liberika bisa berbuah sepanjang tahun. Tingkat
kematangan buah kopi tidak terjadi secara serentak. Dengan
begitu, proses pemanenan memerlukan waktu yang lama.
Musim panen kopi di Indonesia biasanya dimulai pada Mei—Juni
dan berakhir sekitar Agustus—September. Periode panen raya
berlangsung 4—5 bulan dengan frekuensi pemetikan buah kopi
bisa setiap 10—14 hari sekali.
Ciri-ciri buah kopi yang telah matang bisa dilihat dari warna
kulitnya. Buah kopi yang paling baik untuk dipanen adalah
yang telah matang penuh, berwarna merah. Namun, karena
berbagai alasan, para petani sering memanen buah yang
masih berwarna kuning bahkan hijau.
Cara memanen buah kopi
Setiap tingkat kematangan menghasilkan karakteristik kopi
yang berlainan. Berikut ini karakteristik buah kopi dilihat
dari tingkat kematangannya:
a. Warna hijau dan hijau kekuningan. Warna ini menandakan
kondisi buah kopi masih muda. Apabila dipetik, bijinya
berwarna pucat keputihan dan keriput. Aroma dan postur
(body) yang dihasilkan masih sangat lemah. Buah seperti ini
tidak disarankan untuk tidak dipetik.
Warna kuning kemerahan, menunjukkan sudah mulai matang.
Aroma dan posturnya mulai terasa mantap. Bijinya berwarna
keabu-abuan. Buah seperti ini sudah boleh untuk dipetik.
b. Warna merah penuh, menunjukkan buah telah matang
sempurna.
Aroma dan cita rasanya telah terbentuk dengan mantap.
Keadaan buah seperti ini merupakan kondisi paling baik untuk
dipetik.
c. Warna merah tua, menandakan buah sudah kelewat matang.
Bijinya
berwarna cokelat dan kehitaman. Aroma dan posturnya mulai
menurun, terkadang mengeluarkan cita rasa seperti bau
tanah. Buah seperti ini harus sudah dipetik.
Selain warna kulit, untuk menentukan kematangan buah
kopi bisa diketahui dari kandungan senyawa gula yang
terdapat pada daging buah.
Kopi yang telah matang memiliki kandungan senyawa gula
relatif tinggi pada daging buahnya. Pada buah yang telah
matang, daging buah lunak dan berlendir serta terasa
manis. Pemanenan buah kopi dilakukan dengan cara
memetik buah yang telah masak yang dapat dimulai saat
tanaman kopi berusia sekitar 2,5 – 3 tahun.
Buah masak ditandai oleh perubahan warna kulit buah. Kulit
buah berwarna hijau tua adalah buah masih muda,
berwarna kuning adalah setengah masak dan jika berwarna
merah maka buah kopi sudah masak penuh dan menjadi
kehitam-hitaman pada saat buah terlalu masak (over ripe)
Untuk mendapatkan kopi yang bermutu tinggi, buah kopi harus
dipetik dalam keadaan masak penuh. Kopi robusta memerlukan
waktu 8–11 bulan sejak dari kuncup sampai masak. Kopi
robusta yang ditanam di daerah kering biasanya menghasilkan
buah pada musim tertentu sehingga pemanenan juga dilakukan
secara musiman. Musim panen ini biasanya terjadi mulai bulan
Mei/Juni dan berakhir pada bulan Agustus atau September.
Keuntungan pemanenan buah kopi masak antara lain: 1) mudah
diproses karena kulitnya mudah terkelupas; 2) Rendemen hasil
lebih tinggi; 3) biji kopi lebih bernas sehingga ukuran biji lebih
besar karena buah telah matang optimum; 4) waktu
pengeringan lebih cepat;dan 5) mutu fisik biji dan citarasa kopi
lebih baik.
Pemetikan buah kopi
Pada tanaman kopi arabika, buah kopi yang telah matang
cenderung mudah rontok. Apabila dibiarkan jatuh ke
tanah, buah tersebut akan menyerap bau-bauan di atas
tanah yang bisa menurunkan mutu kopi. Sehingga
dianjurkan untuk segera memetik buah kopi arabika begitu
terlihat berwarna merah penuh.
Buah kopi tidak dipanen serentak, proses pemetikan
dilakukan secara bertahap. Berikut ini beberapa cara
pemetikan buah kopi:
a. Pemetikan selektif. Pemetikan dilakukan hanya pada buah
yang telah berwarna merah penuh atau telah matang
sempurna. Sisanya dibiarkan untuk pemetikan selanjutnya.
Pemetikan setengah selektif. Pemetikan dilakukan
pada semua buah dalam satu dompol. Syaratnya
dalam dompolan tersebut terdapat buah yang
telah berwarna merah penuh.
b. Pemetikan serentak atau petik racutan. Pemetikan
dilakukan terhadap semua buah kopi dari semua
dompolan, termasuk yang berwarna hijau dipetik
habis. Biasanya pemetikan seperti ini dilakukan
diakhir musim panen.
c. Lelesan. Pemanenan dengan cara memungut buah
kopi yang gugur berjatuhan di tanah karena sudah
kelewat matang.
Untuk menjaga produktivitas tanaman
kopi, pemetikan harus dilakukan dengan cara
yang benar. Cabut buah secara vertikal agar
tidak merusak tangkai buah, sehingga akan
tumbuh kembali buah pada tangkai tersebut.
Memetik buah kopi dengan cara merampas
tidak dianjurkan karena bisa merusak
tangkai.
Pasca Pemanenan
1. Sortasi kopi
Sortasi atau pemilihan biji kopi dilakukan untuk memisahkan biji
yang masak dan bernas serta seragam dari buah yang cacat/pecah,
kurang seragam dan terserang hama serta penyakit. Sortasi
dilakukan untuk pembersihan dari ranting, daun atau kerikil dan
lainnya.

