Anda di halaman 1dari 20

FRAKTUR MANDIBULA

Bima Adi Laksono P


119810009

Pembimbing:
Dr. Febryanti Purnamasari, Sp. THT-KL
Definisi

 Fraktur mandibula adalah rusaknya kontinuitas tulang mandibular yang


dapat disebabkan oleh trauma baik secara langsung atau tidak
langsung. Fraktur mandibula dapat terjadi pada bagian korpus, angulus,
ramus maupun kondilus.
Anatomi
Etiologi

 Kecelakaan berkendara (43%)


 Kekerasan (34%)
 Kecelakaan kerja (7%)
 Jatuh (7%)
 Olahraga (2%)
 Sebab lain (5%)
Klasifikasi
1. Dingman and Naving
A. Menurut arah fraktur
 Horizontal : Favourable, unfavourable
 Vertical : Favourable, unvafourable
B. Menurut Keparahan Fraktur
 Simple/Tertutup
Fraktur yang tidak menimbulkan luka terbuka keluar baik melewati
kulit, mukosa, maupun membran periodontal.
 Compound/Terbuka
Fraktur yang disertai dengan luka luar termasuk kulit, mukosa,
maupun membran periodontal, yang berhubungan dengan patahnya
tulang.
 Comminuted
Fraktur dimana tulang menjadi pecah atau hancur
C. Menurut Jenis Fraktur
 Greenstick fracture, dimana salah satu korteks tulang patah, satu
sisi lainnya melengkung.
 Comminuted fracture, dimana tulang menjadi pecah atau hancur.
 Impacted fracture, dimana salah satu fragmennya terdorong ke
bagian lainnya.
 Pathological fractures, fraktur yang terjadi sebagai cedera yang
ringan dikarenakan adanya penyakit tulang.
 Complex fracture, dimana letaknya berdekatan dengan jaringan
lunak atau bagian – bagian lainnya
D. Menurut Lokasi Fraktur
 Symphysis, Berbatasan dari garis vertikal sampai distal gigi kaninus
 Parasymphysis, Fraktur yang terjadi dalam wiliyah simfisis
 Ramus region, Berbatasan dengan bagian superior angle hingga
membentuk dua garis apikal pada sigmoid notch.
 Body region, Dari distal simfisis hingga ke garis yang bertepatan
dengan perbatasan alveolar dari otot masseter (termasuk gigi molar 3)
 Angle region, Area segitiga yang berbatasan dengan batas anterior
otot masseter hingga perlekatan posterosuperior otot masseter (distal
gigi molar 3).
 Condylar processus, Area pada superior prosesus kondilus hingga
ramus. .
 Coronoid process, Termasuk prosesus koronoid pada superior
mandibula hingga ramus
2. Kelly and Harigan

 Dentoalveolar, Semua fraktur yang terbatas pada tooth-bearing area mandibula tanpa gangguan pada

underlying osseus structure

 Symphisis, Fraktur pada regio incisivus mandibula yang memanjang dari processus alveolar ke batas

inferior secara vertikal

 Parasymphysis, Fraktur yang muncul diantara foramen mentale dengan distal incisivus lateral

mandibula dan memanjang dari processus alveolar ke batas inferior.

 Ascending Ramus, Fraktur yang dibetntuk dari garis fraktur yang memanjang secara horizontal

melewati anterior-posterior ramus mandibula atau garis fraktur yang memanjang secara vertikal dari
sigmoid notch ke batas inferior mandibula

 Body Mandibula, Fraktur yang muncul diantara foramen mentale dengan distal molar kedua dan

memanjang dari processus alveolar ke batas inferior

 Angle, raktur distal ke molar kedua yang memanjang dibentuk dari titik temu body dan ramus

mandibula pada retromolar area dengan titik yang dibentuk dari titik inferior body mandibula dan
posterior border ramus mandibula

 Condylar processus, Fraktur yang memanjang dari sigmoid notch ke posterior border ramus mandibula

sepanjang aspect superior ramus; atau fraktur yang melibatkan condylus bisa diklasifikasikan menjadi
extracapsular atau intracapsular, tergantung dari relasi fraktur dan capsular attachment
3. Kajanzian and Converse
 Fraktur kelas 1 : gigi terdapat di 2 sisi fraktur