Buah kopi masak hasil panen disortasi secara teliti untuk


memisahkan buah yang bagus/superior (masak, bernas, dan
seragam) dari buah yang kurang bagus/inferior (cacat, hitam,
pecah, berlubang, dan terserang hama penyakit). Kotoran seperti
daun, ranting, tanah dan kerikil harus dibuang Buah merah terpilih
(superior) diolah dengan metode pengolahan secara basah atau
semi basah supaya diperoleh biji kopi HS (Haulk Snauk) kering
dengan tampilan yang bagus, sedang buah campuran hijau-
kuning-merah diolah dengan cara pengolahan kering.
2. Pengupasan biji kopi
Sebelum dikupas, biji kopi sebaiknya dipisahkan berdasarkan
ukuran biji agar menghasilkan pengupasan yang baik jika
dilakukan dengan mesin pengupas. Mesin pengupas kopi
saat ini sudah tersedia dan mudah diperoleh dipasaran.
3. Fermentasi biji kopi
Fermentasi dilakukan dengan tujuan menghilangkan lapisan
lendir yang tersisa di lapisan kulit tanduk pada biji kopi
setelah proses pengupasan. Prinsip fermentasi adalah alami
dan dibantu oleh oksigen dari udara. Proses fermentasi
dapat dilakukan secara basah (merendam biji dalam
genangan air) dan secara kering (tanpa rendaman air).
4. Pencucian
Pencucian bertujuan untuk menghilangkan sisa lendir hasil
fermentasi yang masih menempel pada kulit tanduk. Untuk
kapasitas kecil, pencucian dapat dikerjakan secara manual di dalam
bak atau ember, sedang kapasitas besar perlu di bantu dengan
mesin.

5. Pengeringan kopi
Proses pengeringan bertujuan untuk mengurangi kandungan air
dalam biji kopi HS yang semula 60-65% sampai menjadi 12%. Pada
kadar air ini, biji kopi HS relative aman untuk dikemas dalam karung
dan disimpan di gudang pada kondisi lingkungan tropis. Proses
pengeringan dapat dilakukan dengan cara penjemuran, mekanis dan
kombinasi keduanya. Buah kopi mutu rendah (inferior) hasil sortasi
di kebun sebaiknya diolah secara kering.
6. Pengukuran kadar air biji
Penentuan kadar biji kopi merupakan salah satu tolak ukur proses
pengeringan agar diperoleh mutu hasil yang baik dan biaya
pengeringan yang murah. Akhir dari proses pengeringan harus
ditentukan secara akurat.
Pengeringan yang berlebihan (menghasilkan biji kopi dengan kadar
air jauh di bawah 12%) merupakan pemborosan bahan bakar dan
merugikan karena terjadi kehilangan berat. Sebaliknya jika terlalu
singkat, maka kadar air kopi belum mencapai titik keseimbangan
(12%) sehingga biji kopi menjadi rentan terhadap serangan jamur
pada saat disimpan atau diangkut ke tempat konsumen.
7. Penggilingan kopi
Biji kopi kering atau kopi HS kering digiling dengan mesin huller
untuk mendapatkan biji kopi beras.
Selanjutnya untuk memperoleh kopi bubuk dan meningkatkan luas
permukaan kopi dilakukan penggilingan Pada kondisi ini, citarasa
kopi akan lebih mudah larut pada saat dimasak dan disajikan,
dengan demikian seluruh citarasa kopi terlarut ke dalam air seduan
kopi yang akan dihidangkan (Starfarm,2010). Penggilingan kopi
sebaiknya hanya dilakukan terhadap kopi HS yang sudah kering.
8. Penyimpanan/penggudangan
Penggudangan bertujuan untuk menyimpan hasil panen yang telah
disortasi dalam kondisi yang aman sebelum dipasarkan ke
konsumen. Beberapa faktor penting pada penyimpanan biji kopi
adalah kadar air, kelembaban relatif udara dan kebersihan gudang.
Udara yang lembab pada gudang di daerah tropis merupakan
pemicu utama pertumbuhan jamur pada biji, sedangkan sanitasi
atau kebersihan yang kurang baik menyebabkan hama gudang
seperti serangga dan tikus akan cepat berkembang.

Anda mungkin juga menyukai