 Fraktur kelas 2 : gigi hanya terdapat di salah satu fraktur

 Fraktur kelas 3 : tidak terdapat gigi di kedua sisi fraktur


Manifestasi Klinis

 Pembengkakan, ekimosis ataupun laserasi kulit mandibular


 Nyeri atau anestesi oleh karena kerusakan nervus alveolaris inferior
 Nyeri saat mengunyah
 Gangguan mobilitas atau adanya krepitasi
 Malfungsi berupa trismus, nyeri saat mengunyah
 Mati rasa bibir bawah akibat kerusakan pada n. alveolaris inferior
 Asimetris
 Deformitas tulang
Diagnosis

A. Anamnesis
B. Pemeriksaan fisik
 Inspeksi : untuk melihat adanya deformitas pada muka, memar dan
pembengkakan
 Palpasi : Merasakan tulang rahang, rasakan gerakan mandibular
 Periksa mulut dalam : apakah ada maloklusi atau tidak
C. Pemeriksaan penunjang
 Rontgen
 CT-Scan
Penatalaksanaan
Text
Here

Prinsip dasar
Primary Airway Breathing Circulation dari
penatalaksanaa
survey
n fraktur
Prinsip dasar penatalaksaan frakatur

1. Reduksi

Reduksi adalah pemulihan fragmen fraktur kembali ke posisi anatomi


aslinya. Restorasi fragmen ke posisi sebenarnya dapat dilakukan
dengan:

a. Reduksi tertutup

Penjajaran tanpa visualisasi garis fraktur. Tidak ada intervensi bedah yang
diperlukan untuk reduksi tertutup. Penjajaran fragmen fraktur dapat dilakukan
tanpa pembedahan. Oklusi digunakan sebagai faktor penuntun. Reduksi
tertutup dapat dicapai dengan metode manipulasi atau traksi.
b. Reduksi terbuka

Reduksi pembedahan yang memungkinkan identifikasi visual pada fragmen


fraktur.
2. Fiksasi

Pada fase ini, fragmen fraktur (setelah reduksi) yang tetap, dalam hubungan
anatomi normal, untuk mencegah displacement dan mencapai pendekatan
yang tepat. Perangkat fiksasi dapat ditempatkan secara internal maupun
eksternal.
A. Fiksasi skeletal direk
a. Fiksasi eksternal skeletal direk

Dimana perangkat berada di luar jaringan, tetapi dimasukkan ke dalam


tulang secara perkutan. Bone clamp atau pin fiksasi dapat digunakan.
b. Fiksasi internal skeletal direk

Perangkat yang benar-benar terlampir dalam jaringan dan menyatukan


dengan tulang, diakhiri dengan pendekatan langsung. Dilakukan dengan
transosseous atau intraosseous wiring atau menggunakan sistem bone
plating.
B. Fiksasi skeletal indirek
Kontrol fragmen tulang dilakukan melalui area pendukung gigi
tiruan. Dengan arch bar dan IML atau Gunning splint, jika pasien
edentulus. Hal ini dapat dilakukan dengan metode ekstraoral atau
intraoral.
3. Imobilisasi
Pada fase ini, perangkat fiksasi dipertahankan untuk menstabilkan
reduksi fragmen untuk kembali ke posisi anatomi normal, sampai
penyatuan tulang klinis berlangsung. Perangkat fiksasi digunakan untuk
jangka waktu tertentu untuk immobilisasi fragmen fraktur.
4. Tahap selanjutnya
Mencegah infeksi dan rehabilitasi fungsi sedikit demi sedikit.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai

  • 772 1362 1 SM
    772 1362 1 SM
    Dokumen4 halaman
    772 1362 1 SM
    akbar dito erlangga
    Belum ada peringkat
  • THT Skdi
    THT Skdi
    Dokumen8 halaman
    THT Skdi
    akbar dito erlangga
    Belum ada peringkat
  • Lapsus Nihl THT
    Lapsus Nihl THT
    Dokumen29 halaman
    Lapsus Nihl THT
    akbar dito erlangga
    Belum ada peringkat
  • OTOMIKOSIS
    OTOMIKOSIS
    Dokumen24 halaman
    OTOMIKOSIS
    akbar dito erlangga
    Belum ada peringkat
  • DEMENSIA1
    DEMENSIA1
    Dokumen61 halaman
    DEMENSIA1
    akbar dito erlangga
    Belum ada peringkat